MUTTAQIN
e-mail: muttaqin_lan@yahoo.com
ABSTRAK
MUTTAQIN. Penerapan Prinsip Transparansi
dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah (Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten Soppeng) dibimbing oleh Muh.
Tahir Kasnawi selaku promotor, Rahmat dan A.Mansyur Hamid selaku Kopromotor.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang membahas 4 (empat)
rumusan masalah yaitu: 1) bagaimana penerapan prinsip transparansi dalam pra pengadaan
barang dan jasa; 2) bagaimana penerapan prinsip transparansi dalam proses pengadaan
barang dan jasa atau pelelangan umum (tender); 3) bagaimana penerapan prinsip transparansi
dalam pasca pengadaan barang dan jasa; dan 4) faktor-faktor apa saja yang mendukung dan
menghambat penerapan prinsip trasparansi dalam pengadaan barang dan jasa di Kabupaten
Soppeng. Penelitian ini mengambil lokus pada 8 (delapan) Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yaitu Sekretariat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Dinas
Pekerjaan Umum (Dinas PU), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
(Dinas PPKAD), Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Dinas
Dikmudora), Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi, dan Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD).
Tujuan penelitian yaitu: 1) untuk memperoleh informasi dan mengkaji secara
mendalam tentang penerapan prinsip tranparansi dalam pra pengadaan barang dan jasa; 2)
untuk memperoleh informasi dan mengkaji secara mendalam tentang penerapan prinsip
tranparansi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa atau pelelangan umum (tender); 3)
untuk memperoleh informasi dan mengkaji secara mendalam tentang penerapan prinsip
tranparansi dalam pasca pengadaan barang dan jasa; dan 4) untuk memperoleh informasi
dan mengkaji secara mendalam tentang faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
penerapan prinsip trasparansi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Soppeng.
Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara dan focused Group
Discussion (FGD). Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara peneliti melakukan
wawancara dan diskusi kelompok terbatas dengan informan. Para informan yaitu jajaran
pemerintah Kabupaten Soppeng yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa, pengusaha,
masyarakat/LSM, advokat, anggota DPR, auditor inspektorat, dan auditor BPK.
i
Teknik analisis data yaitu data yang peneliti peroleh melalui wawancara di lapangan
dicatat kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh peneliti. Data
tersebut disajikan dalam bentuk penyederhanaan dan transformasi data mentah menjadi
informasi yang bermakna dengan melakukan triangulasi untuk melakukan penarikan
kesimpulan. Tahap berikutnya adalah menarik kesimpulan dan verifikasi data yang telah
tersusun dengan baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) penerapan prinsip transparansi dalam pra
pengadaan barang dan jasa terbukti dapat terwujud dengan baik. Semua identifikasi
kebutuhan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara buttom up yaitu melalui pra
Musrenbang, Musrenbang Desa, Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, Musrenbang
Kabupaten, sidang paripurna pembahasan anggaran di DPR. Identifikasi kebutuhan tersebut
dituangkan dalam dokumen perencanaan dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan antara lain pemerintah, masyarakat/LSM, pengusaha, anggota DPR dan
lain-lain yang disosialisasikan baik melalui pengumuman maupun melalui media massa; 2)
penerapan prinsip dalam proses pengadaan barang dan jasa khususnya pelelangan umum
(tender) terbukti cukup terwujud. Mulai dari penentuan paket-paket pekerjaan,
pengumuman pada media massa, masa pendaftaran dan pengambilan dokumen, Aanwijzing
(penjelasan lelang), pemasukan dan pembukaan penawaran, evaluasi penawaran, penetapan
pemenang, sanggahan, jawaban sanggahan, dan kontrak pada prinsipnya dapat dilakukan
dengan transparan secara umum. Namun, masih ada pengusaha yang meragukan hasil
evaluasi penawaran dan penetapan pemenang; 3) penerapan prinsip dalam pasca pengadaan
barang dan jasa terbukti belum terwujud secara optimal. Masih ada hasil pekerjaan strategis
yang tidak dipertanggungjawabkan secara transparan antara lain; kualitas pekerjaan rendah,
transaksi pembayaran menyalahi aturan, belum optimal pemberian sanksi seperti black list
yang dilakukan oleh pimpinan SKPD bagi pengusaha yang melanggar, pekerjaan yang
kualitasnya rendah tidak diperbaiki dengan baik, monitoring pelaksanaan pekerjaan sangat
rendah, dan lain-lain. Dengan demikian, etika administrasi publik dan administrasi
pembangunan belum dilaksanakan dengan optimal dalam pasca pengadaan barang dan
jasa; dan 4) Faktor-faktor yang mendukung dalam penerapan prinsip pengadaan barang
dan jasa antara lain: Bupati dan Wakil Bupati memberikan kewenangan penuh kepada
SKPD untuk mengelola pengadaan barang dan jasanya masing-masing, pembentukan Tim
Verifikasi kegiatan untuk menilai layak tidaknya suatu pekerjaan, pemberdayaan semua
pihak dalam mengembangkan kompetensi pengadaan barang dan jasa, dan lain-lain.
Sebaliknya, faktor penghambat adalah terutama pada kemampuan SDM yang terlibat
dalam pengadaan barang dan jasa secara umum masih terbatas, penegakan aturan belum
diterapkan secara optimal, kualitas beberapa pekerjaan strategis yang rendah tidak
dilakukan perbaikan secara optimal sehingga masyarakat tidak memanfaatkan secara
optimal pula.
ABSTRACT
MUTTAQIN. The Implementation of Transparency Principle on the Governments
Good and Service Procurement (Case Study at the Government of Soppeng District)
supervised by Muh. Tahir Kasnawi as a promotor and Rakhmat as well as A. Mansyur
Hamid as co-promotor.
This research is qualitative research dealing with 4 (four) research questions as
follows: 1) How is the implementation of transparency principle on pre good and service
procurement; 2) How is the implementation of transparency principle on the process of
good and service procurement (competitive tendering); 3) How is the implementation of
transparency principle on post good and service procurement; and 4) What is the supporting
and hindering factor in the implementation of tranparency principle on governments good
and service procurement. The locus of this research consists of 8 (eight) units as follows:
1) Sectretariat; 2) Local Development Planning Board; 3) Public Work Service; 4) Health
Service; 5) Revenue, Asset and Financial Management Service; 6) Education, Youth, and
ii
Sport Service; 7) Water Resources, Mining, and Energy Service; and 8) Local General
Hospital.
The objective of this research: 1) to get the information dan to study deeply the
implementation of transparency principle on pre good and service procurement; 2) to get
the information dan to study deeply the implementation of transparency principle on the
process of good and service procurement (competitive tendering); 3) to get the information
dan to study deeply the implementation of transparency principle on post good and
service procurement; and 4) to get the information dan to study deeply the supporting and
hindering factor in the implementation of tranparency principle on governments good and
service procurement on the government of Soppeng district.
The research instrument used is the interview and foused group discussion (FGD)
guide and the data collecting technique is conducting interview to the informant and
limited focused group discussion. The informants are the government official, private
entepreneur, local NGOs staf, lawyer, legislative member, and internal as well as external
auditor.
Technique of data analysis is carried out by making a note of the raw data
collected from the informant through the interview and FGD. Then, the data is grouped
based on the category set by the researcher. The data is presented in the form of
simplicity and trasformation of the raw data in order to make meaningful information
through triagulation. The next step is to make conclusion and data verification which is
already set orderly.
The result of this research shows: 1) the implementation of transparency principle
on pre good and service procurement can be realised in a good category. The need
identification of good and service which is set to a planning document involve all stakeholder
in the buttom up planning system through development meeting in the village, sub-district,
district level, and legislative meeting. The planning document approved is disseminated
through notice and mass media; 2) the implementation of transparency principle on the
process of good and service procurement (competitive tendering) can also be realised in a
fairly good category. Starting from setting the package of good and service, notice in mass
media, enrollment, document access, Aanwijzing, bid evaluation, setting the winner of bid
until the awarding contract can be conducted and processed transparently in general.
