Anda di halaman 1dari 12

REVITALISASI BERBASIS REKLAMASI (STUDI KASUS

REKLAMASI TELUK BENOA BERDASARKAN PERATURAN


PRESIDEN NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA
TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG,
GIANYAR, TABANAN)

1.1 Latar Belakang


Indonesia kini sedang dilanda kegalauan yang berkelanjutan,
hal ini diakibatkan karena semakin derasnya arus perkembangan
dari dunia global yang mau tidak mau Indonesia harus ikut
masuk

dalam

kubangan

perjalanan

globalisasi.

Disisi

lain

tuntutan desentralisasi makin keras disuarakan oleh masyarakat


Indonesia sendiri. Karena dalam pelaksanaanya otonomi daerah
yang diterapkan di Indonesia sebagian besar masih jauh dari
kata berhasil. Kenyataanya banyak daerah di Indonesia yang
semakin

tidak

makmur

semenjak

diterapkanya

system

desentralisasi di Indonesia. Sebab potensi yang dimilki daerah


yang satu dengan yang lain tidaklah sama, sehingga terjadi
ketimpangan dari setiap daerah di Indonesia. Meski tidak sedikit
pula

daerah

yang

bisa

maju

dengan

adanya

system

desentralisasi tersebut, dikarenakan adanya dukungan potensi


daerah itu sendiri yang memadai seperti sumber daya alamya.
Otonomi

daerah

adalah

sebagai

bentuk

dari

system

desentralisasi yang mana diharapkan bisa mengurangi beban


dari pemerintah pusat untuk menjalankan roda pemerintahan
yang semakin hari semakin berat. Dengan adanya otonomi
daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengelola
daerahnya sendiri. Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004

tentang

Pemerintah

Daerah

dijelaskan

bahwa

pealksanaan

otonomi daerah diwujudkan dalam pemberian wewenang yang


cukup luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Pemerintah
Daerah secara proporsional melalui pengaturan, pembagian,
pemanfaatan sumber daya yang berkeadilan serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah, dilandasi prinsip-prinsip demokrasi,
peran

serta

masyarakat,

pemerataan,

keadilan,

serta

memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Termasuk


di dalamnya adalah kewenangan daerah untuk mengatur wilayah
daerah mereka. Kebijakan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
di setiap daerah menjadi pedoman dalam tata pembangunan
ruang dan wilayah daerah tersebut. Substansi dari kebijakan
tersebut telah dikaji sedemikian rupa menimbang kelemahan dan
kelebihan kebijakan tersebut, dampak yang akan terjadi serta
keuntungan dari kebijakan tersebut.
Pulau Bali sebagai bagian dari primadona Negara Republik
Indonesia dengan sejuta keindahan alamnya merupakan wilayah
dengan pantai yang banyak menjadi tujuan wisata favorit
wisatawan dalam negri maupun manca Negara. Isu yang sontak
terdengar akhir-akhir ini di Pulau Bali adalah akan adanya
Reklamasi di wilayah konservasi Teluk Benoa. Teluk Benoa adalah
suatu wilayah di Pulau Bali yang selama ini dijadikan sebagai
wilayah konservasi, sebagai pusat keseimbangan ekosistem
sekitar dan sirkulasi air di daerah Pulau Bali bagian selatan.
Namun sekarang ini telah terjadi pergeseran fungsi akibat
adanya

pendangkalan

disebabkan

oleh

yang

adanya

terjadi

peristiwa

di

Teluk

Benoa

sedimentasi

yang

sehingga

permukaan laut naik beberapa centi meter tiap tahunya. Yang


lebih tidak mendukung Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi
adalah adanya jalan tol atas laut yang membentang sepanjang

Nusa Dua-Ngurah Rai-Teluk Benoa. Standart suatu wilayah bisa


dikatakan sebagai wilayah konservasi sudah tidak bisa dipenuhi
lagi oleh Teluk Benoa. Sehingga hal ini memunculkan isu bahwa
seiring berjalanya waktu Teluk Benoa sudah tidak layak lagi
untuk dikatakan sebagai area konservatif di Bali.
Untuk

itu

hal

ini

menjadi

suatu

masalah

yang

bisa

dikategorikan sebagai isu lingkungan hidup yang pada dasarnya


membutuhkan

solusi.

