Anda di halaman 1dari 11

KULIT KERING

PENDAHULUAN
Kulit merupakan lapisan terluar penutup tubuh yang mempunyai fungsi
sebagai barier terhadap segala bentuk/macam trauma dari luar baik fisik, mekanik
maupun kimiawi. Di samping itu pula sebagai penutup tubuh yang bernilai
estetika dengan tampilan yang nampak halus, lembut dan berkilat. Pada keadaan
tertentu kulit tampak kasar kering bersisik sehingga tampak kusam , tidak lagi
menarik.
Kulit kering (Dry skin) atau xerosis didefinisikan untuk menggambarkan
hilangnya atau berkurangnya kadar kelembaban stratum corneum (SC). Kulit
tampak dan terasa sehat apabila lapisan luarnya mengandung 10% air.
Peningkatan tran epidermal water loss (TEWL) yang menyebabkan kulit kering
dikarenakan adanya gangguan pada kulit yang menyebabkan banyaknya air yang
menguap ke atmosfer.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti deterjen,
acetone dan bahan kimia yang lain dan mandi berendam terlalu sering. Pada orang
tua kulit kering disebabkan oleh perubahan struktur lapisan kulit (perubahan
komposisi lipid SC dan perubahan differensiasi epidermal.
Proses kulit kering yang penting adalah keseimbangan antara penguapan
air dengan kemampuan kulit menahan air, fungsi barier kulit juga berperan.Oleh
karena itu penting untuk mempertahankan kulit yang sehat dan memperbaiki kulit
kering untuk menjaga agar kulit kelihatan cantik. Mekanisme dasar untuk
mengembalikan kulit kering yaitu dengan meningkatkan pengikatan dan
penyimpanan air dengan cara aplikasi bahan pengikat air atau moisturizers, bahan
pelumas atau emolients dan penutup kulit atau conditioners.
MEKANISME PENGATURAN HIDRASI KULIT
Terdapat keseimbangan antara keluar dan masuknyacairan di stratum
corneum. Masuknya cairan endogen berasal dari proses difusi dari dermis ke
permukaan kulit dan juga sekresi kelenjar keringat. Pemasukan secara eksogen
meningkat ketika kelembaban relatif tinggi. Keseimbangan terjadi bila
kelembaban relatif lingkungan ialah 85%, dibawah konsentrasi tersebut terjadi
kehilangan air transepidermal (transepidermal waterloss/TEWL) dan diatas
konsentrasi tersebut terjadi sebaliknya. Kehilangan cairan juga dihubungkan
dengan berbagai keadaan misalnya cuaca berangin, suhu lingkungan yang tinggi
maupun rendah, udara yang kering, penggunaan bahan yang mengandung
surfaktan, bahan alkali (sabun), pelarut organik (contohnya eter, aseton, alokohol),
enzim proteolitik dan lipolitik, proses penuaan, serta berbagai kelainan kulit.
Beberapa ahli kulit menyatakan bahwa kemampuan kulit untuk
menyimpan kelembaban berhubungan dengan adanya bahan yang larut dalam air,
dinamakan faktor X atau faktor pelembab alami (natural moisturizing
factor/NMF).

Kelembaban bergantung pada 3 faktor yaitu:


1. Kecepatan cairan mencapai stratum korneum dari lapisan bawah (kelenjar
ekrin, transfer transepidermal)
2. Kecepatan penguapan cairan
3. Kemampuan stratum korneum untuk menahan cairan bergantung kepada
integritas lapisan hidrolipid, adanya NMF, cukup tersedianya air
interseluler, integritas membran sel dan semen interseluler yang berasal
dari lipid penunjang.
Komposisi lapisan hidrolipid terdiri atas air, ion, asam amino, urea,
squalen, trigliserida, kolesterol bebas dan esternya, asam lemak dan lemak lilin.
Lapisan hidrolipid berasal dari sebum dan sekresi keringat.
Spiet dan Pasher (1956) menemukan bahwa SC terdiri dari 58% keratin,
30% NMF dan 11% lipid. NMF terdiri dari asam amino bebas, asam urokanant,
asam pirilidon karbosiklat, urea,elektrolit, garam dan fraksi gula yang
indeterminant. Komposisi semen interseluler terdiri atas sfingolipid 49%, asam
lemak 26% (asam linoleat) dan kolesterol 20%.