Eventhough, there are some impoertant aspects still questioned by the tendering
participant; 3) However, the implementation of transparency principle on post good and
service procurement is still in rather poor category. There are some strategic work in
troublesome such as the quality of work is poor, the payment to the contractor is not done
properly, monitoring system is also rather poor. Thus, the etiques of public and
development administration is rather poorly practiced; and 4) The supporting factor in the
implementation of transparency principle on governments good and service such as the
Chief of District (Bupati) and the Vice Chief of District (Wakil Bupati) give full authority to
the head ` of every unit on the procurement implementation without any intervention, the
election of verification team, and the empowerment of all staff involving on the
procurement is continuously done. The hindering factor in the implementation of
transparency principle on governments good and service procurement on the government
of Soppeng District such as the capacity of staff involved on the procurement at present is
still basically rather poor as a whole, the quality of some work done is still rather poor
and there is no sistematic rehabilitation, and some payment system is not carried out
properly.
iii
A. PENDAHULUAN
Dewasa ini dalam era globalisasi yang terutama ditandai dengan semakin
modernnya pengelolaan sistem informasi dan ketatnya persaingan dalam segala bidang,
tuntutan
good governance (tata kepemerintahan yang baik) dalam seluruh kegiatan
pemerintahan dan pembangunan menjadi kebutuhan mutlak. Tata kepemerintahan yang
baik sebenarnya tidak hanya berlaku saat ini saja tetapi sejak organisasi pemerintahan dan
negara dibentuk. Konsep dan penerapan tata kepemerintahan yang baik khususnya di
Indonesia menjadi wacana publik sangat penting sejak reformasi bergulir yang dimulai
pada tahun 1997.
Semangat reformasi yang bergulir di Indonesia sejak tahun 1997 telah mewarnai
seluruh aspek berbangsa dan bernegara. Administrasi publik dituntut untuk mampu
memberikan dukungan
yang optimal dalam memperlancar dan mengintegrasikan
pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan
dengan
mempraktekkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik. Selain itu,
masyarakat semakin menuntut agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguhsungguh dalam menanggulangi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dengan demikian,
pemerintahan yang bersih yang mampu menyediakan barang dan jasa publik sebagaimana
yang diharapkan oleh masyarakat dapat terwujud.
Tata kepemerintahan yang baik merupakan isu yang sangat penting dalam
pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh
masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan negara yang baik
sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat, dan tuntutan pengaruh globalisasi
yang sangat besar. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai lagi tatanan
masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar
dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan
yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (LAN dan
BPKP, 2000:5).
Salah satu praktek kepemerintahan yang menjadi sorotan publik saat ini adalah
pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah. Pengadaan barang dan jasa adalah isu
publik yang sama pentingnya dengan isu-isu publik yang lainnya seperti pembalakan
hutan secara illegal, penangkapan ikan secara illegal, perusakan lingkungan yang menjadi
salah satu pemicu pemanasan global, dan lain-lain. Pengadaan barang dan jasa sangat
rentan dengan permasalahan-permasalahan besar yang sangat memungkinkan semua pihak
terlibat dalam praktek-praktek yang bertentangan dengan tata kepemerintahan yang baik
yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal ini dapat dilihat dalam berita media
massa bahwa hampir setiap hari selalu ada masalah yang berkaitan dengan pengadaan
barang dan jasa.
Pengadaan barang dan jasa adalah salah satu kebijakan pemerintah yang telah
diatur berdasarkan Keppres 80 tahun 2003 yang merupakan pengganti Keppres 18 tahun
2000. Keppres 80 tahun 2003 ini memberikan ruang yang sangat luas untuk penerapan
prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik dengan melibatkan tiga pemangku
kepentingan yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Interaksi antara ketiga pemangku
kepentingan ini diatur dalam aturan dan prosedur sedemikian rupa sehingga tuntutan
penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik dalam pengadaan barang dan jasa
tersebut wajib untuk dipenuhi.
Prinsip pengadaan barang dan jasa yang sejalan dengan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik yang harus dijadikan dasar utama sebagai kode etik oleh semua
pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa yaitu pemerintah, swasta dan
masyarakat adalah efektif , terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan
akuntabel. Prinsip ini harus dijunjung tinggi dalam melakukan seluruh proses
pengadaan barang dan jasa agar pelanggaran terhadap tata kepemerintahan yang baik dapat
dihindari.
1
Salah satu prinsip tata kepemerintahan yang baik yang sangat menentukan
terwujudnya prinsip lain adalah prinsip transparansi (Dwiyanto: 2008). Prinsip ini sangat
menentukan prinsip akuntabilitas, partisipasi, penegakan hukum, efektifitas, efisiensi dan
lain-lain. Hal inilah yang mendasari besarnya perhatian pemerintah pada
prinsip
trasparansi dalam pengadaan barang dan jasa baik pada tataran nasional maupun tataran
global dan bahkan organisasi dunia misalnya World Trade Organisation (WTO) atau
Organisasi Perdagangan Dunia dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) atau
Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik.
Untuk menjunjung tinggi prinsip transparansi pengadaan barang dan jasa
pemerintah
menetapkan media massa yang dijadikan tempat pengumuman pengadaan
barang dan jasa baik media nasional maupun lokal. Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala BAPPENAS sejak tahun 2006 mengeluarkan Surat Keputusan tentang
Penetapan Surat Kabar Media Indonesia sebagai tempat pengumuman pengadaan barang
dan jasa pemerintah di seluruh wilayah Indonesia yang nilai Pagu Anggarannnya 1 milyar
ke atas. Di Sulawesi Selatan khususnya, Pemerintah telah menetapkan Surat Kabar
Ujungpandang Express sebagai tempat pengumuman pengadaan barang dan jasa yang
nilainya Rp. 100 juta sampai dengan Rp. 1 milyar yang berlaku di wilayah Sulawesi
Selatan. Dengan demikian, seluruh penyedia barang dan jasa dan masyarakat memiliki
akses informasi yang luas dan transparan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Sebagaimana dengan daerah otonom dan institusi pemerintah lainnya pemerintah
Kabupaten Soppeng adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan dalam melakukan
proses pengadaan barang dan jasa telah berpedoman
pada Keppres 80 tahun 2003.
Namun demikian, selama proses pengadaan barang dan jasa berdasarkan Keppres 80 tahun
2003 pada Pemerintah Kabupaten Soppeng masih mengalami beberapa permasalahan bila
dikaitkan dengan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik khususnya
penerapan prinsip transparansi dalam pra, proses dan pasca pengadaan barang dan jasa.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana penerapan prinsip tranparansi dalam pra pengadaan barang dan
jasa pada Pemerintah Kabupaten Soppeng?
2. Bagaimana penerapan prinsip tranparansi dalam proses pengadaan barang dan
jasa (pelelangan umum) pada Pemerintah Kabupaten Soppeng?
3. Bagaimana penerapan prinsip tranparansi dalam pasca pengadaan barang dan
jasa (pasca pelelangan umum) pada Pemerintah Kabupaten Soppeng?
4. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat penerapan prinsip
trasparansi dalam pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kabupaten
Soppeng?
B. TINJAUAN PUSTAKA
I.
a.
Semenjak ada dua orang di muka bumi ini, usaha untuk hidup bersama dilakukan.
Usaha hidup bersama sudah sejak dahulu kala diakui sebagai suatu keharusan karena
manusia sebagai makhluk sosial, dalam mencapai tujuannya pasti memerlukan bantuan
orang lain. Dengan perkataan lain, sejak adanya dua orang manusia yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan tertentu, sejak itulah administrasi ada, karena seperti dimaklumi,
administrasi pada umumnya didefinisikan sebagai proses penyelenggaraan kegiatan
tertentu oleh dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2001:131).
