Anda di halaman 1dari 40

PRESENTASI KASUS

SEORANG PEREMPUAN 45 TAHUN DENGAN HEMIPARESE TIPIKA


DEXTRA ET CAUSA STROKE INFARK

Disusun oleh:
Safitri Dwi Martanti
G99151040

Pembimbing :
Dr. Desy Kurniawati Tandiyo, Sp.KFR.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR. MOEWARDI
2015
STATUS PENDERITA
I.

ANAMNESIS

A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. S

Umur

: 45 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga (berdagang)

Alamat

: Bogorame, RT/RW 05/- Purworejo, Gemolong,


Sragen, Jawa Tengah.

Status

: Menikah

Tanggal Masuk

: 1 September 2015

Tanggal Periksa

: 3 September 2015

No CM

: 01312325

B. Keluhan Utama :
Kelemahan anggota gerak kanan.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 31 Agustus 2015 sekitar pukul 23.00 pasien tiba-tiba
terjatuh di rumahnya saat sedang berjalan, lalu pasien tidak bisa berbicara
sesaat, namun kemudian pasien bicara seperti biasa. Kemudian 2 jam
setelah itu pasien langsung dibawa ke RS. Gemolong lalu kemudian
langsung dirujuk ke RSDM saat itu juga. Pasien merasakan kelemahan
anggota gerak kanan, terasa berat bila diangkat atau untuk berjalan. Pasien
juga mengeluh sakit kepala (nggliyer) kurang lebih semenjak 1 bulan
terakhir. Pasien dalam keadaan sadar tidak pingsan saat datang namun
pasin sering pingsan sebelumnya, tidak ada muntah, pasien bisa berbicara
(tidak pelo), pasien juga bisa makan dan minum (tidak tersedak).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi

: (+) tetapi tidak berobat dengan


teratur,
herbal)

Riwayat DM

: disangkal

hanya

minum

ramuan

Riwayat Stroke

: Pada tahun 1994 (usia 24 tahun)


pasien pernsah sama sekali tidak
bisa berjalan selama 1 minggu
padahal tidak ada riwayat jatuh
sebelumnya).

Riwayat Dislipidemia

: disangkal

Riwayat Hiperurisemia

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: (+) Kardiomegali.

Riwayat Alergi obat/ makanan

: disangkal

Riwayat Tumor

: disangkal

Riwayat Trauma

: disangkal

Riwayat Mondok

: disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: (+) ayah

Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal

Riwayat Alergi obat/ makanan

: disangkal

Riwayat Stroke

: disangkal

Riwayat Dislipidemia

: disangkal

Riwayat Hiperurisemia

: disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Pasien makan tiga kali sehari dengan sepiring nasi dan lauk pauk
berupa daging, tahu, tempe, telur, dan sayur bervariasi. Pasien
mempunyai kebiasaan minum teh manis 2-3 gelas/hari dan suka
makanan gorengan.
Riwayat merokok

: disangkal

Riwayat mengonsumsi alkohol

: disangkal

Riwayat olahraga

: disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang ibu dari 2 orang anak. Ia tinggal bersama
suami dan kedua anaknya. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga

namun pasien berdagang di rumahnya. Suami pasien bekerja sebagai


buruh. Pasien berobat dengan menggunakan BPJS. Kesan status sosial
ekonomi kurang.
II.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum baik (sadar), GCS E4V5M6, gizi kesan cukup, kontak
mata dengan pemeriksa (+), Afasia (-), Disfagia (-).
B. Tanda Vital
Tekanan darah

: 190/100 mmHg

Nadi

: 86 x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris


kanan-kiri

Respirasi

: 19x/menit, irama teratur

Suhu

: 360C per aksiler

C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), hiperpigmentasi (-),
hipopigmentasi (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam,
tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-).
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G. Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

I. Leher
Simetris, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar, nyeri tekan (-),
benjolan (-).
J. Thorax
1. Retraksi (-), simetris, normochest
2. Cor
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis kuat angkat, teraba di SIC IV 2 cm LMCS

Perkusi

: Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)


3. Pulmo
Inspeksi

: Pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi

: Simetris, fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)


K. Trunk
Inspeksi

: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)

Palpasi

: massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)

Perkusi

: nyeri ketok kostovertebra (-)

L. Abdomen
Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

M. Ekstremitas
Oedem
-

Akral dingin
-

N. Status Neurologis
Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi Luhur

: dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : BAB dan BAK normal, disadari; terpasang IV line


Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Rasa Ekseteroseptik

Lengan

Tungkai

Suhu

tidak dilakukan

Nyeri

(+/+) (+/+)

Rabaan
Rasa Propioseptik

(+/+) (+/+)
Lengan

Tungkai

Rasa Getar

tidak dilakukan

Rasa Posisi

(+/+) (+/+)

