Anda di halaman 1dari 41

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : Kamis, 20 Agustus 2015
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha Depok
Nama

: Elcha

Tanda Tangan

NIM

: 11 2014 - 172
..................................

Dr. Pembimbing / Penguji

: dr. Dini Adriani, SpS

..................................

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. M

Umur

: 39 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status perkawinan

: Menikah

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jl. Grand Flamboyan RT/ RW 001/001 no 56, Depok

Dirawat diruang

: Cattleya 121

Tanggal masuk

: 15 Agustus 2015 pukul 10.00 WIB

Tanggal keluar: 19 Agustus 2015 pukul 12.00 WIB


Pasien datang dalam keadaan sadar, diantar oleh suaminya
II. DATA SUBJEKTIF
1

Anamnesis
Diambil dari auto dan alloanamnesis pada hari Sabtu, 15 Agustus 2015, pukul 14.30 WIB
Keluhan utama
Kejang berulang 3 hari SMRS
Riwayat penyakit sekarang
Tiga bulan SMRS, OS merasakan adanya gangguan penglihatan pada mata sebelah kiri
pasien. Saat OS melihat dengan mata kiri, OS merasakan pandangan buram dan tidak dapat
melihat dengan jelas terutama apabila melihat gambaran yang berada di bagian tengah-tengah
pasien. Pada mata kanan OS tidak merasakan adanya gangguan penglihatan. OS memutuskan
untuk berobat kepada dokter spesialis mata dimana dokter mengemukakan bahwa tidak ada
kelainan pada mata OS dan menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan CT Scan karena
dokter menduga kelainan pada bagian belakang bola mata OS. OS diberikan obat tetes mata
dan obat minum. Setelah mengkonsumsi obat dari dokter, OS merasakan pandangan
membaik dan lebih nyaman namun ketika obat habis keluhan pandangan kabur kembali
dirasakan. OS juga mengatakan OS mengalami pusing atau berputar setiap kali selesai
melakukan aktivitas berat atau saat OS merasa lelah. Pusing atau rasa berputar semakin parah
apabila OS berubah posisi atau bergerak sehingga OS harus terlebih dahulu beristirahat dalam
posisi duduk diam selama kurang lebih 5 menit sampai rasa pusingnya hilang. Saat pusing,
OS tidak mengalami mual dan muntah.
Dua bulan SMRS, OS mengalami kejang yang pertama kali. Sebelum kejang OS tidak
merasakan ada hal yang aneh baik berupa suara berdenging atau gambaran berbayang. Saat
kejang OS tidak sadar, kejang berupa kejang kelojotoan, mata OS mendelik dan keluar buih
pada mulut. Kejang berlangsung kurang lebih selama 5 menit. Setelah periode kejang, OS
tidak sadarkan diri selama kurang lebih 20-30 menit, kemudian OS tidak ingat bahwa
sebelumnya dirinya mengalami kejang.
Satu bulan SMRS, OS mengalami kejang yang kedua kali. Sebelum kejang OS tidak
merasakan ada hal yang aneh baik berupa suara berdenging atau gambaran berbayang. Saat
kejang OS tidak sadar, kejang berupa kejang kelojotoan, mata OS mendelik dan keluar buih
pada mulut. Kejang berlangsung kurang lebih selama 5 menit. Setelah periode kejang, OS
tidak sadarkan diri selama kurang lebih 20-30 menit, kemudian OS tidak ingat bahwa
sebelumnya dirinya mengalami kejang.

Tiga hari SMRS, OS mengalami kejang yang ketiga kali. Sebelum kejang OS tidak
merasakan ada hal yang aneh baik berupa suara berdenging atau gambaran berbayang. Saat
kejang OS tidak sadar, kejang berupa kejang kelojotoan, mata OS mendelik dan keluar buih
pada mulut. Kejang berlangsung kurang lebih selama 5 menit. Setelah periode kejang, OS
tidak sadarkan diri selama kurang lebih 20-30 menit, kemudian OS tidak ingat bahwa
sebelumnya dirinya mengalami kejang. OS mengaku OS mengangkat-angkat barang berat di
siang hari sehingga sangat lelah pada malamnya.
Pada jam 2 malam, OS kembali mengalami kejang yang keeempat kali. Sebelum kejang OS
tidak merasakan ada hal yang aneh baik berupa suara berdenging atau gambaran berbayang.
Saat kejang OS tidak sadar, kejang berupa kejang kelojotoan, mata OS mendelik dan keluar
buih pada mulut. Kejang berlangsung kurang lebih selama 5 menit. Setelah periode kejang,
OS tidak sadarkan diri selama kurang lebih 20-30 menit, kemudian OS tidak ingat bahwa
sebelumnya dirinya mengalami kejang. OS juga mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri
menjadi lebih lemah dibandingkan bagian tubuh sebelah kanan namun masih dapat
digerakkan. OS mengatakan pandangan mata sebelah kiri juga menjadi semakin memburuk
dimana OS merasakan pandangan mata sebelah kiri semakin kabur dan berbayang. OS
mengaku masih sering merasakan pusing atau rasa berputar ketika selesai melakukan
aktivitas berat atau saat kelelahan.
OS menyangkal adanya nyeri kepala, mual dan muntah, rasa baal, kesemutan, nyeri, rasa
melayang, kesulitan buang air besar dan buang air kecil. OS juga mengatakan tidak
mengalami demam, batuk berdarah, sesak nafas, keringat malam selama bulan-bulan terakhir.
OS menyangkal adanya riwayat penurunan berat badan yang drastis dalam beberapa bulan
terakhir serta adanya trauma atau benturan terutama pada daerah kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat hipertensi, DM, penyakit
jantung, sesak nafas dan alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga os yang pernah menderita penyakit seperti ini. Riwayat
hipertensi, DM, penyakit jantung, sesak nafas dan alergi pada keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi Pribadi
Keadaan sosial ekonomi baik, biaya berobat menggunakan dana pribadi. Tidak ada riwayat
gangguan kepribadian. OS makan teratur 3 kali sehari, tidak merokok, tidak minum alkohol,
dan jarang berolahraga. OS pernah memakai KB pil selama 5 tahun dan KB suntik selama 3
tahun.
3

III. OBJEKTIF
1. Status presens (Dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2015 pukul 14.30)

Keadaan umum

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis, GCS: E4M6V5 = 15

Tekanan darah

: 120/90 mmHg

Denyut nadi

: 71x/menit, regular

Frekuensi Napas

: 23x/menit, torakoabdominal

Suhu

: 36,3oC

Kepala

: Normocephali, Nyeri tekan (-), Tanda trauma (-)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, Sklera anikterik


Pupil isokor, diameter 3mm
Bola mata simetris kanan dan kiri,

Tenggorokan

: Tidak hiperemis, T1-T1

Leher

: Tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid


Tidak ada deviasi trakea, Tidak ada distensi v.jugularis

Dada

: Pergerakan dada statis dan dinamis simetris

Jantung

: BJ I dan II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)

Paru

: Suara napas vesikular, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

: supel, BU (+) normal, pembesaran hepar dan lien (-)

Alat Kelamin

: Tidak dilakukan

2. Status psikikus

Cara berpikir

: Sesuai usia

Orientasi

: Normal orientasi waktu, tempat, orang

Perasaan hati

: Normotim

Tingkah laku

: Sesuai usia

Ingatan

: Baik, Amnesia (-)

Kecerdasan

: Normal, sesuai pendidikan

Kemampuan Bicara : Baik, Disfonia (-), Disartria (-)

3. Status neurologikus
A.

Kepala

Bentuk

: Normocephali

Nyeri tekan

: Tidak ada
4

B.

C.

Simetris

: Simetris

Pulsasi

: Hanya teraba pulsasi pada a. temporalis

Leher

Sikap

: Simetris

Pergerakan

: Tidak ada kelainan

Tanda rangsang meningeal :


1.

Kaku kuduk

: (-)

2.

Brudzinsky 1 dan 2 : (-)

Saraf kepala

N I. (Olfaktorius)
Subjektif
Dengan bahan
N II. (Optikus)
Tajam penglihatan
Lapangan penglihatan
Melihat warna
Fundus okuli
N III. (Okulomotorius)
Kelopak mata:
Ptosis
Gerakan bola mata:
Superior
Inferior
Medial
Endoftalmus
Eksoftalmus
Pupil:
Diameter
Bentuk
Posisi
Reflex cahaya langsung
Reflex cahaya tak langsung
Strabismus
Nistagmus
Reflex konversi
N IV. (Troklearis)
Gerakan bola mata:
Medial bawah
Strabismus
Diplopia
N V. (Trigeminus)
Membuka mulut
Mengunyah
Menggigit
Reflex kornea
Sensibilitas

Kanan
Normosmia
Normosmia

Kiri
Normosmia
Normosmia

1/6
Normal
Normal
Tidak dilakukan

1/6
Hemianopsia nasal
Normal
Tidak dilakukan

Normal
Normal
Normal
-

Normal
Normal
Normal
-

3 mm
Isokor
Ditengah
+
+
-

3 mm
Isokor
Ditengah
+
+
-

Normal
-

Normal
-

+
+
+
Tidak dilakukan
+

+
+
+
Tidak dilakukan
+
5

N VI. (Abduscens)
Pergerakan mata ke lateral
N VII. (Fascialis)
Mengerutkan dahi
Kerutan kulit dahi
Menutup mata
Lipatan nasolabial
Sudut mulut
Meringis
Memperlihatkan gigi
Menggembungkan pipi
Perasaan lidah bagian 2/3 depan
N VIII. (Vestibulokoklear)
Suara berisik
Weber
Rinne
N IX. (Glossofaringeus)
Perasaan bagian lidah belakang
Sensibilitas
Sengau
Tersedak
Pharynx
N X. (Vagus)
Arcus pharynx
Bicara
Menelan
N XI. (Asesorius)
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
N XII. (Hypoglossus)
Pergerakan lidah
Tremor lidah
Artikulasi
D.