Ada beberapa prinsip-prinsip lama administrasi negara yang sangat fundamental
sebagaimana dikekmukakan oleh Hughes (1994:1) yang perlu mengalami perubahan
2
b.
Sebagaimana dijelaskan oleh Toha (2008: 66) bahwa administrasi publik yang
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia Administrasi Negara saat ini dipertanyakan
oleh beberapa kalangan akademisi berkaitan dengan gejolak perubahan masyarakat yang
semakin dinamis. Di Indonesia istilah administrasi negara dikenal berbarengan dengan
pendekatan yang digunakan dalam mengelola negara yang menekankan pada orientasi
kekuasaan. Orientasi kekuasaan yang berasal dari negara ini membuat segala upaya
penyelenggaraan pemerintahan bercorak sarwa negara. Publik lebih ditekankan pada
pemahaman negara. Oleh karena itu, corak sarwa negara itu lebih menonjol ketimbang
corak yang bersarwa masyarakat atau rakyat.
Bovair dan Loffler (2003:6) mengemukakan bahwa pada pertengahan abad
keduapuluh kajian tentang tugas-tugas pegawai negeri dan pejabat publik lainnya (tugastugas politisi sebagai legislator dalam menetapkan kebijakan publik) biasanya dimaknai
dengan administrasi negara. Dengan demikian administrasi negara dicirikan dengan
kesan yang kental dengan birokrasi, pekerjaan yang permanen, kurangnya semangat
wirausaha, dan lain-lain.
Pada akhir tahun 1980an dan awal tahun 1990an telah terjadi transformasi dalam
sektor publik di negara-negara maju. Bentuk-bentuk administrasi negara yang birokratis,
hirarkis, dan kaku yang dominan pada abad duapuluan berubah dalam bentuk publik
manajemen yang berbasis pasar dan fleksibel. Perubahan-perubahan tersebut tidak hanya
pada hal-hal kecil dalam gaya manajemen, tetapi juga peran pemerintah dalam masyarakat
dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Banyak kalangan baik akademisi
maupun praktisi serta pihak-pihak lain telah mendeskreditkan atau menganggap tidak
relevan lagi administrasi publik tradisional secara teoritis dan praktek. Dengan demikian,
munculnya manajemen publik baru berarti munculnya paradigma baru dalam sektor publik
(Hughes: 1994: 1).
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Toha (2008:67) bahwa di Indonesia telah
terjadi perubahan dalam ilmu administrasi negara dan manajemen pemerintahan yang
sebelumnya sarwa negara berubah menjadi sarwa masyarakat. Oleh karena itu, istilah
publik seperti yang dilekatkan sebagai predikat pada istilah administrasi hendaknya
dipahami sebagai predikat terhadap proses kepemerintahan yang selaras dengan perubahan
paradigma tersebut. Dengan demikian, istilah administrasi publik dapat diartikan sebagai
3
c.
Ilmu Administrasi Negara tidaklah statis. Ia selalu ditantang oleh perubahanperubahan zaman. Dasawarsa 1970an merupakan momentum yang menunjukkan
kedewasaan di dalam menghadapi perubahan-perubahan dan tantangan-tantangan untuk
maju. Di Indonesia di saat yang sama, sehabis pergantian orde pemerintahan maka
pembaharuan sistem administrasi negara mengalami kemajuan yang pesat pula.
Pembaharuan ini sejalan dengan program pemerintah untuk melaksanakan pembangunan
berencana lima tahunan. Betapa pentingnya ilmu administrasi negara bagi kehidupan
bernegara tidak bisa disangkal lagi. Banyak masyarakat negara di dunia ini telah
mendemontrasikan kemampuan-kemampuan administrasinya. Mulai dari masyarakat yang
kompleks seperti zaman sekarang ini, administrasi selalu ikut berbicara dalam segala
aspek kehidupan (Toha, 2008: 38-39).
Khusus konsep New Public Management (Manajemen Publik Baru), konsep ingin
mengenalkan konsep-konsep yang biasanya diperlakukan untuk kegiatan bisnis dan di sektor
privat. Inti dari konsep ini ialah untuk mentransformasikan kinerja yang selama ini
dipergunakan dalam sektor privat dan bisnis ke sektor publik. Slogan yang terkenal dalam
perspektif konsep Manajemen Publik baru ini ialah mengatur dan mengendalikan
pemerintahan tidak jauh bedanya mengatur dan megendalikan bisnis (Toha, 2008: 71). Salah
satu model pemerintahan di era Manajemen Publik Baru adalah Reinventing Government
yang dikembangkan oleh Osborne dan Gaebler (1992).
Bovair dan Loffler (2003:6) menguraikan tentang ciri khas Manajemen Publik Baru
yaitu berkaitan dengan manajemen keuangan bukan saja pemegang anggaran, budaya
kontrak, termasuk juga kontrak dengan penyedia jasa sektor swasta, kontrak kerja
pegawai dalam kurung waktu yang tertentu dan bisa saja tidak diperbaharui lagi,
kewirausahaan, pengambilan resiko, dan akuntablitas kinerja.
Selanjutnya, Manajemen Publik Baru berfokus pada manajemen sektor publik
yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi pada kebijakan. Penggunaan pradigma
Manajemen Publik Baru tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah
diantaranya adalah perubahan pendekatan dalam penganggaran dari penganggaran
tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja, tuntutan untuk melakukan efisiensi,
pemangkasan biaya, dan kompetisi tender (Mardiasmo, 2002: 26).
II.
Pemerintah
Masyarakat
Dunia Usaha
Swasta
III.
IV.
a.
merupakan suatu analisis yang mendalam terhadap berbagai alternatif yang bermuara
kepada keputusan tentang alternatif terbaik. Dengan melihat perbedaan pengertian tersebut
maka diharapkan kedua istilah tersebut digunakan secara tepat sesuai dengan konteksnya.
Hogwood dan Gunn (dalam Turner dan Hulme, 1997:59) menguraikan serangkaian
definisi tentang kebijakan (policy) yang menunjukkan makna yang berbeda-beda.
Kebijakan dapat diartikan sebagai: a) label dari suatu bidang kegiatan seperti kebijakan
ekonomi, kebijakan industri, kebijakan ketertiban dan hukum; b) ekspresi tentang tujuan
umum atau kondisi yang diinginkan seperti menciptakan pekerjaan sebanyak mungkin,
mempromosi demokratisasi melalui desentralisasi, atau membasmi akar kemiskinan; c)
proposal khusus seperti melakukan devaluasi 10%, atau memberikan pendidikan gratis;
d) keputusan pemerintah
seperti keputusan presiden; e) otorisasi formal seperti
ketetapan parlemen; f) program seperti program kesehatan wanita; g) output jumlah
lahan yang didistribusikan dalam program land reform; h) ourcome seperti income petani
yang meningkat sebagai akibat dari program land reform; i) teori atau model misalnya
apabila insentif ditingkatkan maka output akan bertambah; dan j) proses seperti penetapan
tujuan, pembuatan keputusan untuk implementasi dan evaluasi.
Keban (2008:57) menjelaskan bahwa dimensi kebijakan memang sangat penting
mengingat kedudukannya sangat penting sebagai penentu tentang apa yang hendak
dikerjakan. Disini perlu dicatat bahwa apa yang hendak dikerjakan harus responsif
terhadap masalah, kebutuhan aspirasi. Jadi tidak benar kalau suatu kebijakan diputuskan
atau dikeluarkan tanpa ada masalah, kebutuhan, dan aspirasi yang riil, dan tentu tidak bisa
juga didasarkan pada masalah atau kebutuhan yang dikarang oleh pihak tertentu untuk
memenuhi kepentingannya. Dan karena kebijakan ini adalah kebijakan publik maka yang
ditekankan di sini adalah masalah, kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat yang seharusnya
dilayani.
