Anda di halaman 1dari 162

SEMINAR PROPOSAL DISERTASI

EDI EFRITA
Palembang, 26 Nopember 2016

‫علَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ ه‬
ُ ُ ُ‫للا َوََ َر َكه‬ َ ‫سالَ ُم‬
َّ ‫ال‬
Selamat Datang
TIM PROMOTOR
DOSEN PENGUJI
&
REKAN-REKAN MAHASISWA
Terimakasih atas kehadirannya
SEMINAR PROPOSAL DISERTASI
Palembang, 26 Nopember 2016

Oleh:
EDI EFRITA
SEMINAR PROPOSAL DISERTASI
Palembang, 26 Nopember 2016

ANALISIS POTENSI PRODUKSI DAN PERILAKU KONSUMSI


PENENTU KECUKUPAN BERAS DALAM PERSPEKTIF
PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI
KEBIJAKAN PANGAN PROVINSI BENGKULU

Oleh:
EDI EFRITA
SEMINAR PROPOSAL DISERTASI
Palembang, 26 Nopember 2016

ANALISIS POTENSI PRODUKSI DAN PERILAKU KONSUMSI


PENENTU KECUKUPAN BERAS DALAM PERSPEKTIF
PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI
KEBIJAKAN PANGAN PROVINSI BENGKULU

Oleh:
EDI EFRITA

Promotor : Prof. Ir. Fachrurrozie Sjarkowie, M. Sc., Ph. D.


Ko-Promotor 1: Ir. M. Yazid, M. Sc., Ph. D.
Ko-Promotor 2: Dr. Dessy Adriani, S.P., M. Si.
LATAR BELAKANG
BERAS:
BERAS: Makanan Pokok Penduduk Indonesia
BERAS: Makanan Pokok Penduduk Indonesia
271,1 juta jiwa (2020) 95%
BERAS: Makanan Pokok Penduduk Indonesia
271,1 juta jiwa (2020) 95%

Komoditas Strategis Nasional


Ekonomi, Sosial, Politik
BERAS: Makanan Pokok Penduduk Indonesia
271,1 juta jiwa (2020) 95%

Komoditas Strategis Nasional


Ekonomi, Sosial, Politik
BERAS: Makanan Pokok Penduduk Indonesia
271,1 juta jiwa (2020) 95%

Komoditas Strategis Nasional


Ekonomi, Sosial, Politik

KECUKUPAN BERAS
BERAS: Makanan Pokok Penduduk Indonesia
271,1 juta jiwa (2020) 95%

Komoditas Strategis Nasional


Ekonomi, Sosial, Politik

KECUKUPAN BERAS

KETAHANAN PANGAN
KEMANDIRIAN PANGAN

KEDAULATAN PANGAN
BERAS: Makanan Pokok Penduduk Indonesia
271,1 juta jiwa (2020) 95%

Komoditas Strategis Nasional


Ekonomi, Sosial, Politik

KECUKUPAN BERAS Impor

ANCAMAN
KETAHANAN PANGAN
KEMANDIRIAN PANGAN

KEDAULATAN PANGAN
PERHATIAN PEMERINTAH:
PERHATIAN PEMERINTAH:
“persediaan makanan rakyat adalah soal hidup
atau mati” (Soekarno)
PERHATIAN PEMERINTAH:
“persediaan makanan rakyat adalah soal hidup
atau mati” (Soekarno)

“Kita harus menghasilkan sendiri bahan-bahan


pangan khususnya beras dalam jumlah yang kita
telah ketahui agar kestabilan dari pada harga
beras itu betul-betul akan terjamin.” (Soeharto)
PERHATIAN PEMERINTAH:
“persediaan makanan rakyat adalah soal hidup
atau mati” (Soekarno)

“Kita harus menghasilkan sendiri bahan-bahan


pangan khususnya beras dalam jumlah yang kita
telah ketahui agar kestabilan dari pada harga
beras itu betul-betul akan terjamin.” (Soeharto)

