OLEH
LUKMAN
2012
Ringkasan Disertasi/2012|
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor
Program Studi
Ilmu Administrasi Publik
LUKMAN
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
Ringkasan Disertasi/2012|
ii
LEMBAR PENGESAHAN
DISERTASI
RED TAPE DALAM PELAYANAN BIROKRASI:
STUDI KASUS PADA PELAYANAN
IZIN USAHA PERDAGANGAN
DI KOTA MAKASSAR
LUKMAN
Nomor Pokok P0900307009
Menyetujui
Komisi Penasihat,
Mengetahui
Ketua Program Studi
S3 Ilmu Administrasi Pubik,
Ringkasan Disertasi/2012|
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhaana Wataalaa
atas segala rahmat dan kasih sayangNya yang senantiasa dilimpahkan
kepada kami sekeluarga sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan.
Syalawat dan tahmid atas junjungan Nabi Muhammad s.a.w. yang telah
diutus oleh Allah untuk membimbing umat ke jalan yang rahmati dan
diridhoiNya.
Gagasan disertasi ini muncul atas pengamatan dan hasil bacaan
penulis terhadap pelayanan birokrasi yang selama ini senantiasa mendapat
sorotan yang cenderung negatif. Kritikan dan keluhan terhadap pelayanan
birokrasi bukanlah hal baru, tetapi sudah ada sejak zaman dulu dan
bahkan muncul bersamaan dengan lahirnya birokrasi itu sendiri, yang
dikenal dengan konsep bureaucracy pathology, yang salah satu variannya
adalah red tape. Red tape sebagai salah satu bureau pathology
mempunyai efek negatif terhadap pelayanan birokrasi. Untuk itu penulis
bermaksud menyumbangkan konsep dan model guna mengurangi red tape
dalam pelayanan birokrasi.
Berbagai kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka
penyusunan disertasi ini, hanya atas berkah dan hidayahNya, serta
bantuan berbagai pihak sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof.
Dr. Sangkala, MA. sebagai promotor, Prof. Dr. Suratman, M.Si dan Dr.
Hasniati, M.Si. selaku ko-promotor atas bimbingan dan bantuannya yang
telah diberikan mulai dari pengembangan gagasan awal, pelaksanaan
penelitian sampai dengan rampungnya penulisan disertasi ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Lembaga
Administrasi Negara, Sekretaris Utama LAN (Drs. Panani, M.Si.), Rektor
Universitas Hasanuddin (Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi), Direktur Pascasarjana Unhas (Prof. Dr. Ir. Mursalim). Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Unhas (Prof. Dr. H. Hamka Naping, MA.). Ketua Program Studi S3
Ilmu Administrasi Publik (Prof. Dr. Suratman Nur, M.Si.). Prof. Dr. Irfan
Maksum, M.Si. selaku penguji ekternal, Dr. Alwi, M.Si., Dr. Hamsinah, M.Si.
dan Dr. H. Baharuddin, M.Si. masing-masing selaku penguji. Kepala Pusat
Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Makassar (Dr. Muh. Idris,
MA.), Ketua STIA LAN Makassar (Prof. Dr. Makmur, M.Si.) yang telah
memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melanjutkan studi
pada jenjang doktor.
Terkhusus kepada keluarga saya Hj. Rulinawaty Kasmad, S.Sos.,
M.Si. (isteri), Muhammad Mufarrij Lukman (anak), bapak dan ibu kandung
saya H. Lattawe Asang dan I Samboteng (almarhum dan almarhumah), Hj.
Ringkasan Disertasi/2012|
iv
Nani Baba (ibu tiri), adik saya H. Pemassery Lattawe dan Hj. Gusnah
Lattawe, bapak dan ibu mertua Prof. Dr. H. Kasmad Yahya (almarhum) dan
Hj. Bau Nurliawati, paman kami Prof. Dr. Sulaeman Asang, M.Si., serta
kedua ipar saya Hj. Lina Herlina dan Andi Arwan Saleh yang telah banyak
membantu dan memberikan dorongan serta semangat dalam rangka
penyelesaian studi pada jenjang doktor.
Ucapan terimah kasih disampaikan pula kepada seluruh dosen dan
segenap sivitas akademik Pascasarjana Program Studi Administrasi Publik
(S3) Fisip Unhas. Begitu pula kepada teman-teman angkatan pertama
Program Studi Administrasi Publik Pascasarjana (S3) Fisip Unhas,
terutama kepada Dr. Abd. Kadir (Untad Kendari), Dr. Anwar Parawangi
(BKKBN Sulsel), Dr. Yunus Namsa (Universitas Muhammadyah Ternate),
serta kepada seluruh pegawai STIA LAN dan PKP2A II LAN Makassar
yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang juga telah
banyak membantu penulis dalam merampungkan disertasi ini.
Makassar, 14 Juni 2012
Lukman
Ringkasan Disertasi/2012|
ABSTRAK
LUKMAN. Red Tape dalam Pelayanan Birokrasi: Studi Kasus pada
Pelayanan Izin Usaha Perdagangan di Kota Makassar, yang dibimbing
oleh Sangkala selaku promotor, dan Suratman serta Hasniati selaku kopromotor. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengungkap bentuk-bentuk
red tape yang terjadi dalam pelayanan penerbitan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) pada pemerintah Kota Makassar, (2) menjelaskan
perilaku masyarakat wirausaha untuk menghindari red tape yang terjadi
dalam pelayanan penerbitan SIUP pada pemerintah Kota Makassar, (3)
merumuskan model untuk mengurangi red tape dalam proses pelayanan
penerbitan SIUP pada pemerintah Kota Makassar.