Wilson (2006:12) mendefinisikan kebijakan publik yaitu pernyataan authoritatif atau
tindakan pemerintah yang merefleksikan keputusan, nilai, atau tujuan pembuat kebijakan
(the authoritative statements or actions of government which reflect the decisons, values,
or goals of policy makers). Dye (1998:2) mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang
dikerjakan oleh pemerintah, mengapa melakukannya, dan perbedaan apa yang
dihasilkannya (what governments do, why they do it, and what difference it makes).
b.
dunia yang menunjukkan bahwa prosedur pengadaan yang semrawut sering menimbulkan
terjalinnya hubungan antara pegawai pemerintah dengan kontraktor yang tidak wajar
sehingga
menyebabkan terjadinya kolusi diantara berbagai pihak yaitu antara
kontraktor dengan kontraktor atau antara pegawai pemerintah dengan kontraktor.
Dalam implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah
di Indonesia, antara tahun 2003 dan tahun 2008 cukup banyak masalah besar yang terjadi.
Masalah tersebut antara lain skandal pengadaan logistik Pemilu oleh KPU, pengadaan
kendaraan pemadan kebakaran di beberapa provinsi dan kota se Indonesia, dan lain-lain.
Berdasarkan masalah yang terjadi tersebut pemerintah secara terus menerus
memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa. Sampai tahun 2007 Keppres 80 tahun
2003 telah diubah sebanyak tujuh kali dengan tujuan agar prinsip-prinsip pengadaan
barang dan jasa dapat terwujud. Sistem dan metoda pengadaan barang dan jasa pada saat
itu sudah semakin baik yang ditandai dengan penerapan prinsip transparansi dalam
pengadaan barang dan jasa yang semakin sempurna sehingga semakin tertutup cela bagi
pengguna dan penyedia barang dan jasa untuk melakukan penyelewengan. Hal ini ditandai
dengan terbitnya Perpres 95 tahun 2007 yang intinya adalah pengumuman pengadaan
barang dan jasa melalui website pengadaan. Pengumuman melalui website ini merupakan
tindak lanjut perbaikan prinsip transparansi secara terus menerus yang sebelumnya hanya
melalui Surat Kabar saja sebagai tempat pengumuman pengadaan. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya bahwa pada tahun 2006, untuk menjunjung tinggi penerapan prinsip
transparansi maka dilakukan penetapan Surat kabar Media Indonesia sebagai tempat
pengumuman untuk pengadaan yang jumlah anggarannya Rp. 1 milyar ke atas semakin
membuka transparansi yang lebih baik. Demikian pula, penetapan Surat Kabar Ujung
Pandang Ekspres sebagai tempat pengumuman pengadaan di Sulawesi Selatan khususnya
pengadaan yang anggarannya Rp. 100 juta sampai Rp. 1 milyar juga cukup signifikan
membatasi para pihak dalam melakukan penyelewengan. Dengan demikian transparansi
pegumuman pengadaan ini memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penyedia
barang dan jasa untuk melakukan kompetisi yang sehat.
C. METODE PENELITIAN
I.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian yaitu
lingkup Pemerintah Kabupaten Soppeng khususnya pada 8 (delapan) unit yaitu: Sekretariat,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (Dinas PPKAD), Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU), Dinas
Kesehatan, Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Dinas Dikmudora), Dinas
Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi, dan Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD). Kedelapan unit tersebut lebih banyak melaksanakan pengadaan barang
dan jasa dibandingkan dengan unit lain yang berlangsung secara rutin dengan jenis
pengadaan yang sama atau berbeda dari tahun ke tahun.
II.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tentang
Penerapan Prinsip Transparansi dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah Kabupaten
Soppeng. Pertimbangan utama yang diambil peneliti dalam memilih studi kasus ini karena
saat ini pengadaan barang dan jasa menjadi isu publik yang sangat penting yang ditandai
dengan banyaknya permasalahan yang menimpa
pemerintah, swasta dan masyarakat
dalam pengadaan barang dan jasa tersebut. Peneliti melakukan penelusuran dan studi
secara mendalam tentang objek yang diteliti dalam rangka menarik kesimpulan yang lebih
akurat tentang penerapan Prinsip Transparansi dalam Pengadaan Barang dan Jasa pada
Pemerintah Kabupaten Soppeng.
8
III.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian akan diperoleh melalui pihak-pihak yang terkait
dalam pengadaan barang dan jasa selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2008
sebagai berikut:
a. Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, anggota DPRD, dalah para pengambil
kebijakan yang ada di Kabupaten Soppeng. Mereka dapat menentukan kebijakan
dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan Keppres 80 tahun 2003.
b. Pengguna Anggaran/Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Barang adalah seseorang
yang diangkat oleh Bupati sebagai atasan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Mereka bertugas untuk mengontrol pejabat
pembuat komitmen dan panitia pengadaan barang dan jasa dalam melaksanakan tugastugasnya. Pengguna Anggaran/Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Barang
memiliki tanggungjawab keuangan fisik kegiatan sehingga memiliki tanggungjawab
utama dalam mematuhi prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik. Pengguna
Anggaran/Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Barang pada umumnya dijabat
oleh Pimpinan SKPD.
c. Panitia Pengadaan Barang dan Jasa adalah tim yang diangkat oleh kuasa pengguna
anggaran atau Kepala Kantor yang bertugas untuk melaksanakan proses pengadaan
barang dan jasa sehingga keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pengadaan sangat
tergantung pada panitia tersebut. Mereka memiliki tanggungjawab yang sangat besar
untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik khususnya
perinsip transparansi.
d. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasarkan Keppres 80 tahun 2003 adalah
pegawai yang diangkat oleh pimpinan tertinggi lembaga dalam mengelolah anggaran
dan kegiatan kantor. Ia memiliki tanggungjawab dalam mengelola kegiatan dan
keuangan kantor secara penuh sehingga keberhasilan dan kegagalan seluruh kegiatan
dan pemanfaatan anggaran adalah merupakan tanggungjawabnya. Tanggungjawab
yang dimiliki oleh Pejabat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa adalah ia
harus menetapkan pemenang tender yang diajukan oleh panitia pengadaan. Selain itu,
ia harus menandatangani kontrak dengan pihak perusahaan selaku penyedia barang
dan jasa sehingga tenggungjawab panitia pengadaan beralih kepada pejabat pembuat
komitmen. Dengan tanggungjawab yang besar tersebut pejabat pembuat komitmen
diwajibkan untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik.
Jabatan PPK ini khususnya berlaku dalam pengadaan barang dan jasa yang
anggarannya bersumber dari APBN.
e. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) adalah pegawai yang diangkat oleh
Pengguna Anggaran/Barang yang memiliki tugas utama sebagai penanggungjawab
kegiatan secara operasional. Tugas dan fungsi PPTK ini berdasarkan Permendagri
Nomor 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dengan demikian,
beberapa SKPD telah menugaskan PPTK tersebut sebagai penanggungjawab
kegiatan sejak tahun 2007.
f. Pengawas fungsional baik pengawas internal yaitu Inspektorat Kabupaten Soppeng
maupun pengawas eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bertugas
untuk melalukan pemeriksaan seluruh kegiatan pembangunan yang ada di
Kabupaten Soppeng. Mereka mengetahui dengan baik sejauh mana seluruh kegiatan
pembangunan dapat menjunjung
tinggi prinsip transparansi dalam pengadaan
barang dan jasa.
g. Pengusaha adalah penyedia barang dan jasa yang merupakan mitra instansi
pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa setelah memenuhi segala ketentuan
yang berlaku
terutama setelah memenangkan proses tender secara kompetitif.