Revitalisasi Pertanian dan target surplus 10 juta


ton/tahun (SBY)
PERHATIAN PEMERINTAH:
“persediaan makanan rakyat adalah soal hidup
atau mati” (Soekarno)

“Kita harus menghasilkan sendiri bahan-bahan


pangan khususnya beras dalam jumlah yang kita
telah ketahui agar kestabilan dari pada harga
beras itu betul-betul akan terjamin.” (Soeharto)

Revitalisasi Pertanian dan target surplus 10 juta


ton/tahun (SBY)

Membangun & memelihara prasarana jaringan


irigasi (Jokowi)
PERHATIAN PEMERINTAH:
“persediaan makanan rakyat adalah soal hidup
atau mati” (Soekarno)  1963: Revolusi hijau
(IPB)
“Kita harus menghasilkan sendiri bahan-bahan
pangan khususnya beras dalam jumlah yang kita
telah ketahui agar kestabilan dari pada harga
beras itu betul-betul akan terjamin.” (Soeharto)

Revitalisasi Pertanian dan target surplus 10 juta


ton/tahun (SBY)

Membangun & memelihara prasarana jaringan


irigasi (Jokowi)
PERHATIAN PEMERINTAH:
“persediaan makanan rakyat adalah soal hidup
atau mati” (Soekarno)  1963: Revolusi hijau
(IPB)
“Kita harus menghasilkan sendiri bahan-bahan
pangan khususnya beras dalam jumlah yang kita
telah ketahui agar kestabilan dari pada harga
beras itu betul-betul akan terjamin.” (Soeharto)
 Bimas/Insus; Swasembada 1984
Revitalisasi Pertanian dan target surplus 10 juta
ton/tahun (SBY)

Membangun & memelihara prasarana jaringan


irigasi (Jokowi)
PERHATIAN PEMERINTAH:
“persediaan makanan rakyat adalah soal hidup
atau mati” (Soekarno)  1963: Revolusi hijau
(IPB)
“Kita harus menghasilkan sendiri bahan-bahan
pangan khususnya beras dalam jumlah yang kita
telah ketahui agar kestabilan dari pada harga
beras itu betul-betul akan terjamin.” (Soeharto)
 Bimas/Insus; Swasembada 1984
Revitalisasi Pertanian dan target surplus 10 juta
ton/tahun (SBY)  Kembali Swasembada 2008

Membangun & memelihara prasarana jaringan


irigasi (Jokowi)
PERHATIAN PEMERINTAH:
“persediaan makanan rakyat adalah soal hidup
atau mati” (Soekarno)  1963: Revolusi hijau
(IPB)
“Kita harus menghasilkan sendiri bahan-bahan
pangan khususnya beras dalam jumlah yang kita
telah ketahui agar kestabilan dari pada harga
beras itu betul-betul akan terjamin.” (Soeharto)
 Bimas/Insus; Swasembada 1984
Revitalisasi Pertanian dan target surplus 10 juta
ton/tahun (SBY)  Kembali Swasembada 2008

Membangun & memelihara prasarana jaringan


irigasi (Jokowi) mempertahankan swasembada
dan surplus?
KECUKUPAN
BERAS
KECUKUPAN
PRODUKSI KONSUMSI
BERAS
KECUKUPAN
PRODUKSI KONSUMSI
BERAS

Levelling off
Konversi lahan
Lahan marginal
Irigasi
Intensitas pertanaman
Perubahan iklim
KECUKUPAN
PRODUKSI KONSUMSI
BERAS

Levelling off Jumlah penduduk


Konversi lahan Konsumsi beras/kapita
Lahan marginal Pendapatan
Irigasi Diversifikasi
Intensitas pertanaman Harga
Perubahan iklim
KECUKUPAN
PRODUKSI KONSUMSI
BERAS

Levelling off Jumlah penduduk


Konversi lahan Konsumsi beras/kapita
Lahan marginal Pendapatan
Irigasi Diversifikasi
Intensitas pertanaman Harga
Perubahan iklim
Lompatan teknologi?
(Sjarkowie, 2015)
THOMAS ROBERT MALTHUS (1798)

