Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

SATUAN OPERASI INDUSTRI

PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

Oleh:
Uyun Al Afidah
NIM A1H013056

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendinginan dan pembekuan adalah salah satu metode penyimpanan bahan


pangan dengan menggunakan suhu rendah untuk menghentikan aktivitas
mikroorganisme. Hasilnya, dapat menambah masa simpan dan kesegaran bahan
pangan. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah, antara
2 - 10 .
Pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan sampai beberapa hari atau
minggu tergantung pada bahan yang digunakan. Sedangkan pembekuan dapat
mengawetkan bahan pangan sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun.
Pendinginan dan pembekuan dalam mengawetkan atau penyimpanan tidak dapat
menghentikan atau membunuh mikroorganisme yang ada, sehingga ketika bahan
dibiarkan mencair kembali (thawing) maka pertumbuhan bakteri pembusuk akan
berjalan cepat. Pendinginan dan pembekuan hanya dapat memepertahankan mutu
suatu bahan tetapi tidak dapat menambah mutu bahan tersebut. Mutu hasil
pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan tersebut. Mutu hasil
pendinginan dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat proses awal pendinginan.
Yang harus diperhatikan dalam penanganan suatu bahan pangan yaitu mulai dari
proses panen, pengolahan, penyimpanan dan transportasi.
Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara
membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan
membekunya ebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es
(ketersediaan air menurun), maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat

atau dihentikan sehingga dapat mendekati buah segar walaupun tidak dapat
dibandngkan dengan mutu hasil pendinginan.
Pembekuan dapat memepertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang
lebih baik dari pada metode lain, karena pengawetan dengan suhu rendah
(pembekuan) dapat menghambat aktivitas mikroba, mencegah terjadinya reaksireaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan
pangan.

B. Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pendinginan dan pembekuan serta pengaruhnya
terhadap bahan pangan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan dan pembekuan.
3. Mengetahui kalor yang dilepas pada proses pendinginan dan pembekuan
produk pangan.

II.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan,
antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara

pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu


cara pengawetan yang tertua.
Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan
sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum
produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak
berasal dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau
dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pembersihan,
blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan dapat sedikit
berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya.
Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan, respirasi
atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti sayur-sayuran dan
buah-buahan atau dari bahan hewani akan berlangsung terus meskipun bahan-bahan
tersebut telah dipanen ataupun hewan telah disembelih. Proses metabolisme ini terus
berlangsung sampai bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk. Suhu dimana proses
metabolisme ini berlangsung dengan sempurna disebut sebagai suhu optimum.
Pembekuan menyebabkan perubahan struktur karena pembentukan kristal es didalam
sel. Bahkan, struktur bahan setelah pencairan kembali kemungkinan berubah sangat besar.
Penurunan suhu produk sampai di atas titik beku dapat mengurangi aktivitas mikroorganisme
dan enzim, sehingga dapat mencegah kerusakan produk pangan, akan tetapi air cairan (liquid
water) mungkin masih menyediakanaw (aktivitas air) yang masih memungkinkan terjadinya
beberapa aktivitas tersebut. Dengan pembekuan, fraksi air tak terbekukan dikurangi, sehingga
diharapkan dapat mencegah terjadinya hal tersebut.
Suhu bahan yang akan dibekukan harus diturunkan hingga titik beku komponenkomponennya, umumnya hingga -18 oC atau lebih rendah karena bahan pangan mengandung
garam dan gula. Saat larutan garam dan gula tersebut mulai membeku, kelebihan air akan
membeku hingga tercapai campuran eutektik. Jika pembekuan tidak dilakukan dengan cepat,
kristal es yang terbentuk akan membesar dan merusak dinding sel, sehingga jika kemudian
bahan dicairkan kembali, sel akan bocor dan tekstur bahan akan rusak. Bahan pangan beku

seperti es krim dan es loli sangat tergantung pada laju pembekuan untuk memperoleh
konsistensi dan tekstur tertentu, sehingga membutuhkan perlakuan khusus. Sekali bahan telah
mulai dibekukan maka sebaiknya tidak mengalami pemanasan dan pendinginan kembali,
karena saat dilakukan pembekuan ulang dengan laju lambat akan terjadi pencairan sebagian
es.
Dalam pembekuan terdapat dua masalah yang penting, yakni terbentuknya kristal es
dan pertumbuhan kristal tersebut yang menentukan kualitas produk beku. Laju pembekuan
merupakan variabel penting pada kedua masalah tersebut. Kualitas produk yang dibekukan
secara cepat akan berbeda signifikan dengan produk yang dibekukan secara lambat. Dengan
demikian laju pembekuan merupakan dasar untuk rancangan proses pembekuan.