ETIOLOGI
Kulit kering merupakan hasil dari berkurangnya kandungan air dalam SC,
yang mengarah pada deskuamasi abnormal korneosit. Hidrasi SC terutama
merupakan fungsi dari korneosit pada bagian luar SC (stratum disjunctum),
karena korneosit pada SC bagian lebih bawah (stratum compactum) secara relatif
dehidrasi dan tidak mampu menyerap air saat terpapar dengan stress hipotonik.
Rawlings et al mendemonstrasikan bahwa desmosom tetap utuh pada tingkat SC
yang lebih tinggi dan kadar desmoglein I tetap meningkat pada SC superfisial
pada individu dengan kulit kering dibandingkan dengan kontrol. Hal ini terjadi
karena enzim yang diperlukan untuk digesti desmosom terganggu saat kadar air
tidak mencukupi, yang mengarah pada deskuamasi abnormal yang menyebabkan
timbulnya gumpalan korneosit yang menyebabkan kulit tampak kasar dan kering
(gambar 2A dan B). Gumpalan korneosit ini mengarah pada penampilan klinis
(fenotipe) yang dikenal dengan kulit kering atau bersisik. Pada jenis kulit yang
lebih gelap, gangguan pada deskuamasi dihubungkan dengan warna kulit keabuan
dan dikenal dengan ashy skin. Dengan demikian, ashy skin merupakan kulit
kering pada individu berkulit gelap.
Barier kulit menyerupai struktur batu bata (brick) dan semen (mortar)
dengan batu bata mewakili keratinosit dan semen mewakili lipid yang
mengelilingi keratinosit dalam sebuah pembungkus protektif. Lipid tersusun
dalam susunan dua lapis seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Barier kulit
menunjukkan beberapa fungsi penting seperti mencegah penguapan air, yang
dikenal sebagai TEWL. Barier kulit juga membantu agar komponen-komponen
yang tidak diinginkan seperti alergen dan iritan tidak masuk ke dalam. Barier yang
mengalami cedera menyebabkan seseorang lebih rentan mengalami dermatitis
kontak dan dermatitis iritan. Selain itu, barier kulit juga memperlihatkan peranan
defensif atau mekanisme defensif tergantung pada fungsi korneosit dan matriks
ekstraseluler di sekelilingnya.
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, air mengalir secara difusi dari dermis menuju ke
epidermis melalui dua cara yaitu melalui stratum corneum (sc) dan ruang
interseluler. Oleh sebab itu normal air akan keluar dari tubuh melalui epidermis,
keadaan tersebut dikenal dengan istilah transepidermal water loss ( TEWL ).
Normal TEWL berkisar 0.1 ? 0.4 mg/cm2 per jam. Proses difusi pasif terjadi
karena terdapatnya perbedaan kandungan air dari stratum basalis ( 60 ? 70%) ,
stratum granulosum ( 40 -60%) dan stratum corneum kurang dari 15% sehingga
air mengalir dari stratum basalis ke stratum corneum. Dengan demikian maka
SC merupakan barier hidrasi yang sangat penting dalam memepertahankan
kelembaban kulit. Pada kulit yang sakit seperti pada psoriasis dan eczemal
(terdapat kelainan epidermis ), barier kulit melemah sehingga kec TEWL
meningkat 10 kali lebih besar dari normal. Di lain pihak SC terdiri dari sel- sel tak
berinti yang banyak mengandung protein ( profilaggrin, filaggrin dan garnul
keratohyalin) dan ruang interseluler yang banyak mengandung lipid dan membran
SC ( ceramide, FFA dan cholesterol) dan bahan pelembab alami ( natural
moistuerizing factor = NMF ) yang mempunyai kemampuan mengikat air sangat
kuat. Di samping itu enzym ?enzym yang ada di ruang interseluler juga dapat
menyebabkan perubahan komposisi lipid interseluler sehingga dapat
mempengaruhi TEWL. Ceramide merupakan komponen utama lipid interseluler
SC dan banyak mengandung asam linoleat. Ikatan antara ceramide dan air akan
membentuk emulsi yang halus sehingga nampak halus dan lembut. Pada keadaan
tertentu, cuaca bersuhu rendah dengan kelembaban relatif rendah, ikatan antara
ceramide dan air tersebut akan mengkristal sehingga kulit menjadi kering kasar
dan kusam. Pada proses penuaan SC masih intak akan tetapi fungsi barier
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena jumlah faktor pelembab alami
yang rendah sehingga menyebabkan penurunan kapasitas mengikat air lebih
kurang 75% dari normal, akibatnya TEWL meningkat.
GAMBARAN KLINIS
Kulit kering memberikan beberapa gambaran karakterisitik. Karakteristik
yang dapat dilihat dan diraba baik oleh dermatologist maupun pasien, dan
karakteristik sensori hanya dapat dirasakan oleh pasien sendiri.
1. Karakteristik yang terlihat : kemerahan, permukaan yang kusam, kering,
bercak putih, gambaran berlapis-lapis, pecah pecah dan juga fisura
2. Karakteristik yang dapat diraba : kusam dan tidak rata .
3. Karaketristik sensori : terasa kering tak nyaman, nyeri, gatal, rasa
kesemutan