Isu

lingkungan

Teluk

Benoa

bisa

dikategorikan sebagai isu public, karena tidak hanya perorangan


yang merasakan keresahan akibat dari pendangkalan dari Teluk
Benoa tersebut. Dengan adanya isu tidak layaknya Teluk Benoa
sebagai

wilayah

konservatif

mengakibatkan

munculnya

Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014 yang mengatur tentang di


legalkanya reklamasi pantai.
1.2 Rumusan Masalah
a. Kebijakan apa yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
mengatur adanya reklamasi Teluk Benoa?
b. Bagaimana implementasi dalam kebijakan

tentang

reklamasi Teluk Benoa tersebut?


c. Apa saja pro dan kontra yang

ditimbulkan

implementasi kebijakan tersebut?


d. Bagaimana
solusi
yang
harus

dilakukan

dari
untuk

menyelesaikan masalah yang ditimbulkan dari kebijakan


tersebut?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
tentang reklamasi Teluk Benoa.
b. Menganalisis implementasi dalam
reklamasi Teluk Benoa.

kebijakan

tentang

c. Mengetahui

pro

dan

kontra

yang

implementasi kebijakan tersebut.


d. Memaparkan
solusi
yang
harus

ditimbulkan
dilakukan

dari
untuk

menyelesaikan masalah yang ditimbulkan dari kebijakan


tersebut.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Pemerintah Tentang Reklamasi Teluk Benoa


Kebijakan desentralisasi dan implementasi otonomi daerah pada dasarnya
menyangkut pengalihan kewenangan dan sumber daya dari pusat ke daerahdaerah. Daerah dalam pengertian ini sekurangnya mencakup: a. institusi-institusi
pemerintah daerah b. elit-elit di daerah dan c. kekuatan-kekuatan sosial politik di
daerah. Karena pemerintah hakikatnya itu bersangkut paut dangan pengelolaan
otoritas public, maka diharapkan dengan pengalihan kewenangan dan sumber

daya ke daerah-daerah penyelenggaraan pemerintahan akan lebih efektif dan


efisien dalam merespon kepentingan-kepentingan public di daerah-daerah.
Penyelenggaraan otoritas public diharapkan lebih responsive terhadap nilai nilai
prioritas-prioritas dan spesifikasi local. Secara demikian, kebijaksanaan
desentralisasi dan implementasinya haruslah dipandang sebagai bagian dari
langkah atau upaya memajukan pluralisme politik (Syamsuddin: 2007)
Peraturan Presiden Nomor

51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang

Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. Atau biasa


disingkat menjadi SARBAGITA, merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh
badan eksekutif sebagai tindak lanjut dalam mengatasi Teluk Benoa di Bali
Selatan yang sudah tidak layak lagi menjadi kawasan konservasi, dimana dalam
hal ini termasuk dalam konservasi kawasan laut. Dikarenakan kondisi lingkungan
yang sudah rusak dan tidak produktif lagi. Sehingga perlu adanya revitalisasi
berbasis reklamasi di Teluk Benoa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
dimaksud revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau
menggiatkan kembali. Jadi revitalisasi akan membuat suatu kawasan menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan definisi dari Reklamasi terdapat pada
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
17/Permen-KP/2013 Bab 1 pasal 1 bahwasannya Reklamasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan
ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurangan,
pengeringan lahan atau drainase.
Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 merupakan perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan denpasar, badung, Gianya, dan Tabanan, Perpres ini lahir dari surat
Gubernur Provinsi Bali No.523/3193/Diskanlut, kepada menteri kelautan dan
perikanan perihal reklamasi Teluk Benoa dan Pulau Pudut Kabupaten Badung,
Bali. Perubahan tersebut didasarkan atas penghapusan pasal-pasal pada Perpres
Nomor 45 Tahun 2011 yang menyatakan Teluk Benoa adalah kawasan konservasi
atau kawasan yang harus dilindungi dan penambahan pasal-pasal pada perpres
Nomor 51 tahun 2014. Penambahan pasal tersebut yakni, pasal 55 ayat (5) secara