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Lebih lemah
Normal

+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Simetris
+
+

Simetris
+
+

+
+

+
+

+
-

+
-

Badan dan anggota gerak


1. Badan
(a) Motorik
Respirasi
Duduk
Bentuk Kolumna Vertebralis
Pergerakan Kolumna Vertebralis

: spontan, torakoabdominal
: baik
: tidak dinilai
: tidak dinilai

(b) Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Termi
Diskriminasi
Lokalisasi

Kanan
+
+
tidak dilakukan
+
+

Kiri
+
+
tidak dilakukan
+
+
6

(c) Refleks
kulit perut atas
kulit perut bawah
kulit perut tengah

: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


(a) Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Atrofi

Kanan
+
5
Normal
-

Kiri
+
4+
Hipotoni
-

Kanan
+
+
Tidak dilakukan
+
+

Kiri
+
+
Tidak dilakukan
+
+

(b) Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Termi
Diskriminasi
Lokalisasi
(c) Refleks
Biceps
Triceps

Kanan
+
+

Kiri
++
++

Kanan
+
5
Normal
-

Kiri
+
4+
Hipotoni
-

3. Anggota gerak bawah


(a). Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Atrofi
(b) Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Termi
Diskriminasi
Lokalisasi

Kanan
+
+
Tidak dilakukan
+
+

Kiri
+
+
Tidak dilakukan
-

(c) Refleks
Patella

Kanan
+

Kiri
++
7

Achilles
Babinski
Chaddock
Rosolimo
Mandel-Bechterev
Schaffer
Oppenheim
Klonus kaki
Tes lasegue
Kernig

+
>70*
>135*

++
>70*
>135*

4. Koordinasi gait dan keseimbangan

Cara berjalan

: Baik

Test romberg

: Tidak dilakukan

Disdiadokokinesia

: tidak ada

Ataksia

: tidak ada

Rebound phenomena

: tidak ada

Dismetria

: tidak ada

5. Gerakan-gerakan abnormal

Tremor

: tidak ada

Miokloni

: tidak ada

Chorea

: tidak ada

Atetose

: tidak ada

6. Alat vegetative
Miksi

: urin kuning pekat, tidak ada darah

Defekasi

: tidak ada gangguan defekasi

7. Lain-lain

Menulis

Mengenali benda dgn sentuhan : Baik

Berhitung

: Baik

Agnosia Jari

: Tidak ada

Apraksia

Membedakan kanan dan kiri

: Baik

: Tidak ada
: Baik
8

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


JENIS

HASIL

UNIT

NILAI NORMAL

PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI (15 Agustus 2015 jam 11:02)
DARAH LENGKAP
Hemoglobin
12.3
Hematokrit
38
Trombosit
359
Leukosit
8,5
LED
15
MCV
74,4
MCH
24
MCHC
32,3
DIFF
Basofil
Eusinofil
Neutrofil stab
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit
KIMIA DARAH

g/dl
%
ribu/ul
ribu/ul
fL
Pg
g/dL

12-16
38-47
150-450
5-10
<15
82-92
27-42
34-45

0
1
2
70
20
2

%
%
%
%
%
%

0
1-3
3-5
54-62
25-33
3-7

177

mg/dl

< 180

DIABETES
MELITUS
Glukosa Sewaktu

PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA (14 Agustus 2015)

tanpa dan dengan pemberian media kontras IV sebanyak 50 ml, brain window, potongan
axial hasil sebagai berikut:

Tampak lesi isodens bentuk bulat dengan batas tegas di medial sphenoid rigde kiri
yang menyengat homogen disertai komponen nekrotik intra lesi pasca pemberian
kontras ukuran 3,4 x 3,2 x 3,4 cm serta finger like edema luas di hemisfer cerebri
kiri yang mendesak dan menyempitkan ventrikel lateralis dan ventrikel III ke sisi
kanan sejauh 0,8 cm. Kalsifikasi dan komponen kistik (-).

Sella dan parasella baik.

Ventrikel lateralis kanan dan IV baik.

Sulci dan gyri cerebri, hemisfer cerebri kanan baik, dan cisterna tidak melebar.

Infratentorial, pons, cerebellum dan CPA baik

Pneumatisasi mastoid kanan dan kiri baik

Kedua bulbus okuli dan nn. Optici baik

Sinus paranasal cerah

KESAN : Lesi isodens bentuk bulat batas tegas yang menyangat homogen pasca
kontras di medial sphenoid ridge kiri disertai finger like edema luas dan midline shift
ke kanan, DD/ Meningioma

10

PEMERIKSAAN MRI KEPALA (15 Agustus 2015)

Terlihat adanya abnormal mass di planum sphenoidalis yang menekan sinus kavernosus
kiri lobus temporal orbital girus dan juga hipocampus kiri. Tumor terlihat low signal
pada T1 dan intermediate signal pada flair dan T2. selain itu terlihat pula edema
subcortical white matter temporal disertai dengan deviasi falx ke kanan ventrikel
lateralis, ipsilateral tertekan.

Infratentorial tidak memperlihatkan lesi patolofik disepanjnag brainstem dan


serebellum. Tidak ada tumor atau malformasi kisitik di fossa posterior

KESIMPULAN : Brain memperlihatkan tumor basis kranium sangat mungkin


meningioma sphenoid rigde kiri

V.

RINGKASAN

Subjektif :
Seorang wanita berusia 39 tahun datang dengan keluhan kejang berulang pada
jam 11 malam dan jam 2 pagi sejak 3 hari SMRS. Sebelum kejang OS tidak
merasakan ada hal yang aneh baik berupa suara berdenging atau gambaran berbayang.
Saat kejang OS tidak sadar, kejang berupa kejang kelojotoan, mata OS mendelik dan
11

keluar buih pada mulut. Kejang berlangsung kurang lebih selama 5 menit. Setelah
periode kejang, OS tidak sadarkan diri selama kurang lebih 20-30 menit, kemudian
OS tidak ingat bahwa sebelumnya dirinya mengalami kejang. OS mengaku pada saat
siang hari OS bekerja mengangkat barang-barat berat sebelum terjadinya kejang.
Kejang sudah pernah dirasakan OS dua kali sebelumnya yaitu pada saat sebulan dan
dua bulan SMRS.
OS juga mengeluhkan tangan dan kaki kiri yang lebih lemah dari pada tubuh
bagian kanan namun masih dapat bergerak dan mengikuti perintah sejak 3 hari
SMRS. Kelemahan pada bagian tubuh yaitu tangan dan kaki kiri dirasakan bersamaan
setelah kejang yang kedua kali pada jam 2 malam.
OS mengatakan pandangan mata kiri OS yang menurun yaitu seperti melihat
gambaran berbayang dan buram sejak tiga bulan SMRS. OS telah mengeluhkan
pandangan matanya yang buram dan berbayang kepada dokter mata dan dikatakan
bahwa tidak ada kelainan pada mata OS serta disarankan untuk melakukan
pemeriksaan CT Scan. Setelah memakai obat tetes mata yang diberikan dokter, OS
merasakan perbaikan pada penglihatan, namun gejala kembali muncul apabila OS
berhenti memakai obat.
OS juga mengatakan OS mengalami pusing atau berputar setiap kali selesai
melakukan aktivitas berat atau saat OS merasa lelah. Pusing atau rasa berputar
semakin parah apabila OS berubah posisi atau bergerak sehingga OS harus terlebih
dahulu beristirahat dalam posisi duduk diam selama kurang lebih 5 menit sampai rasa
pusingnya hilang. Saat pusing, OS tidak mengalami mual dan muntah.

Objektif :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien Compos Mentis, GCS 15. Tandatanda vital dan pemeriksaan fisik umum dalam batas normal.
Sistem motorik:
Inspeksi

: Disuse Atrofi (-), gerak abnormal (-)

Kekuatan

5-5-5-5 4+-4+-4+-4+
5-5-5-5

Reflek fisiologis:

Sistem sensorik

++

++

4+-4+-4+-4+
Refleks patologis:

: Tidak ada gangguan


12

Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (-) Pemeriksaan saraf kranialis dengan kesan
Parese N VII sinistra sentral. Pemeriksaan mata terdapat gangguan tajam penglihatan
dan kampus visi (lapang padang) dengan kesan hemianopia nasal sinistra. Pemeriksaan
koordinasi dan keseimbangan baik.
VI. DIAGNOSIS

Diagnosis klinik

: kejang umum tonik-klonik, hemiparese sinistra, parese


N. VII sinistra sentral, hemianopia nasal sinistra

Diagnosis topik

: Korteks

Diagnosis etiologik

: Neoplasma

Diagnosis patologis

: Desakan ruang otak

VII. PENATALAKSANAAN

Non Medika Mentosa

Rawat inap

Medika Mentosa
Pro MRI-MRS
Injeksi Cortidex

hari I 4 x 1 amp

hari II 2 x 1 amp

hari III 2 x 1 amp

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp


Mucosta 2 x 1 tab po
Fenitoin 3 x 10 gr po
Parasetamol 350 mg + Klobazam 10 mg 3x1
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam

: Dubia ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam


Ad sanationam : Dubia ad bonam

13

IX.

FOLLOW UP

16 Agustus 2015
Subjektif:
OS masih merasakan setengah

17 Agustus 2015
Subjektif:
pandangan di

OS merasakan seperempat pandangan di bagian

bagian tengah pada mata kiri buram dan

tengah bawah pada mata kiri buram dan

berbayang namun di bagian luar jelas.


Objektif:

berbayang namun di bagian luar jelas.