Pengusaha memiliki tanggungjawab untuk memenuhi segala ketentuan yang telah
tercantum dalam kontrak sehingga hasil pekerjaan yang dicapai benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian,
9
h.
i.
Fokus masalah penelitian dan deskripsi fokus yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Transparansi adalah prinsip yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak
yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa yaitu berkaitan dengan semua
ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa, yang dimulai dari pra
pengadaan barang dan jasa, proses pengadaan barang dan jasa (proses pelelangan),
sampai kepada pasca pengadaan barang dan jasa sifatnya terbuka atau tidak ada aspek
yang disembunyikan bagi peserta dan penyedia barang dan jasa khususnya dan bagi
masyarakat luas umumnya. Selain itu, semua pihak yang berkepentingan dalam
pengadaan barang dan jasa mendapat akses informasi yang lengkap dan jelas.
b. Pengadaan barang dan jasa adalah pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang tertuang dalam Daftar Isian Penyelenggaraan Anggaran
(DIPA) pemerintah kabupaten Soppeng. Pengadaan barang dan jasa yang menjadi
fokus penelitian di sini adalah pengadaan yang berlangsung pada tahun 2007 sampai
dengan tahun 2008 yang terdiri dari pra pengadaan, proses pengadaan, pasca
pengadaan, dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penerapan prinsip
transparansi dalam pengadaan barang dan jasa.
c. Transparansi pra pengadaan barang dan jasa adalah terbuka dan tersedianya akses
informasi tentang identifikasi kebutuhan pengadaan barang dan jasa yang dimulai
dengan Musrenbang sampai dengan penetapan rencana pengadaan barang dan jasa
oleh DPRD yang dilakukan secara partisipatif berdasarkan sistem perencanaan
buttom up.
d. Transparansi proses pengadaan barang dan jasa adalah terbuka dan tersedianya akses
informasi yang dimulai dari penetapan paket pengadaan dan pengumuman lelang,
pendaftaran, pejelasan lelang, pemasukan/pembukaan penawaran, evaluasi penawaran,
penetapan pemenang, masa sanggah, dan penandatanganan kontrak.
e. Transparansi pasca pengadaan barang dan jasa adalah terbuka dan tersedianya akses
informasi yang dimulai dari awal pelaksanaan pekerjaan, proses pelaksanaan
pekerjaan, distribusi barang, masa pemeliharaan, dan serah terima pekerjaan termasuk
10
f.
g.
V.
Instrumen Penelitian
d.
e.
VI.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan
FGD terbatas sebagai berikut:
a. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dari berbagai informan antara lain
dari pihak Pemerintah Kabupaten Soppeng yang berwewenang mengambil kebijakan
dalam pengadaan barang dan jasa, para PPTK dan panitia pengadaan barang dan jasa
yang paling banyak terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Peneliti juga melalukan
wawancara dengan pimpinan asosiasi perusahaan dan pimpinan perusahaan yang
selama ini terlibat dalam pelelangan dan melakukan kontrak kerja dengan Pemerintah
Kabupaten Soppeng, serta tokoh masyarakat dan pimpinan LSM yang selama ini aktif
memantau pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Soppeng.
Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan
auditor baik dari BPK
maupun Inspektorat Pemerintah Kabupaten Soppeng serta ahli pengadaan barang dan
jasa. Data yang diperoleh melalui berbagai informan tersebut dilakukan
pengabsahannya dengan cara triangulasi. Data dari informan yang satu dengan
informan lainnya dicocokkan untuk mencari keragaman jawaban sah sehingga data
yang disajikan dalam uraian hasil penelitian menjadi informasi yang benar-benar
valid.
b. Diskusi kelompok terfokus (Focused group discussion) terbatas dilakukan dengan
mengundang para informan dalam suatu pertemuan secara bersama-sama dalam
rangka mendapatkan data tentang penerapan prinsip transparansi dalam pengadaan
barang dan jasa pada Pemerintah Kabupaten Soppeng. FGD khusus dilakukan di
lingkungan Sekretariat dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan
Energi. Data yang diperoleh melalui FGD ini digunakan untuk mendukung data
yang diperoleh melalui wawancara secara perorangan dari setiap informan.
c. Penelahaan dokumen yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pada
Pemerintah Kabupaten Soppeng khususnya pada unit Sekretariat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah (Dinas PPKAD), Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU), Dinas Pengelolaan
Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan,
Pemuda dan Olah Raga (Dinas Dikmodora), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008. Jenis-jenis
dokumen yang
dibutuhkan antara lain Dokumen Perencanaan Kegiatan, Dokumen Lelang, Surat
Perjanjian (Kontrak) antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan pengusaha, Laporan
Pelaksanaan Kegiatan (bulanan, triwulan, semester, tahunan), Laporan tentang Serah
Terima Pekerjaan, Surat Keputusan (SK) tentang pengangkatan pegawai dalam
Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa, dan lain-lain. Dokumen penting lainnya adalah
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK untuk kegiatan tahun 2007 dan tahun 2008 pada
12
Pemerintah Kabupaten Soppeng. Data dari dokumen tersebut berasal dari dokumen
asli yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Kecamatan dan Kabupaten, dihadiri oleh anggota Dewan yang berasal dari
daerah pemilihan masing-masing, dan dihadiri oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) pada Musrenbang itu. Itulah yang diolah kemudian disampaikan
ke masing-masing SKPD. Namun, tidak semua aspirasi bisa tercover di
Musrenbang Desa, Kecamatan sampai Musrenbang Kabupaten dan masuk kepada
Rancangan APBD. Tentu saja kita melihat prioritas-prioritas pada Desa yang
bersangkutan dan saya melihat dengan adanya prinsip transparansi, betul-betul
keterlibatan masyarakat dalam mengajukan aspirasi dalam sektor kebutuhan
masyarakat betul-betul sangat bermanfaat dengan pola seperti ini (Saharuddin: 9
Mei 2009).
Informasi dari informan di atas menunjukkan bahwa transparansi perencanaan
pembangunan yang ada di Kabupaten Soppeng khususnya pengadaan barang dan jasa
benar-benar dapat terwujud karena melibatkan partisipasi dari masyarakat mulai dari
tingkat desa sampai tingkat kabupaten sehingga seluruh rencana pembangunan dapat
diketahui secara luas. Masalah yang kadang-kadang muncul hanya pada saat terjadi
anggaran perubahan pada pertengahan tahun anggaran. Usulan pengadaan barang dan jasa
kadang-kadang tidak berdasarkan kebutuhan terutama usulan kebutuhan SKPD sebagaimana
yang dijelaskan oleh informan dari BPK sebagai berikut:
Pesoalan perencanaan pengadaan barang dan jasa sering muncul pada saat
terjadi anggaran perubahan. SKPD kadang-kadang melakukan usulan pengadaan
barang dan jasa tidak berdasarkan kebutuhan terutama perencanaan pengadaan
pada saat terjadi perubahan anggaran (Firdaus: 9 Juni 2009).
Puncak prestasi dari seluruh proses perencanaan pembangunan khususnya
identifikasi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan seluruh komponen masyarakat di
Kabupaten Soppeng adalah penerimaan Otonomi Award dari the Fajar Institute of ProOtonomi (FIPO) pada tanggal 29 Mei 2009 yang diserahkan oleh Bapak Wakil Presiden
Republik Indonesia Bapak H. M. Yusuf Kalla. Kabupaten Soppeng memiliki nilai yang
paling tinggi dari 23 Kabupaten/Kota se Sulawesi Selatan dalam melakukan proses
perencanaan pembangunan dengan melibatkan masyarakat yang dimulai dari pra
Musrenbang, Musrenbang Desa/Kelurahan, Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, dan
Musrenbang Kabupaten (Kadir, 2009: 52-53).