Rasa Nyeri Tekan

(+/+) (+/+)

Rasa Nyeri Tusukan

(+/+) (+/+)

Fungsi Motorik dan Reflek :


Atas

Tengah

Bawah

ka/ki

ka/ki

ka/ki

a. Lengan
-

Kekuatan

4/5

4/5

4/5

Tonus

n /n

n /n

n /n

Reflek Fisiologis

Reflek Biseps

+2/+2

Reflek Triseps

+2/+2

Reflek Patologis
Reflek Hoffman

-/-

Reflek Tromner

-/Atas

Tengah

Bawah

ka/ki

ka/ki

ka/ki

b. Tungkai
-

Kekuatan

4/5

4/5

4/5

Tonus

n /n

n /n

n /n

Klonus
Lutut

-/-

Kaki
-

-/-

Reflek Fisiologis
Reflek Patella

+2/+2

Reflek Achilles
-

+2/+2

Reflek Patologis
Reflek Babinski

+/-

Reflek Chaddock

-/-

Reflek Oppenheim

-/-

Reflek Schaeffer

-/-

Reflek Rosolimo

-/-

Nn. Craniales
n. II, III

: reflek cahaya (+/+), pupil isokor


(3mm/3mm)

n. III, IV, VI

: pergerakan bola mata normal

n. VII

: parese dextra UMN

n. XII

: parese dextra UMN

Meningeal Sign
Kaku kuduk

:-

Brudzinksi I-II

:-

Laseque

:-

Kernig

:-

O. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
Penampilan : perempuan, tampak sesuai umur, berpakaian rapi,
perawatan diri cukup
Kesadaran

: kuantitatif : GCS E4V5M6


kualitatif : tidak berubah

Aktivitas Motorik

: normoaktif

Pembicaraan

: normal

Sikap Terhadap Pemeriksa

: kooperatif, kontak mata cukup

Afek dan Mood


Afek

: Appropiate

Mood

: Eutimik

Gangguan Persepsi
-

Halusinasi

: (-)

Ilusi

: (-)

Proses Pikir
-

Bentuk

: realistik

Isi

: waham (-)

Arus

: koheren

Sensorium dan Kognitif


-

Daya Konsentrasi

: baik

Orientasi

: orang : baik
waktu : baik
tempat : baik

Daya Ingat

: jangka pendek : baik


jangka panjang : baik

Daya Nilai

: baik

Insight

: derajat 6

Taraf Dapat Dipercaya : dapat dipercaya

P. Range of Motion (ROM)


Neck

Aktif
0-70o
0-40o
0-60o
0-60o
0-90o
0-90o

Flexi
Extensi
Lateral kanan
Laeral kiri
Rotasi ke kanan
Rotasi ke kiri

ROM Pasif
Dekstra Sinistra
0-180
0-180
0-30
0-30
0-150
0-150
0-75
0-75
0-90
0-90
0-90
0-90
0-150
0-150
0-150
0-150
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-70
0-70
0-30
0-30
0-20
0-20
0-50
0-50
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90

Ektremitas Superior

Shoulder

Elbow

Wrist
Finger

Trunk
Fleksi

Pasif
0-70o
0-40o
0-60o
0-60o
0-90o
0-90o

Fleksi
Ektensi
Abduksi
Adduksi
Eksternal Rotasi
Internal Rotasi
Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
Fleksi
Ekstensi
Ulnar Deviasi
Radius deviasi
MCP I Fleksi
MCP II-IV fleksi
DIP II-V fleksi
PIP II-V fleksi
MCP I Ekstensi
ROM Pasif
0-900

ROM Aktif
0-900

Ekstensi

0-300

0-300

Rotasi

0-350

0-350
ROM Pasif
Dekstra Sinistra
0-120
0-120
0-30
0-30
0-45
0-45

Ektremitas Inferior
Hip

Fleksi
Ektensi
Abduksi

ROM Aktif
Dekstra Sinistra
0-180
0-180
0-30
0-30
0-150
0-150
0-75
0-75
0-90
0-90
0-90
0-90
0-150
0-150
0-150
0-150
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-70
0-70
0-30
0-30
0-20
0-20
0-50
0-50
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90

ROM Aktif
Dekstra Sinistra
0-120
0-120
0-30
0-30
0-45
0-45

Knee
Ankle

Adduksi
Eksorotasi
Endorotasi
Fleksi
Ekstensi
Dorsofleksi
Plantarfleksi
Eversi
Inversi

0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

P. Manual Muscle Testing (MMT)


Neck
Fleksor M. Sternocleidomastoideum
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum
Ektremitas Superior

Sinistra
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Dekstra
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