Objektif:

TD : 110/80 mmHg

TD : 120/70 mmHg

N : 80 x/m

N : 82 x/menit

RR : 22 x/m

RR : 22 x/m

S : 36,5oC

S : 36,7oC

RCL +/+, 3 mm/ 3 mm, RCTL +/+

RCL +/+, 3 mm/ 3 mm, RCTL +/+

Kekuatan Motorik :

Kekuatan Motorik :

5555 5555

5555 5555

5555 5555

5555 5555

Refleks Fisiologis :

Refleks Fisiologis :

+ ++

+ ++

+ ++

++

Rekleks patologi:

Rekleks patologi:

Kaku kuduk : negatif

Kaku kuduk : negatif

Nervus Kranialis:

Nervus Kranialis:

N II: Diplopia (-), hemianopia nasal sinistra

N II: Diplopia (-), quandrantopia nasal inferior

N III, IV, VI: gerak bola mata (+)

sinistra

N V : normal

N III, IV, VI: gerak bola mata (+)

N VII : parese (-), simetris

N V : normal

N XII : normal, deviasi (-), fasikulasi (-)

N VII : parese (-), simetris

Assessment:

N XII : normal, deviasi (-), fasikulasi (-)


Assessment:

SOL
Plan:

SOL
Plan:

IV Manitol 4 x 125 cc
Cernevit drip / 8 jam
Terapi lainnya lanjutkan

Terapi lanjutkan

18 Agustus 2015
Subjektif:

19 Agustus 2015
Subjektif:

OS masih merasakan seperempat pandangan di

OS masih merasakan seperempat pandangan di

14

bagian tengah bawah pada mata kiri buram dan

bagian tengah bawah pada mata kiri buram dan

berbayang namun di bagian luar jelas.


Objektif:

berbayang namun di bagian luar jelas.


Objektif:

TD : 120/80 mmHg

TD : 120/70 mmHg

N : 88 x/m

N : 82 x/menit

RR : 21 x/m

RR : 22 x/m

S : 36,4oC

S : 36,7oC

RCL +/+, 3 mm/ 3 mm, RCTL +/+

RCL +/+, 3 mm/ 3 mm, RCTL +/+

Kekuatan Motorik :

Kekuatan Motorik :

5555 5555

5555 5555

5555 5555

5555 5555

Refleks Fisiologis :

Refleks Fisiologis :

+ +

+ +

+ +

Rekleks patologi:

Rekleks patologi:

Kaku kuduk : negatif

Kaku kuduk : negatif

Nervus Kranialis:

Nervus Kranialis:

N II: Diplopia (-), quadrantopia nasal inferior

N II: Diplopia (-), quadtrantopia nasal inferior

sinistra

sinistra

N III, IV, VI: gerak bola mata (+)

N III, IV, VI: gerak bola mata (+)

N V : normal

N V : normal

N VII : parese (-), simetris

N VII : parese (-), simetris

N XII : normal, deviasi (-), fasikulasi (-)


Assessment:

N XII : normal, deviasi (-), fasikulasi (-)


Assessment:

SOL susp Meningioma


Plan:

SOL susp Meningioma


Plan:

Cortidex 3x1 amp


Injeksi Ranitidin 2x1 amp
Mucosta 2x1
Fenitoin 3x1
PCT 350 mg + Klobazam 10 mg 3x1
Terapi Manitol stop
Infus stop pemflon saja

Boleh pulang
Cortidex 3x1 amp
Mucosta 2x1
Fenitoin 3x1
PCT 350 mg + Klobazam 10 mg 3x1

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI SPACE OCCUPYING LESION
SOL (Space Occupying Lesion/lesi desak ruang) pada otak merupakan massa intrakranial
baik primer maupun sekunder yang memberikan gambaran klinis proses desak ruang dan atau
gejala fokal neurologis.1
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi yang
mendesak ruangan pada otak ini akan meningkatkan tekanan intrakranial. Suatu lesi yang
meluas pertama kali dikompensasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari
rongga kranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan
cairan serebrospinal mulai timbul hingga tekanan intrakranial mulai naik. Kongesti venosa
menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan
meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas. Posisi tumor dalam otak
dapat mempunyai pengaruh yang dramatis terhadap tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor
dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal atau yang langsung menekan pada
vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan cepat.
Lesi desak ruang pada otak bisa disebabkan karena suatu proses neoplastik namun bisa juga
oleh karena patologi yang lain seperti infeksi (abses otak, abses epidural, abses subdural,
tuberkuloma, neurosistiserkosis, kista hydatid) dan perdarahan.

Gambar 1.1. Space occupying lession.2

16

TUMOR OTAK
Tumor otak adalah suatu massa yang dapat terjadi pada struktur supratentorial (cerebrum)
dan infratentorial dimana akibat adanya massa ini dapat menyebabkan desakan ruangan
intrakranial dan menghasilkan gejala yang berbeda-beda dan heterogen sesuai dengan lokasi
dan jenis tumor.
Epidemiologi
Proses neoplasmatik di susunan saraf mencakup neoplasma saraf primer dan non saraf atau
metastasis. Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan pada
susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di ruang kanalis
spinalis. Bilamana statistik proses neoplasmatik saraf primer saja yang ditinjau, maka dapat
dinyatakan bahwa antara 3 sampai 7 orang dari 100.000 orang penduduk mempunyainya.
Tumor primer malignan di SSP terjadi pada kira-kira 16.500 orang dan berkontribusi pada
13.000 kematian di Amerika Serikat pertahunnya, dengan mortality rate 6 per 100.000.3,4
Urutan frekuensi neoplasma di dalam ruang tengkorak adalah sebagai berikut: glioma (41%),
meningioma (17%), adenoma hipofisis 13%, neurilemoma 12%, neoplasma metastatik dan
neoplasma pembuluh darah serebral.3,4
Neoplasma saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu. Ependimoma
hampir selamanya berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medula spinalis.
Glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan di lobus parietalis. Oligodendroma memilih
lobus frontalis sebagai tempat perkembangannya, sedangkan spongioblastoma seringkali
menduduki bangunan-bangunan di garis tengah seperti korpus kalosum atau pons. Neoplasma
saraf rupanya cenderung juga untuk berkembang pada golongan umur tertentu. Neoplasma
serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak daripada orang dewasa, misalnya
meduloblastoma. Juga glioma batang otak lebih banyak dijumpai pada anak-anak daripada
orang dewasa. Neoplasma serebral dan metastasis serebri lebih umum pada orang dewasa
daripada anak-anak.3
Perbandingan antara neoplasma serebral primer dan metastatik adalah 4:1. jenis neoplasma
metastatik di dalam ruang kranium kebanyakan sesuai dengan neoplasma bronkus dan
prostate pada pria dan mamae pada wanita. Pada hakekatnya, neoplasma saraf primer tidak
mempunyai kecenderungan untuk bermetastasis di luar sususnan saraf. Tetapi ada beberapa
laporan tentang neoplasma saraf primer dengan metastasis hematogen di luar susunan saraf,
yang kebanyakan rupanya terjadi sehubungan dengan tindakan operatif. Dalam hal itu,
mungkin sekali sel-sel neoplasma saraf primer terhanyut dalam aliran darah sewaktu
dilakukan operasi.3
17

Tabel 1.1 Insidensi Tumor Otak.5


Etiologi
Pada umumnya penyebab kasus tumor otak dikatakan idiopatik, walaupun pada beberapa
tumor ditemukan kelainan kromosomal spesifik. Faktor risiko terutama pada pajanan
terhadap radiasi ion, seperti pada meningioma, glioma, dan nerve sheath tumor. Sementara
trauma, pekerjaan, diet, atau medan elektromagnet belum terbukti sebagai faktor risiko.6
Beberapa faktor lainnya yang dipertimbangkan menjadi salah satu teori penyebab terjadinya
tumor pada otak, di antaranya adalah :
1. Genetik
Meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber, yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut di atas tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor hereditas pada neoplasma.3
2. Degenerasi atau perubahan neoplasmatik
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi terintegrasi dalam tubuh. Tetapi adakalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal di dalam tubuh yang sudah mencapai
kedewasaan. Karena hal-hal yang belum jelas bangunan embrional yang tertinggal itu
dapat menjadi ganas, karena bertumbuh terus dan merusak bangunan sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dijumpai pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial
dan kordoma yang secara berturut-turut berpangkal pada saku Rathke, mesenkima dan
ektoderma embrional dan korda dorsalis.3
3. Radiasi
Efek radiasi terhadap dura memang dapat menimbulkan pertumbuhan sel dura. Sel di
dalam otak atau sel yang sudah mencapai kedewasaan, pada umumya agak kurang
peka terhadap efek radiasi dibanding dengan sel neoplasma. Maka dari itu radiasi

18

digunakan

untuk

pemberantasan

pertumbuhan

neoplasmatik.

Tetapi

dosis

subterapeutik dapat merangsang pertumbuhan sel mesenkimal, sehingga masih


banyak penyelidik yang menekankan pada radiasi sebagai faktor etiologik neoplasma
saraf.3
4. Virus
Banyak penyelidikan tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar dilakukan
dengan maksud menentukan peran infeksi virus dalam genesis neoplasma.
Belakangan ini telah dibuktikan oleh Burkitt bahwa suatu limfoma yang banyak
dijumpai pada penduduk Afrika disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi diskrepansi
antara banyaknya infeksi virus dan luasnya lesi karena infeksi virus di satu pihak dan
sedikitnya perubahan neoplasmatik yang dijumpai secara bersama-sama di lain pihak,
masih merupakan halangan untuuk diterimanya infeksi virus sebagai factor etiologik
neoplasma serebri.3
5. Substansi-substansi karsinogen
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui

bahwa

ada

substansi-substansi

yang

karsinogenik,

misalnya

methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Neoplasma yang dikembangkan dengan jalan


kimiawi ini, berhasil ditransplantasikan ke binatang lain sesuku.3
Tumor otak primer
Tumor yang bermula dari jaringan otak dikenali dengan tumor otak primer dan
diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan.
Tumor otak yang tersering berasal dari glioma:
1. Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor otak yang paling banyak dijumpai, dan mencakup
lebih dari setengah tumor ganas di susunan saraf pusat (SSP). Astrositoma berasal
dari sel astrosit yang berbentuk seperti bintang.

