LAPORAN HASIL PENELITIAN
Efektivitas Konsultasi Publik dalam Penyusunan Undang-Undang
Aparatur Sipil Negara di Pemerintah Daerah Indonesia
Oieh:
TIM PENELITI
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
(STIA LAN)
MAKASSAR
2013EFEKTIVITAS KONSULTAS! PUBLIK DALAM PENYUSUNAN
UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARAPADA
PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
ISBN 978-602-17411-5-3
‘Tim Peneliti:
Dr. Halim, S.H., M.H. (Koordinator/Peneliti)
Prof. Dr. Makmur, M.Si. (Peneliti)
Prof. Drs. Amir Imbaruddin, MDA. Ph.D. (Peneliti)
Nuraeni Sayuti, S.E.,M.Si. (Peneliti)
Dra. Frida Chairunisa, M.
Drs. Wahidin, M.Si. (Peneliti)
Dr. Muttaqin, MBA. (Peneliti)
Dr. Najmi Kamariah, S.E.,M.Si. (Peneliti)
Dr. Muh. Syarif Ahmad, S.Sos., M.Pd. (Peneliti)
Dr. Lukman Samboteng, M.Si. (Peneliti)
Dr. Alam Tauhid Syukur, S.Sos., M.Si. (Peneliti)
Mariati, S.Kom. (Pembantu Peneliti)
Irawaty Amir, S.E.,M.M, (Pembantu Peneliti
Deasy Mauliana, S.H.,M.H. (Pembantu Peneliti)
Zulchaidir, S.Sos., MPA. (Pembantu Peneliti)
Ramli, S.Sos., M.Si, (Pembantu Peneliti)
‘Arnold Federick John Jonas, S.Sos. (Pembantu Peneliti)
Bachtiar Rezkiawan, S.. (Pembantu Peneliti)
Insyirah, S.Psi, (Pembantu Peneliti)
Nur fntang, S.E. (Pembantu Peneliti)
‘Tim Reviewer:
Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S. (Universitas Hasanuddin)
Prof. Dr. Muh, Basri, M.Si. (STIA-LAN Makassar)
Drs. Muh. Firdaus, MBA., Ph.D. (PKP2A Il LAN Makassar)
Dr. Suleman Fatah, M.Si. (PKP2A II LAN Makassar)
Sekretariat:
Andi Marlina, A.Md.
Fakhrullah Pawakkari,A.Md.
Andi Taufik, S.A.P.
Diterbitkan Oleh:
Sekolah Tinggi llmuAdministrasi-LembagaAdministrasi Negara
(STIA-LAN)
Makassar
4JLAP Pettarani No. 61, Makassar
Telp. 0411-455949, Fax. 0411-453438
www.stialanmakassar.ac.idKATA SAMBUTAN
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Kuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya STIA LAN Makassar
dalam Tahun Anggaran 2013 dapat menghasilkan laporan penelitian
yang dapat dijadikan sebagai referensi baik untuk pengembangan ilmu
maupun untuk pengembangan kapasitas aparatur.
Sebagai pimpinan STIA LAN Makassar, saya menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada anggota
Tim Peneliti yang telah bekerja seoptimal mungkin.
Penelitian yang berjudul Efektifitas Konsultasi Publik dalam
Penyusunan UU ASN di Pemerintah Daerah Indonesia ini,
dipandang relevan khususnya di pemerintah Kabupaten/Kota di
Indonesia untuk mengetahui sejauhmana PNS mampu menyampaikan
aspirasi kepada pihak legislator dalam rangka penyempurnaan
kebijakan RUUASN saatini.
Hasil penelitian ini menyadarkan bahwa walaupun sebagian besar
PNS cenderung memiliki kesadaran untuk beraspirasi dengan
memandang penting untuk menyampaikan aspirasi dalam penyusunan
Undang-Undang ASN, tetapi sebagian besar PNS tersebut cenderung
belum menyampaikan aspirasi dalam penyusunan Undang-Undang
ASN karena tidak tahu dimana mereka dapat menyampaikan
aspirasinya. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan analisis kebijakan.
Makassar, Desember 2013
Ketua STIALAN Makassar
Prof. Dr. Makmur, M.Si
NIP. 19551209 198103 1004KATA PENGANTAR .
Puji syukur dihaturkan Kehadirat Allah SWT, karena atas
limpahan rahmatNya jualah sehingga penulisan Laporan Penelitian
STIALAN Makassar Tahun 2013 dengan Judul “Efektifitas Konsultasi
Publik dalam Penyusunan UU ASN di Pemerintah Daerah Indonesia
dapat: diselesaikan sesuai harapan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas konsultasi
publik dalam Penyusunan UU ASN yang dilihat dari penerimaan
informasi oleh PNS dan kemampuan PNS untuk menyalurkan aspirasi.
Terima kasih yang fiada terkira disampaikan kepada semua
pihak yang berkontribusi pada penelitian ini, mulai dari Narasumber,
Tim Peneliti dan Pihak Pemerintah Kabupaten/Kota yang dikunjungi.
Tim peneliti menyadari bahwa dalam laporan penelitian ini
terdapat beberapa kelemahan dan kekurangan, baik yang sifatnya
“konsekuensi metodologis” maupun kemampuan dan keterampilan
peneliti. untuk itu Tim Peneliti menyampaikan permohonan maaf.
Makassar, Desember 2013
Kepala Unit P3M,
Dra. Frida Chairunisa. N.Si
NIP. 19680702 199303 2 004KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tim peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
dengan selesainya penelitian ini. Tim peneliti menyadari bahwa penelitian ini
mustahil dapat diselesaikan sekiranya tanpa bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang berjasa bagi penulis dalam penelitian ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, dalam kesempatan ini tim peneliti
menyampaikan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang
setinggi-tingginya, diiringi doa semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang memberikan pahala yang berlipat ganda kepada yang terhormat
bapak/ibu yang telah bersedia menjadi responden dan informan dalam
penelitian ini, bapak/ibu yang tergabung dalam tim peneliti dan sekretariat,
bapak-bapak yang sudah bersedia merevieuw naskah penelitian ini, serta
mahasiswa/i yang telah menghadiri ekspose hasil penelitian ini.
Kendati pun telah diupayakan sedemikian baik, namun sekiranya dalam
penelitian ini maupun naskah penelitian ini terdapat kelemahan, hal tersebut
semata-mata merupakan hal yang tidak disengaja, dan untuk itu kami mohon
dimaafkan.
Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat bagi para legislator, birokrat,
ilmuwan, pendidik, peneliti, maupun mahasiswa dalam menjelajahi lautan ilmu
pengetahuan dan praktiknya, khususnya di bidang administrasi dan hukum
administrasi.
Amin.
Makassar, Desember 2013
Koordinator Tim Peneliti,
Dr. Halim, S.H., M.H.DAFTAR Ist
Kata Sembutan Ketua
Kata Pengantar
KAta Pengantar Kordinator
Daftar isi
Daftar Tabol
Abstrak
BAB IPENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Mat
Tujuan Peneitian
Manfaat Poneltian
Keterbatasan Penelitan
rh
2 moom>
AB II TINJAUAN PUSTAKA
Fungel Negara Hukum dalam Negara Kesejahtoraon
Birokras! sebagai Mesin Negara
Konsep Kebijakan Publik
Formulasi Kebljakan Publik
Aspek Sosiologis Proses Legisiasi
Konsultasi Publik
Kerangka Pemikiran
Definisi O perasional Variabel
ZO™MOOBP
BAB I METODE PENELITIAN
Jenis dan Tipe Peneiitian
Lokasi Ponelitian
Populasi, Teknik Sampling, dan Sampo!