(i) pangan dibutuhkan untuk hidup manusia


(ii) kebutuhan nafsu seksual antar jenis kelamin akan tetap
sifatnya sepanjang waktu
(Meadows et al. 1972)
(Iskandar, 2010)
Food
Feed
Fuel

(Iskandar, 2010)
Mengapa ada
krisis pangan?
Population Consumption Demand Production Balance
Region 2025 /Capita 2025 2025 2025
South Asia 2021 237 549.7 524.6 -25.1
East and
Southeast Asia 2387 338 1040.9 914.0 -126.9
Latin America 690 265 217.9 171.2 -46.7
Europe 799 634 506.5 619.4 112.9
North America 410 780 319.5 558.2 238.7
World 8039 363 3046.5 2977.7 -68.8

SOURCE: www.worldbank.org
PDRB Terendah di Sumatera, dan terendah ke-5 di Indonesia setelah
Maluku Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku.

Catatan: * = Angka sementara


** = Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015).
PDRB PROVINSI BENGKULU
PDRB PROVINSI BENGKULU
PDRB PROVINSI BENGKULU
PRODUKSI KONSUMSI

KECUKUPAN BERAS

SURPLUS HARGA PRODUKSI

Produksi > Konsumsi Produksi < Konsumsi


Permasalahan kecukupan beras di
Provinsi Bengkulu:

* Curah Hujan di atas rata-rata


* Irigasi
•Konversi lahan sawah
•Produksi tidak stabil
* Laju pertumbuhan penduduk
* Konsumsi perkapita
* Diversifikasi
1971 1980 1990 2000 2010

Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bengkulu dan Indonesia


•139 kg/kapita/tahun (Suswono, 2015)
•114 kg/kapita/tahun (Kalla, 2015)
•1.177 kkal/kapita/hari (BKP Prov. Bengkulu, 2012)

•1075 kkal/kapita/hari (Permenkes No. 75 Th 2013)

•<860 kkal/kapita/hari (Jonsson dan Tole, 1991)

Beras = 360 kkal/100 g


OTONOMI DAERAH

KECUKUPAN BERAS

Excess Demand Excess Supply

Gejolak Harga

Intervensi Pemerintah

BULOG

Analisis Potensi Produksi dan Perilaku Konsumsi Penentu


Kecukupan Beras dalam Perspektif Pengembangan Sistem
Peringatan Dini untuk Mendukung Ketahanan Pangan
Provinsi Bengkulu
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah

1. Apa faktor penentu produksi beras yang merupakan


proksi dari ketersedian pangan di Provinsi Bengkulu.
Rumusan Masalah

1. Apa faktor penentu produksi beras yang merupakan


proksi dari ketersedian pangan di Provinsi Bengkulu.

2. Apa faktor penentu harga beras yang merupakan


proksi dari akses pangan di Provinsi Bengkulu.
Rumusan Masalah

1. Apa faktor penentu produksi beras yang merupakan


proksi dari ketersedian pangan di Provinsi Bengkulu.

2. Apa faktor penentu harga beras yang merupakan


proksi dari akses pangan di Provinsi Bengkulu.

3. Apa faktor penentu perilaku konsumsi beras yang


merupakan proksi dari pemanfaatan pangan di
Provinsi Bengkulu.
Rumusan Masalah

1. Apa faktor penentu produksi beras yang merupakan


proksi dari ketersedian pangan di Provinsi Bengkulu.

2. Apa faktor penentu harga beras yang merupakan


proksi dari akses pangan di Provinsi Bengkulu.

3. Apa faktor penentu perilaku konsumsi beras yang


merupakan proksi dari pemanfaatan pangan di
Provinsi Bengkulu.

4. Bagaimana kondisi dan perkembangan kecukupan


beras di Provinsi Bengkulu.
Rumusan Masalah

1. Apa faktor penentu produksi beras yang merupakan


proksi dari ketersedian pangan di Provinsi Bengkulu.