Sebagian besar astrositoma

merupakan tumor dengan derajat yang rendah (WHO grade I-II) dan terjadi di daerah
pertengahan otak, seperti daerah serebelum dan diensefalik. Astrositoma difus (WHO
grade II) dapat terjadi di mana saja di SSP tetapi umumnya terjadi di serebrum.
Astrositoma yang derajat tinggi (WHO grade III-IV) umumnya dijumpai di daerah
hemisfer serebrum. Astrositoma gred III juga dikenali dengan astrositoma anaplastik
dan astrositoma gred IV juga dikenali dengan glioblastoma multiforme. Sebagian
besar kasus terjadi pada dekade pertama kehidupan dengan puncaknya pada usia
antara 5-9 tahun.

Tindakan pembedahan mampu mengatasi astrositoma derajat


19

rendah, namun pada astrositoma derajat tinggi tindakan pembedahan harus


ditambahkan dengan radioterapi dan kemoterapi.7,8
2. Oligodendroglioma
Berasal dari sel yang menghasilkanmyelin untuk melindungi saraf, yang bermula dari
serebrum.Tumbuh lambat dan tidak menyebar ke jaringan otakdisekeliling. Sering
terjadi pada usia dewasa tetapi bisa terdapat pada semua umur.7
3. Ependimoma
Berasal dari sel ependim yang ada di dindingventrikel, dapat juga terjadi di medulla
spinalis. Terdapat pada semua umur, terutama pada anak-anak dan dewasa.7
4. Glioma batang otak (brain stem glioma)
Terjadi pada bagian batang otak paling bawah. Batang otak mengontrol berbagai
fungsi vital. 7
Selain tumor otak yang berasal dari sel glia, terdapat juga tumor yang tidak berasal dari sel
glia:
1. Medulloblastoma
Sebelumnya diduga berasal dari sel glia,tetapi pada penelitian disimpulkan bahwa
tumor ini berasal darisel saraf yang primitif yang secara normal tidak ada pada
tubuhsetelah lahir, kadang disebut Primitif Neuro Ektoderma Tumor (PNET). Sering
terjadi pada anak-anak terutama anak laki-laki dan puncak berada pada 3 5 tahun.
Medulloblastoma cenderung metastasis relatif tinggi.7,8
2. Meningioma
Berasal dari meningen, bersifat jinak karena tumbuhnya sangat lambat dan sering
tumbuh sampai cukup besar baru memberikan gejala. Banyak terdapat pada wanita
antara 30 50 tahun.7
3. Schwannoma (neuroma akustikus)
Tumor jinak berasal dari sel Schwan, yangmenghasilkan myelin yang melindungi
saraf akustikus untuk pendengaran.7,8
4. Craniopharingioma
Tumor berasal dari kelenjar pituitary dekat hipotalamus, karena dapat menekan atau
merusak hipotalamus dan dapat menyebabkan gangguan fungsi vital tubuh.7
5. Germ Cell Tumor
Berasal dari sel primitif sel kelamin atau dari germ sel, sering disebut germinoma.7
6. Tumor Pineal
Terjadi disekitar kelenjar pineal, yaitu suatu organyang kecil di dekat pusat otak.
Tumbuh lambat (Pineositoma),dapat tumbuh cepat (Pineoblastoma). Daerah pineal
sulitdicapai dan sering tidak dapat diangkat.7
Tumor otak sekunder
Tumor yang tumbuh ketika kanker menyebar dari tempat lain ke otak dan menyebabkan
tumor otak. Tumor sekunder tidak sama dengan tumor otak primer, karena sel yang terdapat
pada tumor otak sekunder mirip dengan sel asal tumor metastasis tersebut yang abnormal.
20

Terapi tergantung pada asal tumor dan perluasan penyebaran tumor, umur, keadaan umum
pasien, respon terhadap pengobatan sebelumnya.7

Gambar 1.2 Tumor Otak Supratentorial dan Infratentorial.9


Tumor otak juga dapat dibagi atas tumor jinak dan tumor ganas. Pada tumor jinak (benign)
tidak didapati sel kanker, biasanya dapat diangkat dan tidak berulang, berbatas tegas, tidak
bersifat menginvasi ke jaringan sekitar tapi dapat menekan daerah yang sensitif dari otak dan
mengakibatkan gejala (Neuroma akustik, meningioma, adenoma pituitari, astrositoma grade
I). Pada tumor ganas (maligna) mengandung sel kanker, tumbuh dengan cepat dan
menginvasi ke jaringan sekitar otak ( astrositoma (gred II,III,IV), oligodendroglioma,
apendimoma).
Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat dilakukan berdasarkan grading :10

WHO grade I
Tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas pasca reseksi cukup baik.

WHO grade II
Tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis rendah, namun sering timbul rekurensi.
Jenis tertentu cenderung untuk bersifat progresif ke arah derajat keganasan yang lebih
tinggi.

WHO grade III


Gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan infiltrasi tinggi, dan terdapat anaplasia.

WHO grade IV
Mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya berhubungan dengan progresivitas
penyakit yang cepat pada pre/post operasi.

Manifestasi Klinis

21

Lesi desak ruang atau dalam hal ini tumor intrakranial berbeda dengan gangguan vaskuler
yang bersifat akut dan infeksi yang umumnya subakut. Pada tumor intrakranial, perjalanan
klinis umumnya bersifat kronis dan progresif.
Gejala yang timbul dapat bersifat umum akibat TIK yang meninggi, seperti nyeri kepala dan
muntah, penurunan kesadaran, kejang ataupun gejala fokal lainnya bergantung pada lokasi
tumor.
Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi dapat terjadi karena proses
desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yang merupakan ruang yang tertutup,
akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapat menimbulkan perdarahan setempat. Lagi pula
jaringan otak sendiri bereaksi dengan menimbulkan edema, yang berkembang karena
penekanan pada vena yang harus mengembalikan darah vena, terjadilah stasis yang cepat
disusul dengan edema. Dapat juga aliran likuor tersumbat oleh tumor sehingga tekanan
intrakranial cepat melonjak karena penimbunan likuor proksimal daripada tempat
penyumbatan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tumor di fosa kranii psoterior lebih
cepat menimbulkan gejala-gejala yang mencerminkan tekanan intrakranial yang meninggi.
Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif menimbulkan gangguan kesadaran dan
manifestasi disfungsi batang otak yang dinamakan
(a). Sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke lateral
(b) sindrom kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak
(c) herniasi serebelum di foramen magnum.
Gejala-gejala umum yang dapat terjadi akibat tekanan intrakranial yang meninggi :
Sakit kepala
Merupakan gejala umum yang dapat dirasakan pada setiap tahap tumor intrakranial.
Sifat sakit kepala itu nyeri berdenyut-denyut atau rasa penuh di kepala seolah-olah
kepala mau meledak. Nyerinya paling hebat pada pagi hari, karena selama tidur
malam PCO2 serebral meningkat, sehingga mengakibatkan peningkatan CBF dan
dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranial. Juga lonjakan tekanan
intrakranial sejenak karena batuk, mengejan dan berbangkis memperberat nyeri
kepala.3
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% dari
penderita. Lokalisasi nyeri yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya
sendiri. Tumor di fosa kranii posterior hampir semuanya menimbulkan sakit kepala
pada tahap dini, yang berlokasi di kuduk sampai daerah suboksipital. Sebaliknya
tumor supratentorial jarang menimbulkan sakit kepala di oksiput, kecuali bilamana
tumor supratentorial sudah berherniasi di tentorium.3
22

Muntah
Gejala muntah juga sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur. Hal ini
disebabkan oleh tekanan intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam,
pada mana PCO2 serebral meningkat. Sifat muntah penderita dengan tekanan
intrakranial yang meninggi adalah khas, yaitu proyektil atau muncrat dan tidak
didahului oleh mual. Mual dan muntah juga dapat timbul bersamaan. Mual dan
muntah mengindikasikam adanya peningkatan tekanan intrakranial atau yang lebih
jarang karena efek langsung dari tumor di chemoreceptor trigger one di batang otak.3
Kejang
Kejang fokal dapat merupakan manifestasi pertama tumor intrakranial pada 15% dari
para penderita. Meningioma pada konveksitas otak sering menimbulkan kejang fokal
sebagai gejala dini. Kejang umum dapat timbul sebagai manifestasi tekanan
intrakranial yang melonjak secara cepat, terutama sebagai manifestasi glioblastoma
multiforme. Kejang tonik yang sesuai dengan serangan rigiditas deserebrasi biasanya
timbul pada tumor di fosa kranii posterior dan secara tidak tepat dinamakan oleh para
ahli neurologi dahulu cerebellar fits.3
Gangguan mental
Tumor serebri dapat mengakibatkan demensia, apatia, gangguan watak dan
intelegensi, bahkan psikosis.3
Perasaan abnormal di kepala
Banyak penderita dengan tumor intrakranial merasakan berbagai macam perasaan
yang samar, seperti enteng di kepala, pusing atau tujuh keliling. Mungkin sekali
perasaan itu timbul sehubung dengan adanya tekanan intrakranial yang meninggi.
Karena samarnya, maka kebanyakan dari keluhan semacam itu tidak dihiraukan oleh
si pemeriksa dan seringkali dianggap sebagai keluhan fungsional.3
Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan fungsi
tempat yang didudukinya. Manifestasi semacam itu dinamakan tanda-tanda lokalisatorik yang
menyesatkan. Adapun tanda-tanda itu ialah:
a. Kelumpuhan saraf otak
Karena desakan tumor saraf otak dapat tertarik atau tertekan. Desakan itu tidak
usah langsung terhadap saraf otak. Suatu tumor di insula kanan dapat mendesak
batang otak ke kiri dan karena itu salah satu saraf otak sisi kiri dapat mengalami
gangguan. Saraf otak yang sering terkena secara tidak langsung pada tumor
intrakranial ialah saraf otak ke 3,4 dan 6. 3