II.
Sejak diterbitkannya Keppres 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa
maka terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam pengadaan barang dan jasa di
Indonesia, baik dalam tataran kebijakan maupun dalam tataran implementasinya. Sebelum
Keppres 80 tahun 2003 ini terbit peraturan yang mengatur tentang pengadaan barang dan
jasa yaitu Keppres 18 tahun 2000. Cikal bakal munculnya Keppres 80 tahun 2003 ini
yaitu; Pertama adalah diawali dengan koreksi terhadap peraturan itu sendiri. Kedua
adalah berbagai penelitian yang dilakukan oleh negara-negara atau lembaga-lembaga
donor (pemberi bantuan) terhadap pembangunan di Indonesia bahwa pengadaan barang
dan jasa di Indonesia diwarnai dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal
tersebut disampaikan oleh ahli pengadaan sebagai berikut:
Negara-negara atau lembaga-lembaga donor melakukan kajian-kajian terhadap
pengadaan barang dan jasa di Indonesia ini dan mereka membuat kesimpulan
bahwa bahwa pengadaan barang dan jasa itu di Indonesia penuh dengan KKN. Kita
sebagai negara berdaulat tidak mau didikte begitu saja, oleh karena itu kita juga
membuat kajian-kajian yang kebetulan memang singkron dengan yang mereka
sarankan. Oleh karena itu, pada tahun 2003 kita bertekad bulat untuk mengakhiri
KKN itu (Soepadyo: 22 Juli 2009).
15
Penentuan paket-paket pengadaan barang dan jasa tersebut sangat jelas metode
yang akan dilakukan berdasarkan anggaran
yang telah dialokasikan untuk setiap
pengadaan barang dan jasa. Pada prinsipnya semua pengadaan barang dan jasa adalah
pelelangan umum tetapi dimungkinkan untuk dilakukan dengan metode penunjukan
langsung, pemilihan langsung dan swakelola. Namun demikian, setiap penentuan paketpaket tersebut tidak selamanya dilakukan dengan benar karena ada kecenderungan untuk
melakukan paket tersebut dengan metode penunjukan langsung karena dianggap jauh
lebih mudah karena tidak melibatkan terlalu banyak pengusaha.
Dalam rangka peningkatan pengelolaan keuangan, pemerintah Kabupaten
Soppeng menganggarkan pengadaan Software Sistem Informasi Akuntansi
Keuangan daerah pada SKPKD dan 31 SKPD di Kabupaten Soppeng dengan
anggaran seluruhnya sebesar Rp. 1.320.950.000,- dan realisasi sebesar Rp.
1.319.550.000,-. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut masing-masing SKPD
melakukan kerjasama dengan CV. Birusoft Cipta Informatika dengan nilai kontrak
bervariasi antara Rp. 35.000.000,- sampai dengan Rp. 49.000.000,- yang dilakukan
dengan penunjukan langsung. Khusus untuk Sekretariat Daerah sebagai SKPKD
yang menyusun Laporan Keuangan Daerah Kabupaten Soppeng, nilai kontrak
yang disepakati sebesar Rp. 97.950.000,- (LHP BPK, Buku III, 2008:1-4).
Dengan ditetapkannya kedua media tersebut maka akses informasi pengadaan
terbuka lebar kepada semua pengusaha tidak hanya di wilayah Soppeng tetapi juga di
seluruh wilayah Sulawesi Selatan bahkan di seluruh Indonesia melalui Media Indonesia.
Masing-masing media cetak memiliki website sehingga bisa diakses melalui internet.
Transparansi pengumuman barang dan jasa saat ini sangat luarbiasa luasnya sehingga
tidak memungkinkan lagi untuk ditutupi seluruh pengadaan barang dan jasa yang wajib
dilelangkan. Hal ini terbukti bahwa pengadaan barang dan jasa yang dilakukan di
Kabupaten Soppeng telah diikuti oleh pengusaha dari Kabupaten lain misalnya Kota
Makassar, Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Mamuju, dan lain-lain. Namun
demikian, sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2008, belum ada penyedia barang dan
jasa yang mengikuti pelelangan di Kabupaten Soppeng yang berasal dari luar Propinsi
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Saya lihat dalam 2 tahun terkahir ini cukup aktif partisipasi pengusaha dari
kabupaten lain misalnya Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Luwu,
dan Kabupaten Mamuju khsusnya pada waktu pengadaan genset untuk
penerangan di rumah jabatan Bupati dan di Sekretariat (Asad: 2 Mei 2009)
Dalam melakukan evaluasi seluruh proses evaluasi tersebut masih bersifat rahasia
sehingga rekanan tidak diperkenankan untuk mengetahui hasil evaluasi tersebut sampai
penandatanganan kontrak. Setelah peserta lelang dapat melakukan sanggahan apabila ada
hal-hal yang dianggap tidak mengikuti prosedur sesuai dengan Keppres 80 tahun 2003.
Namun demikian, kadang-kadang pengusaha masih meragukan hasil evaluasi yang
dilaksanakan oleh panitia tersebut sebagaimana yang dikemukan oleh salah seorang
informan dari pihak pengusaha sebagai berikut:
Hal-hal yang biasa menjadi kendala adalah pada saat evaluasi karena proses
evaluasi itu sifatnya rahasia artinya cuma panitia yang bisa lihat. Jadi untuk
mengantisipasi hasil evaluasi saya menyimpan arsip penawaran dan ketika saya
digugurkan tentu saya mempertanyakan kenapa saya
digugurkan dalam
penawaran itu. Kita kadang kalah dalam penawaran. Kadang orang menang
karena dia menang secara angka. Masalahnya dia benar secara keseluruhan atau
tidak kita jangan berprasangka buruk. Saya melihat bahwasanya, seharusnya hal
itu bisa diakses oleh siapapun agar kerahasiaan itu tidak diterjemahkan tidak bisa
diketahui siapapun (Syahril: 11 Juli 2009).
17
III.
Penerapan Prinsip Transparansi dalam Pasca Pengadaan Barang dan Jasa (Pasca
Pelelangan Umum) di Kabupaten Soppeng
Berdasarkan LHP BPK tahun 2008 bahwa pengadaan barang dan jasa pada tahun
2007 dan realisasi anggarannya sebesar Rp. 115.557.711.848,-. Jenis pengadaan utama
yaitu pengadaan tanah, pengadaan peralatan mesin, pengadaam gedung dan bangunan,
pengadaan jalan, irigasi, dan jaringan, serta pengadaan aset lainnya. Dari anggaran tersebut
anggaran pengadaan gedung dan bangunan yang paling besar yaitu sebesar Rp.
47.044.736.616, dan anggaran yang paling kecil adalah untuk pengadaan aset lainnya yaitu
hanya sebesar 1.341.118.000,-. Anggaran tersebut
tersebar di seluruh SKPD se
Kabupaten Soppeng.
Pengadaan barang dan jasa pada tahun 2008 dan realisasi anggarannya mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2007. Jumlah anggaran pengadaan barang dan
jasa pada tahun 2008 sebesar Rp. 135.954.041.254,-. Jenis pengadaan utama yaitu
pengadaan tanah, pengadaan peralatan mesin, pengadaan gedung dan bangunan, pengadaan
jalan, irigasi, dan jaringan, serta pengadaan aset lainnya. Ternyata, pada tahun anggaran
2008 Dari anggaran tersebut anggaran pengadaan pengadaan jalan, irigasi, dan jaringan
yang paling besar yaitu sebesar Rp. 68.895.368.589,- dan anggaran yang paling kecil adalah
untuk pengadaan aset lainnya yaitu hanya sebesar Rp. 683.982.000,-. Anggaran tersebut
tersebar di seluruh SKPD se Kabupaten Soppeng.
