Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit
1. Defenisi Rumah Sakit
Menurut World Health Organization (WHO) rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi kesehatan dan sosial dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), pencegahan (preventif), penyembuhan
(kuratif) kepada masyarakat dan pelayanan rawat jalan yang diberikan
terjangkau oleh masyarakat, juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan
dan pusat penelitian biomedis.
Rumah

sakit

adalah

institusi

pelayanan

kesehatan

yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang


menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU No.
44, 2009)
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
perorangan adalah setiap kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah,
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan. Tenaga kesehatan
rumah sakit meliputi tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian,
dan tenaga manajeman rumah sakit (UU No. 44, 2009)

Menurut UU No. 44, 2009 rumah sakit mempunyai beberapa fungsi


yaitu sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Penapisan
teknologi yang dimaksudkan dalam rangka perlindungan terhadap
keamanan dan keselamatan pasien.
3. Jenis Rumah Sakit
Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan :
a. Jenis pelayanan
Menurut UU No. 44, 2009 berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam :
1) Rumah Sakit Umum
Rumah sakit yang memberi pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit.
2) Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.
5

b.

Pengelolaan
Menurut UU No. 44, 2009 berdasarkan pengelolaannya rumah
sakit dapat dibagi menjadi :
1) Rumah Sakit Publik
Rumah sakit yang dapat dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
2) Rumah Sakit Private
Rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan

tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.


4. Klasifikasi Rumah Sakit
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus
diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah
sakit (UU No. 44, 2009). Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri atas :
1) Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis penunjang
medik, 12 spesialis lain dan 13 subspesialis lainnya dasar.
2) Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik yang paling sedikit 4 spesialis dasar, 4 spesialis
penunjang medik, 8 spesialis lain, dan 2 subspesialis dasar.
3) Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar dan 4 spesialis
penunjang medik.
4) Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 spesialis dasar.
5. Akreditas Rumah Sakit

Akreditas Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh


pemerintah pada rumah sakit yang telah memenuhi standar yang telah
ditentukan. Tujuan dari akreditasi ini adalah untuk menentukan standar
mutu dari pelayanan di rumah sakit. Akreditasi ini dilakukan oleh Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan penetapannya dilakukan oleh
Direktur Jendral Bina Kefarmasiaan. Survei akreditasi dilakukan secara
bertahap yaitu:
1. Akreditasi tingkat dasar yang mencakup 5 pelayanan antara lain:
.a Administrasi dan manajemen.
.b Pelayanan medik.
.c UGD (Unit Gawat Darurat)..
.d Keperawatan.
.e Rekam medik.
2. Akreditasi tingkat lanjut yang mencakup 12 pelayanan, 5 pelayanan
seperti tingkat dasar, sisanya antara lain:
.a Kamar operasi.
.b Laboratorium.
.c Radiologi.
.d PIN (Pengendalian Infeksi Nosokomial).
.e Perinatal.
.f Farmasi.
.g K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
3. Akreditasi tingkat lengkap yang mencakup 16 pelayanan, 12
pelayanan seperti tingkat lanjutan, sisanya antara lain:
.a Rehabilitasi medik.
.b Pelayanan intensif.
.c Pelayanan gizi.
.d Pelayanan darah.
Hasil dari akreditasi rumah sakit dapat digolongkan menjadi:
1. Tidak terakreditasi di mana hasil akreditasi rata-rata nilainya
kurang dari 65% atau ada satu pelayanan yang nilainya kurang dari
60%. Pada rumah sakit yang gagal dalam akreditasi ini boleh
mengajukan akreditasi ulang 6 bulan kemudian.

2. Akreditasi bersyarat dimana masa rata-rata nilai anatara 65 70%.


Pada akreditasi ini berlaku selama 1 tahun, kemudian harus
diakreditasi ulang.
3. Akreditasi penuh dimana rata-rata nilai minimal 75%. Pada
akreditasi penuh ini berlaku selama 3 tahun.
4. Akreditasi istimewa dimana didapatkan dengan cara tiga kali
berturut-turut terakreditasi penuh. Akreditasi istimewa ini berlaku
selama 5 tahun
6. Struktur Organisasi Rumah Sakit
Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah
sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan
internal, serta administrasi umun dan keuangan.
Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik rumah sakit
tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit (UU No. 44, 2009).
7. Tenaga Kesehatan Rumah Sakit
Tenaga kesehatan di rumah sakit menurut UU No. 44, 2009 dibagi
menjadi:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
B.