23

b. Refleks patologik yang positif pada kedua sisi


Dapat ditemukan pada penderita dengan tumor di dalam salah satu hemisferium
saja. Fenomen ini dapat dijelaskan oleh adanya penggeseran mesensefalon ke sisi
kontralateral, sehingga pedunkulus serebri pada sisi kontralateral itu mengalami
kompresi dan refleks patologik di sisi tumor menjadi positif. Sedangkan refleks
patologik pada sisi kontralateral terhadap tumor adalah positif karena kerusakan
pada jaras kortikospinalis di tempat yang diduduki tumornya sendiri.3
c. Gangguan mental
Gangguan mental dapat timbul pada setiap penderita dengan tumor intrakranial
yang berlokasi di manapun.
d. Gangguan endokrin
Dapat juga timbul karena proses desak ruang di daerah hipofisis. Desakan dari
jauh dan penggeseran tumor tak langsung di ruang supratentorial dapat
menganggu juga fungsi hipofisis dan hipotalamus.3
e. Ensefalomalasia
Akibat kompresi arteri serebra; oleh suatu tumor dapat terjadi di daerah yang agak
jauh dari tempat tumor sendiri, sehingga gejala defisit yang timbul, misalnya
hemianopsia atau afasia, tidak dapat dianggap sebagai tanda lokalisatorik.3
Neoplasma serebral yang tumbuh di daerah fungsional yang khas membangkitkan defisit
serebral tertentu sebelum manifestasi hipertensi intrakranial menjadi nyata. Adapun defisit
serebral itu ialah monoparesis, hemiparesis, hemianopia, afasia, anosmia dan seterusnya. 3
Dalam hal tersebut, gejala dan tanda di atas mempunyai arti lokalisatorik. Apabila tekanan
intrakranial sudah cukup tinggi dan membangkitkan berbagai gejala dan tanda, maka
hemiparesis yang bangkit atau afasia yang baru muncul tidak mempunyai arti lokalisatorik.
Seringkali gejala atau tanda dini luput dihargai sebagai tanda lokalisatorik, karena proses
desak ruang belum cukup dipikirkan. Baru setelah manifestasi tekanan intrakranial yang
meninggi muncul, tanda atau gejala itu dikenal secara retrospektif sebagai tanda atau gejala
lokalisatorik.3
Tabel 2. Manifestasi Klinis.11,12
LOKASI TUMOR
Lobus frontalis

MANIFESTASI KLINIS
Kelemahan lengan

dan

tungkai

kontralateral
Apraksia, afasia
Refleks primitif
Perubahan kepribadian: disinhibisi,
24

abulia, kehilangan inisiatif, penurunan


tingkat
demensia,
Lobus temporalis

intelektual

(misalnya,

terutama

jika

korpus

kalosum terlibat)
Afasia sensorik (bila yang terkena
lobus temporalis dominan)
Kejang (umum atau parsial)
Afasia
Gangguan memori atau ingatan
Gangguan lapangan pandang (upper

Lobus parietalis

homonymous quadrantanopia)
Gangguan sensorik (lokalisasi sentuh,
diskriminasi dua titik, gerakan pasif,
astereognosis) kontralateral
Gangguan lapangan pandang (lower
homonymous quadrantanopia)
Jika tumor pada lobus parietalis
hemisfer

dominan,

dapat

terjadi

kebingungan cara membedakan kanan


dan kiri, agnosia jari, akalkulia, dan
agrafia
Jika tumor pada lobus parietalis
hemisfer yang nondominan, dapat
Lobus oksipitalis

terjadi apraksia
Gangguan
lapangan

Korpus kalosum
Hipotalamus/Hipofisis
Batang otak

(hemianopsia homonim)
Sindrom diskoneksi
Gangguan endokrin
Penurunan kesadaran

pandang

Tremor
Hemiplegia, paresis
Kelainan gerakan bola mata
Abnormalitas pupil
Vertigo
Serebelum

Muntah, cegukan [medula]


Ataksia berjalan
25

Tremor intensional
Dismetria
Disartria
Nistagmus
Tanda-tanda diagnostik fisik pada tumor intrakranial dapat berupa papile edema, hidrosefalus,
bradikardi, peningkatan tekanan darah sistemik, pernafasan cheynes stokes dan destruksi
tulang kranial. Papil edema dapat timbul pada tekanan intrakranial yang meninggi atau akibat
penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara langsung. Papiledema tidak usah
mempunyai hubungan dengan lamanya tekanan intrakranial yang meninggi. Bilamana
tekanan intrakranial melonjak secara cepat, maka papil edemanya memperlihatkan kongesti
venosa yang jelas, dengan papil yang berwarna merah tua dan perdarahan-perdarahan di
sekitarnya.3
Pada anak-anak tekanan intrakranial yang meningkat dapat memperbesar ukuran kepala
dengan terenggangnya sutura. Pada perkusi terdengar bunyi kendi yang rengat. Dan pada
adanya tumor jaringan vaskular atau malformasi vaskular, auskultasi kepala dapat
menghasilkan terdengarnya bising.3
Hipertensi intrakranial mengakibatkan iskemia dan gangguan kepada pusat-pusat
vasomotorik serebral, sehingga menimbulkan bradikardia dan tekanan darah sistemik yang
meningkat secara progresif. Fenomen tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensatorik untuk menanggulagi keadaan iskemia.3
Irama dan frekuensi pernapasan berubah akibat melonjaknya tekanan intrakranial. Kompresi
batang otak dari luar mempercepat peranpasan yang diseling oleh pernafasan jenis CheyneStokes. Kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak menimbulkan penapasan yang
lambat namun dalam.3
Bagian-bagian tulang tengkorak dapat mengakami destruksi atau rangsangan, karena adanya
suatu tumor yang berdekatan dengan tulang tengkorak.Penipisan tulang biasanya disebabkan
oleh meningioma yang bulat, sedangkan penebalan atau eksostosis merupakan hasil
rangsangan yang dilakukan oleh meningioma yang gepeng. Lantai dari dorsum sela tursika
dapat menggembung, hilang atau rusak karena ekspansi adenoma hipofisis, tumor di sekitar
sela tursika ataupun karena hiperetnsi intrakranial. Kira-kira 10% dari tumor serebri
memperlihatkan perkapuran pada foto rontgen biasa.3
Pemeriksaan Penunjang1,13
1. Foto polos tengkorak/rontgen kepala
2. Neurofisiologi : EEG, BAEP
26

3. CT scanning/MRI kepala +kontras untuk konfirmasi adanya tumor dan lokasi tumor.
MRI lebih sensitif untuk mendeteksi adanya tumor metastasis berukuran kecil. Pada
pencitraan, penting untuk menentukan apakah benar tumor, atau menunjukkan
gambaran abses ataupun stroke.
4. MRS (Magnetic Resonance Spectroscopy) dengan tujuan untuk memperkirakan jenis
massa atau tumor yaitu dengan menguraikan komponen yang terdapat di dalam
massa.
5. Biopsi jaringan tumor, untuk menentukan jenis tumor
6. Foto Rontgen dada, mammografi, dan pemeriksaan lain untuk mencari fokus primer
dari tumor metastasis di ruang intrakranial
Kriteria Diagnosis1
1. Gejala tekanan intrakranial yang meningkat:
Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesik
Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
Papil edema (choked disc)
Kesadaran menurun/berubah
2. Gejala fokal
True location sign
False location sign
Neighbouring sign
3. Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya
4. Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang menunjukkan adanya massa (SOL)
Diagnosa banding
Abses serebri
Hematoma subdural
Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada tipe dan tempat tumor dan kondisi pasien. Beberapa tumor jinak,
terutama meningiomas ditemukan secara kebetulan sewaktu brain imaging untuk tujuan lain.
Untuk tumor simptomatik, pembuangan bedah secara lengkap dapat dilakukan jika tumor
bersifat ekstra-aksial atau ia tidak berada di daerah otak yang kritis. Pembedahan juga dapat
menunjang diagnosis dan dapat membantu dalam menurunkan tekanan intrakranial dan
melegakan simptom walaupun neoplasm tidak dikeluarkan selengkapnya. Defisit klinis
27

kadang disebabkan oleh hidrosefalus obstruktif, di mana prosedur simple surgical shunting
memberikan perbaikan dramatis. Pada pasien dengan glioma ganas, terapi radiasi
meningkatkan kadar survival tidak mengira prosedur dan kombinasi dengan kemoterapi
memberikan tambahan. Indikasi untuk irradiasi dalam pengobatan pasien dengan neoplasma
intrakranial primer lain tergantung kepada tipe dan aksesibilitas tumor. Temozolomide adalah
obat chemotherapy oral dan intravenous untuk glioma, dan terdapat peningkatan kegunaan
antibodi monoklonal sebagai komponen terapi. Kortikosteroid dapat membantu dalam
menurunkan edema serebral dan seringkali bermula sebelum pembedahan. Pada pasien
dengan tumor otak, dexametasone 4 mg per 6 jam dan manitol 0,5-1 mg/kgBB dapat
diberikan. Antikonvulsan seringkali diberikan dalam dosis standar tetapi tidak diindikasikan
untuk profilaksis dalam pasien tanpa riwayat kejang. Gangguan neurokognitif jangka lama
dapat memberikan komplikasi pada terapi radiasi. Untk pasien dengan penyakit yang
memburuk dengan berjalannya pengobatan, terapi paliatif adalah penting.5
Pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan pasien yang memerlukan biopsi,
pengobatan bedah atau prosedur shunting perlu untuk dirawat.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini adalah edema serebri serta herniasi.
Prognosis
Rata-rata masa harapan hidup pasien dengan terapi yang adekuat dikatakan kurang lebih
hanya enam bulan. Beberapa data mengatakan 15-30% pasien dapat hidup selama satu tahun,
5-10% dapat bertahan dalam dua tahun setelah terapi diberikan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis pada kasus metastasis tumor intrakranial:
1. Lokasi dan jumlah metastasis tumor
2. Tingkat dan tipe tumor primernya
3. Ada atau tidaknya metastasis ke organ tubuh lain
4. Usia pasien
5. Jumlah metastasis tumor yang dapat diangkat oleh dokter bedah saraf
ABSES OTAK
Abses otak adalah penumpukan material piogenik yang terlokalisir di dalam/di antara
parenkim otak.1 Infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisir pada satu atau
lebih area di dalam otak.10
Faktor risiko abses otak adalah :10
28