Pasien dengan kulit kering biasanya gatal dan akan menggaruk. Pada
pemeriksaan fisik, pasien ini akan menunjukkan perubahan sekunder berupa
penebalan atau likenifikasi, erosi dan superinfeksi dengan keadaan lembab, lesi
yang meleleh dan krusta. Pada proses penuaan akan terjadi kekeringan akibat
kemampuan stratum corneum mengikat air berkurang, sehingga kulit tampak
mengkilat, mengkerut dan keras.

KLASIFIKASI
Kulit kering dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Kulit kering yang didapat ( acquired dry skin )
Ini dapat timbul pada kulit normal atau kulit berminyak yang menjadi
kering sementara dan bersifat lokal yang disebabkan oleh faktor faktor
luar , diantaranya :
a. Radiasi matahari ( UV )
b. Pemaparan pada iklim yang ekstrim : panas, dingin, angin, dan
kekeringan
c. Pemaparan pada bahan kimia : detergen, solvent
d. Terapi obat misalnya: retinoid
2. Constitutional Dry Skin
Tipe ini meliputi banyak jenis kulit kering , di mana bentuk yang parah
adalah bentuk patologik
Tipe kulit kering konstitutional ini juga dipengaruhi oleh faktor eksternal
yang telah disebutkan .
a. Fragile Skin : adalah bentuk antara kulit kering dengan kulit normal dan
kebanyakan dijumpai pada wanita atau pada orang ?orang dengan kulit
lembut, struktur baik. Sering dijumpai eritema, rosasea dan lebih sensitif
terhadap bahan bahan dari luar.
b. Senile Skin : kekeringan terjadi pada kulit menua, dimana terjadi
perubahan pada semua level
c. Minor dry skin ( xerosis vulgaris ) : hal ini mungkin berasal dari genetik,
umumnya dijumpai pada wanita dengan tampilan pucat. Xerosis terjadi
khsususnya pada wajah, punggung, tangan dan badan

PATOLOGICAL SKIN
a. Ichtyosis : pada kulit ini terjadi kerusakan keratinisasi secara genetik,
dimana bermanifestasi berupa deskuamasi abnormal, perubahan fungsi
barier. Bentuk lanjut penyakit ini mirip ichtyosis vulgaris
b. Kulit kering pada dermatitis atopik : pada penyakit ini terjadi defek secara
genetik pada metabolisme dari asam lemak esensial (d-6 desaturase ),
terlihat xerosis yang luas disertai inflamasi, plaque like, dan rasa gatal.

DIAGNOSIS
Diagnosis kulit kering berdasarkan gambaran klinis, kulit tampak kering
dan kusam, dengan penebalan kulit atau likenifikasi dan adanya skuama.
Ekskorisasi tampak sebagai sebagai erosi linear sering terlihat. Sebelum
menghubungkan pruritus dengan kulit kering, kemungkinan penyebab lain dari
pruritus seperi scabies, dermatofitosis, candidisiasi cutis harus disingkirkan
dengan kerokan kulit dan KOH.

Cara pemeriksaan kulit kering


- Pengukuran TEWL dengan alat evaporimeter
- Surface microscopy
- Skin surface photography
- Scanning electron microscopy (SEM)
- Skin Surface Biopsy
- Profilometri

KOMPLIKASI
1. Eczema xerotic Dapat terjadi jika kulit menjadi sangat kering dan pecah ?
pecah dan menjadi inflamasi
2. Dermatitis numularis atau eczema discoid umumnya/cenderung pada kulit
yang xerosis.
3. Superinfeksi dengan bakteri akibat garukan .

PENATALAKSANAAN
Untuk memperbaiki kulit kering, harus mengurangi hilangnya air lewat
epidermis (TEWL) dengan jalan memberikan bahan yang bersifat hidrasi
(moisturizer) yang larut dalam air atau pelumas (lumbricating) dan penutup
(oclution) yang tidak larut dalam air.
Istilah pelembab dan emolien sering dikacaukan sehingga timbul
bermacam definisi. Istilah pelembab menggambarkan terjadinya penambahan air
ke kulit, sehingga menurunkan kekasaran kulit atau peningkatan kadar air secara
aktif ke kulit. Pengertian emolien adalah bahan oklusif yang membantu hidrasi
kulit dengan cara mengoklusi permukaan kulit dan menahan air di stratum
corneum.