Tenaga medis.
Tenaga penunjang medis.
Tenaga keperawatan.
Tenaga kefarmasian.
Tenaga manajemen rumah sakit.
Tenaga non kesehatan

Instalasi Farmasi Rumah Sakit


1. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah departemen/unit/bagian dari
suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh
beberapa apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, yang

bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian


yang terdiri atas pelayanan paripurna mencakup perencanaan, pengadaan,
produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan atau sediaan farmasi.
(Siregar, 2004).
2. Visi, Misi dan Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Visi rumah sakit merupakan kekuatan memandu rumah sakit untuk
mencapai status masa depan rumah sakit, mengkomunikasikan sifat dari
keberadaan rumah sakit, berkenan dengan maksud, lingkup usaha/kegiatan
dan kepemimpinan kompetitif, memberikan kerangka kerja yang mengatur
hubungan antara rumah sakit dan Stakeholders utamanya, dan untuk
menyatakan tujuan luas dari kerja rumah sakit. (Siregar, 2004)
Misi rumah sakit merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas
tentang alasan keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang
diinginkan untuk memenuhi pengharapan dan kepuasan konsumen dan
metode utama untuk memenuhi maksud tersebut. (Siregar, 2004)
Tujuan farmasi rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit adalah :
a. Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit
b. Untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi rumah sakit.
c. Untuk menerapkan konsep pelayanan kefarmasian.
d. Untuk memperluas fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit.
e. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
3. Tugas dan Fungsi Farmasi Rumah Sakit
Adapun tugas pokok dan fungsi farmasi rumah sakit menurut
Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi rumah


sakit adalah :
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan


prosedur kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE).
d. Memberikan pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk
e.
f.
g.
h.

meningkatkan mutu pelayanan farmasi.


Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit.


4. Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit
Organisasi farmasi rumah sakit dipimpin oleh seorang apoteker yang
dalam melaksanakan tugas kefarmasiannya dibantu oleh tenaga Ahli
Madya Farmasi (D-3) dan tenaga menengah farmasi (AA). Sesuai dengan
isi Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1197/Menkes/SK/X/2004.
5. Peran Apoteker di Farmasi Rumah Sakit
Peran apoteker di farmasi rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi
beberapa tanggung jawab, antara lain:
a. Peran dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit
Dalam bidang manajemen rumah sakit meliputi suatu siklus
ketersediaan barang yang meliputi antara lain:
1) Perencanaan, yang
dilakukan secara tepat guna memenuhi
2)

kebutuhan pelayanan di rumah sakit.


Pengadaan dilakukan untuk mengadakan barang-barang yang akan
digunakan untuk pelayanan di rumah sakit dengan cara yang

3)

efektif dan efisien.


Penerimaan yaitu menerima dan memeriksa apakah barang yang

4)

masuk sesuai dengan persyaratan/ ketentuan yang diinginkan.


Penyimpanan yaitu menyimpan barang-barang persediaan untuk
pelayanan di rumah sakit secara tepat baik suhu, kelembaban,
keamanan, dan lain-lain.

10

5)

Pendistribusiaan obat dalam hal pengiriman (distribusi) obat


kepada pasien. Sistem distribusi farmasi di rumah sakit dibagi
menjadi 3 sistem yaitu :
a) Sistem Pelayanan Terpusat

(Sentralisasi)

adalah

sistem

pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu


tempat yaitu Instalasi Farmasi. Pada sentralisasi seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk
kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan
disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.
Penerapan sistem ini bertujuan :
i. Penyediaan obat yang cepat secara administrasi.
ii. Mengurangi waktu dan tenaga perawat dalam distribusi
obat.
b) Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi) adalah sistem
pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di
dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini dikenal dengan
istilah depo farmasi atau satelit farmasi. Pada desentralisasi,
penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan
tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi
farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas
dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.
c) Sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi adalah
gabungan dari kedua sistem di atas. Ada 4 macam sistem
distribusi obat untuk pasien rawat inap, yaitu :
i. Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah
sistem penyampaian obat kepada penderita rawat inap oleh