Berikut ini diuraikan tentang jumlah kekayaan Pemerintah Daerah Kabupaten
Soppeng yang berkaitan dengan barang dan jasa (aset) berdasarkan dengan hasil neraca
sampai dengan
31 Desember
2008
berdasarkan yaitu; 1) tanah sebesar
Rp.205.698.120.900; 2) Peralatan dan mesin sebesar Rp. 200.582.655.879,-; 3) Gedung dan
bangunan sebesar Rp. 244.003.976.959,-; 4) Jalan, jaringan dan instalasi sebesar
Rp.334.131.811.534,-; 5) Aset tetap lainnya Rp. 1.994.025.725,-; dan 6) Konstruksi dalam
pengerjaan sebesar Rp. 22.830.003.963,-.
Berdasarkan data di atas bahwa Kabupaten Soppeng memiliki kekayaan khusus
untuk bidang aset berdasarkan neraca pada tanggal
31 Desember 2008 sebesar
Rp.1.009.240.594.860,- namun yang dapat tercatat pada masing-masing SKPD hanya
sebesar Rp.581.283.545.100,- sehingga selisih sebesar Rp. 427.957.049.760,-.
Hasil temuan BPK juga menunjukkan bahwa pekerjaan jalan beton dan drainase
ruas Lapajung-Mangkuttu (Poros Malaka Raya) yang dikerjakan oleh CV. Cipta Agar
Utama dengan nilai kontrak sebesar Rp. 758.711.000,- ternyata hanya dapat dilaksanakan
sampai 50% sampai batas waktu yang ditentukan yaitu pada tanggal 13 Desember 2008.
Berdasarkan hasil pengamatan fisik oleh auditor BPK pada tanggal 18 Pebruari 2008
menunjukkan bahwa pekerjaan terbengkalai dan tidak dikerjakan sesuai
dengan
perjanjian kerjasama yang disepakati baik dari segi volume pekerjaan maupun waktu
pelaksanaan.
Ada 3 (tiga) jenis pekerjaan yang sama dengan lokasi yang berbeda dan
pengusaha yang berbeda pula telah mengalami permasalahan yang sama yaitu kualitas
dan waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan perjanjian dalam kontrak. Adapun pekerjaan
yang dimaksud yaitu: 1) Pekerjaan jalan beton, drainase dan talud ruas Pajalesang dan
Allimbangen (Jl. Cabenge); 2) Pekerjaan jalan beton, drainase dan talud ruas Pajalesang dan
Allimbangen (Jl. Ranjau); dan 3) Pekerjaan jalan beton ruas Malaka dan Mari-Mari (BeloGanra). Hasil ini menunjukkan bahwa para pengusaha tersebut memiliki kemampuan
yang sangat terbatas dalam melaksanakan pekerjaan tertentu misalnya pekerjaan beton
seperti yang disebutkan di atas (LHP BPK: Buku III, 2009).
Berdasarkan laporan BPK tahun 2007 dan tahun 2008 dalam Buku III disebutkan
juga bahwa ternyata ada beberapa pekerjaan yang dilaporkan oleh Pengguna Anggaran
dan PPTK telah selesai dikerjakan secara fisik tetapi ternyata belum selesai. Hal ini
terbukti dengan penandatanganan Serah Terima Pekerjaan yang dilakukan oleh
Pengguna Anggaran dan PPTK seperti yang telah terjadi pada Dinas Pengelolaan Sumber
Daya Air, Pertambangan dan Energi dan Dinas PU. Akhirnya anggaran tersebut dicairkan
18
secara tidak akuntabel oleh Pengguna Anggaran. Dengan permintaan dari Pengguna
Anggaran maka Dana yang telah dicairkan tersebut akhirnya diblokir untuk tidak
dibayarkan kepada pengusaha sebelum pekerjaannya selesai.
Disamping pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik oleh para pengusaha
tetapi ternyata masih ada pekerjaan yang anggarannya cukup besar khususnya pada tahun
2007 tetapi hasilnya kurang memuaskan. Pekerjaan yang dimaksud adalah software Sistem
Informasi Akuntansi Keuangan Daerah untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah di
Kabupaten Soppeng. Software tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu,
Dinas Pendapatan Daerah telah melakukan pengadaan Komputerisasi Sistem dan Prosedur
Pendapatan Daerah Aplikasi Windows pada tahun 2007 tetapi juga tidak berfungsi
dengan baik. Selain itu, ada juga pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh pengusaha
sesuai dengan waktu yang ditentukan tetapi tidak dilakukan pemutusan kontrak.
Ternyata pada tahun 2008 masih ada beberapa pekerjaan yang dikerjakan oleh
para pengusaha yang memiliki permasalahan akuntabilitas yang sama yaitu pekerjaan tidak
diselesaikan tepat waktu antara lain: 1) Pembuatan jaringan irigasi saluran Lokajawae; 2)
Pembuatan tebing sungai Limpomajang; 3) Pemasangan Bronjong Tebing Sungai Leworeng
Belakang SD Kessing; dan 4) Rehabilitasi saluran Banga. Pekerjaan lain yang memiliki
permasalahan jangka waktu pelaksanaan yang tidak dilaksanakan tepat waktu oleh
pengusaha adalah Pembangunan Rumah Jabatan Wakil Ketua I dan II DPRD Kabupaten
Soppeng. Alokasi waktu yang telah disediakan adalah 150 kalender mulai dari tanggal
05 Desember 2008 sampai dengan 07 Mei 2009. Pekerjaan tersebut ternyata baru
mencapai 91.192 % pada saat dilakukan cek fisik pada tanggal 4 Mei 2009.
IV.
a.
Dalam pengadaan barang dan jasa hal yang sangat penting harus dimiliki oleh
semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa adalah pengetahuan yang
memadai tentang aturan-aturan pengadaan barang dan jasa itu sendiri khususnya Keppres
80 tahun 2003 dan seluruh perubahan-perubahannya. Disamping pengetahuan yang
memadai tersebut mereka juga harus memiliki pengalaman dalam pengadaan barang dan
jasa terutama dalam menjadi panitia pengadaan barang dan jasa. Dengan demikian,
pemerintah melalui BAPPENAS sejak tahun 2005 melakukan ujian Sertifikasi
pengadaan barang dan jasa yang didahului dengan pelatihan pengadaan barang dan jasa
yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga pelatihan resmi.
Menurut Soepadyo bahwa disamping keahlian yang dibuktikan dengan Sertifikat
keahlian pengadaan barang dan jasa panitia juga perlu memiliki pengalaman
dalam memproses pengadaan barang dan jasa. Semakin banyak pengalaman
menjadi panitia akan semakin terungkap segala permasalahan yang berkaitan
dengan pengadaan barang dan jasa (22 Juli 2009).
Selain itu, hal yang sangat mendukung pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di
Kabupaten Soppeng yaitu pada tahun 2008 telah dibentuk Tim Verifikasi Administrasi
dan Fisik Kegiatan Pembangunan di Kabupaten Soppeng sejak tahun 2008. Pertimbangan
utama dibentuknya Tim tersebut adalah untuk mewujudkan pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang berkualitas, transparan dan akuntabel serta dalam mengelola
pengaduan masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan proyek/kegiatan pembangunan di
Kabupaten Soppeng. Dengan adanya Tim tersebut maka para pengusaha sangat berhatihati untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggunjawabnya. Pekerjaan yang belum
dinyatakan selesai secara sempurna oleh Tim belum dapat dilakukan Serah Terima
Pekerjaan Pengguna barang dan penyedia barang sehingga pembayarannyapun belum bisa
dicairkan 100%.