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar. Pendekatan yang
digunakan adalah kualitatif-eksploratif, dengan metode case study.
Informannya adalah masyarakat wirausaha yang mengurus dan telah
memperoleh SIUP pada tahun 2011. Data diperoleh melalui wawancara
mendalam dengan informan. Teknik analisis yang digunakan adalah
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan terhadap bentukbentuk red tape dan perilaku masyarakat wirausaha untuk menghindari red
tape, serta perumusan atau menemukan model untuk mengurangi red
tape.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima jenis bentuk red
tape yang dijumpai dalam proses pelayanan penerbitan SIUP, meliputi:
persyaratan yang banyak, kurang relevan dan ketat; struktur dan hierarki
yang panjang, ketat dan berlebihan; prosedur atau tahapan yang rigid atau
rinci, kompleks, panjang dan ketaatan secara berlebihan, serta berbelitbelit; waktu yang lebih lama dari ketentuan, biaya yang lebih tinggi dari
standar yang telah ditetapkan; dan sikap dan perilaku petugas yang
mengharapakan imbalan dari pelayanan yang diberikan, suka menunda
dan acuh tak acuh, mendahulukan keluarga, sahabat dan kroni-kroninya,
kurang menghargai masyarakat yang dilayani. Adapun perilaku masyarakat
wirausaha untuk menghindari red tape adalah dengan cara atau metode
short cut behaviour dan bribery behaviour. Untuk itu penulis menawarkan
model cutting red tape with downsizing agencies and simplifying
procedures, dengan melalui tiga jenjang atau hierarki pelayanan, atau tiga
tahapan prosedur pelayanan penerbitan SIUP di Kota Makassar.
Ringkasan Disertasi/2012|
vi
ABSTRACT
LUKMAN. Bureaucratic Red Tape in Public Services: A Case Study
in Services of Trade Business License of Makassar City, guided by
Sangkala as promotor, Suratman and Hasniati as well as co-promotor. This
study aimed to: (1) explain the forms of red tape that occurs in the service
of issuing trade license (SIUP) the government of Makassar, (2) explain the
behavior of the entrepreneur to avoid the red tape that occurs in the service
of the issuance of business license the government of Makassar, (3)
formulate a model to reduce red tape in the process of publishing services
to the government of Makassar city business license.
The research was conducted in the city of Makassar. The approach
used is qualitative-explanative, the case study method. Informant is a
community of entrepreneurs who take care and have obtained the business
license in 2011. Data obtained through interviews with informants.
Analytical techniques used are data reduction, presentation of data and
inferences against the forms of red tape and entrepreneurial behavior in the
community to avoid red tape, as well as the formulation of the model to
reduce red tape.
The results showed that there are five kinds of red tape form found
in the issuance of business license, include: the requirement that many,
less relevant and tight hierarchical structure and a long, rigorous and
redundant; procedures or steps that rigid or detailed, complex, long and
obedience excessively, and convoluted; longer than the terms, the higher
cost of established standards, and attitudes and behavior of officers who
like to defer and indifferent, put the family, friends and cronies, lack of
respect for the community served. The behavior of the entrepreneur to
avoid red tape is a way or a short-cut methods of behavior and bribery
behavior. To the authors offer a model of cutting red tape with agencies
downsizing and simplifying procedures, with over three levels or hierarchies
of service, or three-stage procedure SIUP publishing services in the city of
Makassar.
Ringkasan Disertasi/2012|
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
i
iii
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1
1
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Birokrasi dan Red Tape
2.2. Kebijakan Pelayanan Publik
2.3. Kerangka Pikir
4
4
9
9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
3.2. Lokasi dan Informan
3.3. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
12
12
12
13
BAB IV
14
14
15
15
28
28
30
BAB V
21
22
Ringkasan Disertasi/2012|
viii
BAB I
PENDAHLUAN
1.1. Latar Belakang
Berbagai keluhan dan kritikan mengenai kinerja birokrasi bukan hal
baru lagi, karena sudah ada sejak zaman dulu dan bahkan muncul
bersamaan dengan lahirnya birokrasi itu sendiri. Kondisi empirik birokrasi
menunjukkan berbagai penyakit (bureau pathology), seperti big
bureaucracy
(Parkinson),
peraturan
yang
menggurita
sebagai
perpanjangan tangan negara untuk mengontrol masyarakat (Orwell), dan
bureaucratic polity (Jacksonian), yang berjalan seiring dengan konsep
bureau rationality and efficiency sebagaimana diperkenalkan dan
dikembangkan oleh Weber dan Hegel.
Reed dan Crozier (Sangkala, 2010) birokrasi cenderung lamban
dan tidak responsif, tidak dapat mengoreksi tingkah lakunya dengan cara
belajar dari kesalahan-kesalahan (maladaptations), bahkan cenderung
berpotensi tidak efektif (potentially ineffective) terutama terhadap masalahmasalah sosial yang dihadapinya. Thoha (1999) mengemukakan bahwa
banyak virus yang terus menggerogoti birokrasi, seperti pelayanan yang
memihak, jauh dari obyektifitas, red tape atau terlalu birokratis dan berteletele dan sebagainya. Akibatnya birokrasi merasa lebih kuat sendiri, kebal
dari pengawasan dan kritik. Pada akhirnya, kepentingan partikular yang
memenangkan perjuangan kelas tampil menjadi kekuatan dominan untuk
kemudian menghegemoni birokrasi.