11

instalasi farmasi rumah sakit sesuai dengan yang ditulis


pada resep, meliputi persiapan dan pemberian etiket sesuai
dengan nama penderita dan obat yang diberikan sesuai
dengan resep penderita yang bersangkutan. Alur sistem
pendistribusian obat resep individu adalah dokter menulis
resep, kemudian perawat menuliskan kembali resep tersebut
kedalam

profil

pemberian

obat

dan

menyampaikan

permintaan obat ke instalasi farmasi. Instalasi farmasi


menginterpretasikan resep dan meracik obat tersebut. Obat
yang sudah disiapkan diserahkan kepada perawat. Instalasi
farmasi mengendalikan pasokan obat ke ruangan penderita.
Perawat menyimpan persediaan obat tersebut di dalam
wadah obat setiap penderita yang terdapat di ruang perawat
dan memberikan kepada penderita setiap kali waktu
ii.

pemberian obat.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan (Floor
Stock) adalah suatu sistem dimana obat yang dibutuhkan
pasien tersedia dalam ruang penyimpanan obat di ruang
tersebut, kecuali obat yang jarang digunakan atau obat
sangat mahal. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di
ruang adalah sistem penyimpanan obat yang disesuaikan
dengan obat-obat yang tertera dalam resep, yang disiapkan
sendiri oleh perawat dari persediaan obat yang ada di ruang
perawatan untuk langsung diberikan kepada pasien di ruang

12

itu. Alur sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang


adalah dokter menulis resep kemudian diberikan kepada
perawat

untuk

diinterpretasikan,

kemudian

perawat

menyiapkan semua obat yang diperlukan dari persediaan


obat yang ada di ruangan sesuai resep dokter untuk
diberikan kepada penderita, termasuk pencampuran sediaan
intravena. Persediaan obat di ruangan dikendalikan oleh
iii.

instalasi farmasi.
Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan
persediaan lengkap di ruangan adalah sistem penyampaian
obat kepada penderita berdasarkan permintaan dokter,
sebagian obat disiapkan oleh instalasi farmasi sesuai dengan
resep dokter dan sebagian lagi disiapkan dari persediaan
obat yang terdapat di ruangan. Obat yang disediakan di
ruangan adalah obat yang di perlukan oleh banyak pasien,
setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat yang
harganya relatif murah. Alur sistem distribusi obat
kombinasi persediaan di ruang dan resep individual adalah
dokter menulis resep untuk penderita dan resep itu
ditindaklanjuti oleh apoteker dan perawat. Pengendalian
oleh apoteker dilakukan untuk resep yang persediaan
obatnya disiapkan di instalasi farmasi. Obat kemudian
diserahkan ke ruang perawatan penderita yang berada di
bawah kendali perawat untuk diberikan kepada penderita

13

setiap kali waktu pemberian obat. Pengendalian obat yang


tersedia di ruang perawatan dilakukan oleh perawat dan
apoteker. Obat disiapkan dan diberikan kepada penderita
iv.

oleh perawat.
Sistem unit dose tunggal (Single Unit Dose) adalah sistem
penyampaian dan pengendalian obat yang dikoordinasi oleh
Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang obatnya menggunakan
wadah dalam bentuk kemasan dosis unit tunggal yang siap
pakai dalam jumlah persediaan yang cukup untuk waktu
tertentu. Sistem ini menitikberatkan pada patient oriented.
Alur sistem distribusi unit dose dimulai dengan penulisan
resep oleh dokter untuk penderita, kemudian resep tersebut
dibawa

oleh

interpretasikan.

perawat

kepada

Apoteker

apoteker

memeriksa

untuk

kebenaran

di
dan

kerasionalan resep tersebut. Bila ada masalah, apoteker


akan

menghubungi

dokter

penulis

resep

untuk

membicarakan masalah tersebut dan memberikan saran


penggunaan obat lain sebagai alternatif. Apoteker juga
dapat memeriksa kembali ketepatan dosis obat yang
diberikan dalam resep. Jika resep tersebut telah diberikan
dan sesuai, maka resep tersebut akan disiapkan di instalasi
farmasi maupun depo farmasi di bawah pengendalian
apoteker. Obat disiapkan dalam unit dosis untuk kebutuhan
penggunaan 24 jam. Selanjutnya obat-obat tersebut disusun

14

dalam kereta obat dan akan diperiksa oleh apoteker dan


perawat. Perawat kemudian memberikan obat kepada
6)

penderita.
Penghapusan dimana dilakukan untuk menghapus barang-barang

7)

yang telah rusak dan tidak dapat dipergunakan kembali/ diperbaiki.


Pencatatan dimana merupakan suatu kegiatan yang bertujuan
memonitor barang-barang yang masuk dan keluar di Rumah sakit.
Adanya

8)

pencatatan

akan

memudahkan

pengawasan

dan

penelusuran jika terjadi suatu permasalahan.


Pelaporan dimana semua kegiatan dalam suatu siklus manajemen
ini harus memiliki data tercatat sehingga dapat diketahui dan
dilaporkan, selain itu ada beberapa pelaporan wajib yang harus
diserahkan rumah sakit kepada negara seperti: laporan narkotika,
laporan psikotropika, serta laporan keuangan dan kekayaan rumah

sakit khusus untuk rumah sakit pemerintah.


b. Peran dalam Farmasi Klinik Rumah Sakit
Dalam bidang farmasi klinik ada beberapa peran yang dapat
dilakukan antara lain:
1) Pengkajian resep yang akan dilayani oleh apoteker dilakukan
pengkajian atau skrining resep yang meliputi skrining administrasi,
skrining farmasetis, skrining farmakokinetik.
2) Pemantauan Terapi Obat dilakukan oleh apoteker pada pasien
rawat inap melalui data rekam medik pasien yang bertujuan untuk
memastikan terapi obat secara tepat, aman, berkhasiat dan
ekonomis bagi pasien.
3) Wawancara Sejarah Pemakaian Obat

dilakukan oleh apoteker

kepada pasien di ruang rawat inap yang ditunjuk oleh dokter,

15

pasien yang bermasalah dengan obat, pasien dengan obat yang


indeks terapi sempit, pasien dengan multi penyakit, pasien geriatrik
dan pediatrik.
4) Monitoring Efek Samping Obat dilakukan oleh siapa saja yang
mengetahui dan menemukan ada efek samping obat yang
merugikan, maka petugas tersebut mengisi formulir MESO yang
kemudian dilaporkan ke Komite Farmasi dan Terapi rumah sakit.
5) Konseling obat dilakukan penjelasan mengenai obat yang akan
digunakan untuk pasien rawat jalan. Pada tahap ini untuk
melakukan konseling kita dapat menggunakan 3 Prime Questions.
6) Pelayanan Informasi Obat dilakukan oleh apoteker pada pasien,
dokter, perawat dan atau tenaga kesehatan lainnya ketika
membutuhkan informasi tentang obat.
7) PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit) dilakukan dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam hal kesehatan
khususnya dalam bidang kefarmasiaan.
C.

Komite Farmasi dan Terapi (KFT)


1. Definisi KFT
KFT adalah merupakan kelompok penasehat dari staf medik dan
bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dengan
instalasi farmasi rumah sakit.
2. Tugas KFT
Tugas utama KFT adalah sebagai pengembang kebijakan dan
perumus pendidikan.
a. Pengembangan kebijakan
KFT mengembangkan kebijakan yang berkaitan dengan obat,
termasuk evaluasi, seleksi dan hal lain yang berkaitan dengan obat.
b. Perumus pendidikan

16

KFT merekomendasikan atau membantu merumuskan program


pendidikan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan staf profesional,
yaitu dokter, perawat, farmasis dan praktisi pelayanan kesehatan
lainnya untuk melengkapi pengetahuan yang berkaitan dengan obat
dan penggunaannya.
3. Fungsi dan Ruang Lingkup KFT
Fungsi dan ruang lingkup KFT adalah sebagai berikut :
a. Memberikan pengarahan kepada staf medis dan administrasi rumah
sakit untuk seluruh masalah yang berkaitan dengan penggunaan obatobatan termaksud obat-obat yang sedang dalam penelitian. Keputusan
yang diambil harus telah disetujui oleh direktur dan staf terkait.
b. Membuat formularium yang disetujui penggunaannya di rumah sakit,
dan mengadakan revisi terus-menerus. Pemilihan obat-obat untuk
formularium berdasarkan pengamatan yang objektive mengenai
manfaat, keamanan, dan biaya obat. Komite harus mengurangi
seminimal mungkin duplikasi jenis obat, kualitas, atau produk obat
yang sama. Komite harus mengevaluasi, menyetujui atau menolak
obat-obat baru atau bentuk obat yang telah diusulkan oleh staf medis
untuk dimasukkan dalam formularium atau obat-obat yang telah
diusulkan untuk dihapuskan dari formularium (Anonim,1998).
Formularium merupakan suatu dokumen yang secara terus menerus
direvisi, memuat sediaan obat dan informasi penting lainnya yang
merefleksikan keputusan klinik mutakhir dari staf medik rumah sakit
(Anonim, 2010).
c. Mendefinisikan kategori obat-obat yang digunakan rumah sakit dan
menentukan kategori spesifik untuk setiap obat.

17

d. Memberikan

masukan

kepada

Instansi

Farmasi

dalam

mengembangkan dan meninjau kebijaksanaan, tata tertib dan


peraturan penggunaan obat-obat di rumah sakit sesuai dengan
peraturan lokal, regional, dan nasional.
e. Meninjau penggunaan obat-obat di rumah sakit dan mendorong
pelaksanaan standard terapi secara nasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan tentang efek samping obat
(ESO).
g. Mengembangkan dan menyebarkan materi dan program pendidikan
yang berkaitn dengan obat-obatan kepada anggota staf medis dan
perawatan (Anonim,1998).
4. Organisasi dan Kegiatan KFT
Susunan kepanitiaan Komite Farmasi dan Terapi serta kegiatan
yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan
kondisi rumah sakit setempat :
a. Komite Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3
dokter, apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga
dokter bisa lebih dari 3 orang yang mewakili semua staf medik
fungsional yang ada.
b. Ketua Komite Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di
dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli
farmakologi,

maka

sebagai

ketua

adalah

ahli

farmakologi.

Sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker


yang ditunjuk
c. Komite Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur,
sedikitnya 2 bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya
diadakan sebulan sekali. Rapat Komite Farmasi dan Terapi dapat

18

mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit


yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Komite Farmasi
dan Terapi. (Siregar, 2004)
D.

Centralized Sterile Supply Departement (CSSD)


1. Definisi CSSD
CSSD adalah departemen dalam rumah sakit yang menyediakan
bahan dan alat-alat steril secara profesional kepada semua departemen
terspesialisasi, melayani ruang perawatan, klinik, laboratorium khusus
seperti Cardiac Catherization Laboratory (laboratorium katerisasi
jantung) dan ruang operasi.
2. Tugas dan Tujuan CSSD
Tugas utama dari CSSD adalah menyediakan seluruh kebutuhan
barang atau peralatan steril rumah sakit. Disamping itu, CSSD menerima
pesanan barang untuk disterilkan seperti alat-alat bedah dari instalasi
bedah pusat serta obat-obat steril dari sub bagian produksi. Tujuan CSSD
antara lain :
a. Bertanggung jawab langsung terhadap operasional ruang perbekalan.
b. Bertanggung jawab terhadap perlakuan barang-barang rumah sakit,
dengan

memastikan

bahwa

semua

barang

mendapat

tingkat

pembersihan dan sterilisasi yang sama.


c. Mengusahakan tercapainya keseragaman dan kemudahan dalam
prosedur menyiapkan nampan beserta setnya untuk perawatan dan
pengobatan pasien.
d. Mempertahankan keakuratan persediaan barang yang ada di rumah
sakit.
e. Mempertahankan keakuratan catatan keefektifan dari berbagai proses
pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi.