Teknik dan instrumen Pengumpulan Da
Teknik Analisis Data
Ban HAS PENELITIAN
Karaktoristik Responden
1. Karakteristik Responden Ditinjau dari Golongan PNS
2. Karakteristik Responden Ditinjau dari Jabatan
3. Karaktoristik Responden Ditinjau dari Masa Karja
4, Karakteristik Responden Ditinjau deri Usia
5. Karaktoristik Responden Ditinjau dari Jenis Kelamin
6
Pe
Karaktristik Responden Ditinjau dari Tingkat Pendidikan
“enerimaan Informasi Olsh PNS
Pengetahuan tentang Keberadaan Perancangan Undang-
Undang ASN
2. Kemudahan Memperoioh informasi tentang Penyusunan
Undang-Undang ASN
3. Media yang Menjadi Sumber Informasi tentang Keberadaan
Perancangan Undang-Undang ASN
Efektiitas Penyampsian Informasi melatui Media tentang
Penyusunan Undang-undang ASN
5. Intensitas Informasi
8. Kejolasan tnformasi
7. Atensi terhadap informasi
C. Kemampuan PNS Menyampaikan Aspirasi
1. Kesadaran Beraspirasi
2. Saluran Aspiras!
a
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
8. Saran-Seran '
Daftar Pustaka
84
87
64
87
70
84
90
90
92
99
100
102BEE BOeVouaune
a
a
——- 2
Bs
RRKBRESBRYRAE
DAFTAR TABEL
Karakteristik Responden Ditinjau dari Golongan PNS
Karakteristik Responden 6 lokus Ditinjau dar! Golongan PNS
Karakteristik Responden Ditinjau dar Jabatan
Karakteristik Responden 6 kus Ditinjau dari Jabatan
Karakteristik Responden Ditijau dari Masa Kerja
Karakteristik Responden 6 lokus Ditinjau dari Masa Kerja
Korakterstik Responden Ditinjau dari Usia
Karakteristik Responden 6 lokus Ditinjau dari Usia
Korakteristik Responden Ditinjau dar Jens Kelamin
Karakteristik Responden 6 lokus Ditinjau dar Jenis Kelamin
Karakteristlk Responden Ditinjau dari Tingkat Pendidikan
Karakcterstik Respondien 6 lokus Ditinjau dari Tingkat Pendidikan
‘Tanggapan Responden mengenal Pengetahuan tentang Keberadaan
Perancangan Undang-Undang ASN
‘Tanggapan Responden 6 lokus mergenal Pengetahuan tentang Keberadaan
Perancangan Undang-Undarig ASN
‘Tanggapan Responden Kemudshan Memperoleh Informasi tentang
Penyusunan Undang-Undang ASN
‘Tanggapan Responden 6 fokus Kemudahan Memperoleh informasi tentang
Penyusunan Undang-Undang ASN
‘Tanggapan Responden mengenal Media yang Menjadi Sumber informasi
‘tentang Keberadaan Perancangan Undang-Undang ASN
‘Tanggapan Responden rengenal Media yarg Menjadi Sumber informasi
tentang Keberadaan Perancangan Undang-Undang ASN
Tanggapan Responden 6 lokus mengenal Media yang Menjadi Sumber
Informasi tentang Keberadaan Perancangan Undarg-Undang ASN
‘Tanggapan Responden mengenal Efektifitas Penyampaian Informasi melalui
(Media tentang Penyusunian Undarg-undang ASN
‘Tanggapan Responden 6 lokus mengenai Efektfitas Penyampaian informas|
‘melalui Media tentang Peryusunan Undang-undang ASN
‘Tanggapan Responden mengenal frekuensi perolehan informasi dari media
‘Tanggapan Respordien 6 lokus mengenal freluens! perclehan informasi dari
meda
‘Tanggapan Responden mengenai Kejelasan tnformas!
‘Tanggapan Responden 6 lokus mengenal Kejelasan Informasi
“Tanggapan Responden 6 lokus mengenai plhak yang bernisiatif
‘Tanggapan Responden mengenai Persetuluan terhadap mater
“Tanggapan Responden 6 lolus mengenal Persetujuan teshadap materi
“Tanggapan Responden 6 lokus mengenal motivas! memperoleh informast
“Tanggapan Resporden 6 lokus mengenal motivas| memperoleh informasi
‘Tanggapan Responden mengenai urgersi Informast
‘Tanggapan Responden 6 lokus mengenai urgensi informasi
“Tanggapan Responden mengenal Urgensi Penyampalan Aspirast
‘Tanggapan Responden 6 lokus mengenai Urgens! Penyampaian Aspirasi
“Tanggapan Responden mengenai Pergalaman menyarrpatian Aspirasi
“Tanggapan Responden 6 lokus mengenal Pengalaman menyampaikan Aspirasi
vii
RB BF 2 FRRKRHABSRER
Q
RBSSSLRERIARDA 39 F& FBvill
ABSTRAK
Tim Peneliti STIA-LAN Makassar, Efoktivitas Konsultasi Publik dalam
Penyusunan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara pada Pemerintah Daerah
di Indonesia, 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan: (1)
‘sejauhmana informasi mengenai rancangan kebijakan Aparatur Sipil Negara
yang disampaikan oleh pihak legislator mampu diterima oleh Pegawai Negeri
Sipil; dan (2) sejauh mana Pegawai Negeri Sipil mampu menyampaikan
aspirasinya dalam rancangan kebijakan Aparatur Sipil Negara pihak legislator.
Metode penelitian yang digunakan adalah survai dengan desain penelitian
bersifat deskriptif, Penelitian ini dilakukan pada kota-kota perah dikunjungi
oleh pihak legislator untuk melakukan penyerapan aspirasi dalam penyusunan:
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, sebagai berikut: Palembang,
Bandung, Manado, Gorontalo, Surabaya, dan Ambon. Data yang diperoleh
melalui kuesioner dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan tabel
distribusi frekuensi yang kemudian dideskripsikan dan diinterpretasikan
dengan didukung data hasil wawancara yang felah dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat kecenderungan
sebagian besar Pegawai Negeri Sipil belum mampu menerima secara efektif
informasi mengenai rancangan kebijakan Aparatur Sipil Negara yang
disampaikan oleh pihak tegislator pusat/pemerintah sehingga belum mampu
sepenuhnya mewujudkan penyusunan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara
yang responsif. Walaupun sebagian besar Pegawai Negeri Sipil cenderung
mengetahui keberadaan penyusunan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara,
akan tetapi sebagian besar ternyata menganggap informasi yang diterimanya
belumjelas. Hal ini disebabkan informasi yang disampaikan cenderung searah
sehingga sebagian besar Pegawai Negeri Sipil menilai penyampaian informasi
tersebut kurang efektif. Selain itu, walaupun sebagian besar Pegawai Negeri
Sipil mudah dalam memperoleh informasi tersebut, namun sebagian besar
Pegawai Negeri Sipil mengakses informasi tersebut kurang dari 5 kali.
Sebagian besar mengakses informasi tersebut melalui media surat kabar, situs
internet, televisi, dan rapat. (2) Terdapat kecenderungan sebagian besar
Pegawai Negeri Sipil belum mampu menyampaikan aspirasinya secara efektif
dalam rancangan kebijakan Aparatur Sipil Negara sehingga belum mampu
sepenuhnya mewujudkan penyusunan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara
yang responsif. Walaupun sebagian besar Pegawai Negeri Sipil cenderung
memiliki kesadaran untuk beraspirasi dengan memandang “penting” untuk
menyampaikan aspirasi dalam penyusunan Undang-Undang Aparatur Sipil
Negara, tetapi sebagian besar Pegawai Negeri Sipil tersebut cenderung
“belum” menyampaikan aspirasi dalam penyusunan Undang-Undang Aparatur
Sipil Negara karena tidak tahu dimana mereka dapat menyampaikan
aspirasinya.BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik merupakan hal
esensial dalam mewujudkan cita-cita menuju masyarakat adil dan
makmur sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi Negara
Republik Indonesia.
Dalam |penyelenggaraan kepemerintahan yang baik senantiasa
dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang layak untuk
mengatur pemerintahan dan kehidupan warga masyarakat.
Secara yuridis Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan merupakan
landasan utama dalam melaksanakan pembentukan peraturan
perundang-undangan dan bagi pembentukan Peraturan Daerah
terdapat pula Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai landasannya. Keduanya
mengamanatkan keterlibatan masyarakat dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan.
Dengan melibatkan masyarakat dalam perancangan peraturan
perundang-undangan, akan membantu pemerintah dalam
menyelaraskan sumber iinformasi antara masyarakat denganpemerintah selama penyusunan peraturan. Suatu peraturan
dikeluarkan setelah terlebih dahulu dikomunikasikan
(‘dikonsultasikan”) dengan masyarakat, bidsanya lebih mudah dan
lebih cepat diterima oleh masyarakat pada saat diberlakukan.
Partisipasi publik dalam proses perancangan peraturan
perundang-undangan berfungsi sebagai sosialisasi awal atas RUU,
dan pada saat diberlakukan akan lebih mudah ditegakkan.
Keterlibatan publik juga merupakan suatu tanda pengakuan
pemerintah terhadap kepentingan publik.
Dalam hal partisipasi masyarakat, Soeprapto' memandang
bahwa yang dimaksudkan sebagai masyarakat meliputi setiap orang
pada umumnya yang rentan terhadap suatu peraturan tersebut.