Eksternsor
Supinator
Pronator
Fleksor

M. Biseps
M. Brachilais
M. Triseps
M. Supinatus
M. Pronator teres
M. Fleksor carpi

5
5
5
5
5
5

4
4
4
4
4
4

Ekstensor

radialis
M. Ekstensor

Abduktor

digitorum
M. Ekstensor carpi

Adduktor

radialis
M. Ekstensor carpi

Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Shoulder

Adduktor
Internal Rotasi
Eksternal
Rotasi
Fleksor

Elbow

Wrist

5
5

M. Deltoideus anterior
M. Bisepss anterior
M. Deltoideu
M. Teres Mayor
M. Deltoideus
M. Biseps
M. Latissimus dorsi
M. Pectoralis mayor
M. Latissimus dorsi
M. Pectoralis mayor
M. Teres mayor
M. Infra supinatus

ulnaris

10

Fleksor
Ekstensor

Finger

M. Fleksor digitorum
M. Ekstensor

5
5

4
4

digitorum

Fleksor
Ektensor
Rotator
Pelvic Elevation

Trunk
M. Rectus Abdominis
Thoracic group
Lumbal group
M. Obliquus Eksternus Abdominis
M. Quadratus Lumbaris

Ektremitas Inferior
Hip
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Knee
Fleksor
Ekstensor
Ankle
Fleksor
Ekstensor

M. Psoas mayor
M. Gluteus maksimus
M. Gluteus medius
M. Adduktor longus
Hamstring muscle
Quadriceps femoris
M. Tibialis
M. Soleus

5
5
5
5
5

Sinistra
5
5
5
5
5
5
5
5

Dekstra
4
4
4
4
4
4
4
4

Q. Status Ambulasi
Indeks Barthel
N

FUNGSI

O
1

Mengendalikan rangsang

pembuangan tinja
Mengendalikan rangsang

berkemih
Membersihkan

diri

(seka

SKOR

KETERANGAN

10

Dapat mengendalikan rangsang

10

pembuangan tinja
Dapat mengendalikan rangsang

berkemih
Tidak membutuhkan bantuan

Dependent (bergantung) karena

muka, sisir rambut, sikat


4

gigi)
Penggunaan jamban, masuk
dan keluar (melepaskan,

memerlukan pengawasan

memakai celana,
5

membersihkan, menyiram)
Makan

11

10

Tidak membutuhkan bantuan

Berubah sikap dari berbaring

ke duduk
7 Berpindah/ berjalan
8 Memakai baju
9 Naik turun tangga
10 Mandi
Total Skor ADL : 85

15

Tidak membutuhkan bantuan

5
10
5
10

Butuh bantuan
Tidak membutuhkan bantuan
Butuh bantuan
Tidak membutuhkan bantuan

Status Ambulasi :Ketergantungan sedang (skor 61-90)


III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.

Laboratorium Darah (1 September 2015)


Laboratorium

B.

Nilai

Nilai Normal

Hb (g/dL)
11,1
13,5-17,5
Hct (%)
36
33-45
6
AE (10 /uL)
4,86
4,50-5,10
3
AL (10 /uL)
10,1
4,5-11
AT (103/uL)
263
150-450
GDS (mg/dl)
138
60-140
HbA1c (%)
6,2
4,8-5,9
Glukosa 2 jam PP mg/dl
85
80-140
SGOT (/L)
16
0-35
SGPT (/L)
23
0-45
Asam urat (mg/dl)
5
2,4-6,1
Kolesterol total (mg/dl)
144
50-200
LDL (mg/dl)
85
89-197
HDL (mg/dl)
38
28-63
Trigliserida (mg/dl)
148
<150
Natrium (mmol/L)
138
136-145
Kalium (mmol/L)
3,3
3,3-5,1
Kalsium ion(mmol/L)
1,10
1,17-1,29
Kreatinin (mg/dl)
0,6
0,9-1,3
Ureum (mg/dl)
16
<50
CT Scan Kepala (1 September 2015)

12

MSCT Brain Tanpa Kontras:


-

Tampak lesi hipodens di lobus temporal kanan di callosum

Midline shifting (-)

Sulci dan gyri tak tampak kelainan

Sistem ventrikel dam sisterna tak tampak kelainan

13

Pons, cerebellum, dan cerebellopontine angle tak tampak kelainan

Tak tampak kalsifikasi abnormal

Orbita, sinus paranasalis, dan mastoid kanan kiri tak tampak kelainan

Craniocerebral space tak tampak melebar

Calvaria Intak

Kesimpulan:
Infark di lobus temporal kanan di corpus callosum.
C.

Foto Thorak PA (1 September 2015)

Kesan:
- COR: membesar dengan CTR > 50%
- Pulmo: Tak tampak infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronkovaskuler
normal.
- Sinus costophrenicus tajam.
- Hemidiaphragma kanan kiri normal.
- Trakhea di tengah.

