Hidupku Kacau
Hidupku Kacau
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan
jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Pada tahun
2001 WHO menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei,
Direktur WHO wilayah Asia Tenggara hampir 1/3 dari penduduk di wilayah ini penah
mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal ini dapat dilihat dari Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 saja di Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari
1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa. Arul Anwar (Dirjen
Bina Kesehatan Masyarakat Departemen kesehatan) mengatakan bahwa jumlah
penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat
penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas depresi, stress,,
penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi,
gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan
bawah sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga
terkena gangguan jiwa (Yosep, 2009).
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah gangguan
jiwa skizofrenia. Skizofrenia berasal dari dua kata Skizo yang artinya retak atau
pecah (spilit), dan frenia yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang
menderita gangguan jiwa Skizofernia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa
atau keretakan kepribadian (splitting of of personality).
Skizofrenia merupakan psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas terbesar, pasien tidak mempunyai realitas, sehingga
pemikiran dan perilakunya abnormal di Rumkital Dr. Ramelan PAV VI A terdapat 16
klien (100%) dan ada 4 klien yang mengalami gangguan Skizofrenia Paranoid (25%) .
Di Indonesia, sekitar 1% 2% dari total jumlah penduduk mengalami skizofrenia
yaitu
mencapai 3 per 1000 penduduk, prevalensi 1,44 per 1000 penduduk di perkotaan dan
4,6 per 1000 penduduk di pedesaan berarti jumlah penyandang skizofrenia 600.000
orang produktif.
1.2.
TUJUAN
Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang gangguan skizofrenia
dan gangguan-gangguan jiwa lainnya yang berhubungan sesuai dengan skenario.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
LBM II
HIDUPKU KACAU
Skenario
Klien seorang perempuan bernama IF bebrusia 24 tahun. Ia merupakan anak kedua
dari tiga bersaudara. Klien lahir dengan latar belakang keluarga yang memiliki gangguan
kejiawaan, yaitu ayah klien. Ayah klien mengalami gangguan jiwa sejak tokonya terbakar
kerika ia duduk kelas 1 SMP (usia 12 tahun). Sejak peristiwa kebakaran tersebut ayah klien
mulai berubah sikapnya. Di lingkuangan klien, ayahnya dikenal seorang yang keras dan
sering mengamuk jika marah. Ayah klien sering marah marah terhadap klien dan bahkan
tidak jarang memukul klien. Ayah klien juga selalu melarang klien untuk dekat dengan lakilaki. Setelah ayahnya berobat, ayahnya tidak lagi marah-marah maupun melarang klien saat
dekat dengan laki-laki. Pada saat klien memutuskan untu menikah dan sudah mempersiapkan
segalanya, calon suami klien memutuskan hubungan dan membatalkan pernikahannya. Hal
ini membuat klien terpukul dan akhirnya lebih sering mengurung diri dikamar dan sejak itu
klien tidak pernah masuk kerja. Klien kadang tertawa-tawa sendiri, marah-marah, berkata
kotor, jarang mandi dan kadang mengamauk dirumah tetangga, klien sering merasa ketika
ada tamu atau keluarga yang datang merupakan calon suaminya. Pada saat sehari sebelum
lebaran, klien pergi dari rumah dan setelah dicari-cari ternyata klien berada dirumah bibiknya
yang berada didaerah situ juga. Dirumah bibiknya, klien marah-marah dan mengamuk.
Akhirnya, klien dibawa ke RSJ mataram untuk diperiksa. Hal tersebut berlangsung selama 5
bulan.
2.2
PERMASALAHAN
1. Hubungan riwayat gangguan jiwa pada ayah dan anaknya dan apa diagnose pada ayah
2.
3.
4.
5.
?
Apa saja jenis-jenis gangguan jiwa ?
Apa saja jenis-jenis waham dan apakah waham berdiri sendiri atau tidak ?
Bagaiamana diagnosis gangguan jiwa pada scenario ?
Bagaiamana penatalaksanaan dan edukasi gangguan jiwa pada klien di skenario ?