III.
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1.
2.
3.
4.
5.

Timbangan digital
Refrigerator
Freezer
Termometer
Berbagai jenis buah

B. Prosedur Kerja
1. Mempersiapkan alat dan bahan.
2. Menimbang bahan dengan timbangan digital sebesar 100 gram.
3. Mengukur suhu bahan, lingkungan, refrigerator dan freezer sebagai suhu
awal.
4. Memasukkan bahan ke dalam refrigerator dan freezer.
5. Mengukur suhu bahan, lingkungan dan refrigerator setiap 15 menit selama
1 jam.

6. Menghitung kalor yang dilepas (Q) oleh bahan. Masukkan ke dalam oven
dan melakukan pengukuran massa setiap 30 menit sebanyak 4 kali.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data pengamatan suhu ( )


a. Refrigerator
Waktu
(menit)

T bahan
( )

T lingkungan
( )

T refrigerator (
)

0
15
30
45
60

30
26
26
26
26

26
26
26
26
26

28
28
25
24
25

Waktu
(menit)

T bahan
( )

T lingkungan
( )

0
15
30
45
60

30
14
12
12
12

26
26
26
26
26

Massa buah
(gram)
100
99,94
99,78
99,68
99,56

b. Freezer
T Freezer(
)
10
19
18
18
12

Massa buah
(gram)
100
98,36
98,66
98,57
98,92

2. Data pengamatan massa bahan setelah di oven (Refrierator dan Freezer)


Waktu (menit)
0

Massa Refrigerator (gram)


20

Massa Freezer (gram)


20

30
60

18,35
16,64

3. Perhitungan
a.

Ka Refrigerator=

MawalMakhir
x 100
Mawal

2016,64
x 100
20

= 16,8 %
b.

Ka Freezer=

2016,71
x 100
20

= 16,45%
4. Perhitungan massa jenis
Cp
= 4,1868 (0,008 (16,8%)+0,2)
= 4,1868 (0,201344)
=0,84 (Refrierator)
Cp
= 4,1868 (0,003(16,45%)+0,2)
=4,1868 (0,2004935)
=0,839 = 0,84 (Freezer)
5. Perhitungan Kalor
Q

= m . c . T
=18,35 . 0,84 . (30-26)
= 61,66 J (Refrierator)

= m . c . T
= 18,25 . 0,84 . (30-12)
= 275,94 J(Freezer)

= m . c . T
=16,64 . 0,84 . (30-26)
= 55,91 J (Refrierator)

= m . c . T

18,25
16,71

= 16,71 . 0,84 . (30-12)


= 252,66J (Freezer)
Waktu (menit)
R
F
R
F

30
30
60
60

Kalor yang dilepas (J)


61,66
275,94
55,91
252,66

B. Pembahasan

Pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu bendasehingga


suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila medium pendingin
mengadakan kontak dengan bahan pangan maka terjadilah pemindahan panas
(energi) dari bahan pangan tersebut ke medium pendingin tadi sampai ke.duanya
mempunyai suhu yang sama atau hampir sama. Sedangkan pembekuan adalah
proses penurunan suhu bahan sampai suhu di bawah titik beku atau air di dalam
bahan berubah menjadi es. Pembekuan merupakan proses yang kompleks akibat
adanya bahan terlarut yang mengakibatkan penurunan titik beku dan pengambilan
panas laten yang gayut dengan suhu (Rahayoe, 2004).
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan
yaitu -2 sampai + 10 C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam
lernari es pada umumnya mencapai suhu 5-80 C. Meskipun air murni membeku
pada suhu O0 C, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai suhu
20 C atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zatzat di dalam makanan tersebut. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan
dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12
sampai -240 C, Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24