2. Apa faktor penentu harga beras yang merupakan


proksi dari akses pangan di Provinsi Bengkulu.

3. Apa faktor penentu perilaku konsumsi beras yang


merupakan proksi dari pemanfaatan pangan di
Provinsi Bengkulu.

4. Bagaimana kondisi dan perkembangan kecukupan


beras di Provinsi Bengkulu.

5. Untuk merumuskan model sistem peringatan dini


dengan memperhatikan faktor-faktor penentu
produksi, harga, dan perilaku konsumsi beras di
Provinsi Bengkulu.
MAKSUD PENELITIAN
MAKSUD PENELITIAN

Memberikan gambaran tentang potensi produksi,


harga, dan perilaku konsumsi beras sehingga
diketahui kesenjangannya dan menentukan sistem
peringatan dini defisit beras dalam perspektif
kebijakan pangan Provinsi Bengkulu.
MAKSUD PENELITIAN

Memberikan gambaran tentang potensi produksi,


harga, dan perilaku konsumsi beras sehingga
diketahui kesenjangannya dan menentukan sistem
peringatan dini defisit beras dalam perspektif
kebijakan pangan Provinsi Bengkulu.

TUJUAN UMUM PENELITIAN


MAKSUD PENELITIAN

Memberikan gambaran tentang potensi produksi,


harga, dan perilaku konsumsi beras sehingga
diketahui kesenjangannya dan menentukan sistem
peringatan dini defisit beras dalam perspektif
kebijakan pangan Provinsi Bengkulu.

TUJUAN UMUM PENELITIAN

mencari model sistem peringatan dini defisit beras


di Provinsi Bengkulu
TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
1. Untuk mengetahui faktor penentu produksi
beras sebagai dasar menyusun kebijakan
ketersediaan pangan di Provinsi Bengkulu.
TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
1. Untuk mengetahui faktor penentu produksi
beras sebagai dasar menyusun kebijakan
ketersediaan pangan di Provinsi Bengkulu.
2. Untuk mengetahui faktor penentu harga
sebagai dasar menyusun kebijakan akses
pangan di Provinsi Bengkulu.
TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
1. Untuk mengetahui faktor penentu produksi
beras sebagai dasar menyusun kebijakan
ketersediaan pangan di Provinsi Bengkulu.
2. Untuk mengetahui faktor penentu harga
sebagai dasar menyusun kebijakan akses
pangan di Provinsi Bengkulu.
3. Untuk mengetahui faktor penentu perilaku
konsumsi beras sebagai dasar menyusun kebijakan
pemanfaatan pangan di Provinsi Bengkulu.
TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
1. Untuk mengetahui faktor penentu produksi
beras sebagai dasar menyusun kebijakan
ketersediaan pangan di Provinsi Bengkulu.
2. Untuk mengetahui faktor penentu harga
sebagai dasar menyusun kebijakan akses
pangan di Provinsi Bengkulu.
3. Untuk mengetahui faktor penentu perilaku
konsumsi beras sebagai dasar menyusun kebijakan
pemanfaatan pangan di Provinsi Bengkulu.

4. Untuk menggambarkan perkembangan kecukupan


beras di Provinsi Bengkulu.
TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
1. Untuk mengetahui faktor penentu produksi
beras sebagai dasar menyusun kebijakan
ketersediaan pangan di Provinsi Bengkulu.
2. Untuk mengetahui faktor penentu harga
sebagai dasar menyusun kebijakan akses
pangan di Provinsi Bengkulu.
3. Untuk mengetahui faktor penentu perilaku
konsumsi beras sebagai dasar menyusun kebijakan
pemanfaatan pangan di Provinsi Bengkulu.