2.3 PEMBAHASAN
1. Apa hubungan riwayat gangguan jiwa pada ayah dan anaknya ?
Terdapat suatu hubungan antara riwayat gangguan jiwa yang pernah dialami
oleh ayah klien dengan gangguan jiwa yang dialami klien saat ini, dimana
keterkaitannya yaitu adanya faktor genetik yang terlibat. Tetapi pengaruh genetic
tidak sederhana seperti hukum mendel. Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah
potensi untuk mendapatkan gangguan jiwa tersebut (bukan penyakit itu sendiri)
melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi
selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi
dari gangguan tersebut atau tidak. Sehingga dapat dipastikan bahwa lingkungan juga
memiliki pengaruh penting dalam perkembangan psikologis klien, dimana dalam hal
ini yang kami maksudkan yaitu dari lingkungan keluarga. Jika dikaitkan dengan
skenario terdapat suatu tekanan mental yang kuat pada klien semenjak ayah klien
mengalami gangguan jiwa, hal ini dibuktikan dengan seringnya ayah klien marahmarah dan sampai memukuli klien. Sehingga dapat dikatakan bahwa klien sudah
sangat sering mendapatkan stressor dan hal itu mencapai puncaknya saat klien
diputusi oleh calon suaminya. Dengan demikian dapat kami simpulkan bahwa kedua
faktor tersebut yaitu genetik dan lingkungan keluarga terlibat dalam gangguan jiwa
yang dialami oleh klien.1
2. Apa saja jenis-jenis gangguan jiwa yang mungkin terjadi?
F21. GANGGUAN SKIZOTIPAL
Pedoman diagnostic
Bila istilah ini digunakan untuk diagnostic, tiga atau empat gejala
khas berikut ini harus sudah ada, secara terus menerus atau secara
episodic, sedikitnya 2 tahun lamanya:
yang
bersifat
samar-samar
(vague),
berputar-putar
stadium manapun.
Afek depresof
Gejala lainnya :
(a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
(b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
(d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
(f) Tidur terganggu
(g) Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2)
hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan
depresif berulang (F33.-).
F32.0 Episode Depresif Ringan
Pedoman diagnostic
Karakter kelima :
Karakter kelima ;
Karakteristik dari katagori ini adalah tidak hanya diatas identifikasi dasar
symptomatology dan perjalanan penyakit, akan tetapi juga atas dasar salah satu dari
dua factor pencetus:
Suatu stress kehidupan yang luar biasa, yang menyebabkan suatu reaksi stres akut,
atau
Suatu perubahan penting dalam kehidupan, yang menimbulkan situasi tidak nyaman
yang berkelanjutan, dengan akibat terjadi suatu gangguan penyesuaian
Gangguan gangguan ini dapat dianggap sebagai respon maladaptif terhadap stress
berat atau stress berkelanjutan, dimana mekanisme penyesuaian (coping mechanism)
tidak berhasil mengatasi menimbulkan masalah dalam fungsi sosialnya
F43.0 reaksi stress akut
Pedoman diagnostik
dari
gejala-gejala
pada
individu
yang
sudah
akut
F43.1 gangguan stress pasca-trauma
Pedoman diagnostic
11
yang
berlangsung
lama
setelah
mengalami
katastrofa).
3. Apa saja jenis-jenis waham dan apakah waham berdiris sendiri atau tidak ?
a. Waham Kejar
Individu merasa dirinya dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang
yang bermksud berbuat jahat pada dirinya, sering ditemukan padaa klien
dengan stress agnektif tipe depresi dan gangguan organic.
b. Waham kebesaran
Penderita merasa dirinya paling besar, mempunyai kekuatan, kepandaia, atau
kekayaan yang luar biasa. Contohnya ia merasa Sebagai Presiden yang
mempunyai banyak masyarakat yang tunduk kepadanya.
c. Waham somatik, perasaan mengenai berbagai penyakit yang berada pada
tubuhnya, sering di dapatkan pada tubuhnya.
d. Waham agama
e. Waham rujukan, yaitu pasien meyakini ada arti di balik peristiwa-peristiwa
dan menyakini bahwa peristitwa-peristiwa atau perbuatan orang lain tersebut
seolah-olah diarahkan kepada mereka.
f. Waham penyiaran pikiran yaitu kepercayaan bahwa orang lain dapat membaca
pikiran mereka.