Wallis (Hasniati, 2009) mengemukakan bahwa administrasi negara
di banyak negara berkembang sangat lamban dan menjadi semakin red
tape (birokratik). Kondisi ini erat kaitannya dengan kesejahteraan atau gaji
mereka yang relatif kecil, sehingga mempengaruhi semangat pegawainya
untuk bekerja secara baik. Bahkan, juga tanpa sadar mendorong mereka
untuk menciptakan tambahan kesejahteraan antara lain melalui
pelaksanaan kewenangan atau tugasnya sebagai pegawai. Sebagai
contoh menambah-nambah persyaratan dan prosedur pelayanan dengan
harapan mendapat atau meminta imbalan dari orang yang dilayaninya.
Laporan dari Political and Economic Risk Consultancy yang
berbasis di Hongkong, pada tahun 2009 Indonesia masih menunjukan
angka yang buruk terutama dalam red tape barriers. Di Asia, Indonesia
adalah negara yang paling lama untuk memproses permohonan investasi
dengan waktu selama 76 hari, dibanding Malaysia 13 hari, dan bahkan
hanya 4 hari di Singapura. (Bappenas, 2010). Hasil survei Komisi
Pemberantasan Korupsi 2010 tentang integritas pelayanan publik di
Indonesia yang salah satu fokusnya adalah pelayanan surat izin usaha
Ringkasan Disertasi/2012|
Ringkasan Disertasi/2012|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Birokrasi dan Red Tape
Birokrasi yang profesional masih menjadi isu aktual sampai saat ini.
Hal ini tidak lain karena banyak kalangan yang masih mempunyai harapan
agar birokrasi mampu menampilkan perfomance yang baik, mau tampil
profesional dalam melaksanakan pelayanan publik, dapat mengedepankan
kepentingan masyarakat dan tidak berada di bawah tekanan kelompok
politik tertentu. Apalagi peluang saat ini sangat terbuka lebar akibat
terjadinya pergeseran sistem politik Indonesia, yang tidak menutup
kehadiran partai politik dalam jumlah cukup banyak. Juga akibat perubahan
paradigma sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik yang
memberikan peluang kepada birokrasi khususnya di daerah untuk lebih
kreatif, inovatif dan profesional.
Mewujudkan birokrasi yang profesional bukanlah hal yang muda,
namun terkadang birokrasi justru melahirkan bureaupathology. Merton
(1940) bureaucratic structure and personality menandaskan bahwa
penekanan pada ketepatan dan keajegan atau reliabilitas dalam
administrasi dapat mengakibatkan gagal dengan sendirinya. Peraturan
yang dirancang sebagai alat untuk mencapai tujuan dapat menjadi tujuan
itu sendiri. Struktur karier birokrat yang bertingkat-tingkat dapat
mendorongnya untuk memperbesar kebaikan-kebaikan yang mungkin akan
terwujud; seperti kebijakan, disiplin dan metode. Merton memberikan
penekanan bahwa suatu struktur yang rasional dapat dengan mudah
menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan dan menganggu bagi
pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Merton menekankan kecenderungan
disfungsional-patologis dalam perilaku birokrat yang menyebabkan
terjadinya frustrasi dalam mewujudkan sasaran-sasaran organisasi,
termasuk kekakuan, keengganan mendelagasikan otorita, penuh dengan
rahasia dan menutup diri.
Strauss (1961) the ruling servant memberikan istilah birokrasi
terhadap kebanyakan ketidaksempurnaan dalam struktur dan pemungsian
organisasi-organisasi besar. Gejala-gejala birokrasi meliputi: terlalu
percaya kepada preseden, kurang inisiatif, penundaan atau lamban dalam
berbagai urusan, berkembangbiaknya formulir atau terlalu banyak
formalitas, duplikasi tugas dan departementalisme. Crozier (1964) the
bureaucratic phenomenon melihat birokrasi sebagai suatu organisasi yang
tidak dapat memperbaiki tingkah lakunya dengan cara belajar dari
kesalahannya. Crozier menunjukkan bagaimana peraturan-peraturan
organisasi dapat digunakan oleh para individu yang ada di dalamnya demi
Ringkasan Disertasi/2012|
tualisasi dan mengukur red tape (misalnya Pandey dan Scott, 2002) telah
memberikan sumbangan langsung terhadap pemikiran reformis yang
berusaha menghentikan red tape (Gore, 1993; Osborne dan Gaebler,
1992). Bahkan umumnya ilmuwan telah menerima argumen bahwa red
tape berpengaruh terhadap kinerja birokrasi. Bahkan lebih lanjut diakui
oleh para ilmuan dan praktisi bahwa red tape memiliki hubungan dan
pengaruh negatif terhadap kinerja birokrasi.
Salah satu karya yang paling menonjol yang mencermati red tape
sebagai sebuah hambatan terhadap kinerja sektor publik adalah karya
Bozeman (1993), while some rules are functional, others in the form of red
tape exert a compliance burden and can therefore be expected to have a
negative effect on performance (meskipun beberapa aturan bersifat
fungsional, namun aturan-aturan lain dalam bentuk red tape menggunakan
beban kepatuhan dan oleh karena itu bisa diduga memiliki efek negatif
pada kinerja).