Kemampuan legislatif dan pemerintah terbatas. Menganggap
mereka mengetahui segalanya adalah sikap yang tidak realistis.
Ibaratnya menyerahkan nasib kepada institusi yang tidak memiliki
kapasitas absolut untuk menuntaskan tugasnya sendiri. Idealnya,
untuk melakukan tugasnya mereka membutuhkan dukungan dan
bantuan publik.
Salah satu Rancangan Undang-Undang (Selanjutnya disebut
RUU) yang telah mengalami pengkomunikasian (konsultasi publik)
adalah mengenai Aparatur Sipil Negara (Selanjutnya disebut ASN).
"Sr M207 a Podge: sek Pekka,
Buku 2, Yogyakrta: Kans. :RUU ASN merupakan upaya memperbaharui sistem kepegawaian
negerisipil dilndonesia secara fundamental.
Dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang
Aparatur Sipil Negara pada Bab II, dijelaskan bahwa:
“Dalam dua dekade ini pengelolaan pegawai dalam
organisasi telah bergeser dari pendekatan administrasi
kepegawaian menjadi manajemen sumber daya manusia.
Secara ringkas Manajemen Sumber Daya Manusia adalah
proses pengadaan sumber daya paling penting bagi suatu
organisasi, yaitu sumber daya manusia, yang mencakup
pengadaan sumber daya manusia yang diperlukan organisasi
untuk mencapai tujuannya, mengembangkan kapasitasnya,
memanfaatkan kapasitas dumber daya manusia yang dimiliki
untuk mencapai tujuan organisasi, mempertahankan sumber
daya terbaik dengan menerapkan sistem kompensasi yang
sesuai dengan tanggungjawab dan kinerjanya dalam
organisasi, serta menjamin loyalitas kepada organisasi melalui
penyediaan jaminan kesejahteraan yang memadai baik pada
saat aktif maupun setelah pensiun.
Sejak menyatakan kemerdekaannya sampai saat ini
Indonesia masih menerapkan pendekatan administrasi
personalia atau administrasi kepegawaian dalam pengelolaan
pegawai yang menjalanakan tugas-tugas pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan Negara. Dalam sistem
pemerintahan yang relatif stabil dan pengelolaan sistem
ekonomi nasional yang masih tertutup dan belum banyak
persaingan, sistem administrasi kepegawaian seperti yang
ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 juncto
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 relatif masih cukup
memadai. Namun pada sistem pemerintahan Negara yang
semakin demokratis, semakin desentralistis, dan ekonomi yang
semakin terbuka, personalia yang dikelola dengan pendekatan
administrasi pegawai terasa tidak lagi mampu mendukung
sistem politik, sistem sosial, dan ‘sistem ekonomi yang telah
mengalami perubahan fundamental sejak gelombang
Reformasi melanda Indonesia pada Tahun 1998.
Secara teoritis pendekatan Manajemen Sumber Daya
Manusia (Human Resource Management) yang dipraktekkansecara luas pada organisasi bisnis di Indonesia dan di negara
maju digunakan sebagai landasan teoritis Manajemen Sumber
Daya Aparatur Sipil Negara yang hendak ditetapkan dengan
RUUAparatur Sipil Negara”.
Hal tersebutlah argumen inisiatif DPR untuk memunculkan Draft
RUU ASN. Namun demikian, kesungguhan pihak legislatif dan
pemerintah pada saat’ melakukan konsultasi publik tentunya akan
memberikan manfaat dalam penyempumaan RUU ASN tersebut.
Namun demikian, jika konsultasi publik tersebut hanya dilakukan
sekadar formalitas, maka esensi konsultasi publik tersebut tidak
akan tercapai.
Hingga ‘saat ini pengesahannya terkatung-katung, ada
penolakan dari pemerintah daerah terutama dari Forum Sekretaris
Daerah Seluruh Indonesia (Forsesdasi) dan Dewan Korpri Nasionaf’,
kecurigaan dikalangan pemerintah daerah terhadap rencana
keberadaan Komisi ASN yang dianggap “super body’, pengkerdilan
jabatan struktural, dan seterusnya. Kesemuanya tersebut
mengindikasikan konsultasi publik dalam penyusunan Undang-
UndangASN tersebut belum mampu berhasil menyampaikan pokok-
pokok kebijakan eksekutif dan legislatif maupun belum berhasil
menampung aspirasi PNS.Berdasarkan uraian-uraian tersebut, perlu dilakukan pengkajian
terhadap efektivitas konsultasi publik: dalam penyusunan UUASN.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas,
dirumuskan permasalahan yang perlu dikaji sebagai berikut:
4. Sejauhmana informasi mengenai rancangan kebijakan ASN yang
disampaikan oleh pihak legislator pusat/pemerintah mampu
diterima oleh PNS?
2. Sejauhmana PNS mampu menyampaikan aspirasinya dalam
rancangan kebijakanASN pihak legislator?
C. Tujuan Penelitian
Konsisten dengan rumusan masalah tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk: :
4. Mengetahui dan menjelaskan sejauhmana informasi mengenai
rancangan kebijakan ASN yang disampaikan oleh pihak
legislator mampu diterima oleh PNS.
2. Mengetahui dan menjelaskan sejauhmana PNS mampu
menyampaikan aspirasinya dalam rancangan kebijakan ASN
pihak legislator.D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis dan praktis,
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan teori-teori administrasi publik dan hukum
administrasi, terutama model konsultasi publik dalam formulasi
kebijakan publik yang ideal maupun dalam perancangan
perundang-undangan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak legislatif
dan eksekutif dalam penyempurnaan proses konsultasi publik
dalam formulasi kebijakan ASN dan formulasi kebijakan publik
lainnya dikemudian hari.
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memfokuskan perolehan data dari responden dan
informan yang merupakan pihak komunikan yang menerima
informasi dari komunikator. Hal tersebut didasarkan pada asumsi
bahwa penyampaian informasi tersebut efektif jika komunikan
memahani informasi yang disampaikan, sehingga tim peneliti tidakmelakukan pengkajian terhadap data dari komunikator, yakni pihak
DPR RI maupun pihak-pihak dari pemerintah pusat. Namun
demikian, keterbatasan penelitian ini tidak dipungkiri bisa jadi
merupakan kelemahan dalam penelitian ini.BABII
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fungsi Negara Hukum dalam Negara Kesejahteraan
Gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato, ketika ia
mengintroduksi konsep Nomoi, sebagai karya tulis ketiga yang
dibuat di usia tuanya. Dalam Nomoi, Plato mengemukakan bahwa
penyelenggaraan negara yang baik ialah didasarkan pada
pengaturan (hukum) yang baik. Gagasan tersebut kemudian
didukung oleh Aristoteles yang menuliskannya dalam buku Politica’,
walaupun konsep negara dalam perumusannya masih terikat pada
bentuk “Polis” yang berupa kota dengan penduduk sedikit.
Menurut Aristoteles, yang dimaksud sebagai negara hukum
adalah negara yang berdiri atas dasar hukum yang menjamin
keadilan bagi warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi
tercapainya kebahagiaan hidup warga negaranya, dan sebagai
dasar dari keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap
manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula
peraturan hukum yang sebenamya hanya ada jika peraturan hukum
itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup
antarwarganegaranya. Yang memerintah dalam negara bukanlah
2Azhary, M.T.. 1992, Negara Hukum, Jakarta: Bulan Bintang, him.66.manusia sebenamya, melainkan pikiran yang adil, sedangkan
penguasa hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja.
Kesusilaan yang akan menentukan baik dan tidaknya suatu
ketentuan Undang-Undang dan membuat Undang-Undang
merupakan sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintahan
negara. Oleh karena itu, yang penting adalah mendidik manusia
menjadi warga negara yang baik, karena dari sikapnya yang adil
akan menjamin kebahagiaan hidup warga negaranya’.
Gagasan negara hukum tersebut masih bersifat samar-samar
dan tenggelam dalam waktu yang sangat panjang, kemudian muncul
kembali secara lebih eksplisit pada abad ke-19, dengan munculnya
konsep rechtsstaat. Konsep Rechtstaat diawali oleh pemikiran
Immanuel Kant tentang negara hukum dalam arti sempit (formal)
yang menempatkan fungsi “recht’ pada “staaf’ hanya sebagai alat
bagi perlindungan negara secara pasif, yakni hanya bertugas
sebagai pemeliharaan keteriban dan keamanan masyarakat.