jelas menyatakan pengubahan status Teluk Benoa dari zona L3 yang merupakan
zona pelestarian alam, menjadi zona P atau zona penyangga yang statusnya
dilindungi berubah menjadi zona yang dapat dikembangkan.
2.2 Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Reklamasi Teluk Benoa
Setelah dikeluarkannya kebijakan tersebut, timbul berbagai reaksi dari
masayarakat mengenai pelaksanaan implementasinya. Pada dasarnya tujuan awal
dikeluarkannya Perpres No. 51 Tahun 2014 untuk budidaya, yakni lebih
mengutamakan adanya hasil atas pemeliharaan yang dilakukan oleh pihak-pihak
tertentu terhadap kawasan yang akan direklamasi. Pembuatan daratan baru
mengenai

Teluk

Benoa

berdasarkan

usulan

pemerintah

Bali

terhadap

pemerintahan pusat bertujuan untuk menjadikan tempat tersebut menjadi tempat


wisata atau pusat-pusat perbelanjaan, tindakan ini menunjukkan sikap
pemerintahan Bali yang giat mengadakan pembangunan untuk menarik para
wisatawan dan menyediakan layanan senyaman mungkin sehingga dapat
menambah pendapatan (pemasukan) pemerintahan Bali. Selain itu revitalisasi
berbasis reklamasi di Teluk Benoa mengharap adanya investor yang akan
membudidayakan tempat tersebut menjadi tempat wisata baru atau tempat-tempat
lainnya

yang

menghasilkan

sehingga

dapat

mendorong

terlaksananya

pengembangan ekonomi. Dalam proses revitalisasi, investor harus mengajukan


analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebagai persyaratan awal
kepada pemerintah sebelum melaksanakan revitalisasi. Tetapi hingga saat ini
pihak investor yang terdaftar dalam pengajuan dokumen menganai AMDAL
adalah PT Tirta Wahana Bali Internasional, tetapi belum mendapatkan izin lokasi
dari pemerintah.
Selain itu, banyaknya para demonstrasi oleh masyarakat Bali yang tidak setuju
terhadap reklamasi Teluk Benoa sering terjadi, mereka menuntut untuk
membatalkan reklamasi tersebut pada pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa
keluarnya Perpres No.51 Tahun 2014 belum berhasil untuk dijadikan solusi terkait
kelayakan Teluk Benoa yang akan dijadikan kawasan non konservasi (tidak
dilindungi).

Teori implementasi kebijakan menurut George Edward III (Riant N: 2002)


merumuskan empat isu pokok agar implementasi kebijakan berjalan lancar dan
efektif. Empat isu tersebut adalah communication (komunikasi), resources
(sumber daya), disposition or attitudes (disposisi atau tingkah laku), bureaucratic
structures (struktur birokrasi). Dari ke empat isu yang disebutkan ada salah satu
isu yang berkaitan dengan masalah yang sedang kami bahas yaitu communication.
Dalam penerapan kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah tentunya selalu
ada

hambatan

waktu

pelaksanaan

kebiajakan

tersebut.

Seperti

halnya

implementasi Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014, hambatan yang dihadapi


berupa kurangnya komunikasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat
sekitar Teluk Benoa. Perkembangan proses revitalisasi yang berbasis reklamasi
yang terkesan ditutup-tutupi oleh pemerintah daerah Bali sehingga membuat
masyarakat merasa kaget dengan munculnya Peraturan Presiden tersebut.
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa implementasi mengenai
Perpres No.51 Tahun 2014 belum sepenuhnya dilaksanakan dan disetujui oleh
seluruh masyarakat Bali baik dari pihak Investor, masyarakat, dan pemerintah.
Karena, banyaknya hambatan yang timbul dari proses implementasi akan
membuat kebijakan tersebut menjadi suatu kebijakan yang kurang berkualitas
sehingga tidak memberikan solusi seperti yang diharapkan oleh masyarakat.
2.3 Pro dan Kontra yang Timbul dari Perpres No. 51 Tahun
2014 Tentang Reklamasi Teluk Benoa
Dengan adanya isu tidak layaknya Teluk Benoa sebagai
wilayah

konservatif

Presiden

No.

51

mengakibatkan

Tahun

2014

yang

munculnya
mengatur

Peraturan
tentang

di

legalkanya reklamasi pantai. Untuk itu ada suatu wacana dari


pemerintah daerah Bali untuk melaksanakan revitalisasi yang
berbasis reklamasi untuk memperbaiki kondisi lingkungan Teluk
Benoa yang semakin memburuk. Namun pada penerapanya
implementasi dari Peraturan Presiden tersebut tanpa disadari
telah membentuk dua belah pihak yang memilki sudut pandang

yang berbeda dalam menyikapi rencana reklamasi Teluk Benoa.


Mereka

mempunyai

alasan

masing-masing

dalam

memilih

menolak atau menyetujui rencana reklamasi tersebut.


Golongan yang mendukung atau menyetujui dilaksanakanya
reklamasi tersebut berpendapat bahwa tujuan dilaksanakan
kegiatan tersebut adalah untuk memanfaatkan kawasan berair
untuk dijadikan area yang lebih berguna untuk aktivitas ekonomi,
pariwisata

maupun

menyelamatkan

lingkungan.

Untuk

mengatasi masalah lingkungan pantai tersebut reklamasi adalah


salah satu jalanya.
Dilihat dari aspek perekonomian dan pariwisata dengan
adanya reklamasi dapat meningkatkan tingkat perekonomian
area tersebut karena banyaknya pengunjung komplek wisata
Teluk Benoa sehingga ada pemasukan dari retribusi pengunjung
dan pemilik usaha menengah mikro di sekitar wilayah Teluk
Benoa bisa merasakan imbasnya dengan semakin banyaknya
juga pelanggan produk mereka. Secara tidak langsung hal itu
bisa mengurangi tingkat jumlah pengangguran yang ada di Pulau
Bali karena sudah terserap dalam lapangan pekerjaan yang
tersedia di area reklamasi Teluk Benoa.
Tidak

selamanya

makna

adanya

reklamasi

itu

adalah

negative. Pemerintah pusat maupun daerah mengeluarkan


peraturan

tersebut

bagaimana

dampak

dipertimbangkan
Pemerintah
tentunya

tidak
yang

secara

mengeluarkan

demi

kemajuan

semata-mata
akan

tanpa

terjadi,

namun

matang-matang
setiap

kebijakan

pembangunan

dipikirkan
sudah

dampaknya.
dan

keputusan

Negara

Republik

Indonesia dan membuat negara ini menjadi lebih indah.


Di sisi lain kebijakan pemerintah yang dikeluarkan pada tahun 2014 lalu
tentang Reklamasi Teluk Benoa yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 51
Tahun 2014 ini telah menimbulkan banyak kontra. Masyarakat di bali yang kontra

terhadap kebijakan ini telah melakukan berbagai macam cara agar pemerintah
membatalkan Perpres tersebut. Cara-cara yang telah ditempuh oleh pemuda Bali
untuk menolak hal tersebut antara lain dengan pemasangan baliho di berbagai titik
di setiap pinggir jalan, mengadakan aksi di depan kantor Gubernur, mengadakan
konser bertajuk Bali Tolak Reklamasi! Batalkan Perpres No. 51 Tahun 2014,
mempublikasikannya melalui twitter dan instagram serta media sosial lainnya.
Tidak hanya warga Bali saja yang mendengung-dengungkan penolakan tersebut,
namun hingga artis nasional pun banyak yang memberikan kontribusinya untuk
mempertahankan Teluk Benoa yang sekarang ini agar tidak jadi direklamasi.
Beberapa hal yang menjadi alasan kuat pemuda Bali menolak keras adanya
reklamasi Teluk Benoa yaitu sebagai berikut:
1. Proses penerbitan izin yang dilakukan secara diam-diam, manipulative,
dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya,
yaitu Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang tata ruang kawasan perkotaan
Sarbagita dimana kawasan Teluk Benoa termasuk kawasan konservasi dan
Perpres No 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang melarang reklamasi dilakukan di kawasan
konservasi.
2. Adanya proses reklamasi yang akan dilakukan dengan membuat pulaupulau kecil di sekitar kawasan Teluk Benoa bukan untuk menghentikan
pendangkalan, namun justru akan menyebabkan proses sedimentasi dan
pendangkalan semakin cepat. Karena proses pendangkalan terjadi akibat
adanya proses pengendapan material-material yang dibawa oleh aliran
sungai menuju muara.
3. Reklamasi dapat menyebabkan banjir yang akan terjadi di wilayah Sanur,
Tuban, Nusa Dua dan Tanjung Benoa jika terjadi hujan lebih dari 1 jam.
Hal tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh reklamasi yang luas yang
berdampak langsung pada ketinggian air.
4. Ekosistem di Teluk Benoa akan menjadi rusak karena adanya proses
sedimentasi di habitat terumbu karang. Selain itu kestabilan produktivitas
dan ketersediaan sumber daya hayati di wilayah pesisir juga akan menjadi
rusak dan tidak dapat dijaga dengan baik. Keanekaragaman hayati yang

banyak mencari makan di sekitaran hutan mangrove lama-kelamaan akan


mati karena rantai makanan tidak dapat berjalan dengan baik dan lamakelamaan juga bisa putus rantai makanan tersebut.
2.4 Solusi untuk Menyelesaikan Masalah yang Timbul dari Kebijakan
Tentang Reklamasi Teluk Benoa
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dirasa belum maksimal dalam
mengelola lingkungan hidup terutama di kawasan daerah pesisir Teluk Benoa.
Untuk itu pemerintah daerah harus mengoptimalkan dalam melakukan
pengawasan dan mengoordinasikan segala bentuk kegiatan yang akan dilakukan
terhadap lingkungan terutama di kawasan Teluk Benoa dan melakukan
pengendalian atau control terhadap kemungkinan masalah yang akan terjadi,
seperti pencemaran lingkungan atau kerusakan lingkungan. Karena kebijakan
Reklamasi Teluk Benoa tersebut juga dikeluarkan dan diatur dalam Peraturan
Presiden, maka seharusnya pemerintah daerah harus ikut andil dalam pembuatan
kebijakan tersebut karena yang mengetahui lingkungan di daerah Bali itu sendiri
adalah pemerintah daerah. Selain itu, komunikasi pemerintah dengan rakyat
terkait diadakannya reklamasi Teluk Benoa harus disampaikan secara baik, jelas,
dan akuntabel. Sehingga tidak akan ada kesalahpahaman yang terjadi antara
pemerintah dan rakyatnya dimana masyarakat Bali sebagian besar menolak
dengan adanya reklamasi tersebut dan merasa dikhianati oleh pemerintah daerah
dan presidennya karena adanya perizinan yang telah dilakukan secara diam-diam.
Pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus berkoordinasi lagi terkait
ketindaklanjutan dari isu reklamasi yang dari hari ke hari tanpa lelah terus
didengung-dengungkan oleh pemuda Bali yang tidak setuju dengan adanya
reklamasi tersebut. Karena memang dari awal pemerintah telah mengambil
langkah yang salah dalam mengeluarkan kebijakan tersebut karena tidak
dikomunikasikan sebelumnya kepada masyarakat Bali sehingga timbullah
masalah yang belum mendapat kepastian dari pemerintah hingga sekarang ini.
Pemerintah seharusnya mengambil langkah tegas agar pemuda Bali yang selalu
menyuarakan aspirasinya tidak semakin marah dan melakukan hal yang lebih

keras lagi karena selama ini apa yang telah mereka lakukan secara halus masih
tidak mendapat perhatian dari public apalagi dari pemerintah itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Haris, Syamsuddin. 2007. Desentralisasi & Otonomi Daerah.


Jakarta: LIPI Press
Nugroho, Riant. 2002. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Sucipto, dkk. Regulasi Tanpa Basic Sumber Dya Alam Dan
Lingkungan Sosial (Studi Penerapan Peraturan Presiden
Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 45 Tahun

2011 Tentang Rencana Tata

Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, Dan


Tabanan Di Teluk Benoa)
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/articl
e/download/857/843 (diakses pada Senin 14 Desember
2015)

Anda mungkin juga menyukai