Bentuk-bentuk red tape. Pey (Dwiyanto, 2011) menjelaskan
bahwa salah satu penyebab red tape adalah hierarki, pada tingkat tertentu
keberadaan hierarki dalam suatu organisasi sangat bermanfaat karena
hierarki membantu pimpinan melakukan supervisi dan kontrol. Hierarki juga
dapat membuat arus perintah dan informasi menjadi lebih jelas sehingga
mempermudah koordinasi. Namun, ketika hierarki menjadi semakin
panjang maka berbagai persoalan dalam organisasi akan muncul. Hierarki
yang panjang menyebabkan arus perintah dan informasi menjadi semakin
panjang dan cenderung mengalami distorsi. Proses pengambilan
keputusan menjadi semakin lamban dan fragmented (terkotak-kotak).
Bahkan, hierarki juga dapat memperbesar ketergantungan bawahan
terhadap atasan.
Dwiyanto (2011) prosedur yang berlebihan merupakan bentuk red
tape lainnya yang menonjol dalam penyelenggaraan pelayanan publik di
Indonesia. Birokrasi publik bukan hanya mengembangkan prosedur yang
rigid dan kompleks, tetapi juga mengembangkan ketaatan terhadap
prosedur secara berlebihan. Dalam birokrasi publik, prosedur bukan lagi
sebagai fasilitas yang dibuat untuk membantu penyelenggaraan layanan,
tetapi sudah menjadi seperti berhala yang harus ditaati oleh para pejabat
birokrasi dalam kondisi apapun. Bahkan, prosedur sudah menjadi tujuan
birokrasi itu sendiri dan menggusur tujuan yang semestinya, yaitu melayani
publik secara profesional dan bermartabat.
Selanjutnya Dwiyanto menjelaskan bahwa jenis atau bentuk red
tape yang lain adalah sikap dan perilaku pemberi layanan yang suka
menunda dan acuh tak acuh dalam melaksanakan dan atau menyelesaian
tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Selain itu, sikap dan
perilaku yang senantiasa mendahulukan keluarga, sahabat dan kronikroninya, atau dengan kata lain tidak menggunakan sistem antrian dalam
Ringkasan Disertasi/2012|
which commonly used red tape measures tap organizational reality. Using
two scales developed to measure human resources and procurement red
tape, we assess the level of agreement between individuals within the
same organization on red tape.
2.2. Kebijakan Pelayanan Publik
Teridentifikasi sebanyak 24 (dua puluh empat) kebijakan yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah pusat terkait dengan upaya untuk
meningkatkan dan mengoptimalkan pemberian pelayanan publik kepada
masyarakat. Diantaranya: Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan; Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007
tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal; KepmenPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik; KepmenPan Nomor 25 Tahun
2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat
Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; dan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor: 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha
Perdagangan.
Khusus pada pemerintah Kota Makassar tercatat sebanyak 6
(enam) kebijakan yang mengatur mengenai pelayanan perizinan termasuk
pelayanan penerbitan surat izin usaha perdagangan. Kebijakan tersebut
meliputi: (1) Peraturan Walikota Makassar Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Pemberian Izin Pada Pemerintahan Kota Makassar; (2)
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2004 tentang Retribusi
Izin Gangguan; (3) Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 11 Tahun
2004 tentang Pengaturan dan Pemungutan Retribusi Usaha dibidang
Perindustrian dan Perdagangan di Kota Makassar; (4) Keputusan Walikota
Makassar Nomor 3 Tahun 2002 tentang Penetapan Kembali Tata Cara
Pemberian Izin dalam Kota Makassar; (5) Keputusan Walikota Makassar
Nomor 40 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin dibidang
Perindustrian dan Perdagangan, Ketenagakerjaan dan Izin Operasional
Perfileman, Percetakan dan Grafika; (6) Keputusan Walikota Makassar
Nomor 32 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pemberian Izin Dalam Kota
Makassar yang mengariskan bahwa pemberian izin dalam Kota Makassar
berawal pada Kantor Pesat dan penandatanganan izin masih berada pada
Bapak Walikota.
2.3. Kerangka Pikir
Proses pelayanan penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) di Kota Makassar melalui beberapa tahapan hingga terbitnya SIUP.
Pertama, masyarakat wirausaha atau pemohon mengajukan permohonan
Ringkasan Disertasi/2012|
Ringkasan Disertasi/2012|
10
Gambar: 1
Kerangka Pikir
PENYERAHAN
BERKAS &
PENGISIAN
FORMULIR
BENTUKBENTUK
RED TAPE:
PERSYARATAN
PEMBAYARAN
PADA KAS
DAERAH
STRUKTUR/
HIERARKI
PROSES
PENGINPUTAN &
VERIFIKASI SIUP
WAKTU &
BIAYA
PENANDATANGANAN SIUP
PROSEDUR
SIKAP &
PERILAKU
PELAYANAN PENERBITAN
SURAT IZIN USAHA
PERDAGANGAN
MASYARAKAT
WIRAUSAHA/
PEMOHON
KAJIAN TEKNIS
OLEH DP3M
(REKOMENDASI,
SKRD, STS, &
BAP)
PENYERAHAN
SIUP
Ringkasan Disertasi/2012|
11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif digunakan dengan pertimbangan bahwa pendekatan tersebut
lebih tepat untuk menggungkapkan bentuk-bentuk red tape yang terjadi
dalam proses pelayanan penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan,
termasuk menjelaskan perilaku masyarakat wirausaha untuk menghindari
red tape dalam proses pelayanan penerbitan Surat Izin Usaha
Perdagangan. Jenis penelitian tergolong ke dalam case study. Kasus
dimaksud adalah red tape yang terjadi dalam proses pelayanan penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan di Kota Makassar. Dilihat dari tujuannya
maka penelitian ini tergolong ke dalam exploratory research yaitu untuk
mengeksplor atau mengungkapkan bentuk-bentuk red tape yang terjadi
dalam pelayanan penerbitan SIUP, dan menjelaskan perialku masyarakat
menghindari red tape.