Konsep Kant ini terkenal dengan sebutan “Nachtwakerstaaf” atau
“Nachtwachterstaaf’. Immanuel Kant menguraikan unsur-unsur
negara hukum formal tersebut ke dalam 2 unsur pokok, yakni: (1)
Adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia dan (2) Adanya
pemisahan kekuasaan dalam negara. Freidrich Julius Stahl
+ sad Md ly bin, 98 Penge Nyaa foes Ct. atc Past Sta kn Tea Negara PUL a8,
Rida, HR. 2006, Hak Adonis Neen. Cathe? et Rand Pema tin.”
Aohary MT. 9. Opi i.10
kemudian melengkapi 2 unsur pokok tersebut dengan
menambahkan 2 unsur pokok berikutnya, yakni: (1) Setiap tindakan
pemerintah harus berdasarkan undang-undang yang dibuat terlebih
dahulu dan (2)-Terdapat peradilan administrasi untuk menyelesaikan
perselisihan antara penguasa dengan rakyat, dengan persyaratan,
peradilan tersebut:.tidak memihak dan pelaksanaannya
dilaksanakan oleh ahli hukum dalam bidang tersebut.’
Pada saat yang hampir bersamaan, muncul pula konsep negara
hukum (rule of law) oleh A.V.Dicey. Dicey mengemukakan unsur-
unsur rule of law, sebagai berikut’
41. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), yaitu
tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary
power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau
melanggar hukum.
2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality
before the law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun
untuk pejabat.
3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain
oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan
pengadilan.
Konsep rule of law tersebut bertumpu pada sistem hukum
7 Mat SF, Lal (es), 2001, Dineen Penikran Hum Adina gua. Cetke-1. Yogyakarta UI rs. H.62-43,
* Burj, M, 192. Dade lina Pot, lnk: Graeda Hn 78.“common law’ dan berkembang secara evolusioner, sedangkan
konsep rechtsstaat bertumpu pada sistem hukum “civil law’ dan lahir
dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga bersifat
revolusioner. Walaupun terdapat perbedaan antara konsep rule of
law dengan konsep rechtsstaat, namun dalam perkembangannya
tidak dipermasalahkan lagi perbedaannya karena kedua konsep
tersebut mengarahkan dirinya pada satu sasaran utama yaitu
pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, dengan
tetap berjalan sesuai tumpuan sistem hukum masing-masing.”
Konstruksi pemikiran negara sebagai penjaga ketertiban
kemudian bergeser ke arah negara hukum yang hendak
mewujudkan kesejahteraan rakyat! Perkembangan pemahaman
mengenai negara hukum tersebut terjadi pada abad ke-20. Menurut
de Haan," bahwa: “De modeme staats it niet alleen rechtsstaat in de
negentiende eeuwse zin, maar ook verzorgingsstaat — of zomen wil—
sociale rechtsstaaf’ (negara modern bukan saja negara hukum
penjaga malam, tetapi juga negara hukum kesejahteraan atau
negara hukum sosial).
Konsep negara kesejahteraan yang disebut oleh de Haan,
sebagai verzorgingsstaat atau sociale rechtsstaat merupakan
perkembangan dari konsep negara hukum sebagai “penjaga malam”
Hj PL, Pode Hn ay ahr Sh Sf ap ip Peg old Pain a Lane Pan Un a Pettit ein Mrs,
i Ole Se Pn bs)
yp bbs Tp Gnd Gee Pa Eg in Nea etn are sa ia.
"fading Pll ies ea a eo Ce Bang Aan,12
(nachtwakerstaaf) yang tindakannya sebatas menjaga ketertiban
dan keamanan, di mana negara tidak dapat lagi bersikap netral dan
membiarkan individu-individu atau masyarakat menyelesaikan
sendiri permasalahan-permasalahan sosial yang besar, melainkan
harus turut campur tangan sehingga aktivitasnya meluas.
Perubahan tersebut sangat mengubah pekerjaan-pekerjaan yang
biasa dilakukan oleh negara sebagaimana yang diatur dalam hukum_
administrasitradisional.”
Menurut Attamimi,” dalam Rechtsstaat Material/Rechtstaat
Sosial yang sering juga disebut Negara Kesejahteraan (Welfare
State) atau Verzorgingsstaat atau negara berdasar atas hukum
moderen, negara berkewajiban menyelenggarakan kesejahteraan
takyat sehingga campur tangan pemerintah dalam mengurusi
kepentingan ekonomi rakyat, kepentingan politik dan sosial,
kepentingan budaya dan lingkungan hidupnya, serta masalah-
masalah lainnya tidak dapat dielakkan karena negara bertugas
mengurusi rakyat.
Dalam perkembangannya, pasca amanden, Undang-Undang
Dasar Negara RI Tahun 1945 telah menganut konsepsi negara
fhukum kesejahteraan dengan menyerap sekaligus konsep
rechtsstaat dan rule of law.
Raha, 82009, Negara Hokum yang Merbahaiakan Rakyya, Cetke-2. Yogyakarta: Genta Publishing, bm 26-27.
*Soeprapa, MF. 1998. imu Perundangundangan Yogyakarta: Karisishim.12-126.B. Birokrasi sebagai Mesin Negara
Dalam rangka penyelenggaraan fungsi-fungsi negara
(kekuasaan negara) dan mewujudkan tujuan-tujuan negara,
dibutuhkan birokrasi yang mengoperasikannya secara iil. Oleh
karena itu, birokrasi seringkali dikenali sebagai mesin negara.
Hegel memandang administrasi negara (birokrasi) sebagai
suatu jembatan yang menghubungkan antara negara dengan
masyarakatnya. Adapun masyarakat itu terdiri dari kelompok-
kelompok profesional, usahawan, dan lain kelompok yang mewakili
bermacam-macam kepentingan partikular (khusus). Diantara
keduanya itu, birokrasi merupakan medium yang bisa dipergunakan
untuk menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan
general (umum):“
Sejalan dengan pandangan tersebut, Weber memandang
birokrasi sebagai sebuah mesin (the bureau as a machine) yang
disiapkan untuk menjalankan seperangkat prosedur dan proses.
Dengan demikian, setiap individu pegawai negeri sipil merupakan
penggerak dari sebuah mesin, tanpa kepentingan pribadi. Setiap
pegawai negeri hanya mempunyai tanggung jawab sesuai sesuai
proses dan prosedur organisasi. Menurut Weber:
“The model Weber has in mind is a machine, set up andready to
go: when given a task the machine mindlessly pursues the goals
following set procedures and processes. Thus each individual civil
Ft Hee tetang Near, ala Th, M2003, Brora dn Pl densa Cthe7 tart Rj rind Persad H.2-23,
*8DaningK. 1995, The i Sere Firt Public London ad New Yor: Roto hin 1-12.servant is a cog in the machine, with no personality or interests.
No civil servant need have any creative input to tne process and
hence no individual has accountability except to the degree that
they carry out their proper function according to the rules and
processes of the organization".
Pemikiran seperti itu menjadikan birokrasi bertindak sebagai
kekuatan netral dari pengaruh kepentingan atas kelas atau
kelompok tertentu. Negara dapat mewujudkan tujuan-tujuannya
melalui mesin birokrasi yang dijalankan oleh para pejabat birokrasi.
Netralitas birokrasi dimaknai bukan sebagai dalam hal lebih condong
menjalankan kebijakan atau perintah dari pejabat politik yang
sedang memerintah sebagai “master’nya, akan tetapi lebih
mengutamakan kepada kepentingan negara dan rakyat secara
keseluruhan, sehingga kekuatan politik apapun yang memerintah,
birokrasi memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya.*
C. Konsep Kebijakan Publik.
Kebijakan publik menitikberatkan pada apa yang oleh Dewey
(1972) katakan sebagai “publik dan problem-problemnya’.
Kebijakan publik membahas soal bagaimana isu-isu dan persoalan-
persoalan tersebut disusun (constructed) dan didefinisikan, serta
bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan
agenda politik. Selain itu, kebijakan publik juga merupakan studi
*° Tha M2008, BackrasiPenwrioah adoesi i Ea Reforras. sik Cethe-I. arta: Kencra Peas Moi Gro, him 2122.tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek tindakan aktif (action)
dan pasif (inaction) pemerintah (Heidenheimer, et.all, 1990). Atau,
seperti dinyatakan oleh Dye, kebijakan publik adalah studi tentang
“apa yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah
mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut”
(Dye, 1976).”
Sejalan dengan hal tersebut, Mustopadidjaja memandang
bahwa, kebijakan publik pada dasarnya adalah suatu keputusan
yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk
melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu,
yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan.
