PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Negara Indonesia adalah negara hukum (Recthstaat). Pancasila dan
Undang-undang Dasar digunakan sebagai landasan untuk menegakkan dan
menjamin kepastian hukum yang berlaku di Indonesia. Sebagai titik acuan
tentang keadilan yaitu Pancasila dalam sila kedua yang berbunyi Kemanusiaan
yang adil dan beradab, mengingatkan kita bahwa tujuan keadilan adalah warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya sesuai pasal
27 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945.
Setiap warga negara Indonesia harus selalu sadar dan taat kepada hukum
dan mewajibkan negara untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
Penegakan hukum jika tidak mengikuti gerak maju yang ada, maka hukum akan
kehilangan dinamika dalam mewadahi secara tertib gerak maju dan perubahan
masyarakat itu sendiri.1
Pelanggaran lalu lintas merupakan hal yang biasa dilakukan masyarakat
dewasa ini baik pengguna kendaraan roda dua maupun pengguna kendaraan roda
empat. Dalam pelanggaran ini yang merupakan tindak pidana kategori ringan
yang dimana polisi dapat secara langsung menindak pelaku pelanggaran dengan
Ilham Gunawan, Peran Kejaksaan Dalam menegakkan Hukum Dan Stabilitas Politik, Sinar
grafika, Jakarta, 1994, hal.10
cara tilang (bukti pelanggaran). Surat tilang yang dikeluarkan oleh pihak
kepolisian dijadikan tuntutan dalam pengadilan.
Penuntutan di dalam sistem peradilan pidana Indonesia pada dasarnya
hanya dimiliki oleh Kejaksaan melalui para penegak hukumnya, yaitu jaksa
penuntut umum sebagai pemegang tunggal kuasa penuntutan. Kejaksaan sebagai
pengendali proses perkara (dominus litis) mempunyai kedudukan sentral dalam
penegakan hukum, karena hanya Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu
kasus dapat atau tidak dilanjutkan ke pengadilan berdasarkan alat bukti yang sah
sebagaimana menurut hukum acara pidana. Disamping sebagai penyandang
dominus litis, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan
pidana (executive ambtenaar).
Berbeda dengan hal tersebut, khusus pada tindak pidana tertentu
dalam acara pemeriksaan cepat tidak menjadikan institusi Kejaksaan sebagai
institusi yang melakukan penuntutan. Jaksa penuntut umum harus merelakan
kewenangan tunggalnya di bidang penuntutan kepada penyidik dalam acara
pemeriksaan cepat tindak pidana ringan (sebagai tindak pidana tertentu yang
pertama) sebagaimana diperintahkan dalam Pasal 205 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyatakan
dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa
penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai
dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru
bahasa ke sidang pengadilan.
Penjelasan Pasal 205 ayat (2) KUHAP disebutkan bahwa maksud atas
kuasa dari penuntut umum kepada penyidik adalah demi hukum, yang berarti
sepenuhnya hukum telah menyerahkan kuasa penuntutan kepada penyidik,
sehingga jaksa penuntut umum tidak harus memberikan lagi surat penyerahan
kuasa kepada penyidik, dan diteruskan dalam penjelasan pasal tersebut bahwa
dalam hal penuntut umum hadir dalam sidang, tidak mengurangi nilai atas kuasa
tersebut. Ketentuan atas kuasa penuntut umum tersebut khusus pada acara
pemeriksaan cepat tindak pidana ringan (tipiring) saja. Dan untuk proses
pemeriksaan tindak pidana tertentu lainnya, yaitu pelanggaran lalu lintas jalan
tertentu yang juga merupakan bagian dalam acara pemeriksaan cepat.
Terdapat ketentuan dalam Alinea I Angka (2) Bab V Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor : M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan
KUHAP mengatakan bahwa Acara yang dipakai berlaku ketentuan acara
pemeriksaan tindak pidana ringan, sepanjang ketentuan itu tidak bertentangan
dengan yang diatur dalam paragraf ini,
Isi dari angka 1 Surat Edaran Kejaksaan Agung RI Nomor : B299/E/7/1993 tanggal 16 Juli 1993 perihal Penyelesaian Perkara Pelanggaran
Lalu Lintas Jalan Tertentu menyatakan Dalam Acara Pemeriksaan Cepat
tersebut penyidik atas kuasa penuntut umum mengirimkan berkas Tilang ke
Pengadilan Negeri dan jaksa bertindak sebagai eksekutor, maka ketentuan
Kerangka pemikiran yang bersifat teoritis dan konseptual selalu ada dan
dipergunakan sebagai dasar dalam penulisan dan analisis terhadap masalah
yang dihadapi. Di dalam kerangka teoritis tidak diperlukan mengemukakan
semua teori dan asas yang berkaitan dengan bidang hukum, tetapi hanya
beberapa saja yang secara kebetulan dipergunakan sebagai contoh.3
Semua warga negara bersamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dan tidak ada
kecualinya. Untuk mewujudkan negara hukum yang Pancasila harus ada alatalat penegak hukum yang mampu bertindak sebagai penegak hukum di negara
tercinta ini. Alat-alat penegak hukum yang bertindak objektif yang didukung
oleh seluruh warganegara akan mampu menciptakan ketertiban dan keadilan
bagi warganegaranya.