Perbedaan atau khasan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
mengenai red tape adalah justru tidak menyoroti peran birokrasi dalam
mengurangi red tape, tetapi berusaha mengungkap perilaku masyarakat
wirausaha untuk menghindari red tape dalam pelayanan penerbitan Surat
Izin Usaha Perdagangan di Kota Makassar. Dengan demikian apabila
dilihat dari aspek tujuan penelitian, maka tujuan penelitian yang ingin
diwujudkan adalah mengembangkan atau memperkaya teori red tape,
dimana red tape sebagai salah satu patologi dalam birokrasi memberikan
efek atau pengaruh negatif terhadap pelayanan birokrasi, oleh karena itu
senantiasa diupayakan untuk mengurangi atau menghilangkan red tape
dalam pelayanan birokrasi, baik oleh birokrasi itu sendiri maupun
masyarakat yang menjadi target dari red tape.
3.2. Lokasi dan Informan
Lokasi penelitian adalah Kota Makassar. Informannya adalah
masyarakat wirausaha yang telah mengurus dan memperoleh Surat Izin
Usaha Perdagangan pada tahun 2011 di wilayah Kota Makassar. Selain
itu, juga ditetapkan sejumlah informan yang bersumber dari Kantor
Pelayanan Administrasi Perizinan, dan Dinas Perindustrian, Perdagangan
dan Penanaman Modal Kota Makassar.
Ringkasan Disertasi/2012|
12
Ringkasan Disertasi/2012|
13
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Izin Pelayanan Usaha Perdagangan
Sebelum tahun 2001, pelayanan pemberian izin di Kota Makassar
berada pada instansi teknis masing-masing, kecuali Surat Izin Tempat
Usaha (SITU) berada pada Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kota
Makassar. Memasuki tahun 2001 dibentuk Kantor Pelayanan Satu Atap
(Pesat), pemberian izin dalam Kota Makassar berawal pada Kantor Pesat
dan penandatanganan izin masih berada pada Walikota.
Pada tahun 2002 melalui Perda No. 15 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis
Daerah dibentuk Kantor Pelayanan Perizinan. Melalui Keputusan Walikota
Nomor 40 Tahun 2002, telah dilakukan pendelegasian penandatanganan
izin dari Walikota kepada Kepala Kantor Pelayanan Perizinan. Memasuki
tahun 2005, dengan Perda No. 13 Tahun 2005 tentang Pembentukan,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Administrasi
Perizinan maka Kantor Pelayanan Perizinan berubah nama menjadi Kantor
Pelayanan Administrasi Perizinan (KPAP). Perubahan tersebut untuk
mendukung posisi Kota Makassar yang sangat strategis sebagai pusat dan
lintas perdagang regional dan internasional. Pelayanan izin usaha
perdagangan tidak hanya melibatkan KPAP, tetapi juga melibatkan instansi
teknis (Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal) dalam
rangka pelaksanaan kajian teknis sebelum diterbitkannya surat izin usaha
perdagangan.
Kinerja Pelayanan SIUP. Data yang diperoleh dari KPAP Kota
Makassar menunjukkan bahwa kinerja pelayanan perizinan selama 5 (lima)
tahun terakhir khususnya pelayanan SIUP cenderung mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 jumlah SIUP yang
diterbitkan oleh KPAP Kota Makassar mencapai 3.673. Mengalami
peningkatan sebesar 13,78 persen di tahun 2008 menjadi 4.179. Di tahun
2009 menjadi 4.491 atau mengalami peningkatan hanya sebesar 7,47
persen. Namun pada tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup signifikan
yakni mencapai 21,87 persen atau menjadi 5.473. Meskipun terjadi
peningkatan pada tahun 2011, namun peningkatannya relatif rendah yakni
hampir sama dengan peningkatan yang terjadi pada tahun 2009 yaitu
hanya mencapai 7,49 persen atau menjadi 5.883.
Khusus mengenai kinerja penerbitan SIUP selama tahun 2011
menunjukkan bahwa rata-rata SIUP yang diterbitkan setiap bulannya
mencapai 490 unit SIUP. Tercatat paling banyak diterbitkan pada bulan
Mei yakni mencapai 666 unit, menyusul bulan Januari sebanyak 589 unit,
Ringkasan Disertasi/2012|
14
dan paling sedikit pada bulan Agustus yakni hanya tercatat sebanyak 324
unit SIUP.
Januari
589
Pebruari
587
Juli
Agustus
485
324
Maret
572
Septemb
er
April
494
Oktober
374
461
Mei
666
Juni
404
Nopembe
r
Desember
461
466
15
16
Ringkasan Disertasi/2012|
17
18
19
20
21
22
Gambar: 2
Model Empirik Proses Pelayanan
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan
Ringkasan Disertasi/2012|
23
dan berbelit-belit; waktu dan biaya, waktu yang lebih lama dari stndar
waktu yang telah ditentukan; biaya yang lebih tinggi dari standar biaya
yang telah ditetapkan; sikap dan perilaku petugas yang suka menunda
dan acuh tak acuh
dalam
memberikan pelayanan, termasuk
mendahulukan keluarga, sahabat dan kroni-kroninya, dimana sikap dan
perilaku tersebut kurang selaras dengan standar sikap dan perilaku atau
kode etik yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota Makassar dalam
melayani penerbitan perizinan.