JENIS-JENIS PELEMBAB
Penggolongan pelembab berdasarkan atas mekanisme hidrasi langsung dan
tidak langsung .
1. Tidak langsung
a. Bahan Oklusi
- sebagai pelembab
- anti inflamasi
- anti mitotik
- anti pruritus
b. Bahan pembentuk lipofilik
- asam lemak esensial
- seramid
2. Langsung
a. Bahan pembentuk lapisan hidrofilik
- glikosaminoglikan ( asam hyaluronat, kondroitin sulfat )
- kolagen
- khitin dan khitosan
- polimer hidrofilik
b. Humektan : bahan higroskopis yang menyebabkan lapisan epidermis
mampu menyerap dan menyimpan air.
- gliserin
- sorbitol
- propilen glikol
- ester poligliseril
- asam laktat
c. Natural moisturizing factor ( NMF )
- natrium pirolidon karbosiklat
- urea
- asam amino
- asam alfa hidroksi

ISI DAN KLASIFIKASI EMOLIEN


Emolien berfungsi sebagai oklusif atau membentuk lapisan yang
mempunyai kemampuan untuk mengganti lapisan hidrofilik alamiah, sehingga
mengurangi TEWL. Emolien dapat bekerja pada kulit normal maupun dengan
kelainan, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan kelainan kulit pada
umumnya. Efek emolien adalah melembabkan kulit , anti inflamasi, antimitotik
dan antipruritus. Komponen terpenting pada emolien adalah lipid. Lipid bisa
berasal dari tumbuhan dan hewan, minyak mineral atau sintetik. Asam lemak yang
digunakan berantai karbon 8-18 dan dapat jenuh maupun tidak jenuh.
Lemak hewani : lemak sapi, lemak domba
Lanolin (lemak domba penghasil wool) dahulu banyak digunakan tetapi
dapat menyebabkan sensitifitas, saat ini dipakai bermacam lanolin yang telah
diubah susunan kimianya. Penelitian Clark dkk (1981) mneyebutkan komponen
utama penyebab iritasi dalam lanolin adalah alkohol.

Lemak tumbuhan
Minyak tumbuhan / biji-bijian asli yang belum dimodifikasi dimasukkan
dalam formulasi emolien ( contohnya minyak kacang, bunga matahari, zaitun).
Minyak tumbuhan asli tersebut ternyata lebih disenangi pasien tetapi sangat
berminyak, kebanyakan dipakai untuk minyak mandi rendam.

Minyak mineral
Minyak yang digunakan untuk emolien merupakan hasil destilasi vaselin
dan mengandung komponen organik dalam jumlah besar, terutama hidrokarbon
alifatik rantai panjang dan bercabang. Proses pembuatan termasuk destilasi ,
ekstraksi pelarut, kristalisasi dan netralisasi alkali dan bleaching menghasilkan
petroleum jelly dan light liquid parafin ( white oil ). Untuk pelembab medis
digunakan parafin oil.

Minyak sintesis
Yang sering digunakan dan tampaknya cukup ideal ialah minyak silikon
sintesis.

Lilin Lemak
Yaitu campuran lipid semi solid kompleks yang juga merupakan turunan
dari minyak hewan, tumbuhan atau mineral. Yang paling banyak dipakai lilin
lebah dari Sarang lebah, lilin carnauba dan pohon palem carnauba dan lilin
parafin.
Kulit kering yang disertai inflamasi memerlukan aplikasi kortikosteroid.
Pemberiannya dilakukan sebelum aplikasi moisterizer atau emolien.
PROGNOSIS
Prognosis kulit kering sangat bervariasi dan tergantung pada penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayat T. Kulit kering. Dalam: Berkala LP kulit & kelamin Airlangga


periodical of dermato-venerology vol 7 no 1 Suplemen semiloka kosmetik
medik 2, Lab I.P kulit kelamin FK Unair /RSUD Dr. Sutomo, Surabaya 1995

2. Cholis M. Patogenesis & penatalaksanaan kulit kering pada DA. Dalam:


MDVI vol 28 no 3 Juli 2001

3. Purwandhani E, Effendi EHF. Pelembab & emolien untuk kelainan kulit pada
bayi dan anak dalam MDVI vol 27 no 4 September 2000

4. Schaefer H, Redemieier T.E ; Composition and structur of the stratum


corneum in: Skin barrier. Basel ( Switzerland ) Karger AG, 1996

5. Podiatry channel. Available at http://www.podiatry channel.com/xerosis/

Anda mungkin juga menyukai