Untuk menilai bekerjanya hukum dalam suatu proses, menurut Lawrence
M. Friedman ada 3 komponen yang harus diperhatikan yaitu :
a. Struktur hukum;
b. Substansi hukum;
c. Budaya hukum.
Struktur hukum merupakan bagian yang memberi bentuk dan batasan
terhadap keseluruhan. Bagian yang memberi bentuk tersebut adalah institusiinstitusi penegakan hukum. Substansi hukum adalah aturan, norma dan
perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi bukan hanya
3
Ibid, hal. 44
aturan yang ada dalan Undang-Undang, namun mencakup pula hukum yang
hidup (living law). Selanjutnya, budaya hukum merupakan suasana pikiran
sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari atau disalahgunakan.4
Agar dapat terlaksananya peraturan perundang-undangan secara efektif,
menurut Soerjono Soekanto ada faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu :
a. Faktor hukumnya sendiri;
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum;
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan;
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.5
Kepolisian sebagai kuasa jaksa penuntut umum menjadikan instansi ini
mempunyai kedudukan dan peranan yang baru. Masalah peranan dianggap
penting, karena penggunaan perspektif peranan dianggap mempunyai
keuntungan tertentu. Hal ini disebabkan oleh karena :
1) Fokus utama perspektif peranan adalah dinamika masyarakat.
2) Lebih mudah untuk membuat suatu proyeksi karena pemusatan
perhatian pada segi prosesual.
4
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, Raja Grafindo Persada, Padang , 2011, hal. 107.
Soerjono Soekanto, Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali
Pers, Jakarta, 2010, hal. 8.
5
yang
berbunyi
Penuntut
umum
berwenang
melakukan
Ibid, hal.22
Ibid, hal.16
10
penyidik melimpahkan
hasil
penyidikan
kepada
Ibid, hal.20
hukum
11
12
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), Cet. 1, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008
12
2001.
13
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggabungkan 2
(dua) jenis penelitian yaitu :
a. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (Library
Research) yang melakukan penelitian dengan cara meneliti dan membahas
buku-buku kepustakaan dan Undang-Undang.
b. Penelitian hukum sosiologis atau empiris (Field Research) yaitu melakukan
penelitian secara langsung di lapangan di samping itu juga meneliti data
sekunder dari perpustakaan.
2. Jenis Data, Sumber Data, dan Alat Pengumpulan Data Penelitian.
Sesuai dengan jenis penelitian maka dalam penelitian ini jenis data,
sumber data, dan alat pengumpulan data sebagai berikut :
a. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan ( Library
Research), maka data yang dikumpulkan adalah data sekunder yakni data
yang sumbernya diperoleh dari hasil penelahaan kepustakaan atau
penelaahan terhadap literatur atau bahan pustaka. Sumber data sekunder
sering disebut dengan bahan hukum. Bahan hukum terdiri atas:
1) Bahan hukum primer yaitu norma atau kaidah dasar seperti Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, peraturan dasar seperti ketentuan-ketentuan
dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis
Permusyawaratan
Rakyat,
peraturan
perundang-undangan
seperti
14
Instrument
(alat)
penelitian
yang
digunakan
adalah
wawancara.
c. Dalam penelitian normatif maupun empiris dalam mendapatkan data peneliti
dapat dilakukan melalui pihak-pihak yang dapat memberikan informasi.
Pihak-pihak tersebut adalah responden.
3. Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian hukum normatif dalam penelitian ini dilakukan di
berbagai perpustakaan, baik perpustakaan pribadi, perpustakaan STH YNI
Pematangsiantar. Sedangkan lokasi penelitian empiris dalam penelitian ini
dilakukan di wilayah hukum Kepolisian Resort Pematangsiantar. Lokasi ini
dipilih sesuai dengan judul penelitian.
15
peneliti
agar
menemukan
secara
lengkap
data
guna
16
Jadwal Penelitian
No.
Tahap-tahap Penelitian
1.
Persiapan
2.
Pelaksanaan
3.
Pengolahan data
4.
Waktu yang
Diperlukan
2 Minggu
4 Minggu
2 Minggu
4 Minggu
17
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Amiruddin, Asikin, H. Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.
Erwin, Muhammad, Filsafat Hukum, Raja Grafindo Persada, Padang , 2011
Gunawan, Ilham, Peran Kejaksaan Dalam menegakkan Hukum Dan Stabilitas
Politik, Sinar Grafika, Jakarta, 1994
Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
(Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, 2014
Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta , 2007
________________, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta, 2011
B. Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor, 1991.
Undang-Undang 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-Undang dan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan
C. Kamus
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), Cet. 1, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008
Dessi Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Karya Abditama, Surabaya,
2001.