Dalam kehidupan administrasi negara, secara formal, keputusan
tersebut lazimnya dituangkan dalam berbagai bentuk perundang-
undangan.”
D. Formulasi Kebijakan Publik.
Proses kebijakan publik merupakan rangkaian kegiatan yang
meliputi paling tidak tiga kelompok kegiatan utama, yaitu: (1)
formulasi kebijakan; (2) pelaksanaan kebijakan; dan (3) evaluasi
kinerja kebijakan, yang perlu dilakukan dalam rangka pemantauan,
7 Paso, W208 Plc Poly Cathe 3, Teach: Ti Wb Bios kata Koc Prada Moda Croup. xi,
* Msp, AR 2003. Mansenen Pros Kean PI kt Lone Adie Neg R an Dt Perv oxo tS16
pengawasan, dan pertanggungjawaban yang dikenal sebagai
“policy cycle’.”
Secara teoritik, formulasi kebijakan publik tidak dipahami secara
‘sempit yaitu pada proses konversi saja, melainkan merupakan suatu
seri aktivitas yang meliputi rangkaian aktivitas sebagai berikut””
bid, him. 3.
*Lyankali, B. 2007. Analisis Kebijaken Publik dlm Proses Pengambilan Keputusan. Jakasta: Amelia. him. 57
E. Aspelt Sosiologis Proses Legistasi.
Anderson, memandang Kebijakan Publik sebagai hubungan
timbal balik antara suatu unit pemerintahan dengan lingkungannya.
Lingkungan yang di maksud dalam hal ini dapat ditafsirkan sebagai
lingkungan sosial budaya dan lingkungan fisik geografis. Anderson
menekankan pentingnya harmonisasi antara pemerintah dan kedua
jenis lingkungannya dalam pencapaian tujuannya.”
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Mahfud MD” secara
sosiologis, setiap RUU haruslah sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat“dengan segala tingkat kemampuannya untuk
memahami dan melaksanakan jika RUU tersebut nantinya menjadi
UU. Hal ini penting karena kenyataan-kenyataan di dalam
masyarakat haruslah selalu menjadi sumber hukum materiil
mengingat bahwa hukum tidak berada dalam vacuum melainkan
haruslah menjadi pelayan masyarakatnya dengan segala
kekhasannya. Oleh sebab itu, setiap rencana pembuatan suatu UU
perlu menyerap aspirasi dan menyinkronkan rencana itu dengan
kenyataan-kenyataan masyarakat di mana UU itu nantinya
diberlakukan.
Demikian pula Gundling mengungkapkan bahwa suatu
partisipasi publik diperlukan dengan maksud untuk (a) memberikan
* Ibid. him. 2.18
masukan kepada pemerintah (informing the administration), (by
meningkatkan kesiapan masyarakat untuk menerima suatu
keputusan (increasing the readiness of the public to accept
decisions), (c) membantu perlindungan hukum (supplementing
judicial protection), dan (d) mendemokratisasikan proses
pengambilan keputusan (democratizing decision-making).”
Urgensi partisipasi masyarakat dapat dikaji menggunakan teori
demokrasi partisipatif (participatory democracy). Keberadaan peran
serta masyarakat, menurut Gibson, bukanlah semata-mata subjek
kepuasan. Mereka membutuhkan kesempatan dan dorongan untuk
pengungkapan dan pengembangan diri. Para penganut teori ini
menolak asumsi bahwa warga satu sama lain selalu dalam keadaan.
konflik kepentingan sebagaimana diyakini penganut teori demokrasi
elite. Malah sebaliknya, bahwa hakikat dari kepribadian manusia
adalah saling melengkapi dalam kehidupan bersama sehingga
manusia mampu menyelaraskar antara kepentingan pribadi dan
kepentingan bersama melalui cara-cara yang dapat diterima.
Menurut penganut teori partisipatori, hakikat demokrasi adalah untuk
menjamin bahwa keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemerintah
menyertakan warga yang mungkin terkena dampak dari keputusan
tersebut. Demokrasi dalam teori ini memberi dorongan untuk
2 0 seed in em edn ag i ape ing ac ein ot i Pea19
berperan serta dalam pembuatan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi kehidupan warga. Teori tidak hanya ingin
mewujudkan pemerintahan yang demokratis (democratic
govemments), melainkan juga masyarakat yang demokratis
(democratic societies).*
F. Efektivitas Konsuitasi Publik.
Konsultasi publik merupakan upaya yang dilakukan pemerintah
untuk melibatkan warga negara dalam merumuskan sebuah
kebijakan dalam suatu peraturan.”
Akan tetapi sebelum dilakukan konsultasi publik, perlu dilakukan
keterbukaan informasi oleh pemerintah. Menurut Hadjon, et.all”,
keterbukaan informasi oleh pemerintah memiliki fungsi penting,
yakni fungsi partisipasi, fungsi pertanggungjawaban, fungsi
kepastian hukum, dan fungsi hak dasar.
Keterbukaan informasi oleh pemerintah memiliki fungsi
partisipasi, yakni keterbukaan sebagai alat bagi warga untuk ikut
serta dalam proses pemerintahan secara mandiri.
Keterbukaan informasi oleh pemerintah memiliki fungsi
pertanggungjawaban umum dan pengawasan, yakni keterbukaan
pada satu sisi sebagai alat bagi penguasa untuk memberi
25H
2 fl Hest ci pete etait at i Een ge hin frac Ba FL
7 ia ed ME op inti age bo aDpertanggungjawaban di muka umum, pada sisi lain sebagai alat bagi
warga untuk mengawasi penguasa.
Keterbukaan informasi oleh pemerintah memiliki fungsi
kepastian hukum, yakni keputusan-keputusan penguasa tertentu,
yang menyangkut kedudukan hukum para warga, demi kepastian
hukum harus dapat diketahui, jadi harus terbuka.
Keterbukaan informasi oleh pemerintah memiliki fungsi hak
dasar, yakni keterbukaan dapat memajukan penggunaan hak-hak
dasar, seperti hak pilih, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan
hak untuk berkumpul dan berbicara.
Selanjutnya menurut Hadjon, et.all (2002:285) bahwa terhadap
data-data yang masih dikerjakan atau yang tidak lengkap sehingga
dapat memberikan gambaran keliru, seharusnya data-data tersebut
tidak dipublikasikan ke publik.
Konsultasi publik merupakan cara baru dalam perumusan dan
penentuan kebijakan. Dengan adanya konsultasi publik ini berarti
telah dikembangkan demokrasi deliberative, ketika komunikasi dua
arah dengan mengutamakan musyawarah dijalankan. Pemerintah
bersedia dan bersifat terbuka dan partisipatif mengajak berbagai
pihak untuk duduk bersama dan memberikan masukan dalam
merancang kebijakannya.24
Dengan demikian, suatu konsultasi publik menjadi efektif jika
terjadi komunikasi dua arah antara pihak pemerintah dengan pihak
yang rentan terhadap suatukebijakan.”
Apabila dikaitkan dengan pandangan Nonet dan Selznick, maka
tampak bahwa konsultasi publik yang efektif akan mampu
menghasilkan hukum yang responsif. Nonet dan Selznick
memandang bahwa terdapat 3 bentuk perkembangan hukum, yakni
hukum represif di satu sisi dan hukum otonom di sisi lain, selain itu
terdapat hukum responsif yang berada ditengah. Nonet dan Selznick
menjelaskan hukum responsi sebagai berikut:”
“We call it responsive law, rather than open or adaptive, to
suggest a capacity for responsible and hence discriminate and
selective, adaption. A responsive law institutions retains a grasp
on what is essential to its integrity while taking account of new
force in its environment. To do so, it builds upon the ways
integrity and openness sustain each other even as they conflict.
It perceives social pressures as source of knowlegde and
opportunities for self correction. To ensure that posture, an
institution requires the guidance of purpose. Purpose set
‘standars for critizing established practice, thereby opening ways
tochange.”
Soekanto menggunakan istilah komunikasi hukum dalam
menjelaskan pengkomunikasian dalam bidang perundang-
undangan. Menurutnya, komunikasi hukum lebih banyak tertuju
pada sikap, karena sikap merupakan suatu kesiapan mental
(predisposition), sehingga seseorang mempunyai kecenderungan
Herman, D. rss kon plik dem peryesenn ebiatn arch Juma ly Sse Alera, 102) De, 209 133-17. im. 137
Nonet, P dan Pilp Selick. 197, Law and Soci in Transom: Toward Responsive Law, New Yor: Harper and Row hm, 7-72untuk memberikan pandangan yang baik atau buruk, yang kemudian
terwujud didalam perilaku nyata. Sikap mempunyai komponen
kognitif, afektif, maupun konatif. Komponen kognitif menyangkut
persepsi terhadap keadaan sekitamya, antara lain mencakup
pengetahuan. Komponen afektif menyangkut penerimaan atau
penolakan. Komponen konatif berkaitan dengan kecenderungan
untuk bertindak atau untuk berbuat terhadap sesuatu. Tiga
komponen ini berkaitan erat dengan komunikasi hukum.”