Model Alternatif Mengurangi Red Tape dalam Penerbitan SIUP.
Dengan memperhatikan kerangka pikir, model empirik, dan perilaku
masyarakat wirausaha atau pemohon yang cenderung melakukan short cut
behavior dan bribery behavior guna menghindari red tape dalam proses
penerbitan SIUP di Kota Makassar, maka ditawarkan model alternatif
melalui tiga hierarki dan prosedur pelayanan. Pertama masyarakat
wirausaha atau pemohon mengajukan permohonan penerbitan SIUP
usahanya kepada Walikota Makassar melalui Kepala KPAP Kota
Makassar. Pada prosedur pertama ini, pemohon datang pada KPAP dan
berurusan dengan Seksi Penelitian Administrasi untuk menyerahkan
berkas atau persyaratan, mengambil dan mengisi formulir yang telah
disediakan.
Adapun persyaratan inti bagi penerbitan SIUP baru adalah
pemohon harus memenuhi atau melampirkan persyaratan berupa pas foto
3x4cm dan materai Rp.6.000 masing-masing sebanyak 3 (tiga) lembar
karena kedua jenis persyaratan tersebut akan ditempelkan pada SIUP, SIG
dan TDP yang nantinya akan diserahkan kepada pemohon. Persyaratan
lainnya hanya merupakan pelengkap seperti foto copy KTP, NPWP, dan
akte pendirian perusahaan (khusus yang berbadan hukum). Persyaratan
lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Makassar Nomor 14
Tahun 2005, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/MDAG/PER/2007, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009,
dan persyaratan lainnya yang disebutkan oleh sejumlah informan
dipandang dapat ditiadakan karena sifatnya hanya memperbanyak
persyaratan, dan memperpanjang stuktur atau hierarki serta prosedur
pelayanan penerbitan SIUP di Kota Makassar.
Sedangkan persyaratan yang harus dilampirkan oleh masyarakat
wirausaha yang bermohon untuk penerbitan perpanjangan SIUP usahanya
cukup menyerahkan SIUP aslinya yang telah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam Peraturan Walikota Makassar Nomor 14 Tahun 2005 tegaskan
bahwa SIUP hanya berlaku selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat
diperpanjang kembali. Menurut hemat penulis perpanjangan SIUP hanya
menambah beban pekerjaan KPAP, dan tidak mempunyai esensi atau
kepentingan yang mendasar, kecuali jika terjadi perubahan atas usaha
masyarakat wirausaha.
Ringkasan Disertasi/2012|
24
Ringkasan Disertasi/2012|
25
Gambar: 3
Model Alternatif Proses Penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan
PENYERAHAN
BERKAS &
PENGISIAN
FORMULIR
MASYARAKAT
WIRAUSAHA/
PEMOHON
PELAYANAN PENERBITAN
SURAT IZIN USAHA
PERDAGANGAN
KAJIAN TEKNIS
(REKOMENDASI,
SKRD, STS
& BAP)
PENGINPUTAN
& VERIFIKASI
SIUP
PENANDATANGAN
SIUP
PENYERAHAN
SIUP
26
Ringkasan Disertasi/2012|
27
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN
5.1. Kesimpulan
Bentuk-bentuk Red Tape. Dari hasil penelitian lapangan terungkap
atau ditemukan bentuk-bentuk red tape dalam proses pelayanan
penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan pada pemerintah Kota Makassar
adalah sebagai berikut: Pertama, persyaratan yang banyak dan ketat. Hasil
wawancara dengan sejumlah informan terungkap bahwa bukan hanya
persyaratan sebagaimana diatur dalam Perwako No. 14 Tahun 2005, tetapi
beberapa informan menyampaikan bahwa juga harus melampirkan:
sertifikat rumah, IMB dan gambar rumah, bukti pelunasan PBB, bukti
pembayaran rekening listrik, bukti rekening telepon, akte nikah, surat
keterangan dari RT dan RW, surat pengantar dari lurah dan camat, surat
keterangan domisili perusahaan, bukti pembayaran pajak perusahaan,
struktur organisasi. Bahkan terdapat informan yang juga membawa
persyaratan bukti pembayaran rekening listrik, bukti rekening telepon, dan
akte nikah.
Kedua, stuktur atau hierarki yaitu formalitas dan organisasi yang
panjang, ketat dan berlebihan. Proses pelayanan penerbitan SIUP harus
melalui hierarku yang panjang, dimana pemohon harus mengambil surat
pengantar dari RT dan RW, kemudian berurusan dengan kantor kelurahan
dan kecamatan untuk pengurusan surat keterangan. Selanjutnya
berurusan KPAP untuk proses penerbitan SIUP. Pada tingkat KPAP
pemohon harus melalui enam tingkatan hierarki hingga diserahkannya
SIUP. Bahkan proses penerbitan SIUP mempersyaratkan adanya
rekomendsi dari instansi teknis dalam hal ini DP3M.