19

f. Membuat program pendidikan di rumah sakit yang berhubungan


dengan pengontrolan infeksi.
g. Mengembangkan program keefektifan biaya dengan menganalisis
biaya personal, sediaan dan alat.
3. CSSD dalam Organisasi Rumah Sakit
Status CSSD dalam rumah sakit biasanya sebagai sub bagian di
bawah pengawasan bagian supervisor operasional ruangan atau bagian
pelayanan keparawatan. Dalam hal ini, direktur, supervisor atau unit
manajer dari CSSD melapor langsung pada direktur utama.
Di beberapa rumah sakit, divisi pembedahan sebagai bagian dari
pelayanan keperawatan. Di dalam divisi pembedahan ada CSSD, ruang
operasi, ruang pemulihan dan unit pembedahan intensif. Jadi CSSD juga
merupakan sub bagian. Di rumah sakit yang pembuatan larutan injeksi
atau irigasi dipisahkan dari CSSD, dan dimasukan dalam bagian
administrasi farmasi.
Farmasi dan CSSD mempunyai tanggung jawab bersama apabila
farmasi:
a. Menyiapkan larutan dalam jumlah besar/banyak dan memindahkannya
ke CSSD untuk dikemas dalam botol kemudian disterilkan.
b. Menyiapkan dan mengemas larutan untuk disterilisasi oleh CSSD.
c. Menyiapkan larutan pekat yang akan diencerkan, dikemas dan
disterilisasi di CSSD.
d. Menyiapkan campuran bahan-bahan kimia dalam keadaan kering yang
akan dilarutkan dengan volume tertentu air suling kemudian dikemas
dan disterilisasi oleh CSSD.
Dalam operasionalnya, CSSD harus berkoordinasi dengan bagian
farmasi, purchasing/pembelian dan distribusi.
4. Personil CSSD

20

Pemilihan tenaga kerja untuk ditempatkan di CSSD harus dilatih


terlebih

dahulu

tentang

prinsip sterilisasi,

monitoring

autoklaf,

pengoperasian sterilisasi gas, identifikasi alat bedah, menyusun dan


membersihkan peralatan, tes bakteriologi dan biologi dasar. Program
pelatihan ini membutuhkan waktu dan biaya, sehingga harus ada teknisi
program pelatihan untuk mengembangkan karyawan sehingga berkualitas
baik dari segi teori dan teknologi.
5. Kegiatan CSSD
CSSD modern merupakan ruangan yang terdiri dari autoklaf dan
peralatan sterilisasi. Barang yang masuk ke dalam CSSD dicatat dalam
buku penerimaan yang memuat data tentang tanggal masuk barang, nama
dan jumlah barang, nama ruangan serta keterangan mengenai fisik
barang. Barang yang masuk dalam CSSD dapat digolongkan sebagai
berikut :
a. Barang bersih
Berasal dari bagian perbekalan dan distribusi, rumah tangga dan
barang pesanan untuk disterilkan.
b. Barang kotor
Berasal dari ruangan-ruangan seperti sarung tangan, pakaian dan
alat kedokteran. Proses seleksi dilakukan untuk memisahkan barang
yang dapat dipakai ulang dengan barang yang sudah rusak seperti
sobek, tidak tajam lagi, bekas pasien AIDS dan sebagainya.
Pemberian disinfektan dengan cara merendam barang dalam
larutan disinfektan seperti lisol dan wipol, kecuali tenun operasi yang
tidak mengalami proses pemberian desinfektan. Kontrol kualitas
dilakukan untuk menjamin mutu sterilitas produk yang dihasilkan
kontrol kualitas tersebut diantaranya adalah pemasangan indikator

21

fisik pada barang-barang yang akan disterilkan, uji mikrobiologi


barang-barang yang telah disterilkan, penentuan tanda kadaluarsa
untuk barang yang telah disterilkan. (Anonim, 2010).
E.

Instalasi Pengolahan Air Limbah di Rumah Sakit (IPAL)


1. Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan

yang

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan


rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan
non medik yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan
upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa
benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian
dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari limbah rumah sakit.
2. Unsur Unsur Terkait Pengolahan Limbah
Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan
pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi.
2003) :
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
Pengguna jasa pelayanan rumah sakit
Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan
fasilitas yang diperlukan.
3. Jenis Jenis Limbah Rumah Sakit

22

Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan
Djustiana, 1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin,
pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin
berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan
populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi
label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut
ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota
badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin
dan produk darah.
b. Limbah Patologi.
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf
sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label
biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik.
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan
plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak
menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena
memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur.
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai
serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus
merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif.
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian
infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur
dengan baik.

23

24

Anda mungkin juga menyukai