19
Sekarang ini kita bentuk namanya Tim Sembilan, dalam hal ini kita bentuk Tim
Verifikasi. Tugas Tim Verifikasi ada dua, yang pertama adalah SKPD tidak
diperkenankan membayar 100% tanpa ada surat rekomendasi dari Tim Sembilan.
Jadi kalau ada misalnya laporan dari SKPD yang mengatakan bahwa pekerjaan
jalanan misalnya di tempat ini sudah 100%, dia menyurat ke Tim verifikasi untuk
turun lapangan apa betul sudah selesai atau tidak. Kalau Tim verifikasi turun
melihat dan menemukan betul-betul bahwa pekerjaan di lapangan selesai 100%
baru Tim Verifikai membuat Surat
Rekomendasi untuk dibayarkan 100%.
Kemudian disamping itu kita sebenarnya tidak bayarkan 100%, tetapi masih ada
namanya retensi (pemeliharaan) misalnya sampai enam bulan. Selama enam
bulan ada kerusakan di lapangan maka inilah dana yang digunakan untuk
memperbaiki. Tetapi dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan kita minta kepada
semua aparatur dari bawah, mulai dari Camat, Lurah, Kepala Dusun, Ketua
RT/RW dan semua stakeholder di tempat itu turut mengawasi. Ada namanya
pengawasan masyarakat. Kalau ada masalah silahkan lapor misalnya tidak sesuai
dengan besteknya dan sebagainya. Semua ini adalah untuk menjamin kualitas
pekerjaan di lapangan (A. Sarimin Saransi: 15 Mei 2009).
b.
Pengadaan barang dan jasa bukan tanpa hambatan tetapi sesungguhnya masih
banyak hambatan yang dihadapi semua pihak dalam pengadaan barang dan jasa. Salah satu
hambatan internal yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng dalam pegadaan
barang dan jasa adalah belum meratanya distribusi pegawai yang sudah memiliki
sertifikasi yang merupakan syarat untuk menjadi Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna
Anggaran, dan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa di seluruh SKPD. Selain itu,
kompetensi seluruh pegawai yang berkait dalam pengadaan barang dan jasa masih juga
sangat bervariasi sehingga tidak semua SKPD memiliki SDM yang mampu secara
mandiri dalam memproses pengadaan barang dan jasanya sendiri. Hal ini juga sejalan
yang disampaikan oleh ahli pengadaan barang dan jasa bahwa jumlah Pegawai Negeri
Sipil yang lulus Sertifikasi pengadaan barang masih sangat terbatas dibandingkan dengan
kebutuhan yang diperlukan di instansi pemerintah.
Sebelumnya, apabila panitia pengadaan barang dan jasa sebanyak 7 orang maka
yang betul-betul sebagai panitia hanya 2 orang. Atau kalau panitianya 9 orang
maka yang memahami betul proses tentang pengadaan barang dan jasa tersebut
hanya 2 orang. Dalam Keppres 80 tahun 2003 para penyelenggara barang dan jasa
harus bersertifikat keahlian. Pada saat itu Keppres 80 tahun 2003 menetapkan
bahwa selambat-lambatnya akhir 2005 semua penyelenggara harus bersertifikat.
Keppres 80 tahun 2003 ditandatangani oleh Presiden November 2003 (Soepadyo:
22 Juli 2009).
Hambatan dalam penerapan prinsip transparansi dalam pengadaan barang dan jasa
ternyata cukup banyak. Salah satunya adalah hambatan secara psikologis terutama terjadi
pada pengguna barang atau panitia pengadaan barang dan jasa. Tekanan dapat muncul
dari berbagai pihak seperti LSM dan pengusaha serta penegak hukum. Mereka dapat
melakukan pengaduan dengan mudah kepada penegak hukum. Tindak lanjut tentang
pengaduan yang dilakukan oleh penegak hukum seperti Kepolisian dapat pula menjadi
pemicu tekanan psikologis bagi pegawai maupun keluarga pegawai. Surat panggilan saja
dari penegak hukum yang disampaikan kepada pegawai yang terkait menimbulkan beban
yang luar biasa.
Beban psikologis memang sangat berat karena keterlibatan berbagai pihak
dalam pengadaan barang dan jasa. Kadang-kadang pengusaha yang tidak menang
20
Kesimpulan
21
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Dalam pra pengadaan barang dan jasa khususnya dalam identifikasi kebutuhan
melalui Musrenbang sudah berjalan sebagaimana mestinya. Semua proses dilalui
secara berjenjang sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun demikian,
identifikasi kebutuhan tersebut kadang-kadang tidak berdasarkan kebutuhan yang
nyata hanya daftar keinginan saja. Untuk itu disarankan kepada Pemerintah
Kabupaten Soppeng agar melakukan bimbingan khusus kepada masyarakat dan
aparat desa dan kelurahan tentang tata cara melakukan identifikasi kebutuhan
pembangunan umumnya dan pengadaan barang dan jasa khususnya.
Prinsip transparansi proses pelelangan masih menimbulkan beberapa polemik pada
hal-hal tertentu khususnya tahapan-tahapan yang sangat krusial dalam proses
pelelangan terutama evaluasi penawaran dan penetapan pemenang. Dengan demikian,
panitia harus melakukan evaluasi penawaran secermat mungkin dan memberikan
akses seluas-luasnya kepada para pengusaha untuk mengkonfirmasi kelemahankelemahannya sendiri, termasuk juga segala kelebihan-kelebihan penawaran
pemenang pelelangan. Pemerintah Kabupaten Soppeng juga perlu membentuk forum
komunikasi antara pengusaha dengan SKPD.
Prinsip transparansi dalam pasca pelelangan masih ditemukan permasalahan yang
serius terutama realisasi fisik dan keuangan. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten
Soppeng harus memperketat pengawasan dan benar-benar menerapkan sanksi kepada
semua pihak yang melanggar karena selama ini penegakan aturan dan sanksi hukum
masih agak kurang.
Aparatur pemerintah yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa agar terlibat
secara penuh bukan sebagai pekerjaan sambilan. Mereka harus mencurahkan seluruh
perhatiannya pada pengadaan barang dan jasa tersebut sehingga seluruh kualitas yang
diharapkan dapat terwujud demi kesejateraan masyarakat pada umumnya dan
masyarakat Kabupaten Soppeng khususnya. Insentif yang relatif rendah yang diterima
oleh aparatur pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa selama ini agar dapat
ditingkatkan untuk menyeimbangkan dengan tanggungjawab pekerjaan yang berat
dan resiko yang berat pula terutama resiko hukum agar keseriusan dalam pengadaan
barang dan jasa dapat terwujud.
Sertifikasi seharusnya tidak hanya diwajibkan kepada aparatur pemerintah yang akan
terlibat pada pengadaan barang dan jasa, tetapi sertifikasi perlu juga diwajibkan
kepada pengusaha agar memiliki kemapuan dan integritas yang memadai dalam
menjalankan usahanya.
Sertifikasi perlu diikuti dengan tunjangan yang memadai kepada aparatur pemerintah
yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa karena
tanggungjawab dan
kompensasi yang diterima tidak seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
APEC Government Procurement Experts Group, 1998. Transparancy.
Non Binding Principles on Government
Procurement.
http://www.osec.doc.gov/ogc/occic/apec. html. 12 Februari 2009.
BAPPENAS, 2007. Modul Penerapan Prinsip-Prinsip Tata
Kepemerintahan Yang Baik. Jakarta: Sekretariat Tim Pengembangan
Kebijakan Nasional Tata
Kepemerintahan
Yang Baik
BAPPENAS.
Bovaird, Tony and Elke Loffler, 2003.
Understanding Public
Management and Governance dalam Bovair dan Loffler (Ed).
Public Management and Governance. London: Routledge Taylor &
Francis Group.
22
PERATURAN
Keputusan Presiden RI Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden RI Nomor 95 tahun 2007 tentang Perubahan
Ketujuh Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
24