g. Waham penyisipan pikiran yaitu kepercayaan bahwa pikiran orang lain
dimasukan kedalam benak pasien.2
12
Pemeriksaan
- Fisik-diagnostik
- Status mentalis
- Laboratorium
- Radiologic
- Evaluasi psikologik
- Lain-lain
Diagnosis
- Aksis I = Klinis
- Aksis II = Kepribadian
- Aksis III = Kondisi Medik
- Aksis IV = Psiko-sosial
- Aksis V = Taraf fungsi
Terapi
- Farmakoterapi
- Psikoterapi
- Terapi social
- Terapi Okupasional
- Lain-lain
13
pekerjaan,
Tindak
Lanjut
- Evaluasi terapi
- Evaluasi diagnosis
- Lain-lain
Aksis I
F20-F29 = Skizofrenia, Gg. Skizotipal dan Gg. Waham
Aksis II
F60.1 = Gangguan kepribadian schizoid
F60.3 = Gangguan kepribadian emosional tak stabil
F60.6 = Gangguan kepribadian cemas (menghindar)
Aksis III
Tidak terdapat
Aksis IV
Masalah dengan primary support group (keluarga)
Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Masalah psikososial dan lingkungan lain
A. Skizofrenia
Adalah suatu deskripsi syndrome dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yag
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetic, fisik,
dan social budaya.
Pada umumnya ditadai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.
Pedoman Diagnostik
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
14
lebih
bila
gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
(a) - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isis pikiran ulangan, walaupun isisnya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
- thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan
- thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
(b) - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar atau
- delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar, atau
- delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
- delusional perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus mnerus terhadap perilaku pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(d) halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
(e) arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme
(f) perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibiltas cerea, negativism, mutisme, dan stupor
(g) gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan
diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berangsung seama kurun waktu satu
15
bulan
atau lebih
(tidak
berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri
sendiri (sel absorbed attitude), dan penarikan diri secara social.
berupa
bunyi
pluit
(whistling),
mendengung
paling khas;
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
16
usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk
menegakkan diagnosis
Untuk diagnosis hebefrenia
yang
meyakinkan
umumnya
benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan,
serta mannerism; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),
sering disertai oleh cekikikan (giggling) atas perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh
sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerism, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
Proses piker mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
17
dalam
reaktivitas
terhadap
(mempertahankan
anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari
luar); dan
18
serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku
dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus
ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya
gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan
petujuk diagnostic untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolic, atau alcohol
dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
19
depresi
kronis
atau
institusionalisasi
yang
dapat
20
untuk
mengobati
Skizofrenia
disebut
21
5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine)
6.Thorazine (chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene)
7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
22
Cara penggunaan
23
Pada
dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis
yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan
obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu)
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
24
Efek
obat
psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan
obat kecil sekali.
Obat anti psikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang
tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap
medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan
pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis
long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus
skizpfrenia.
posisi
tubuh
(efek
alpha
adrenergik
blokade).
Tindakan
25
Karena
penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting
untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah
terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional
gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra
Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga
agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka
tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada
tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik
(biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau
mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan
dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obatobatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif
terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya
lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
27
28
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu
dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam
psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi
oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan
seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang
cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada
informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat
dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.4
29
Tujuan
utama
perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien
dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada
perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan
pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu
mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat
jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah
masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial.
Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas
perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien
kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan
di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh
Ugo cerleti (1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum
diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran
listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus.
Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
keras.
Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os
temporalis) dibersihkan.
Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien
menggigitnya
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
30
-3
kali
Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut
lagi.1,4
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi
pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak
adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik.
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis,
aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat
pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi
mutlak adalah tumor otak.1
Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada
vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi
sel-sel otak.
31
BAB
III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Berdasarkan riwayat keluarga, tanda, dan gejala pada scenario, kami menyimpulkan
bahwa pasien tersebut mengalami skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu deskripsi
syndrome dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit
(tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yag luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetic, fisik, dan social budaya.
Pada umumnya ditadai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.
32
DAFTAR
PUSTAKA
1. Maramis, Willy F. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi II. Airlangga
Jakarta.
5. Maslim, Rusdi. (1999). Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. PT
Nuh Jaya,
33