14

- Sistema tulang baik.


Kesimpulan: Cor dan pulmo tak tampak kelainan.
D.

EKG (1 September 2015)

EKG : tampak normal


IV.

ASSESSMENT
Klinis

: Hemiparese tipika dekstra

Topis

: Capsula interna sinistra

Etiologis : Reccurent stroke infark

15

V.

DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis
1.

Hemiparese dekstra UMN

2.

Parese N.VII dekstra UMN

3.

Parese N. XII dekstra UMN

B. Problem Rehabilitasi Medik


1.

Fisioterapi

:Kelemahan ekstremitas atas

dan bawah kanan, kelemahan otot wajah yang dipersarafi N.VII.


2.

Speech Terapi :Tidak ditemukan masalah

3.

Okupasi Terapi

:Gangguan dalam melakukan

aktivitas fisik sehari-hari seperti berjalan.


4.

Sosiomedik

:Memerlukan bantuan untuk

melakukan aktivitas sehari-hari.


5.

Ortesa-protesa :Keterbatasan

mobilisasi

karena

gangguan keseimbangan.
6.

Psikologi

:Kecemasan

pasien

dan

keluarga akan penyakitnya dan beban pikiran karena kesulitan


melakukan aktivitas seharihari, tidak dapat bekerja.
VI.

PENATALAKSANAAN
A. Terapi Medikamentosa
1. Infus Assering 20 tpm
2. Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
3. Injeksi Vitamin B12 500mg/ 12 jam
4. Aspilet 1 x 80 mg
5. PCT 2x1000 mg

16

B. Terapi Non medikamentosa


Perencanaan makan : komposisi karbohidrat (60-70%), protein (1015%), lemak (20-25%), serat (25-50gr), menggunakan pemanis non
kalori,

mengurangi konsumsi bahan makanan yang mengandung

purin tinggi seperti: melinjo, kambing, hati sapi dan lain-lain.


Setelah stabil dalam berjalan dan gerakan motorik telah baik
lakukan latihan jasmani : olahraga teratur 3-5 kali per minggu,
intensitas ringan dan sedang, durasi 30-60 menit, jenis olahraga
aerobik seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.
C. Rehabilitasi Medik:
1. Fisioterapi :
Setelah fase akut :
-

Latihan duduk kemudian jalan (mobilisasi bertahap)

Gait training

Latihan keseimbangan statis dan dinamis

Reedukasi motorik dan sensorik

Massage wajah

Mirror exercise

2. Okupasi terapi : Latihan motorik halus seperti memegang, menulis;


melatih pasien agar dapat menjalankan ADL sesuai fungsi awalnya.
Menjelaskan untuk sementara tidak bekerja terlebih dahulu sampai
keadaan umum dan motorik sudah membaik.
3. Sosiomedik : Memerluikan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
4. Ortesa dan protesa : Menyiapkan alat bantu jalan jika diperlukan
untuk menjaga keseimbangan seperti tripod, cane.
5. Psikologis : Memberikan edukasi tentang penyakit dan terapi
suportif pada pasien dan keluarga pasien

VII.

IMPAIRMANT, DISABILITAS, HANDICAP

17

Impairment: hemiparesis dekstra, parese n.VII dan n.XII dekstra.


Disabilitas: mobilisasi terganggu karena penurunan fungsi anggota gerak,
kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari.
Handicap: Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehingga penghasilan
keluarga berkurang, serta kesulitan dalam bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungan.
VIII. TUJUAN
Jangka Pendek
a. Perbaikan keadaan umum
b. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama seperti ulkus
decubitus, pneumonia, atrofi otot, hipotensi ortostatik dan lain
sebagainya.
Jangka Panjang
a.
b.
c.
d.
e.

Mengurangi impairment, disabilitas, dan handicap yang dialami pasien


Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot
Meningkatkan dan memelihara ROM
Meningkatkan ADL
Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang
diderita pasien

IX.

PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

18

TINJAUAN PUSTAKA
A. STROKE
I.

Definisi
Stroke didefiniskan sebagai keadaan dimana terjadi interupsi suplai
darah ke otak, yang biasanya disebabkan karena bocornya pembuluh darah
maupun adanya blokade akibat bekuan darah. Berhentinya suplai oksigen
dan nutrisi ini menyebabkan kerusakan jaringan otak (WHO, 2014)
Berdasarkan WHO (1988), stroke menunjukkan adanya gangguan
fokal maupun global pada fungsi serebral dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih bersifat mendadak, bisa
menyebabkan kematian, serta murni disebabkan oleh faktor neurovaskuler.
Manifestasi yang ditunjukkan dapat berupa mati rasa, kelemahan atau
paralisis, gangguan bicara, penglihatan yang kabur, kebingungan, dan sakit
kepala yang berat.
Stroke menggambarkan sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat
lesi vaskular yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai hari,
tergantung dari kausanya. Stroke mudah dikenal dibanding dengan
penyakit neurologis lain karena manifestasinya yang timbul mendadak dan
menimbulkan defisit neurologis yang berarti (Mardjono dan Sidharta,
2012).