sampai-400 C. Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30
menit. Sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30 - 72 jam
(Koswara, 2009).
Menurut Tambunan (1999), pembekuan berarti pemindahan panas dari
bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat, dan merupakan
salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk penanganan bahan
pangan. Pada proses pembekuan, penurunan suhu akan menurunkan aktifitas
mikroorganisma dan sistem enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan pangan.
Selain itu, kristalisasi air akibat pembekuan akan mengurangi kadar air bahan
dalam fase cair di dalam bahan pangan tersebut sehingga menghambat
pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder enzim.
Tujuan penyimpanan suhu dingin (pendinginan dan pembekuan) adalah
untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau
perubahan yang tak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam
kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990).
Dalam proses pendinginan ada beberapa faktor yang berpengaruh pada hasil
akhir bahan yang di dinginkan. Faktor faktor tersebut antara lain
1. Jenis dan Varietas Produk
Pendinginan biasanya digunakan untuk jenis bahan yang mudah mengalami
kerusakan dan peka terhadap kondisi lingkungan disekitarnya. Jenis dan
varietas setiap bahan tidak sama dengan tingkat kematangan dan pemanenan
yang berbeda pula sehingga suhu yang digunakan selama pendinginan harus
dapat disesuaikan dengan jenis dan sifat bahan tersebut agar tujuan dari
pendinginan tersebut dapat tercapai.
2. Suhu

Suhu dalam penyimpanan seharusnya dipertahankan agar tidak terjadi


kenaikan dan penurunan. Biasanya dalam penyimpanan antara 1OC sampai
dengan 2OC. Suhu pendinginan di bawah optimum akan menyebabkan
pembekuan atau terjadinya chilling injury, sedangkan suhu di atas optimum
akan menyebabkan umur simpan menjadi lebih singkat. Fluktuasi suhu yang
luas dapat terjadi bilamana dalam penyimpanan terjadi kondensasi yang
ditandai adanya air pada permukaan komoditi simpanan. Kondisi ini juga
menandakan bahwa telah terjadi kehilangan air yang cepat pada komoditi
tersebut. dingin, suhu dipertahankan berkisar
3. Kelembaban Relatif
Untuk kebanyakan komoditi yang mudah rusak, kelembaban relatif dalam
penyimpanan sebaiknya dipertahankan pada kisaran 90 sampai 95%.
Kelembaban di bawah kisaran tersebut akan menyebabkan kehilangan
kelembaban komoditi. Kelembaban yang mendekati 100% kemungkinan akan
terjadi pertumbuhan mikroorganisme lebih cepat dan juga menyebabkan
permukaan komoditi pecah-pecah.
4. Kualitas Bahan dan Perlakuan Pendahuluan
Untuk tetap mempertahankan kesegaran bahan maka sebaiknya sayuran,
buah- buahan maupun bunga potong yang akan disimpan terbebas dari luka
atau lecet maupun kerusakan lainnya. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan
kehilangan air. Buah-buah yang telah memar dalam penyimpanannya akan
mengalami susut bobot hingga empat kali lebih besar bila dibandingkan buahbuah yang utuh dan baik.
5. Jenis Pengemas
Pengemasan merupakan salah satu upaya modified packaging storage yang
dapat membantu mempertahankan mutu dari bahan. Dengan dilakukan

pengemasan maka proses reaksi enzimatis dan chilling injury dapat


diminimalisir sehingga kesegaran produk tetap terjaga.
Dalam proses pembekuan ada beberapa faktor yang berpengaruh pada hasil
akhir bahan yang di dinginkan. Faktor faktor tersebut antara lain :
1. Jenis Bahan
Perubahan yang terjadi tergantung dari komposisi makanan sebelum
dibekukan. Konsentrasi padatan terlarut yang meningkat, akan merendahkan
kemampuan pembekuan. Bila dalam larutan mengandung lebih banyak garam,
gula, mineral, dan protein, akan menyebabkan titik beku lebih rendah dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membeku.
2. Perlakuan Pendahuluan
Perlakuan pendahuluan bertujuan untuk mencegah penurunan mutu sebelum
produk dibekukan. Beberapa perlakuan pendahuluan meliputi sortasi
(pemisahan)antara mutu bahan yang baik dan yang tidak baik, pencuncian
untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi jumlah mikroba awal,
pengemasan, blanshing atau pasteurisasi untuk menginaktivasi enzim yang ada
pada produk dan menurunkan jumlah mikroba awal, pelilinan maupun
pencelupan ke dlaam larutan asam askorbat untuk mempertahankan tekstur.
3. Suhu
Suhu pembekuan disesuaikan dengan jenis komoditi yang akan dibekukan.
Pada suhu kurang dari 0 oC , air akan membeku kemudian terpisah dari larutan
dan membentuk es. Jika kristal es yang terbentuk besar dan tajam akan
merusak tekstur dan sifat pangan , tetapi di lain pihak kristal es yang besar dan
tajam juga bermanfaat untuk mereduksi atau mengurangi mikroba jumlah
mikroba.
4. Waktu
Pembekuan dengan waktu singkat/cepat akan menghasilkan kristal es
berukuran kecil sehingga akan meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang
dibekukan. Selain itu, proses pembekuan cepat juga menyebabkan terjadinya

kejutan dingin (freeze shock) pada mikroorganisme. Sedangkan pembekuan


dalam waktu yang lama akan menghasilkan kristal yang besar dan tajam
sehingga dapat merusak dan merobek jaringan buah yang dibekukan. Kristal es
yang besar disebabkan karena pelepasan air dari jaringan menjadi banyak dan
menyebabkan penampakan sel menjadi berkerut.
5. Metode pembekuan
Metode yang digunakan pada pembekuan seperti cooled air freezer, cooled
liguid freezer, cooled surface freezer, cryogenik akan memberikan hasil yang
berbeda dengan jenis bahan yang akan dibekukan. Penggunaan metode harus
dilakukan dengan tepat sesuai dengan karakteristik dari bahan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan prinsip pendinginan, teknik pendinginan dibagi menjadi
beberapa teknik, diantaranya :
1. Pendinginan hembusan udara dingin ( air blast chilling)
Proses cepat sehingga dibutuhkan untuk produk pangan yang sangat mudah
rusak. Teknik ini dapat digunakan untuk berbagai kapasitas pendinginan.
Contohnya adalah pendingin cabinet dengan kapasitas relative kecil dan
produk didinginkan dengan meletakkannya pada rak.
2. Ruang pendingin
Digunakan untuk menjaga suhu bahan atau produk pangan tetap rendah, namun
tidak cocok jika digunakan untuk proses pendinginan cepat.
3. Pendinginan kriogenik
Teknik ini menghasilkan proses pendinginan yang cepat. Akan tetapi
pengendalian laju pendinginan sangat diperlukan untuk mencegah pembekuan.
Untuk mendinginkan produk yang hangat yang memerlukan pendinginan
cepat.
4. Pendinginan dengan air
Digunakan terutama untuk menghilangkan panas setelah pemanenan untuk
buah-buahan dan sayuran. Keuntungan teknik ini dapat mencegah pembekuan
tidak terjadi penyusutan berat, dan dapat memulihkan produk yang layu.

5. Pendinginan vakum
Digunakan untuk sayuran berdaun yang mempunyai permukaan luas dan
jumlah air bebas yang tinggi, contohnya selada. Tidak sesuai untuk produk atau
bahan pangan yang bervolume besar, tebal, atau mempunyai permukaan
berlilin.
6. Pendinginan dengan es
Teknik ini, produk dimasukkan ke dalam wadah dan udara dingin ditiupkan
melalui rak-rak yang berisi produk. Tepat digunakan untuk pendinginan jangka
pendek atau pendinginan pendahuluan. Keunggulan sistem ini yaitulaju
pendinginan lebih cepat dibandingkan ruang pendingin dan kelembaban
relative produk dapat dipertahankan tanpa ada resiko pembekuan.
Proses pembekuan dapat diklasifikasikan berdasarkan kecepatan pembekuan :
a. Pembeku udara dingin (cooled air freezer)
1.

Chest freezer
Bahan atau produk pangan dibekukan menggunakan sirkulasi udara dingin
pada

suhu

-20

sampai

-30 .

Umumnya

digunakan

untuk

membekukan karkas daging. Udara biasanya disirkulasikan menggunakan


kipas angin untuk mendapatkan distribusi suhu yg lebih merata, tetapi
koefisien pindah panas rendah
2.

Blast Freezer
Udara dingin yg digunakan bersuhu -30 sampai -40 oC dengan laju aliran
1,5 6,0 m/detik. Laju aliran yg tinggi dapat meningkatkan koefisien
pindah panas. Pada sistem batch : dilengkapi rak untuk meletakkan bahan ,
sistem kontinyu : menggunakan troli atau konveyor. Lebih ekonomis

karena dapat membekukan produk atau bahan pangan dengan berbagai


ukuran dan bentuk.
3. Fluidized bed freezer
Suhu yg digunakan -25 sampai -35

dan dilewatkan melalui bahan

yg dibekukan dengan kecepatan 2-5 m/detik. Ketebalan bahan yg


dibekukan 2-13 cm yg diletakkan dalam bed conveyor atau rak. Bentuk
dan ketebalan bahan menentukan kedalaman fluidized bed dan kecepatan
udara yg diperlukan untuk fluidisasi.
b. Pembeku Cairan Dingin (Cooled Liquid Freezer)
Salah teknik pembekuan dengan menggunakan cairan dingin adalah
pembekuan pencelupan (immersion freezing). Bahan atau produk pangan yg
dikemas dilewatkan menggunakan konveyor melalui propilen glikol, larutan
garam, gliserol, atau larutan kalsium klorida. Cairan yg digunakan tetap
bersifat cair selama proses pembekuan dan tidak terjadi perubahan wujud.
c. Pembeku Permukaan Dingin (Cooled Surface Freezer)
Proses pembekuan terjadi karena produk atau bahan pangan kontak dengan alat
atau permukaan dengan suhu rendah. Contoh alatnya : pembeku plat (plate
freezer). Pembeku plat terdiri dari satu seri plat dan dalam plat tersebut
refrigernat bersuhu -40 oC dipompakan. Produk atau bahan pangan yg tipis
seperti fillet ikan atau burger daging sapi, diletakkan satu lapis antara dua plat.
Kontak antara plat dan permukaan bahan meningkatkan laju pindah panas.
d. Pembeku Kriogenik
Alat pembeku kriogenik mempunyai ciri-ciri terdapat perubahan wujud
refrigerant atau kriogen ketika panas diserap dari bahan yg dibekukan.

Kriogen dikontakkan dengan bahan yg dibekukan dan secara cepat mengambil


energi dari bahan yg dibekukan. Energi yg diserap tersebut digunakan untuk
proses sublimasi atau vaporisasi. Akibatnya koefisien pindah panas tinggi dan
pembekuan berlangsung sangat cepat. Refrigerant yg sering digunakan adalah
nitrogen cair dan karbondioksida padat atau cair. Keduanya tidak berasa dan
tidak berbau. Pada proses pembekuan kriogenik, bahan atau produk pangan yg
dikemas atau tanpa kemasan bergerak pada ban berjalan berlubang melalui
terowongan. Bahan didinginkan menggunakan gas nitrogen, kemudian
dibekukan dengan menyemprotkan nitrogen cair. Suhu kemudian dibiarkan
mengalami kesetimbangan pada suhu ruang penyimpanan -18 sampai 20 oC
sebelum bahan dikeluarkan dari pembeku. Tujuan pendinginan menggunakan
gas nitrogen adalah mencegah kejut panas.
Chilling injury adalah peristiwa terjadinya kerusakan pada membran sel atau
kematian sel dan jaringan tanaman yang peka terhadap suhu dingin karena
terakumulasinya metabolit toksis seperti asetaldehid, etanol, oksalasetat, dan lainlain. Suhu terjadinya chilling injury pada buah-buahan tropis bervariasi 5 - 15 o C
(Kader, 1992).
Berbagai symptom chilling injury adalah terjadinya luka pada permukaan
buah, nekrosis dan pitting (bercak-bercak dan bintik-bintik coklathitam pada kulit
buah), perubahan warna yang tidak normal pada permukaan dan bagian dalam
buah, water soaking, kehilangan air dan berkerut, kerusakan tekstur dan flavor,
pembusukan

meningkat

karena

kebocoran

metabolit

yang

mendorong

pertumbuhan mikroorganisme khususnya jamur, mempercepat senesensi dan


produksi etilen akibat dari peroksidasi lipid meningkat, memperpendek umur

simpan, buah mengalami kegagalan pematangan dan pemasakan setelah keluar


dari pendingin (Lyons,1973; Skog,1988; Tranggono,1989; Kuo dan Parkin,1989).
Pada praktikum acara 1 tentang pendinginan dan pembekuan ini praktikan
mempersiapkan bahan untuk didinginkan dan dibekukan dalam refrigerator dan
freezer. Mulanya bahan ditimbang sebesar 100 gram, kemudian praktikan
mengukur suhu bahan, lingkungan, refrigerator dan freezer sebagai suhu awal.
Kemudian suhu bahan, lingkungan, refrigerator dan freezer diukur setiap 15
menit selama 1 jam dan massa bahan juga ditimbang. Hal ini dilakukan untuk
menganalisis hubungan perubahan suhu dengan susut massa buah.
Selanjutnya bahan tadi di masukkan ke dalam oven. Sebelum dimasukkan,
bahan dipotong dan ditimbang menjadi masing-masing 20 gram. Kemudian
diamati massanya setiap 30 menit seanyak 2 kali. Pengamatan ini dilakukan untuk
menganalisis berapa kalor yang dilepas oleh bahan ketika di dalam oven
berdasarkan waktu. Setelah itu dilakukan perhitungan kalor dan didapatkan hasil
seperti berikut:

R
F
R
F

Waktu (menit)
30
30
60
60

Kalor yang dilepas (J)


61,66
275,94
55,91
252,66

Untuk buah yang sama dari shift yang berbeda, setelah dihitung dihasilkan data
sebagai berikut:
R
F
R
F

Waktu (menit)
30
30
60
60

Kalor yang dilepas (J)


0
1844,79
83,76
1523,96

Dari kedua data ini dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang mencolok
antara data yang satu dengan yang lainnya. Terutama pada data kedua. Hal ini

mungkin terjadi dikarenakan pada alat yang bekerja dengan kinerja yang tidak
sama pada shift 1 dan 2 sehingga didapatkan data yang sangat jauh perbedaannya.
Misalnya pada freezer dan refrigerator, mungkin saja pada termometer terbaca
suhu yang hampir sama dengan suhu lingkungan namun ternyata suhunya lebih
rendah atau lebih tinggi dari yang terbaca begitu juga dengan oven. Sehingga
susut bobot akibat dari pengaruh suhu akan berbeda setiap shiftnya namun pada
perhitungan kalor menggunakan data suhu yang kurang akurat sehingga
didapatkan nilai yang sangat jauh dengan pengamatan kelompok lain.
Untuk lebih memahami hubungan antara masing-masing komponen yang
diamati dalam praktikum kali ini, disebutkan grafik hubungan komponen
pengamatan sebagai berikut:
300
250
200
T Bahan

150

T Lingkungan
T Refrigerator

100
50
0
0.5

1.5

2.5

3.5

4.5

5.5

Gambar 1. Grafik hubungan waktu terhadap suhu


Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa suhu bahan setelah
dimasukkan ke dalam refrigerator melakukan penyesuaian dengan naik dan
turunnya suhu bahan. Kemudian konstan mengikuti suhu refrigerator.

100.5
100
99.5
Massa Refrigerator

99

Massa Freezer
98.5
98
97.5
0

15

30

45

60

Gambar 2. Grafik hubungan waktu terhadap massa


Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa massa bahan yang diletakkan
pada freezer turun drastis dibandingkan dengan massa bahan yang diletakkan
pada refrigerator. Dapat dilihat bahwa penurunan massa buah pada
refrigerator cenderung konstan dibandingkan dengan freezer yang cenderung
tidak stabil. Hal ini bisa terjadi karena air yang masuk ke dalam bahan.
35
30
25
20
Massa Refrigerator
15

Massa Freezer

10
5
0
0

15

30

Gambar 3. Grafik hubungan waktu terhadap massa setelah dioven


Jika pada grafik sebelumnya menjelaskan tentang hubungan massa
dengan waktu sebelum dioven yang dapat disimpulkan bahwa massa bahan

pada refrigerator cenderung lebih tinggi dibanding dengan bahan dari freezer,
maka berbeda keadaannya setelah dioven. Setelah dioven, massa bahan yang
sebelumnya diletakkan di dalam freezer lebih tinggi dibandingkan dengan
massa bahan ketika diletakkan ke dalam refrigerator. Hal ini mungkin terjadi
karena bahan yang semula membeku ini menampung banyak air ketika di
dalam freezer, sehingga ketika bahan dipanaskan didalam oven, kadar air yang
terdapat didalamnya lebih lamban untuk berkurang massanya akibat dari
kandungan air yang cukup banyak dibandingkan dengan bahan yang di
sebelumnya diletakkan didalam refrigerator.
1
0.8
Ka
Refrigerator

0.6
0.4

Ka Freezer

0.2
0
16.8

Gambar 4. Grafik Kadar Air


Membuktikan dari pernyataan sebelumnya, kadar air yang terkandung
dalam bahan yang sebelumnya di letakkan didalam freezer memang cenderung
lebih besar dibandingkan dengan bahan yang sebelumnya diletakkan didalam
refrigerator.
300
250
200
150

Q Refrigerator

100

Q Freezer

50
0
30

60

Gambar 5. Grafik hubungan waktu terhadap kalor yang dilepas


Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kalor yang dilepaskan oleh
bahan yang sebelumnya diletakkan didalam freezer cenderung lebih besar
dibandingkan dengan bahan yang sebelumnya diletakkan didalam refrigerator.
Hal ini mungkin terjadi karena suhu pembekuan dalam freezer lebih rendah
dibandingkan dengan suhu pendinginan pada refrigerator. Sehingga saat
diletakkan didalam oven, bahan yang lebih dingin cenderung ingin menangkap
kalor.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu bendasehingga


suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila medium pendingin
mengadakan kontak dengan bahan pangan maka terjadilah pemindahan panas
(energi) dari bahan pangan tersebut ke medium pendingin tadi sampai ke.duanya
mempunyai suhu yang sama atau hampir sama. Sedangkan pembekuan adalah
proses penurunan suhu bahan sampai suhu di bawah titik beku atau air di dalam
bahan berubah menjadi es. Pembekuan merupakan proses yang kompleks akibat
adanya bahan terlarut yang mengakibatkan penurunan titik beku dan pengambilan
panas laten yang gayut dengan suhu (Rahayoe, 2004).
Chilling injury adalah peristiwa terjadinya kerusakan pada membran sel atau
kematian sel dan jaringan tanaman yang peka terhadap suhu dingin karena
terakumulasinya metabolit toksis seperti asetaldehid, etanol, oksalasetat, dan lainlain. Suhu terjadinya chilling injury pada buah-buahan tropis bervariasi 5 - 15 o C
(Kader, 1992).

Dari data pengukuran dan pengamatan praktikum, dapat disimpulkan bahwa


massa bahan yang diletakkan pada refrigerator cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan bahan yang diletakkan di freezer. Namun setelah dioven,
massa bahan yang diletakkan di freezer justru lebih tinggi dibandingkan dengan
bahan yang diletakkan di refrigerator. Hal ini terjadi karena kadar air di bahan
yang diletakkan di dalam freezer cenderung lebih banyak dan suhunya pun lebih
rendah sehingga kalor yang diserap pun lebih besar.
B. Saran
Asisten telah menjelaskan materi dengan baik, praktikum pun berjalan
dengan kondusif. Namun sebaiknya ada persamaan persepsi sehingga ketika
praktikan bertanya jawabannya sama untuk setiap asisten.

DAFTAR PUSTAKA

Rahayoe,Sri. 2004. Bahan Ajar Teknik Pendinginan dan Pembekuan. Yogyakarta:


Universitas Gajah Mada
Koswara,Sutrisno. 2009.
Ebookpangan.com

Pengolahan

Pangan

dengan

Suhu

Rendah.

Tambunan, A.H., 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan Vakum Untuk Produk


Pangan. Usulan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Institut
Pertanian Bogor.
Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
Kader, A.A. (1992). Postharvest Biology and Technology: An Overview.
Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of California,
USA: 15 20.
Lyons, J.M. (1973). Chilling injury in plants. Annual Review of Plant Physiology
24: 445-466.
Skog, L.J. (1998). Chilling Injury of Horticultural Crops. Horticultural Research
Institute of Ontario/University of Guelph.
Kuo, S. dan Parkin, K.L. (1989). Chilling injury in cucumbers (Cucumis sativa L.)
associated with lipid peroxidation as measured by ethane evolution. Journal
of Food Science 54: 1488-1499.

Anda mungkin juga menyukai