4. Untuk menggambarkan perkembangan kecukupan


beras di Provinsi Bengkulu.
5. Untuk merumuskan model sistem peringatan dini
dengan memperhatikan faktor-faktor penentu
produksi, harga, dan perilaku konsumsi beras di
Provinsi Bengkulu
Kegunaan
Kegunaan

1. Manfaat Iptek, yaitu untuk menambah pengetahuan dan


sebagai salah satu pustaka terutama yang berkaitan dengan
pembangunan pertanian, agribisnis, perencanaan, pemasaran,
dan kependudukan.
Kegunaan

1. Manfaat Iptek, yaitu untuk menambah pengetahuan dan


sebagai salah satu pustaka terutama yang berkaitan dengan
pembangunan pertanian, agribisnis, perencanaan, pemasaran,
dan kependudukan.

2. Manfaat Kelembagaan, yaitu dapat digunakan sebagai model


deteksi dini defisit pangan di Provinsi Bengkulu sehingga
dapat diambil langkah-langkah secepat mungkin untuk
penanggulangan dan penanganannya.
Inovasi

Inovasi penelitian ini adalah


mengembangkan sistem peringatan dini
kecukupan beras yang sesuai dengan
potensi produksi dan perilaku konsumsi
beras di Provinsi Bengkulu. Dengan
mengetahui keadaan kecukupan beras,
baik surplus maupun defisitnya kita bisa
secepat mungkin mengambil langkah-
langkah untuk penanganan dan
penanggulangannya.
II. MODEL PENDEKATAN DAN HIPOTESIS
2. 1. Model Pendekatan
2.2. Hipotesis
2.2. Hipotesis
1. Paling tidak ada satu variabel yang dimasukkan ke dalam model
akan menentukan produksi beras di Provinsi Bengkulu.
2.2. Hipotesis
1. Paling tidak ada satu variabel yang dimasukkan ke dalam model
akan menentukan produksi beras di Provinsi Bengkulu.

2. Harga beras di Provinsi Bengkulu ditentukan oleh produksi


beras.
2.2. Hipotesis
1. Paling tidak ada satu variabel yang dimasukkan ke dalam model
akan menentukan produksi beras di Provinsi Bengkulu.

2. Harga beras di Provinsi Bengkulu ditentukan oleh produksi


beras.

3. Paling tidak ada satu variabel yang dimasukkan ke dalam model


akan menentukan perilaku konsumsi beras di Provinsi
Bengkulu.
2.2. Hipotesis
1. Paling tidak ada satu variabel yang dimasukkan ke dalam model
akan menentukan produksi beras di Provinsi Bengkulu.

2. Harga beras di Provinsi Bengkulu ditentukan oleh produksi


beras.

3. Paling tidak ada satu variabel yang dimasukkan ke dalam model


akan menentukan perilaku konsumsi beras di Provinsi
Bengkulu.

4. Pada suatu waktu atau pada suatu daerah di Provinsi Bengkulu


mengalami defisit beras.
2.2. Hipotesis
1. Paling tidak ada satu variabel yang dimasukkan ke dalam model
akan menentukan produksi beras di Provinsi Bengkulu.

2. Harga beras di Provinsi Bengkulu ditentukan oleh produksi


beras.

3. Paling tidak ada satu variabel yang dimasukkan ke dalam model


akan menentukan perilaku konsumsi beras di Provinsi
Bengkulu.

4. Pada suatu waktu atau pada suatu daerah di Provinsi Bengkulu


mengalami defisit beras.

5. istem peringatan dini defisit beras dapat diterapkan untuk


menjadi input bagi kebijakan pangan di Provinsi Bengkulu
II. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Nopember
sampai dengan bulan Desember 2016 di Provinsi
Bengkulu. Ditentukanya Provinsi Bengkulu sebagai
lokasi penelitian disebabkan PDRB Provinsi Bengkulu
adalah yang terendah di Sumatera dan kontribusi sub
sektor pertanian terhadap PDRB masih cukup tinggi
yaitu 31% dan beras merupakan makanan pokok
penduduknya.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data : time series (runtut waktu) dengan selang
waktu empat bulan (subround) dari tahun 2010 – 2014.
Data diperoleh dari BPS Provinsi Bengkulu. Data yang
diperlukan adalah data produksi padi sawah, produksi
padi ladang, luas panen padi sawah, luas panen padi
ladang, luas puso padi sawah, dan luas puso padi
ladang.
Data jumlah curah hujan dan jumlah hari hujan
diperoleh dari Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika Pulau Baai Bengkulu.
Data bulanan diubah menjadi data empatbulanan
disesuaikan dengan subround, yaitu subround 1 adalah
bulan Januari – April, subround 2 adalah bulan Mei –
Agustus, dan subround 3 adalah bulan September –
Desember.

Data jumlah penduduk Provinsi Bengkulu adalah data


hasil sensus pada tahun 2010, dan data hasil proyeksi
pada tahun 2011 – 2014. Untuk mendapatkan data
empatbulanan, data jumlah penduduk tahunan tersebut
dibagi tiga.
Data konsumsi beras perkapita diperoleh dari berbagai
pustaka.
Data konsumsi normatif diperoleh dari Angka
Kecukupan Gizi (AKG) dan Pola Pangan Harapan (PPH)
Nasional sesuai Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2013
Tentang AKG yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia
yaitu sebesar 2150 kkal/orang/hari dan berdasarkan PPH
Nasional, kebutuhan energi tesebut 50 persennya atau
sebesar 1075 kkal dipenuhi dari mengkonsumsi
kelompok pangan padi-padian (beras, jagung, dan
terigu). Dengan mengetahui proporsi konsumsi energi
yang dipenuhi dari beras, jagung, dan terigu kita bisa
menghitung jumlah konsumsi beras.
Konsumsi beras pada rumah tangga rawan pangan
diperoleh dari konsumsi energi rumah tangga rawan
pangan menurut Jonsson dan Tole (1991) yaitu < 860
kkal perkapita perhari.
Konversi kebutuhan energi ke beras yaitu 100 g beras
dengan 360 kkal.
konversi produksi padi menjadi produksi beras
dilakukan sesuai dengan Buku Panduan Pengolahan
Data Tanaman Pangan Badan Pusat statistik dan
Kementerian Pertanian. Koefisien konversi gabah
kering giling adalah 62,85%. Berarti, 1 ton GKG setara
dengan 0,6285 ton beras.
3.3. Model Analisis
3.3.1. Analisis deskriptif
Kecukupan beras tersebut dapat ditulis melalui persamaan
sebagai berikut:

CB = QPB - QKB ........................................................................... (3.1)


Dimana:
CB = kecukupan beras
QPB= jumlah produksi beras
QKB = Jumlah konsumsi beras

Hasil perhitungan tersebut dianalisis dengan analisis deskriptif


kualitatif yaitu dengan dengan menggunakan tabel-tabel, grafik,
atau gambar.
Kecukupan beras di Provinsi Bengkulu dibagi menjadi 4 katagori, yaitu:
1. Aman, yaitu apabila jumlah produksi lebih besar dari jumlah
konsumsi aktual berarti terjadi surplus beras (CB>0). Daerah ini
diberi warna ungu.
2. Sehat, yaitu apabila jumlah produksi beras kurang dari jumlah
konsumsi beras aktual tetapi lebih besar dari konsumsi normatif
berarti terjadi defisit beras (CB<0). Daerah ini diberi warna hijau.
3. Krisis, yaitu apabila jumlah produksi beras pada daerah dan waktu
tertentu kurang dari jumlah kebutuhan beras untuk konsumsi
normatif tetapi lebih besar dari konsumsi beras pada rumah tangga
rawan pangan berarti terjadi defisit (CB<0). Daerah ini diberi warna
kuning.
4. Caos, yaitu apabila jumlah produksi beras pada daerah dan waktu
tertentu kurang dari jumlah beras untuk konsumsi rumah tangga
rawan pangan berarti terjadi defisit (CB<0). Daerah ini diberi warna
merah.
3.3.1. Analisis regresi

a. Produksi Beras
Pengaruh lag seluruh variabel bebas (X) terhadap variabel bebas (Y)
dilakukan dengan memasukkan distributif lag QPBt-1 ke dalam model.
b. Harga Beras
c. Konsumsi
Uji F
Uji F
Uji F