Ketiga, prosedur yang panjang, rigid atau rinci, kompleks, ketaatan
secara berlebihan, dan berbelit-belit. Sesuai dengan Peraturan Walikota
Makassar Nomor 14 Tahun 2005, menggariskan bahwa prosedur yang
harus dilalui oleh pemohon untuk memperoleh SIUP adalah: pertama-tama
adalah mengurus surat keterangan dan surat pengantar pada tingkat
kelurahan dan kecamatan. Kemudian melengkapi dan menyerahkan
berkas pada loket yang telah disiapkan di KPAP, apabila berkasnya kurang
lengkap maka pemohon tidak dapat dilayani. Mengambil dan mengisi
formulir pada loket di KPAP. Selanjutnya, mengurus rekomendasi, SKRD,
dan STS pada DP3M, pada tahapan ini aparat DP3M harus melakukan
survei lokasi tempat usaha. Kemudian pemohon menyerahkan
rekomendasi, SKRD dan STS tersebut kepada KPAP. Pemohon
melakukan pembayaran pada loket kas daerah. Setelah itu, pemohon
Ringkasan Disertasi/2012|
28
29
waktu yang lama dan biaya yang tidak pasti, serta sikap petugas
pelayanan yang tidak ramah, sering menunda pekerjaan dan
mendahulukan keluarga dan kroninya adalah merupakan faktor pendorong
utama sehingga masyarakat wirausaha mengambil atau menempuh bribery
behavior dalam proses pelayanan penerbitan SIUP usahanya. Bribery
behavior ditempuh oleh masyarakat wirausaha atau pemohon dengan jalan
melakukan penyogokan atau membayar dengan sejumlah uang yang tentu
saja lebih besar dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota
Makassar. Adapun metode atau cara yang mereka tempuh untuk
mendapatkan SIUP dengan dua model perilaku tersebut adalah: (1)
Meminta bantuan kepada aparat kelurahan; (2) Meminta bantuan kepada
aparat KPAP; (3) Meminta bantuan kepada aparat DP3M; dan (4) Meminta
bantuan notaris untuk proses penerbitan SIUP usahanya.
5.2. Implikasi Penelitian
Pertama, implikasi penelitian secara teoritis adalah terungkapnya
bentuk-bentuk red tape dan perilaku masyarakat wirausaha untuk
menghindari red tape dalam pelayanan penerbitan SIUP di Kota Makassar.
Melalui pengungkapan bentuk-bentuk red tape dan perialku masyarakat
wirausaha dalam menghindari red tape, dimungkinkan terjadinya
penkayaan teori dan konsep patologi birokrasi, khususnya konsep red tape
sebagai salah satu patologi birokrasi.
Kedua, implikasi penelitian secara metodologis tercermin dari
penggunaan pendekatan kualitatif dalam mengungkap bentuk-bentuk red
tape dan perilaku masyarakat wirausaha untuk menghindari red tape dalam
pelayanan birokrasi, khususnya pelayanan penerbitan SIUP di Kota
Makassar. Diharapkan kepada peneliti lainnya yang mempunyai minat dan
keinginan untuk mengkaji patologi birokrasi secara umum, maupun secara
khusus terhadap red tape, dapat menggunakan pedekatan kualitatif
sebagaimana telah kami gunakan.
Ketiga, implikasi penelitian secara praktis adalah kemanfaatan atau
sumbangan penelitian ini terhadap penyempurnaan dan perbaikan
pelayanan birokrasi, khususnya pelayanan penerbitan SIUP di Kota
Makassar, agar terhindar dari bentuk-bentuk red tape yang dijumpai dalam
pelayanan penerbitan SIUP selama ini. Implikasi penelitian secara praktis
dapat disimak pada model alternatif yang direkomendasikan.
Ringkasan Disertasi/2012|
30
DAFTAR PUSTAKA
Buku Test:
Blau, Peter Michael and Meyer, Marshall W. 1971. Bureaucracy in Modern
Society. Random House. New York.
Al Gore and National Performance Review. 1993. From Red Tape to
Results: Creating a Government that Works Better and Costs
Less. Fredonia Books. Amsterdam, The Netherlands.
Bozeman, Barry and Feeney, Mary K. 2011. Rules and Red Tape: A Prism
for
Public
Administration
Theory
and
Research.
M.E.Sharpe,Inc. New York.
Dwiyanto, Agus. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik melalui
Reformasi Birokrasi. Universitas Gajah Mada Press.
Yogyakarta.
Hasniati. 2008. Perilaku Pelayanan Birokrat Garis-Depan: Studi tentang
Interaksi Birokrasi Kepolisian dengan Warga Masyarakat
dalam Pelayanan Surat Izin Mengemudi di Kota Makassar.
Disertasi. Universitas Brawijaya. Malang.
Kaufman, Herbert. 1977. Red Tape: Its Origins, Uses, and Abuses. The
Brookings Institution. Washington D.C.
Lipsky, Michael. 1980. Street Level Bureaucracy: Dilemmas of the
Individual in Public Services. Russell Sage Foundation. New
York.
Merton, Robert K. 1957. Social Theory and Social Structure, Revised
edition. Free Press. Glencoe, IL.
Miles, M. B. and Huberman, A. M. 1984. Qualitative Data Analysis: A
Sourcebook of New Methods. Sage Publications. California.
Neuman, W. Lawrence. 2009. Social Research Methods: Qualitative and
Quantitative Approaches (7th Edition). Allyn & Bacon. BostonUSA.
OECD. 2006. 'Cutting Red Tape; National Strategies for Administrative
Simplification'. OECD Editions, Paris.
Rosenbloom, D.H., et all. 2005. Public Administration: Undertanding
Management, Politics and Law in The Public Sector. McGrawHill. New York.