Penyaluran aspirasi masyarakat kepada eksekutif biasanya
dilakukan dengan konsuttasi publik. Konsultasi publik biasa diartikan
sebagai semua kegiatan mekanisme dan alat menghimpun atau
mengakomodasi masukan/aspirasi masyarakat yang diperoleh
melalui pertemuan/forum tatap muka, pemyataan tertulis, media
(elektronik dan cetak), dan media on-line (internet, email, web-
forum). Konsultasi publik juga secara sempit biasanya dimaknai
sebagai sebuah alat dengan teknik/cara tertentu yang disusun
berdasarkan panduan tertentu.”
Madani mengatakan bahwa pada hakikatnya media massa
menjadi faktor penentu di dalam mendorong diresponnya masalah
kebijakan yang diperbincangkan dalam fase perbincangan masalah
kebijakan yang dihadapi oleh komunitas tertentu. Ripley (1985)
*' Farhan, Y, dkk. Op.cit.23
mengatakan bahwa media massa seperti ini seringkali memberikan
tekanan secara lebih berarti kepada pemerintah agar segera
ditanggapi lewat kebijakan (policy).
Dalam teori komunikasi politik, Nimmo mehgemukakan bahwa
terdapat tiga model tentang bagaimana komunikasi kebijakan dapat
diorganisasikan dan kebijakan dibuat. Ketiga model itu adalah model
plebisit, model rasional komprehensif, dan model adjustif.
Plesbisit adalah pemilihan yang didalamnya orang memberikan
suara langsung kepada usul atau program yang diajukan kepada
mereka oleh pemimpin Politik. Pemilihan ini lebih dari pada garis
komunikasi di antara warga negara dan pejabat, yaitu merupakan
keistimewaan pembuatan kebijakan itu sendiri. Jika dikemukakan
pilihan menerima atau menolak suatu kebijakan setiap pemberi
suara memilih, dengan cara mengonversikan pilihan individual,
suara itu membentuk pilihan rakyat.
Referendum adalah contoh komunikasi plesbisit dan pembuatan
kebijakan. Referendum adalah pemilihan yang memungkinkan
pemberi suara menolak kebijakan yang dikeluarkan oleh badan
legislatif; ini berlawanan dengan melihan isiatif yang memberikan
peluang kepada pemberi untuk meluluskan undang-undang
mesekipun mendapat oposisi dari badan legislatif yangmenentangnya. Jika ditafsirkan lebih luas, referendum adalah setiap
pemilihan rakyat atas kebijakan yang diusulkan. Model plesbisit tidak
merinci bagaimana pembuat kebijakan sampai pada usul yang
diajukan oleh mereka kepada pemberi suara.
Model rasional komprehensif bermaksud melukiskan suatu cara
mengorganisasikan komunikasi kebijakan untuk memperoleh
keputusan. Pertama, membuat kebijakan memperhitungkan
masalah yang memerlukan tindakan, masalah yang terpisah dari
masalah yang lain. Kedua, pembuat kebijakan menjelaskan tujuan,
nilai, dan sasaran yang harus dicapai dalam menangani masalah itu.
Ketiga, pembuat kebijakan mengidentifikasi alternatif dan meneliti
masing-masing, dimana penelitian ini mempertimbangkan seluruh
informasi mengenai keuntungan relatif dari setiap altematif,
membandingkan pilihan, dan memilih alternatif yang
memaksimalkan tujuan, nilai, sasaran yang disepakati. Prosedur ini
“rasional” dalam memilih alat yang paling efektif dalam mencapai
tujuan yang dinyatakan. la “komprehensif” dalam
mempertimbangkan setiap faktor yang relevan dengan pilihan.
Setelah pembuat kebijakan memilih suatu pilihan, mereka
mengumpulkan dukungan dari lembaga-lembaga utama dan opini-
opini publik melalui propaganda, pemimpin kelompok, prosedurpemaksaan, dan sebagainya. Jadi, prosedur rasional komprehensif
dalam merumuskan kebijakan mengandung hubungan yang erat
dengan pendekatan kontrol sosial untuk mencapai tatanan: “orang
bersama’, untuk berbagi gagasan, dan untuk membuat konsensus
kolektif. Tujuannya ialah mencapai konsensus yang sebagian besar
disepakati oleh setiap orang.
Mode! adjustif, memandang bagian terbesar dari hubungan
sehari-hari antara pembuat kebijakan serta antara mereka dengan
para pemilih mereka, melibatkan tawaran-tawaran dan kompromi. Ini
tidak berarti bahwa membuat kebijakan menghindari tugas yang sulit
dan memakan waktu berupa menentukan masalah, menjelaskan
tujuan, nilai, dan sasaran, mengantisipasi konsekuensi, memilih
pilihan, dan meyakinkan orang lain akan kebijaksanaan kerelaan.
Akan tetapi, seluruh kegiatan itu melibatkan proses kolektif dari
orang yang berkomunikasi dengan satu sama lain dan bukan kepada
‘satu sama lain dan bukan kepada satu sama lain, dari penyesuaian
dengan pertimbangan subjektif bukan dengan tenang menaksir
kriteria tujuan, membahas makna masalah, informasi tentang tujuan,
pemecahan, dan menegosiasikan kerelaan bukan memaksakannya.
Model adjustif menerima dunia sehari-hari yang mengandung
ketidakpastian dan ketidakmungkinan yang tersingkap, dari
kecenderungan dan kepastian yang dipersepsi.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyusunan UUASN
pada dasarnya menggunakan model rasional komprehensif, dimana
formulasi kebijakan telah menghasilkan draft kebijakan dan rencana
alternatif-altematifnya, kemudian mengumpulkan opini, pendapat,
pandangan PNS untuk mencapai konsensus dari sebagian besar
PNS.G. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan konsepsi-konsepsi yang telah diuraikan
sebelumnya, untuk mengkaji efektivitas konsultasi publik dalam
penyusunan UU ASN, dikonstruksikan kerangka pemikiran, sebagai
berikut:
Penerimaan Informasi oleh PNS
~ Pengetahuan terhadap Informasi
= Kemudahan Akses nformasi
= Media informasi
= Intensitas Informasi
- Atensi terhadap Informasi
+ Kejetasan informasi
efektivtas
Konsultasi Publik
dalam
Penyusunan UU ASN
Kemampuan PNS Menyampakan
Aspirast
+ Kesadaran Beraspirasi
+ Saluran Aspirasi
H. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Efektivitas konsultasi publik dalam penyusunan Undang-Undang
ASN adalah upaya yang dilakukan pemerintah untuk melibatkan
warga negara dalam merumuskan kebijakan dalam Undang-Undang28
ASN, melalui kegiatan, mekanisme, dan alat menghimpun atau
mengakomodasi masukan/aspirasi masyarakat melalui berbagai
media.
2. Penerimaan Informasi oleh PNS adalah pandangan PNS terhadap
Informasi mengenai rancangan kebijakan ASN yang diperoleh
melalui media tertentu atas keterbukaan informasi oleh pemerintah,
dengan indikatomya: pengetahuan terhadap informasi, kemudahan
akses informasi, media informasi, intensitas informasi, atensi
terhadap informasi, dan kejelasan informasi.
3. Kemampuan PNS menyampaikan aspirasi adalah kesiapan PNS
untuk menyampaikan pandangannya terhadap rancangan kebijakan
ASN melalui saluran yang disediakan oleh pemerintah, dengan
indikatornya: kesadaran beraspirasi dan saluran aspirasi.
4. Penyusunan Undang-Undang |ASN yang responsif adalah wujud dari
efektivitas penerimaan informasi oleh PNS dan kemampuan PNS:
dalam menyampaikan aspirasinya secara efektif.BAB Ill
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Tipe Penelitian
denis penelitian ini adalah survai, yakni dengan mengambil
sampel dari populasi, dan menggunakan kuesioner sebagai
instrumen utama dalam pengumpulan data penelitian.
Adapun tipe penelitian ini adalah deskriptif, yang akan
mendeskripsikan efektivitas konsultasi publik dalam penyusunan
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara pada pemerintah provinsi di
Indonesia.