Uji t
Uji F

Uji t
Uji F

Uji t

Keterandalan Model
Uji F

Uji t

Keterandalan Model
3.4. Defenisi Operasional

1. Jumlah produksi beras adalah hasil konversi jumlah produksi


tanaman padi yang dihasilkan di Provinsi Bengkulu selama satu
musim tanam atau subround dengan koefisen konversi dari
gabah kering giling ke beras sebesar 62,85% sesuai dengan Buku
Panduan Pengolahan Data Tanaman Pangan Badan Pusat statistik
dan Kementerian Pertanian (2012), diukur dalam satuan ton.
2. Jumlah penduduk adalah jumlah penduduk Provinsi Bengkulu,
diukur dalam jiwa.
3. Jumlah konsumsi beras adalah jumlah konsumsi beras penduduk
Provinsi Bengkulu yang diperoleh dari perkalian jumlah penduduk
dengan konsumsi aktual, konsumsi normatif, dan konsumsi beras
pada rumahtangga rawan pangan, diukur dalam satuan ton.
4. Konsumsi aktual adalah banyaknya konsumsi beras yang
diperoleh dari hasil perhitungan konsumsi beras perkapita
dikalikan dengan jumlah penduduk, diukur dalam ton.
5. Konsumsi normatif adalah banyaknya konsumsi beras yang
diperoleh dari hasil perhitungan konsumsi beras sesuai dengan
AKG ((1075 kkal perkapita perhari) dikalikan dengan jumlah
penduduk, diukur dalam ton.
6. Konsumsi rumah tangga rawan pangan adalah banyaknya
konsumsi beras yang diperoleh dari hasil perhitungan konsumsi
beras pada rumah tangga rawan pangan (860 kkal perkapita
perhari) dikalikan dengan jumlah penduduk, diukur dalam ton.
7. Luas panen padi sawah adalah jumlah seluruh luas panen padi
sawah di Provinsi Bengkulu pada setiap subround, diukur
dengan satuan hektar. Berdasarkan Buku Pedoman Pengolahan
Data Tanaman Pangan, luas panen adalah luas lahan yang
ditanami dengan padi dan dapat dipungut hasilnya setelah
tanaman tersebut cukup umur, serta hasilnya paling sedikit 11%
dari keadaan normal.
8. Luas panen padi ladang adalah jumlah seluruh luas panen padi
ladang di Provinsi Bengkulu pada setiap subround, diukur
dengan satuan hektar.
9. Luas puso padi sawah adalah jumlah seluruh lahan puso yang
terjadi pada lahan padi sawah di Provinsi Bengkulu pada setiap
subround, diukur dalam hektar. Lahan padi dikatakan puso
apabila tanaman padi yang ditanami pada lahan tersebut tidak
dapat dipungut hasilnya karena hama dan penyakit tanaman,
banjir atau kekeringan.
10. Luas puso padi ladang adalah jumlah seluruh lahan puso yang
terjadi pada lahan padi ladang di Provinsi Bengkulu pada setiap
subround, diukur dalam hektar.
11. Curah huhan adalah jumlah volume curah hujan yang terjadi di
Provinsi Bengkulu pada setiap subround, diukur dalam mm.
12. Hari hujan adalah jumlah hari dimana pada hari itu ada kejadian
hujan di Provinsi Bengkulu, diukur dalam hari.
13. Waktu adalah trend waktu subround, diukur dalam angka
nominal 1, 2, 3 dan seterusnya.
14. Pendapatan adalah pendapatan rata-rata penduduk Provinsi
Bengkulu, diukur dalam rupiah.
15. Harga beras adalah harga beras yang dibayar penduduk
Bengkulu untuk memperoleh beras, diukur dalam rupiah per kg.
16. Bengkulu untuk memperoleh jagung, diukur dalam rupiah per kg.
17. Harga singkong adalah harga singkong yang dibayar penduduk
Bengkulu untuk memperoleh singkong, diukur dalam rupiah per
kg.

Anda mungkin juga menyukai