II.

Etiologi
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis),
embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan
ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa
penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak
dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.
III.

Klasifikasi
1. Klasifikasi Berdasarkan Penyebab
a. Stroke Iskemik / Stroke Non Hemoragik

19

Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena


aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah.. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma
(endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius
karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah
ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding
arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang
lebih kecil.

b. Stroke Hemoragik
Pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada
jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage).
Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah :
(intracerebral

hemorrhage

dan

(subarachnoid

hemorrhage.

Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak


termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya
disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala

20

yang

berbeda

dan

tidak

dipertimbangkan

sebagai

stroke.

c. Serangan Iskemik Sesaat (TIA)


Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA)
adalah gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari
berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu. TIA
lebih banyak terjadi pada usia setengah baya dan resikonya
meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Kadang-kadang
TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa muda yang memiliki
penyakit jantung atau kelainan darah.
Penyebabnya biasanya karena serpihan kecil dari endapan
lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah (ateroma) bisa
lepas, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah
kecil yang menuju ke otak, sehingga untuk sementara waktu
menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan terjadinya TIA.
Gejala TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung
selama 2-30 menit, jarang sampai lebih dari 1-2 jam, tergantung
kepada bagian otak mana yang mengalami kekuranan darah. Jika

21

mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling
sering ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau
kelainan rasa dan kelemahan. Jika mengenai arteri yang berasal
dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing, penglihatan ganda
dan kelemahan menyeluruh.
Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi
pada TIA gejala ini bersifat sementara dan reversibel. Tetapi TIA
cenderung kambuh; penderita bisa mengalami beberapa kali
serangan dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun.
Sekitar sepertiga kasus TIA berakhir menjadi stroke dan secara
kasar separuh dari stroke ini terjadi dalam waktu 1 tahun setelah
TIA.
IV.

Faktor Resiko
a. Hipertensi. Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan
resiko terkena stroke sebanyak 30%. Merupakan faktor yang dapat
diintervensi.
b. Arteriosklerosis, hiperlipidemia, merokok, obesitas, diabetes melitus,
usia lanjut, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah tepi, hematokrit
tinggi, dan lain-lain.
c. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain,
amfetamin) dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal
yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan hipertensi.
d. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat,
polisitemia, kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
e. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, rematik (SLE), herpes
zooster, juga dapat merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu
tinggi frekuensinya

V.

Patofisiologi
1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke
yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi
serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau

22

kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis


serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada
lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis
dan berserabut , sedangkan sel sel ototnya menghilang. Lamina
elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk
pada percabangan atau tempat tempat yang melengkung. Trombi juga
dikaitkan dengan tempat tempat khusus tersebut. Pembuluh
pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian
atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat
terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga
permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk
emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria
itu akan tersumbat dengan sempurna
2. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding
dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari
suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian
otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus
akan menyumbat bagian bagian yang sempit..tempat yang paling
sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media,
terutama bagian atas.
3. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari
semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah
Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini.
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri.

23

Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid,


sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan.
Darah ini

mengiritasi

jaringan

otak,

sehingga

mengakibatkan

vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat


menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah
yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan
mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar
tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.
VI.

DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang
diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis
untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan
riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan
melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang
dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut ikut
berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien
tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau
kelemahan pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat
banyak kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk
gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:

Tumor otak

Abses otak (kumpulan nanah di dalam otak karena bakteri atau jamur)

Sakit kepala migrain

Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma

Meningitis atau encephalitis

Overdosis karena obat tertentu

Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga


menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang
sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan

24

pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital


pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG
(elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah
penggunaan skala stroke. The American Heart Association telah
mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk
membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan
apakah intervensi agresif mungkin diperlukan.
Skor Hasanuddin
Kriteria

Skor

1. Tekanan Darah
-

Sistole > 200; Diastole > 110

- Sistole < 200; Diastole < 110


2. Waktu Serangan
-

Sedang aktivitas

7,5
1
6,5

- Tidak sedang aktivitas


3. Sakit Kepala

Sangat hebat

10

Hebat

7,5

Ringan

- Tidak ada
4. Kesadaran Menurun
-

Langsung, beberapa menit s/d 1 jam

10

setelah onset
-

1 jam s/d 24 jam setelah onset

Sesaat tapi pulih kembali

> 24 jam setelah onset

- Tidak ada
5. Muntah Proyektil
-

7,5

Langsung, beberapa menit s/d 1 jam


setelah onset

25

10

1 jam s/d 24 jam setelah onset

7,5

> 24 jam setelah onset

Tidak ada

Bila skor > 15 termasuk stroke hemoragik, skor < 15 termasuk stroke nonhemoragik.
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu
stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada
bagian otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi
sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.
VII.

Pemeriksaan penunjang
Computerized

tomography

(CT scan):

untuk

membantu

menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar


x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan
digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi
yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang
berbeda pula.CT Scan berguna untuk menentukan:

jenis patologi

lokasi lesi

ukuran lesi

menyingkirkan lesi non vaskuler


MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan
gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang
dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan,
tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan
dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu
jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika
detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis
lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker)

26

atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada
daerah magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga
digunakan untuk secara spesifik melihat pembuluh darah secara non
invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang
disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain
disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di
beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal
beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti,
dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih
dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak
dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis
depan untuk mengevaluasi pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan
zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran
pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma
atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak
lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT
angiography menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang
kadang-kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa
kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area
selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara
bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran
anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan
prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar
diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika
sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga
kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri
carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah
dipertimbangkan untuk dilakukan.

27

Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering


dilakukan pada pasien

stroke untuk mencari sumber emboli.

Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan


dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun
melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat
bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG),
tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih
lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive
protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat
memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein
darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke
karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk
membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas
elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
VIII. TATALAKSANA
A. Medikamentosa
Tissue plasminogen activator (TPA)
Terdapat peluang untuk menggunakan alteplase (TPA) sebagai
obat pembasmi bekuan darah untuk memecahkan bekuan darah
penyebab stroke. Makin awal obat tersebut diberikan, makin baik
hasilnya dan makin berkurangnya potensi komplikasi perdarahan dalam
otak.
Pedoman

American

Heart

Association

yang

terbaru

merekomendasikan jika obat ini digunakan, TPA harus diberikan dalam


3 jam setelah pertama kali munculnya gejala. Normalnya, TPA

28

diinjeksikan ke dalam vena pada lengan. Batas waktu pemakaian dapat


diperpanjang sampai 6 jam jika diberikan dalam tetesan langsung ke
pembuluh darah yang tersumbat. Ini biasa dilakukan oleh seorang ahli
radiologi intervensi, dan tidak semua rumah sakit mempunyai akses
terhadap teknologi ini.
Untuk stroke sirkulasi bagian bawah yang melibatkan sistem
vertebrobasilar, batas waktu terapi dengan TPA dapat diperpanjang
hingga lebih lama sampai 18 jam.
Heparin dan aspirin
Obat-obat untuk darah yang kental (antikoagualan; seperti,
heparin) juga kadang-kadang digunakan untuk menerapi pasien stroke
dengan harapan terjadi peningkatan pemulihan pasien. Namun tidaklah
jelas, apakah penggunaan antikoagulan memperbaiki hasil akhir
pengobatan stroke atau secara sederhana membantu mencegah stroke
berikutnya (subsequent stroke). pada pasien tertentu, aspirin diberikan
setelah munculnya stroke benar-benar memberikan efek pemulihan yang
walaupun kecil tapi terukur. Dokter yang menerapi akan menentukan
obat-obatan yang digunakan berdasasrkan kebutuhan spesifik pasien
Mengelola masalah medis lainnya
Pengontrolan tekanan darah tinggi dan kolesterol merupakan
kunci untuk mencegah kejadian stroke di masa dtang. Pada Transient
Ischemic Attack (TIA), pasien mungkin diberikan obat meskipun
tekanan darah dan kadar kolesterolnya masih bisa diterima. Pada stroke
akut, tekanan darah akan dikontrol dengan ketat untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.
Pada pasien dengan diabetes, kadar gula darah (glukosa) sering
meningkat setelah stroke. pengendalian kadar glukosa pada pasien ini

29

dapat meminimalkan ukuran stroke. akhirnya, oksigen dapat diberikan


kepada pasien stroke jika memang diperlukan.

B. Rehabilitasi
Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa
fase. Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan
untuk menentukan tujuan (goal) dan jenis intervensi rehabilitasi yang
akan diberikan, yaitu :
1) Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya
dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di
unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa,
pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih
baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam
kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup
yang lebih baik.
2) Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah
stabil dan diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang
memerlukan penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil
(sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan,
dan sebagian kecil lainnya (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala
sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan orang lain
sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa
yang

bervariasi

beratnya

dan

sangat

memerlukan

intervensi

rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang optimal.


Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin
dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Rehabilitasi fase ini
akan dibahas lebih rinci terutama mengenai tatalaksana sederhana
yang tidak memerlukan peralatan canggih.

30

Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk


belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan
atau tanpa rehabilitasi, sistem saraf otak akan melakukan reorganisasi
setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit
jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui
rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai
kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien,
melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan
menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat
tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan
secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik
gerak.
3) Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke
Program latihan untuk stroke fase kronis tidak banyak berbeda
dengan fase sebelumnya. Hanya dalam fase ini sirkuit-sirkuit
gerak/aktivitas sudah terbentuk, membuat pembentukan sirkuit baru
menjadi lebih sulit dan lambat. Hasil latihan masih tetap dapat
berkembang bila ditujukan untuk memperlancar sirkuit yang telah
terbentuk

sebelumnya,

membuat

gerakan

semakin

baik

dan

penggunaan tenaga semakin efisien. Latihan endurans dan penguatan


otot secara bertahap terus ditingkatkan, sampai pasien dapat mencapai
aktivitas aktif yang optimal. Tergantung pada beratnya stroke, hasil
luaran rehabilitasi dapat mencapai berbagai tingkat seperti mandiri
penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum sakit, mandiri
penuh dan bekerja namun alih pekerjaan yang lebih ringan sesuai
kondisi, mandiri penuh namun tidak bekerja, aktivitas sehari-hari
perlu bantuan minimal dari orang lain, atau aktivitas sehari-hari
sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang lain
Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:

31

1) Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota


gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak
sendiri,

anjurkan

pasien

untuk

bergerak/

beraktivitas

menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin juga


mengikutsertakan sisi yang sakit. Bila ekstremitas yang sakit
tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan
mengecil dan terlupakan.
2) Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak
fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak
fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan membawa
gelas ke mulut. Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan
(fleksi ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi
saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja
bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan
terapi latihan agar terbentuk sirkuit yang baru.
3) Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan
gerak fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan
gerak abnormal. Gerak normal artinya sama dengan gerak pada
sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan
bantuan tenaga secukupnya dimana pasien masih menggunakan
ototnya secara aktif. Bantuan yang berlebihan membuat pasien
tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif).
Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan
tenaga secara berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot lain. Ini
akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang
memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan
tenaga yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan
pemulihan pasien.
4) Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh
sudah tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas
duduk dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik.

32

Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu


mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan
dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi.
Stabilitas

duduk

dinamik

tercapai

apabila

pasien

dapat

mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuh doyong ke


arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat
bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan
meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas.
Latihan stabilitas batang tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri
statik dan dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan pasien
mampu melakukan aktivitas dalam posisi berdiri. Kemampuan
fungsional optimal dicapai apabila pasien juga mampu melakukan
aktivitas sambil berjalan.
5) Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi
latihan. Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil
maksimal apabila pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik
harus diperhatikan kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua
persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri pada
pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan
pemahaman akan tujuan dan hasil yang akan dicapai dengan
terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah satu
pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan
sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan tergantung pada
stamina pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang
tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya
sekitar 45-60 menit) namun dengan pengulangan sesering
mungkin.
6) Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang
oleh kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas
sensoris yang utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi
kognitif

tidak

dapat

33

dipisahpisahkan.

Mengembalikan

kemampuan fisik seseorang harus melalui kemampuan kognitif,


karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah suatu proses belajar,
yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan suatu aktivitas
fungsional dengan segala keterbatasan yang ada. Intervensi
rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk mencegah
timbulnya

komplikasi

menyiapkan/mempertahankan

akibat
kondisi

tirah
yang

baring,

memungkinkan

pemulihan fungsional yang paling optimal, mengembalikan


kemandirian

dalam

melakukan

aktivitas

sehari-hari,

mengembalikan kebugaran fisik dan mental


Rangkaian program rehabilitasi stroke:
1. Fisioterapi
a) Stimulasi elektrical untuk otot-otot dengan kekuatan otot
(kekuatan 2 ke bawah)
b) Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan
otot.
c) Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif
d)
e)
f)
2.

tergantung dari kekuatan otot.


Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
Latihan fasilitasi / redukasi otot
Latihan mobilisasi.
Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari/AKS)
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai

kemandirian dalam AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis


pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu
yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara
mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan
pemakaian alat-alat yang disesuaikan.
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan
komunikasi. Ini dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
a) Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas,
menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
b) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.

34

c) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi


mengucapkan kata-kata.
d) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat
ganti dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat
yang sering digunakan antara lain: arm sling, hand sling, walker,
cane, tripod, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up,
ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut
akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase
penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian
penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan
sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu
fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus
berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima
rehabilitasi.
6. Sosial Medik
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan
wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran,
sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta keadaan rumah
penderita (Ropper dan Brown, 2005)
Evaluasi Penderita Stroke dari Segi Rehabilitasi Medik
Tujuan rehabilitasi medik adalah tercapainya sasaran fungsional yang
realistik dan untuk menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan
sasaran tersebut.
Pemeriksaan penderita meliputi empat bidang evaluasi:
1. Evaluasi neuromuskuloskeletal
Mencakup evaluasi neurologi secara umum dengan perhatian khusus
pada:
Tingkat kesadaran
Fungsi mental termasuk intelektual.

35

Kemampuan bicara.
Nervus kranialis.
Pemeriksaan sensorik.
Pemeriksaan fungsi persepsi.
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan gerak sendi.
Pemeriksaan fungsi vegetatif.
2. Evaluasi medik umum
Mencakup sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem endokrin
serta sistem saluran urogenital.
3. Evaluasi kemampuan fungsional
Meliputi kegiatan sehari-hari (AKS) seperti makan dan minum, mencuci,
kebersihan diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas
tersebut ditentukan derajat kemandiriaan dan ketergantungan penderita
juga kebutuhan alat bantu.
4. Evaluasi psikososial-vokasional
Mencakup faktor psikologis, vokasional dan aktifitas rekreasi, hubungan
dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber daya lingkungan
Evaluasi psikososial dapat dilakukan dengan menyuruh penderita
mengerjakan suatu hal sederhana yang dapat dipakai untuk penilaian
tentang kemampuan mengeluarkan pendapat, kemampuan daya ingat dan
orientasi (Islam, 1997).
IX.

Komplikasi
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik
stroke menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali
sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat
menentukan terapi yang sesuai.
Komplikasi pada stroke yaitu:
Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):

36

1) Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat


menyebabkan

defisit

neurologis

menjadi

lebih

berat,

terjadi

peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan


kematian.
2) Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab,
timbul bersama atau akibat stroke merupakan penyebab kematian
mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah
penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.
3) Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4) Nyeri kepala
5) Gangguan fungsi menelan dan asprasi
Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1) Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama. 2 merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang
lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang
menggunakan pipa nasogastrik.
2) Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
3) Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke.
Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien
stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke
ini.
4) Stroke rekuren
5) Abnormalitas jantung
6) Deep vein Thrombosis (DVT)
7) Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
Komplikasi jangka panjang
1) Stroke rekuren
2) Abnormalitas jantung
3) Kelainan metabolik dan nutrisi
4) Depresi
5) Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.
Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis yaitu :

37

1. Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam


maka pengembalian fungsi lebih cepat.
2. Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila
ditemukan adanya: 1-4 minggu gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu
fungsi tangan belum kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang
menetap (Ropper dan Brown, 2005).

38

DAFTAR PUSTAKA
Anita

S(2009).

Rehabilitasi

medik

pada

pasien

stroke.http://

minpoems.blogspot.com Diakses Agustus 2015.


Chandra (1994). Neurologi Klinik. Stroke, Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Syaraf
Fakultas Kedokteran Unair/ RSUD Dr Soetomo. Hal:29-31.
Chalela JA, Smith TL(1997).Cardiac Complication of Stroke. Mayo clinic proc.
Chalela JA, Smith TL (2000). Stroke-related pulmonary complications and
abnormal respiratory patterns. J Neurol sci.
Islam MS(1997). Stroke. Surabaya: Universitas Airlangga. Hal:26.
John MW, Jose B(2001).Basilar Artery Stroke. Neurology MedLinkMansjoer,
Luzzio

Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Medika Acisculapus


C(2009).
Posterior
Cerebral
Artery
Srtoke.
http://www.emedicine.com/Posteriorcerebralstroke - Diakses Agustus
2015.

Mardjono M, Sidharta P(2004).Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Hal:


207-8.
PERDOSSI (2011). Guidline stroke.Jakarta: PERDOSSI. Hal: 47-50.
Ropper AH, Brown RH (2005).Cerebrovaskular disease.Pada Adams & victor's
principles of neurology.Ed.8. Chapter 34.USA: McGraw-Hill companies.
Slater

DI,

Curtin

SA(2009).Middle

Cerebral

Artery

Stroke.http://www.emedicine.com/Middlecerebralstroke- Diakses Agustus


2015
WHO (2013). Fact sheet : The top 10 causes of death. http://www.who.int/
mediacentre/factsheets/fs310/en/ - Diakses Agustus 2015
WHO (2014) . Gender, women
Diakses Agustus 2015

and

health. http://www.who.int/ gender/.../ -

WHO (2014). Stroke, cerebrovascular accident. http://www.who.int /topics/


cerebrovascular_accident/en/- Diakses Agustus 2015
WHO

(2004).

Risk

factor

in Atlas

of

Heart

Disease

and

Stroke.

http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_03_risk_factors.
pdf?ua=1- Diakses Agustus 2015

39

40

Anda mungkin juga menyukai