1. Tanpa faktor/sumber yang diketahui (21%)


2. Didahului infeksi lokal (sinusitis dan mastoiditis) (19%)
3. Berasal dari jantung (penyakit jantung sianotik kongenital) (18%)
4. Pascaoperasi intrakranial (17%)
5. Pascatrauma intrakranial (9%)
6. Bersumber dari paru (7%)
7. Pada penderita imunosupresi (HIV, transplantasi) (5%)
Stadium abses otak terbagi atas :
- Early Cerebritis
Reaksi radang lokal dengan infiltrasi PMN, edema di sekitar otak
- Late Cerebritis
Daerah pusat nekrosis membesar dan terbentuk nanah, fibroblas membentuk
-

retikulum yang menjadi kapsul kolagen


Early Capsule Formation
Pusat nekrosis mengecil, lapisan fibroblas membentuk anyaman retikulum yang

mengelilingi pusat nekrosis


Late Capsule Formation
Perkembangan lengkap abses, kapsul kolagen tebal

Etiologi
Mikroorganisme dapat mencapai parenkim otak melalui :1,12

Hematogen : dari suatu tempat infeksi yang jauh


Perluasan di sekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media
Trauma tembus kepala/operasi otak
Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik
20% kasus tidak diketahui sumber infeksinya.

Pada awalnya terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak (infiltrat leukosit, edema,
perlunakan dan kongesti) kadang disertai bintik-bintik perdarahan. Setelah beberapa hariminggu timbul nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk rongga abes.
Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik sehingga terbentuk abses
yang tidak berbatas tegas. Selanjutnya terjadi fibrosis yang progresif sehingga terbentuk
kapsul dengan dinding yang konsenstris
Tabel 7. Sumber infeksi, lokasi abses, dan patogen utama.12
No.
Sumber Infeksi
1.
Sinus Paranasal

Lokasi Abses
Lobus Frontalis

Patogen Utama
Streptococci, Staphylococcus aureus,

2.

Lobus temporal,

Haemophilus sp, Bacteroides sp


Streptococci, Bacteroides sp,

serebelum

Enterobacterial (Proteus Sp),

Infeksi otogenik

Pseudomonas sp, Haemophilus sp.


29

3.
4.

5.

6.

7.

Infeksi odontogenik
Endokarditis Bakterial

Lobus frontal

Sterptococci, Staphilococci,

Biasanya abses

Bacteroides, Actinobacilus sp
Staphylococcus aureus,

multiple, bisa di

Streptococcus viridans

lobus mana saja


Infeksi pulmonal (abses, Biasanya abses

Streptococci, Staphilococci,

empiem, bronkiektasis)

multipel, bisa di

Bacteroides, Actinobacilus sp

Shunt kanan ke kiri

lobus mana saja


Biasanya abses

Streptococci, Staphilococci,

(penyakit jantung

multipel, lobus mana

Peptostreptococcus sp.

sianotik, AVM paru)


Trauma penetrasi atau

saja dapat terkena


Tergantung lokasi

Staphylococcus aureus,

pascaoperasi

Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus, Enterobacter,

8.

9.

Pasien dengan

Sering abses

Clostridium sp.
Aspergilus sp, Peptostreptococcus

imunosupresi

multipel, berbagai

sp, Bacteroides sp, Haemophilus sp,

Pasien AIDS

lobus dapat terkena


Sering abses

Staphylococcus
Toxoplasma gondii, Criptococcus

multipel, berbagai

neoforman, Listeria, Mycobacterium

lobus dapat terkena

sp, Candida, Aspergilus

Manifestasi Klinis
Trias abses otak klasik adalah: peningkatan tekanan intrakranial (TIK), defisit neurologis
fokal, dan demam. Gejala awal peningkatan TIK berupa nyeri kepala, mual, dan muntah.
Gejala lainnya adalah mengantuk dan bingung: kejang umum atau fokal; dan defisit fokal
motorik (hemiparesis), sensorik (hemihipestesia) dan kemampuan bicara. Demam dan
leukositosis tidak selalu ada.10
1. Abses lobus frontalis: nyeri kepala, mengantuk, inatensi dan gangguan fungsi mental
umum. Hemiparesis kontralateral disertai kejang motorik dan kelainan wicara (lesi di
hemisfer dominan) adalah tanda neurologis yang sering dijumpai. Dapat dijumpai
anosmia unilateral dan eksoftalmus ringan.
2. Abses lobus frontoparietalis atau lobus temporalis: gangguan fungsi luhur (inatensi
atau disfasi) disertai gangguan lapangan pandang.
3. Abses lobus temporalis: nyeri kepala awalnya di sisi yang sama dengan abses dan
terlokalisasi di regio frontrotemporalis. Jika abses terdapat di lobus temporalis
dominan, akan timbul afasia anomik (kesulitan menamai sesuatu). Tanda khas abses
30

lobus temporalis kanan adalah kuadrantanopia homonim atas. Defisit motorik ata
sensorik ekstremitas kontralateral biasanya minimal, walaupun dapat diamati adanya
kelemahan wajah bagian bawah dan lidah.
4. Abses lobus oksipitalis: hemianopia homonim, inatensi, mengantuk, dan stupor
5. Abses serebelar: sering ditemukan nistagmus dengan arah deviasi konjugat ke arah
lesi. Motorik ekstremitas perlahan menjadi hipotoni, dan terjadi inkoordinasi
ipsilateral disertai ketidakmampuan melakukan gerakan-gerakan tangkas. Gejala
lainnya berupa kaku tengkuk, nyeri kepala, dan retraksi kepala ke arah lesi. Tanda
defisit serebelar menandakan tingkat keparahan kasus.
6. Abses batang otak: menyebabkan kelumpuhan saraf-saraf kranialis
Kriteria Diagnosis12
1. Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK. Khas bila
terdapat trias: gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal
2. Darah rutin : 50-60% didapati leukositosis 10.000-20.000/ul dan 70-95% LED
meningkat. LP : bila tidak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
3. Radiologi: Foto polos kepala biasanya normal, CT-Scan kepala tanpa kontras dan
pakai kontras bila abses berdiameter > 10 mm, Angiografi
Penatalaksanaan
Penanganan abses serebri harus dilaukan segera, meliputi penggunaan antibiotika yang
sesuai, tindakan bedah (drainase atau eksisi), atasi edema serebri dan pengobatan infeksi
primer lokal.
Secara umum pemilihan rejimen antibiotika empirik sebagai pengobatan first line abses
serebri didasarkan atas sumber infeksi:12

Perluasan lansung dari sinus, gigi, telinga tengah: Penicilin G + Metronidazole


+sefalosporin gen III

Penyebaran via hematogen atau trauma penetrasi kepala: Nafcilin + Metronidazole +


sefalosporin gen III

Post operasi : Vancomisin (untuk MRSA) + Seftasidim atau sefepim (Pseudomonas)

Tidak dijumpai faktor predisposisi : Metronidazole +vancomisin + sefalosporin gen


III
Tabel 8. Jenis dan Dosis Antibiotik yang Lazim Diberikan pada Abses Serebri.12

Nama obat
Ceftriaxone

Dewasa
Anak
1-2 2 g IV 2 X 100

Keterangan
Sefalosporin gen III, aktif gram (-)
31

Cefepime

(max 4 g)
2-3 X 2g

mg/kgBB/hr
3X50 mg/kgBB

kurang aktif gram (+)


Sefalosporin gen IV, aktif gram (-) dan

Meropenem
Cefotaxim

3 X 1-2 g
3-4 X 2 g

3 X40 mg/kgBB
3 X 200

(+), pseudomonas
Carbapenem, efektif gram (+) gram (-)
Idem ceftriaxon

mg/kgBB/hr
30 mg/kgBB/hr
4 X500-900 U
4X60

Bakteri anaerob dan protooa


Anaerob dan streptococcus
MRSA, gram (+), septikemia

Metronidazole 4X500 mg
Penisilin G
4 X 6 juta U
Vancomisin
2X1g

mg/kgBB/hr
Tindakan bedah drainase atau eksisi pada abses serebri diindikasikan untuk:

Lesi dengan diameter > 2,5 cm

Terdapat efek masa yang signifikan

Lesi dekat dengan dengan ventrikel

Kondisi neurologi memburuk

Setelah terapi 2 minggu abses membesar atau setelah 4 minggu ukuran abses tak
mengecil

Terapi medikamentosa tanpa tindakan operatif dipertimbangkan pada kondisi seperti:

Abses tunggal, ukuran kurang dari 2 cm

Abses multipel atau yang lokasinya sulit dijangkau

Keadaan kritis, pada stadium akhir

Pengobatan abses serebri biasanya merupakan kombinasi antara pembedahan dan


medikamentosa untuk eradikasi organisme invasif. Lama pengobatan antibiotika tergantung
pada kondisi klinis pasien, namun biasanya diberikan intravena selama 6-8 minggu dilanjut
dengan per oral 4-8 minggu untuk cegah relap. CT scan kepala ulang dilakukan untuk melihat
respon terapi.7
Kortikosteroid penggunaannya masih kontroversial. Efek anti inflamasi steroid dapat
menurunkan edema serebri dan TIK namun steroid juga menyebabkan penurunan penetrasi
antibiotika dan memperlambat pembetukan kapsul. Mereka yang menggunakan steroid
terutama untuk indikasi edema serebri masif yang mengancam terjadinya herniasi. 8
Komplikasi
Abses serebri jarang (<12%) sebagai komplikasi meningitis bakterial, dan hanya 3% akibat
infeksi endokarditis.
Komplikasi abses serebri terbanyak berupa: 12
32

Herniasi unkal atau tonsilar akibat kenaikan TIK

Abses ruptur ke dalam ventrikel atau lapisan subarachnoid

Sekuele neurologis jangka lama seperti hemiparesis, kejang yang mencapai 50%

Abses berulang

Kejang, perlu diberikan terapi profilaksis kadang dalam periode lama

Prognosis
Dengan penatalaksanaan yang baik, mayoritas pasien abses otak dapat disembuhkan.
Prognosisnya lebih baik pada usia muda, pada kasus yang tidak disertai defisit neurologis
berat, tidak terjadi perburukan gejala pada awal terapi, dan tidak ada faktor komorbid.
Beberapa faktor yang memperburuk prognosis bila dijumpai: 12

Tanda herniasi pada awal penyakit (mortalitas >50%)

Perluasan lesi pada pemeriksaan radiologi

Tindakan bedah terlambat

Abses nokardia (mortalitas 3X dibanding abses bakteri, fatalitas > 50% pada
imunokompromis)

PERDARAHAN INTRAKRANIAL
Hematoma epidural adalah perdarahan yang terjadi diantara tabula interna-duramater
disebabkan pecahnya a. meningea media atau sinus venosus.
Tanda Diagnostik Klinik:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Lucid interval (+)


Kesadaran makin menurun
Late Hemiparese kontralateral lesi
Pupil anisokor
Babinsky (+) kontralateral lesi
Fraktur di daerah temporal
CT Scan otak : gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan dura,
umumnya di daerah temporal, dan tampak bikonveks.

Pembuluh darah yang berada di bawah fraktur tulang tengkorak bisa ikut terluka sehingga
menimbulkan perdarahan. Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah bisa pecah juga
karena gaya kompresi yang timbul akibat dampak. Lebih-lebih jika tidak terdapat fraktur
tengkorak, perdarahan epidural akan cepat menimbukan gejala-gejala. Sesuai dengan sifat
dari tengkorak yang merupakan kotak tertutup, maka perdarahan epidural tanpa fraktur,
menyebabkan tekanan intrakranial yang akan cepat meningkat. Jika ada fraktur, maka darah
33

bisa keluar dan membentuk hematom subperiostal (sefalhematom) dan sifat tengkorak
bagaikan kotak tertutup sudah tidak berlaku lagi. Juga tergantung pada arteri atau vena yang
pecah maka penimbunan darah ekstravasal bisa terjadi secara cepat atau perlahan-lahan. Pada
perdarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur linear atau stelata,
manifestasi neurologik akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis. Gejala-gejala yang
timbul akibat perdarahan epidural menyusun sindrom kompresi serebral traumatik akut.
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran yang menurun secara progresif. Pupil pada sisi
perdarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian menjadi lebar dan tidak bereaksi terhadap
penyinaran cahaya. Inilah tanda bahwa herniasi tentorial sudah menjadi kenyataan. Gejalagejala respirasi yang biasa timbul berikutnya, mencerminkan tahap-tahap disfungsi
rostrokaudal batang otak. Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai
hemiparesis atau seranngan epilepsi fokal. Hanya dekompresi bisa menyelamatkan keadaan.2
Hematoma subdural adalah pendarahan yang terjadi di antara duramater-arakhnoid, akibat
robeknya bridging vein (vena jembatan). Penunjang diagnostik pada CT Scan otak terdapat
gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan araknoid, umumnya karena robekan
dari bridging vein, dan tampak seperti bulan sabit.13,14
Jenis hematoma subdural :
1. Akut

Interval Lucid 0-5 hari

2. Subakut

Interval Lucid 5 hari-beberapa minggu

3. Kronik

Interval Lucid > 3 bulan

Pendarahan subdural sering disebabkan oleh trauma kapitis walaupun traumanya mungkin
tidak berarti (trauma pada orang tua) sehingga tidak terungkap oleh anamnesis. Perdarahan
subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas hemisferium dan sebagian di
daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging vein. Karena perdarahan subdural sering
disebabkan oleh perdarahan vena, maka darah yang terkumpul berjumlah hanya 100 sampai
200 cc saja. Perdarahan vena biasanya berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah 5
sampai 7 hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10
sampai 20 hari. Daerah yang diserap meninggalkan jaringan yang kaya dengan pembuluh
darah

sehingga

bisa

muncul

perdarahan-perdarahan

kecil,

yang

menimbullkan

hiperosmolalitas hematom subdural dan dengan demikian bisa terulang lagi timbulnya
perdarahan kecil-kecil dan pembentukan suatu kantong subdural yang penuh dengan cairan
dan sisa darah (higroma).2
Keluhan bisa timbul langsung setelah hematom subdural terjadi atau jauh setelah mengidap
trauma kapitis. Masa tanpa keluhan itu dinamakan latent interval dan bisa berlangsung
berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan adakalanya juga bisa lebih dari 2 tahun. Namun
34

demikian, latent interval itu bukannya berarti bahwa si penderita sama sekali bebas dari
keluhan. Sebenarnya dalam latent interval kebanyakan penderita hematoma subdural
mengeluh tentang sakit kepala atau pening, seperti umumnya penderita kontusio serebri juga
mengeluh setelah mengidap trauma kapitis. Tetapi apabila di samping itu timbul gejala-gejala
yang mencerminkan adanya proses desak ruang intrakranial, baru pada saat itulah terhitung
mula tibanya manifestasi hematom subdural. Gejala-gejala tersebut bisa berupa kesadaran
yang makin menurun, organic brain syndrome, hemiparesis ringan, hemihipestesia,
adakalanya epilepsi fokal dengan adanya tanda-tanda papiledema.2
Pendarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya meningeal sign (+), nyeri kepala, dapat
ditemukan adanya gangguan kesadaran, dan pada pemeriksaan penunjang diagnostik CT Scan
ditemukan adanya gambaran hiperdens di ruang subarachnoid.
Pendarahan intraserebral adalah perdarahan parenkim otak, disebabkan karena pecahnya
arteri intraserebral mono atau multiple.13
Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa
perdarahan kecil-kecil saja. Perdarahan semacam itu sering terdapat di lobus temporalis dan
frontalis. Yang tersebut belakangan berkorelasi dengan dampak pada oksiput dan yang
pertama berasosiasi dengan tamparan dari samping. Kebanyakan dari perdarahan intra lobus
temporalis justru ditemukan pada sisi dampak.2
Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan
direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan
manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.2
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Pada kondisi normal, batas tekanan intrakranial ialah 0 10mmHg, namun dapat meningkat
apabila kita batuk dan mengedan. Monitoring dapat dilakukan dengan menggunakan kateter
ventrikel. Apabila terdapat suatu massa yang berkembang, ini akan menyebabkan
peningkatan TIK. Peningkatan TIK ini akan diikuti oleh penurunan aliran darah cerebri.15
Tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat meliputi: sakit kepala hebat, muntah proyektil,
penurunan kesadaran, papil edema (sembab papil), dan cushing phenomenon (bradikardia
dengan tekanan darah tinggi).
Penyebab peningkatan tekanan intrakranial diantaranya adalah tumor primer atau metastasis;
pendarahan intrakranial, hematoma subdural, abses otak, dan hidrosefalus akut.
Apabila massa intracranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan
serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan
tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari
35

cranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung cranial dapat
mengakomodasi peningkatan volume intracranial hanya pada satu titik. Ketika compliance
otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk
mengurangi tekanan pun dimulai.
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume darah
diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang,
gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolism otak, sering mengarah
pada hipoksia jaringan otak dan iskemia.
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi
tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses
ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang otak.15
EDEMA CEREBRI
Edema cerebri adalah keadaan patologis dimana terjadi akumulasi cairan didalam jaringan
otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler
(lebih banyak di daerah substansea grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba)
yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.14
Na+-K+-ATPase adalah membran protein tinggi yang disajikan dalam hampir semua sel
organisme tingkat tinggi. Diperkirakan bahwa sekitar 25% dari seluruh sitoplasma ATP
dihidrolisis oleh pompa natrium dalam tubuh manusia. Pada sel saraf, sekitar 70% dari ATP
dikonsumsi untuk bahan bakar pompa natrium.
Na, K-pompa atau Na / K-ATPase secara aktif mengangkut ion Na dan K melintasi membran
sel untuk membangun dan mempertahankan gradien transmembran karakteristik ion Na dan
K. Ini mendasari fungsi dasarnya semua fisiologi sel.
Bila aliran darah jaringan otak tersumbat maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran
potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang extra selular, sementara ion Na dan Ca
berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga
terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversible.
Segera setelah terjadi iskemia timbul edema serebral akibat dari osmosis sel cairan berpindah
dari ruang ekstraseluler bersama dengan kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti
dengan pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam
ruang ekstra seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi
bengkak.