B. LokasiPenelitian
Penelitian ini dilakukan pada provinsi-provinsi yang diketahui
pernah dikunjungi oleh pihak legislator untuk melakukan penyerapan
aspirasi dalam penyusunan Undang-Undang ASN, sebagai berikut:
Provinsi Sumatera Selatan (Palembang), Provinsi Jawa Barat
(Bandung), Provinsi Sulawesi Utara (Manado), Provinsi Gorontalo
(Gorontalo), Provinsi Jawa Timur (Surabaya), dan Provinsi Maluku
(Ambon).C. Populasi, Teknik Sampling, dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PNS sebagai pihak
yang rentang terhadap kebijakan dalam penyusunan UUASN.
2. Teknik sampling dan sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling,
yakni dengan tujuan tertentu. Dengan demikian, sampeinya
adalah PNS yang diasumsikan terkait langsung dengan
konsultasi publik terhadap penyusunan Undang-Undang ASN.
Oleh karena itu, sampelnya adalah PNS yang berkantor pada
Sekretariat Daerah Provinsi, BKD Provinsi, dan Dinas/Badan
Infokom Provinsi. Tiap kantor tersebut, ditetapkan masing-
masing 25 orang PNS, sehingga berjumlah 75 orang PNS untuk
tiap pemetintah provinsi. Namun demikian, dari 450 kuesioner
yang disiapkan, yang digunakan berjumlah 317 kuesioner.
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Penyebaran Kuesioner
Untuk mengumpulkan data dari responden digunakan
kuesioner semi terbuka, guna menjaring informasi yang lebih
mendalam terkait aspek-aspek dibalik respon yang diberikan.3M
2. Wawancara
Wawancara dilakukan menggunakan intervieuw guided
terhadap informan kunci dalam penelitian ini adalah Sekda
Provinsi, Kepala/Sekretaris BKD, dan Kepala/Sekretaris Badan
Infokom atau .pihak lain yang ditunjuk oleh pemerintah daerah
setempat.
E. Teknik Analisis Data
Analisis terhadap data yang diperoleh melalui kuesioner
dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi yang kemudian dideskripsikan dan diinterpretasikan
menggunakan landasan teori dengan didukung data hasil
wawancara.BABIV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dapat menunjukkan sejauhmana
responden yang dijadikan sampel dapat merepresentasikan populasi.
Selain itu, karakteristik responden dapat mempengaruhi pilihan
jawaban responden terhadap kuesioner yang disebarkan. Untuk itu,
perlu terlebih dahulu digambarkan karakteristik responden. Dalam
penelitian ini, karakteristik responden ditinjau dari beberapa aspek,
yaitu golongan PNS, jabatan, masa kerja, usia, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan.
4. Karakteristik Responden ditinjau dari Golongan PNS
Ditinjau dari golongan PNS, karakteristik responden dapat terdiri
atas 4 golongan, yakni golongan I sampai dengan IV. Tabel karakteristik
responden ditinjau dari golongan PNS adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik Responden ditinjau dari Golongan PNS.
SULAWESI | SUMATERA | JAWA —JAWA | 4444, | GORONTALO
UTARA | SELATAN | TIMUR BARAT
‘Golongan % It [% % F [% % max
‘Abstain 405 [8 [ear o 2 [308 10s3| 0 °
L 0,00 [0 |o00 oo fo o 0 o
1316 11 {1692/4 [7.02 | to] 10.18
1] 71,93 | 28| 50.91
1053| 17] 3091
7 {100 [ss {100
v oo | 16 | 27,12 21,0514 | 21,54
Total 3 [100 [se [100 [38 100 65 | 100
‘Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2013.
t t
2 o
o o
" 6 |1395 [2 [330 |s
Ww 35 [61.40 | 36 | 61,02 | 25 65,79 38 |se46
° a
4 EtKarakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara didominasi oleh PNS Golongan Ill yakni sebesar
81,40%. Selain itu, terdapat PNS Golongan II sebesar 13,95%. Tingkat
abstain pada karakteristik ini cukup rendah, yakni sebesar 4,65%. Hal
ini menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan pegawai
pada level menengah.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan didominasi oleh PNS Golongan Ill yakni sebesar
61,02%. Selain itu, terdapat PNS Golongan IV sebesar 27,12% dan
PNS Golongan II sebesar 3,39%. Tingkat abstain pada karakteristik ini
cukup tinggi, yakni sebesar 8,47%. Hal ini menunjukkan bahwa
tesponden cenderung merupakan pegawai pada level menengah.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Jawa Timur didominasi oleh PNS Golongan III yakni sebesar 65,79%.
Selain itu,’ terdapat PNS Golongan IV sebesar 21,05% dan PNS
Golongan II sebesar 13,16%. Tingkat abstain pada karakteristik ini tidak
ada. Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan
pegawai pada level menengah.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Jawa Barat didominasi oleh PNS Golongan Ill yakni sebesar 58,46%.
Selain itu, terdapat PNS Golongan IV sebesar 10,53% dan PNSGolongan Il sebesar 7,02%. Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup
rendah, yakni 3,08%. Hal ini menunjukkan bahwa responden
cenderung merupakan pegawai pada level menengah.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Maluku didominasi oleh PNS Golongan Ill yakni sebesar 71,93%.
Selain itu, terdapat PNS Golongan IV sebesar 10,53% dan PNS
Golongan II sebesar 7,02%. Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup
tinggi, yakni 10,53%. Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung
merupakan pegawai pada level menengah.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Gorontalo didominasi oleh PNS Golongan III yakni sebesar 50,91%.
Selain itu, terdapat PNS Golongan IV sebesar 30,91% dan PNS
Golongan Il sebesar 18,18%. Tingkat abstain pada karakteristik ini tidak
ada. Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan
pegawai pada level menengah.
Adapun karakteristik responden secara keseluruhan yakni pada 6
lokus dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Karakteristik Responden 6 Lokus ditinjau dari Golongan PNS
co
Gaangan |? [%
+ [asain [as [ars
L fo fo
r 36 |)
ut [203 [eane
v. fos_[1928
teat [317 [100
‘Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2013.Tabel 2 tersebut memperlihatkan karakteristik responden
secara keseluruhan pada 6 lokus didominasi oleh PNS Golongan III
yakni sebesar 64,04%. Adapun PNS Golongan IV sebesar 19,24%,
PNS Golongan II sebesar 11,99%, dan tidak terdapat PNS Golongan |.
Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup rendah, yakni sebesar
4,73%. Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan
pegawai pada level menengah pada instansi Pemerintah Provinsi.
2. Karakteristik Responden ditinjau dari Jabatan
Ditinjau dari jabatan PNS, karakteristik responden dapat terdiri atas
3 jabatan, yakni jabatan struktural, jabatan fungsional tertentu, dan
jabatan fungsional umum. Tabel karakteristik responden ditinjau dari
jabatan PNS adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Karakteristik Responden ditinjau dari Jabatan
Ettn SHAKES | SINATERA——JAAATIUR | JAA. WALD
UTARA SBATAN BARAT coro.
t [% [ft % T f % | [% faaleate
Fan. 7s [7 1168 0 fo [2308 Te rss o o
{sued |e [ais [see a ae Ts Oe fa es | 8
2Fuosrd fo [am (5 aa 2 (5% |7 107 |3 [sa S| 909
‘tt
arugind [18 | as | wes zie [a an lala | 2) a
Unm
She (so Tar tw S| 100
ce
F Hasil Olahan Data Primer, 2013.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara didominasi oleh PNS berjabatan struktural dan
fungsional umum secara berimbang, yakni masing-masing sebesar
41,85%. Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup tinggi, yakni
sebesar 16,28%. Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung
merupakan pegawai pada posisi manajerial dan pelaksanaKarakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan didominasi oleh PNS berjabatan struktural, yakni
sebesar 61,02%. Selain itu, terdapat PNS berjabatan fungsional umum
sebesar 18,64% dan PNS berjabatan fungsional tertentu sebesar
8,47%. Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup tinggi, yakni sebesar
11,86%.Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan
pegawai pada posisi manajerial.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Jawa Timur didominasi oleh PNS berjabatan fungsional umum, yakni
sebesar 57,89%. Selain itu, terdapat PNS berjabatan struktural sebesar
36,84% dan PNS berjabatan fungsional tertentu sebesar 5,26%.
Tingkat abstain pada karakteristik ini tidak ada. Hal ini menunjukkan
bahwa responden cenderung merupakan pegawai pada posisi
pelaksana.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Jawa Barat didominasi oleh PNS berjabatan struktural dan fungsional
umum secara berimbang, yakni masing-masing sebesar 43,08%.
Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup rendah, yakni sebesar
3,08%. Hal ini menunjukkan bahwa responden cendening merupakan
pegawai pada posisi manajerial dan pelaksana.37
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Maluku didominasi oleh PNS berjabatan fungsional umum, yakni
sebesar 47,37%. Selain itu, terdapat PNS berjabatan struktural yang
cukup besar yakni 36,84% dan PNS berjabatah fungsional tertentu
sebesar 5,26%. Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup tinggi
sebesar 10,53%. Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung
merupakan pegawai pada posisi pelaksana dan manajerial.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Gorontalo didominasi oleh PNS berjabatan fungsional umum, yakni
sebesar 52,73%. Selain itu, terdapat PNS berjabatan struktural sebesar
38,18% dan PNS berjabatan fungsional tertentu sebesar 9,09%.
Tingkat abstain pada karakteristik tidak ada. Hal ini menunjukkan
bahwa responden cenderung merupakan pegawai pada posisi
pelaksana.
Adapun karakteristik responden secara keseluruhan yakni pada 6
lokus dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Karakteristik Responden 6 Lokus ditinjau dari Jabatan
St ows,
Jabatan F %
‘Abstain 2 [64
4, Struktural [138 | 43.59)
2. Fungsional
tet 6.94
3. Fungsional
Umum | 135__| 42,59
Total 317 | 100
‘Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2013.Tabel 4 tersebut memperlihatkan karakteristik responden
secara keseluruhan pada 6 lokus didominasi oleh PNS berjabatan
struktural sebesar 43,53% dan hampir seimbang dengan PNS
berjabatan fungsional umum yakni sebesar 42'59%. Adapun PNS
berjabatan fungsional tertentu hanya sebesar 6,94%. Tingkat abstain
pada karakteristik ini cukup rendah, yakni sebesar 6,94%. Hal ini
menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan pegawai pada
posisi manajerial dan pelaksana pada instansi Pemerintah Provinsi.
3. Karakteristik Responden ditinjau dari Masa Kerja
Ditinjau dari jabatan PNS, karakteristik responden dapat terdiri atas
5 kategori, yakni 5 tahun atau kurang, 5-10 tahun, 10-15 tahun, 15-20
tahun, dan lebih dari 20 tahun. Tabel karakteristik responden ditinjau
dari masa kerja PNS adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Karakteristik Responden. n ditinjau dari Masa Kerja
“SULAWESI | SUMATERA TAWA.
UTARA | “seuavan’ [wun [Barat [wauurw | GoRONTALO
Masakerja [f [% [tf [% t[% |t [% It [% ft] %
‘Abstain 7 [1628 [9 [1525 [o [o [2 |308 |7 [r228 | 3| 545
i.=<5tahun {9 [2093 |4 fo7e [2 [526 [4 [1s |7 [1228 | 16] 29,09
2.5 20tatwn |3 [698 [23[ 3098 [25 [65,79 | 27 [154 [19] 3333 | to] 18.18
Total 43 [100 [se {100 [ss {100 [es [100 [s7[100 | ss{ 100}
‘Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2013.39
Karakteristik responden yang be:asal dari Pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara didominasi oleh PNS dengan masa kerja 5-10 tahun
sebesar 25,58%. Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup tinggi,
yakni sebesar 16,28%. Hal ini menunjukkan bahwa responden
cenderung merupakan pegawai dengan masa kerja 5-10 tahun. Namun
demikian apabila mencermati sebaran masa kerja PNS pada
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, akan akan ferlihat kecenderung
sebaran masa kerja PNS pada 0-10 tahun dan 15-20 tahun.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan didominasi oleh PNS dengan masa kerja lebih dari
20 tahun sebesar 38,98%. Selain itu patut diperhitungkan jumiah PNS
dengan masa kerja 15-20 Tahun yang cukup besar yakni 20,34%.
Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup tinggi, yakni sebesar
15,25%. Hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan
pegawai dengan masa kerja 15 tahun ke atas.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Jawa Timur didominasi oleh PNS dengan masa kerja lebih dari 20 tahun
sebesar 65,79. Tingkat abstain pada karakteristik ini tidak ada. Hal ini
menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan pegawai
dengan masa kerja lebih dari 20 tahun.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Jawa Barat didominasi oleh PNS dengan masa kerja lebih dari 20 tahun
sebesar 41,54%. Selain itu patut diperhitungkan jumlah PNS dengan
masa kerja 10-15 Tahun yang cukup besar yakni 30,77%. Tingkat
abstain pada karakteristik ini cukup rendah, yakni sebesar 3,08%. Halini menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan pegawai
dengan masa kerja lebih dari 20 tahun dan 10-15 tahun.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Maluku didominasi oleh PNS dengan masa kerja lebih dari 20 tahun
sebesar 33,33%. Selain itu patut diperhitungkan jumlah PNS dengan
masa kerja 10-15 Tahun yang cukup besar yakni 26,32%. Tingkat
abstain pada karakteristik ini cukup tinggi, yakni sebesar 12,28%. Hal ini
menunjukkan bahwa responden cenderung merupakan pegawai
dengan masa kerja lebih dari 20 tahun dan 10-15 tahun.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Maluku didominasi hampir secara berimbang oleh PNS dengan masa
kerja 10-15 tahun sebesar 30,91% dan PNS dengan masa kerja 5-10
tahun sebesar 29,09%. Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup
rendah, yakni sebesar 5,45%. Hal ini menunjukkan bahwa responden
cenderung merupakan pegawai dengan masa kerja lebih dari 20 tahun
dan 10-15 tahun.4
Adapun Karakteristik responden secara keseluruhan yakni pada 6
lokus dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Karakteristik Responden 6 Lokus ditinjau dari Masa Kerja
Stoke '
MasaKeda [F_T#
‘Abstain 25 [53
1. = 20tahun | 107 [39,76
Total 317 | 100
‘Sumber: Hasil Ofahan Data Primer, 2013.
Tabel 6 tersebut memperlihatkan karakteristik responden secara
keseluruhan pada 6 lokus didominasi oleh PNS dengan masa kerja
lebih dari 20 tahun sebesar 33,76%. Namun demikian, perlu
diperhatikan bahwa sebaran masa kerja PNS hampir merata pada
semua masa kerja, yakni untuk masa kerja 0-20 tahun secare total
sebesar 66,24%. Hal ini menunjukkan bahwa per aktegori responden
cenderung merupakan pegawai pada masa kerja lebih dari 20 tahun,
tetapi jika diperhitungkan yang tidak termasuk masa kerja lebih dari 20
tahun, maka akan tampak bahwa responden cenderung memiliki masa
kerja 0-20 tahun.
4. Karakteristik Responden ditinjau dari Usia
Ditinjau dari usia, karakteristik responden dapat terdiri atas 542
kategori, yakni 0-20 tahun, 20-30 tahun, 30-40 tahun, dan lebih dari 50
tahun. Tabel karakteristik responden ditinjau dari usia adalah sebagai
berikut:
Tabel 7. Karakteristik Responden ditinjau dari Usia’
‘SULAWESI | SUMATERA | JAWA | JANA’
UTARA | SELATAN | TIMUR | BARAT __| MALUKU _| GORONTALO
Usia fe) oe | Cea ee te f 1% t [% t| %
‘Abstain 4 foa0 [5 [sa7_o |o |2 [308 |e |1053 | 0 0
1.=<20tatun|o [ooo [o [oo |o |o 1 |154 [o Jo ° 0
2.2050tahun |1 |233_ | 13] 2203 | 15] 39.47_| 20| 30.77 is7o |_2| 36
Total 43] 100 __[s9]100 [38] 100 | 65 100 oo | s5[ 100
‘Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2013.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara didominasi oleh PNS berusia 20-50 tahun, yakni secara
total sebesar 88,37%, dengan sebaran kategori yang hampir berimbang
besaran persentasenya. Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup
tinggi, yakni sebesar 9,30%. Hal ini menunjukkan bahwa responden
ccenderung merupakan pegawai berusia 20-50 tahun.
Karakteristik responden yang berasal dari Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan didominasi oleh PNS berusia 40-50 tahun, yakni
secara total sebesar 37,29%. Selain itu, pertu diperhatikan PNS berusi
30-40 tahun sebesar 23,73% dan PNS berusia lebih dari 50 tahun
sebesar 22,03%. Tingkat abstain pada karakteristik ini cukup tinggi,
Analisis Dampak Pendidikan Dan Pelatihan Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia