dampaknya pada kehidupan manusia, sehingga tidaklah berlebihan apabila banyak ilmuan yang tertarik untuk mengkaji tetang cahaya secara lebih mendalam. Akibatnya dari berabadabad yang lalu telah banyak dilakukan penelitian tentang cahaya baik itu sifatnya, ataupun materinya. Menurut teori partikel cahaya yang dikemukakan oleh Newton, cahaya terdiri dari zarah halus (partikel zirim) yang memancar pada semua arah dan sumbernya, oleh karena mempunyai partikel yang sangat kecil, banyak sekali dari pertikel ini yang berjalan berdampingan didalam seberkas cahaya. Menurut teori gelombang yang dikemukakan oleh Christisan Huygens cahaya adalah gelombang, karena bergerak dengan sangat cepat. menurut Huygens, seberkas sinar cahaya di bentuk oleh gelombang kecil dan sumber cahaya memamcarkan gelambang cahaya kesegala arah. Teori ini kemudian dilengkapi dengan munculnya teori gelombang elektromagnetik yang dikemukakan oleh William Herschel dan James Clerk Maxwell, Herchel menemukan adanya cahaya infra merah diluar ujung spektrum yang kasat mata. Jika suatu arus listrik dialirkan maju mundur, arus itu dapat menimbulkan gelombang elektromagnetik yang berubah-ubah yang memancar keluar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Perhitungannya menunjukkan bahwa gelobang elektromagnetik itu memancar pada kecepatan cahaya, sehingga Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya itu sendiri adalah bentuk gelombang elektromagnetik. Menjelang abad ke 19 para pakar berpendapat bahwa cahaya dan bentuk pancaran (radiasi) elektromagnetik yang lain
merupakan aliran energi yang berkesinambungan. Namun, Max
Planck (1858-1947) mengajukan pendapat bahwa energi didalam radiasi tidaklah berkesinambungan, tetapi terdiri dari paketpaket kecil atau kuanta. Ia menunjukkan bahwa pada kondisikondisi tertentu cahaya dapat dinnyatakan sebagai kumpulan partikel, seperti yang dikemukakan oleh Newton. Pengukuran kecepatan cahaya memerlukan teknik khusus. Cara yang pertama kali ialah pengukuran berdasarkan skala ukur yang besar, yaitu berdasarkan astronomi. Adapun cara kedua adalah cara teresterial, yaitu dengan alat laboratorium serta pengamatan sepenuhnya dibumi tanpa melibatkan gerakan benda angkasa. Percobaan pertama mengukur kecepatan cahaya menerapkan suatu cara yang dikemukakan oleh Galileo. Dua orang pengamat masing-masing berdiri dipuncak dua bukit yang terpisah oleh jarak jarak satu mil. Masing-masing dilengkapi dengan sebuah lentera dan percobaan dilakukan pada waktu pada malam hari. Mula-mula salah seorang membuka tutup lenteranya. Pada saat cahaya lentera itu terlihat oleh yang seorang Lagi, orang yang kedua. Percobaan ini asasnya betul, namun angka yang diperoleh kurang teliti untuk selang waktu sekian diperoleh kecepatan cahaya yang sangat besar. Selain cara yang dikemukakan Galileo tersebut banyak cara hingga diperoleh kesepakatan besarnya kecepatan cahaya adalah sebesar 3 x 108 m/s. Cara perhitungan kecepatan cahaya yang lain ialah dengan cara Romer. Romer menghitung kecepatan cahaya berdasarkan variasi gerhana planet Yupiter oleh salah satu satelitnya. Dari pengamatannya diperoleh nilai periode 15 detik, ketika bumi berada segaris dengan diantara Matahari dan Yupiter.
Perbedaan periode sebesar 15 detik ini tentu sama dengan
selang waktu dipergunakan cahaya untuk menempuh jarak yang sama dengan jarak yang ditempuh bumi yang bergerak dengan kecepatan 29,6 km/detik itu selama periode gerhana selama 48 jam 18 menit, 16 detik. Sehingga kecepatan cahaya C diberikan oleh persamaan : 29,6 c=
( kms )( 48 jam+18 menit + 16 detik ) 3 x 10
15 detik
Cara yang selanjutnya ialah Bradley. Bradley menentukan
kecepatan cahaya berdasarkan aberasi, yaitu ketampakan bergeraknya bintang-bintang sepanjang lingkaran kecil karena peredaran bumi mengelilingi matahari. Pada tahun 1849 Fizeau, seorang sarjana Prancis, menghitung kecepatan cahaya dengan berdasarkan ukuran jarak dibumi. Bagian alat yang digunakan kemudian kita kenal dengan alat Fizeau. Besarnya kecepatan cahaya menurut fizaeu ialah : c=
2 x 8,576 km 3,13 x 105 km/detik [1/(N .2 .720)]
Metode yang diterapkan Fizaeu diperbaiki oleh Foucolt,
dengan menggantikan roda bergerigi dengan sebuah cermin putar bersisi delapan. Cahaya yang mengenai satu muka cermin dan dipantulkan dari cermin putar lalu teleskop pangamat. Saat cermin berputar 1/8 bagian, muka lainnya dari cermin tersebut berada pada posisi yang tepat bagi cahaya yang dipantulkan untuk masuk teleskop. Hasil perhitungannya memiliki kecermatan yang lebih dari pada hasil perhitungan Fizaeu. Menurut suatu analisa yang dilakukan oleh Cohen, Dumond dan Rollet harga teliti untuk kecepatan cahaya c = 2,997930 m/s