36

Edema cerebri dapat berlaku akibat daripada kerusakan jaringan otak diakibatkan oleh lesi
intrakranial seperti tumor, abses, atau bisa juga karena trauma dan keadaan iskemik.14,15
Edema vasogenik terjadi akibat kerusakan pembuluh darah. Protein dan cairan akan keluar
dan merembes ke jaringan interstitial.14,15
Edema cytotoxic terjadi akibat akumulasi cairan didalam sel otak sendiri. Akumulasi ini
berakibat daripada gangguan metabolic sel dan toksik. Pada kondisi iskemik, akan berlaku
akumulasi Na+ dan Ca2+ didalam sel, menarik cairan masuk.14,15
Edema interstitial terjadi apabila LCS dipaksa keluar daripada alirannya, akibat peningkatan
tekanan hidrostatik, contoh pada hidrosefalus obstruktif.14,15

Gambar 3. Edema Vasogenik dan Edema Sitotoksik.16


HERNIASI OTAK
Peningkatan awal TIK akan memberikan beberapa gejala dan tanda, tetapi tidak
menyebabkan kerusakan neuron, dengan syarat aliran darah cerebri masih mencukupi.
Namun, kerusakan dapat berlaku akibat daripada pergeseran otak, disebut herniasi.
Tipe-tipe Herniasi:14,15
o

Herniasi tentorial lateral, juga disebut herniasi uncal. Bagian daripada lobus
temporalis menuruni hiatus tentorium. Manifestasi klinis pada herniasti
tentorial sentral adalah oklusi arteri cerebri posterior menyebabkan
hemianopia

homonym,

penekanan

pada

formasio

retikularis

akan

menyebabkan penurunan kesadaran., penekanan pada pedunculus cerebri


(Kernohans notch) dapat menyebabkan kelemahan pada ekstremitas
ipsilateral (false localizing sign), dan penekanan pada nervus III dapat
menyebabkan dilatasi pupil dan reflex cahaya negatif.15
o

Herniasi tentorial sentral. Bagian daripada mesensefalon dan diencephalon


akan menuruni hiatus tentorium. Kerusakan struktuk dan robekan pembuluh
darah dapat berlaku. Manifestasi klini pada herniasi tentorial sentral adalah

37

gangguan pergerakan mata akibat kompres colliculus superior, penurunan


kesadaran akibat kerusakan di mesensefalon dan diensefalon, diabetes
insipidus akibat kerusakan di pituitary dan hipotalamus15
o

Herniani subfalcine. Berlaku pada SOL unilateral. Jarang memberikan gejala.

Herniasi tonsillar. Herniasi tonsila cerebellaris melalui foramen magnum atau


hiatus tentorium yang akan menyebabkan disfungsi batang otak. Manifestasi
klinis berupa neck stiffnes, head tilt, penurunan kesadaran dan gangguan
pernafasan hingga gagal nafas15
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan
diketahui bahwa pasien adalah seorang wanita berusia 39 tahun datang dengan keluhan
kejang umum tonik-klonik yang berulang yaitu pada jam 11 malam dan jam 2 pagi sejak 3
hari SMRS. Kejang sudah pernah dirasakan OS dua kali sebelumnya yaitu pada saat sebulan
dan dua bulan SMRS. OS juga mengeluhkan tangan dan kaki kiri yang lebih lemah dari pada
tubuh bagian kanan namun masih dapat bergerak dan mengikuti perintah. Kelemahan pada
bagian tubuh yaitu tangan dan kaki kiri dirasakan bersamaan setelah kejang yang kedua kali
pada jam 2 malam. Sejak tiga bulan SMRS OS mengatakan pandangan mata kiri OS yang
menurun yaitu seperti melihat gambaran berbayang dan buram serta OS mengalami pusing
atau berputar setiap kali selesai melakukan aktivitas berat atau saat OS merasa lelah.
Pada pemeriksaan fisik didapati adanya hemiparese sinistra, paresis N. VII sinistra sentral,
dan hemianopia nasal sinistra. Pada pemeriksaan penunjang baik CT Scan dan MRI
ditemukan adanya massa di medial sphenoid rigde kiri dan edema cerebri serta midline shift
ke kanan.
Pada kasus ini pasien dapat memenuhi kriteria tumor intrakranial yaitu meliputi:
Kejang
Gejala peningkatan TIK
Nyeri kepala berputar yang hilang timbul terutama saat lelah
Defisit Neurologis
Parese N VII sinistra sentral

38

Gangguan lapang pandang yaitu hemianopsia sinistra


Hemiparese sinistra
Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya dan trauma kepala
Pada pemeriksaan CT Scan memperlihatkan adanya lesi isodens bentuk bulat
batas tegas yang menyangat homogen pasca kontras di medial sphenoid ridge
kiri disertai finger like edema luas dan midline shift ke kanan.
Pada pemeriksaan MRI kepala memperlihatkan tumor basis kranium sangat
mungkin meningioma sphenoid rigde kiri
Pusing berputar yang dialami pasien sehabis melakukan kerja berat atau sehabis mengangkat
barang diduga merupakan suatu manifestasi klinis dari peningkatan tekanan intrakranial
akibat adanya massa intrakranial.
Gejala atau defisit neurologis yang dialami pasien yaitu adanya hemiparese sinistra, parese N.
VII sinistra sentral serta adanya hemianopia nasal sinistra tidak sesuai dengan adanya
gambaran massa di bagian sebelah kiri otak hingga dapat diduga bahwa gejala atau defisit
neurologis yang termanifestasikan pada pasien merupakan akibat dari adanya edema serebri.
Pada kasus ini edema cerebri yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak disebabkan oleh
desakan lesi intrakranial yaitu neoplasma ke arah berlawanan sehingga menghasilkan gejala
atau defisit neurologis yang tidak sesuai dengan letak massa (false location sign). Edema
cerebri tergolong sitotoksik (edema kering) sehingga terdapat akumulasi cairan didalam sel
otak sendiri yang disebabkan gangguan metabolik sel otak dan pembesaran tumor itu sendiri.
Pasien memiliki riwayat pemakaian KB hormonal yaitu KB pil selama 5 tahun dan KB suntik
selama 3 tahun. Hal ini juga menjadi salah satu pertimbangan diagnosis meningioma dimana
meningioma sering disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan hormonal.
Pada kasus ini sesuai dengan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan yaitu CT Scan dan
MRI penyebab SOL diduga adalah neoplasma dan termasuk tumor jinak yaitu meningioma.
Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu terlebih dahulu berupaya untuk mengatasi edema
serebri yang terjadi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan pemberian loading dose
deksametason 12 mg diikuti dengan pemberian deksametason 4 mg empat kali sehari baik
peroral atau injeksi. Tekanan intrakranial juga dapat diturunkan dengan pemberian IV bolus
manitol 20% sebanyak 10 ml selama 15 menit. Pemberian deksametason dapat bersamaan
dengan pemberian manitol, namun perlu diingat bahwa pemberian manitol berulang-ulang
memiliki efek samping yaitu dalam tekanan darah dan nekrosis tubular akut.
Pemberian obat anti kejang (OAE) yaitu fenitoin sebanyak

3x1 tablet serta racikan

(parasetamol 350 mg + klobazam 10 mg) sebanyak 3x1 tablet juga diberikan dengan tujuan

39

untuk mencegah terjadinya kejang pada pasien. Pada pasien juga diberikan mucosta dan
ranitidin untuk mengatasi efek samping dari deksametason yang sering terjadi yaitu nyeri ulu
hati. Penatalaksaan lanjutan adalah pemeriksaan penunjang MRS atau biopsi tumor otak
sebaiknya dilakukan pada pasien untuk dapat mengetahui dengan jelas jenis tumor atau massa
yang dialami pasien serta pertimbangan tindakan pengangkatan massa tersebut (melalui rute
transphenoidal).
Prognosis pada pasien baik ad vitam, ad sanationam, dan ad functionam adalah dubia ad
bonam. Hal ini karena SOL pada pasien diperkirakan adalah massa yang jinak sehingga tidak
ada metatastasis ke jaringan tubuh lainnya serta adanya perbaikan gejala klinis pada pasien.

40

DAFTAR PUSTAKA
1.

Misbach J, Hamid AB, Maya A, et all. Buku pedoman standar pelayanan medis dan
standar prosedur operasional Neurologi. 2006. Jakarta: PERDOSSI: 75-6.

2.

Space occupyng lession. Diunduh dari http://macrofag.blogspot.com/2013/06/spaceoccupying-lesion-sol.html, 15 Agustus 2015

3.

Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2013: 390-6.

4.

Hauser SL. Harrisons Neurology in clinical medicine. 2th edition. USA: Mc-GrawHill;
2012. p 408-9.

5.

Tabel insidensi tumor otak. Diunduh dari http://www.medwelljournals.com/fulltext/?


doi=rjbsci.2009.647.650 , 15 Agustus 2015

6.

Ferri FF. Ferris clinical advisor. USA: Elsevier;2012. p.167-8.

7.

Department of neurological surgery, university of pittsburgh, types of brain tumors,


diunduh dari http://pre.neurosurgery.pitt.edu/centers-excellence/neurosurgicaloncology/brain-and-brain-tumors/types-brain-tumors, 15 Agustus 2015

8.

Baehr M, Frotscher M, Diagnosis Topik Neurologi DUUS, edisi 4, gangguan serebelum,


Jakarta : EGC, 2010: 228-9

9.

Webmd, Classification of brain cancer, diunduh dari


http://www.webmd.com/cancer/brain-cancer/tc/brain-tumors-adult-treatment-healthprofessional-information-nci-pdq-classification, 15 Agustus 2015

10.

Dewanto G. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta: EGC;
2009.h.164-170

11.

Brust JCM, ed. Current diagnosis and treatment in neurology. 2nd ed. USA:Mc-Graw
Hill;2012. p. 149-64

12.

Sudewi R, Sugianto P, Ritarwan J. Infeksi pada system saraf. Surabaya: Airlangga


University Press 2011:21-7

13.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Konsensus Nasional


Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI; 2006: 9-18.

14.

Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, et all. Ilmu bedah saraf. Edisi ke-4. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama;2010. h. 160-5

15.

Ginsberg L. Lecture Notes: Neurology. 8th edition. Jakarta:Erlangga:2007. h. 113-116

16.

Edema vasogenik dan sitotoksik. Diunduh dari:


https://fadelmuhammad.files.wordpress.com/2010/01/fm-garishah-fisiologi-terapandalam-bedah-saraf.pdf, 15 Agustus 2015

41

Anda mungkin juga menyukai