Thoha, Miftah. 2002. Perspektif Perilaku Birokrasi; Dimensi-dimensi Prima
Ilmu Administrasi Negara. Jilid II. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Weber, M. 1964. The Theory of Social and Economic Organization. Talcott
Parson (ed). The Free Press. New York.
Ringkasan Disertasi/2012|
31
Jurnal:
Bozeman, Barry, 1993. A Theory of Government Red Tape. Journal of
Public Administration Research and Theory. Volume 3. Nomor
3.
Brewer, Gene. A. and Walker, Richard M. 2009. Managerial Perceptions of
Red Tape in English Local Government. Public Management
Research Conference, School of Policy, Planning, and
Development, University of Southern California-Los Angeles.
Devis, Randall S. Pandey, Sanjay K. and Wright, Bradley E. 2010.
Measures of Bureaucratic Red Tape Register: Individual
Perceptions or Organizational Property. University of North
Carolina Charlotte
Caiden, Gerald E. 1991. What Really Is Public Maladministration?. Public
Administration Review. Volume 51. Nomor 6.
Moynihan, Donald P. 2007. A Theory of Culture-Switching: Leadership and
Red Tape during Hurricane Katrina. La Follette School,
Working Paper Series Nomor 018. University of WisconsinMadison.
Pandey, Sanjay K. and Moynihan, Donald P. 2006. Bureaucratic Red Tape
and Organizational Performance: Testing the moderating role
of culture and political support. In George A. Boyne, Kenneth
J. Meier, Laurence J. OToole Jr. and Richard M. Walker
(Eds.), Public Services Performance: Perspectives on
Measurement and Management. Cambridge University Press.
Cambridge.
Sangkala. 2010. Perubahan Paradigma Administrasi Negara dan
Implikasinya terhadap Karakter dan Desain Birokrasi dalam
Pelayanan Publik. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam
bidang Administrasi Publik. Unhas.
Kebijakan:
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penetapan Izin Gangguan Di Daerah.
Peraturan Walikota Makassar Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Pemberian Izin Pada Pemerintahan Kota Makassar.
Lain-lain:
Harian Kompas, Nopember 2010
Ringkasan Disertasi/2012|
32
Lampiran: 1
Perbandingan Persyaratan yang Harus Dipenuhi
untuk Pengurusan Penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
NO
PERWAKO
NO 14 THN 2005
Foto copy akte
pendirian perusahaan
bagi yang berbadan
hokum
Foto copy KTP pemilik
atau direktur utama
atau penanggung jawab
Foto copy Nomor Pokok
Wajib Pajak
Pas foto 3x4 sebanyak
2 lembar
VERSI
INFORMAN
Foto copy akte pendirian
perusahaan (khusus bagi
yang berbadan hukum)
PERMENDAG
NO 36 THN 2007
Foto copy akte pendirian
perusahaan bagi yang
berbadan hokum
2
3
4
5
6
9
10
Surat Keterangan
Domisili Perusahaan
dari Lurah setempat
Bukti Pembayaran
Pajak Perusahaan
Ringkasan Disertasi/2012|
33
Lampiran: 2
Bagan Hierarki dan Prosedur (HP)
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan
pada Kota Makassar, 2012
HP-1
PEMOHON
SIUP
HP-3
HP-2
PENGURUSAN
SURAT
PENGANTAR
(KELURAHAN)
PENGAMBILAN
FORMULIR &
PENERIMAAN
BERKAS
TANDA
TANGAN
CAMAT
HP-4
BERKAS &
PERSYARATAN
TIDAK
LENGKAP
KAJIAN TEKNIS
OLEH DP3M
(REKOMENDASI,
SKRD, STS & BAP)
HP-9
HP-8
HP-5
PENYERAHAN
SIUP
PENANDATANGAN
SIUP
(KEPALA KPAP)
PENYERAHAN
REKOMENDASI,
SKRD & STS OLEH
PEMOHON
HP-6
HP-7
PEMBAYARAN
RETRIBUSI
DAERAH PADA
LOKET
PEMBAYARAN
KAS DAERAH
PROSES
PENERBITAN
SIUP
34
Gambar: 3
Model Empirik Proses Pelayanan
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan
SURAT
KETERANGAN
DARI RT & RW
SURAT
PENGANTAR
DARI LURAH &
CAMAT
MASYARAKAT
WIRAUSAHA/
PEMOHON
KAJIAN TEKNIS
OLEH DP3M
(REKOMENDASI,
SKRD, STS, &
BAP)
PEMBAYARAN
PADA KAS
DAERAH
PROSES
PENGINPUTAN &
VERIFIKASI SIUP
BENTUKBENTUK
PELAYANAN PENERBITAN
SURAT IZIN USAHA
PERDAGANGAN
PENYERAHAN
BERKAS &
PENGISIAN
FORMULIR
RED TAPE:
PERSYARATAN
STRUKTUR/
HIERARKI
PROSEDUR
WAKTU &
BIAYA
SIKAP &
PERILAKU
PENANDATANGANAN SIUP
PENYERAHAN
SIUP
PERILAKU MASYARAKAT
WIRAUSAHA ATAU PEMOHON:
SHORT CUT BEHAVIOR
BRIBERY BEHAVIOR
KELURAHAN
KANTOR PAP
DINAS P3M
NOTARIS
Ringkasan Disertasi/2012|
35
Ringkasan Disertasi/2012|
36