Anda di halaman 1dari 15

MINI PROPOSAL THESIS

INTERAKSI VIRTUAL ANAK DALAM GAME ONLINE

DI WARUNG INTERNET KOTA MEDAN

OLEH:

Salman Hasibuan

(147045014)

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015
I. Latar Belakang Masalah

Media memainkan peranan penting dalam kehidupan anak-anak. Saat ini kehidupan anak di
dalam rumah maupun luar rumah sudah dipenuhi dengan beragam jenis teknologi media. Ketika
berada di dalam rumah, beragam jenis media telah menyita perhatian anak, karena mereka selalu
ada hampir di setiap ruang rumah. Sebagai contoh, televisi telah mengisi ruang keluarga dan kamar,
begitu juga komputer pribadi, komputer jinjing hingga telepon seluler kehadiran dan
penggunaannya pun kian sulit dibedakan antara waktu bercengkrama dengan keluarga dan istirahat.

Begitu juga suasana di luar lingkungan rumah, telah diramaikan dengan beragam fasilitas
hiburan berbasis digital media seperti playstation dan game online yang tersedia secara masif dan
permainan-permainan tersebut berada di ruang perantara yang selalu siap menjadikan anak sebagai
target pengguna. Ruang perantara (intermediary space) merupakan sebuah ruang sosial dimana
anak menghabiskan waktu untuk bermain selain di rumah dan sekolah (Vered, 2008).

Kemutakhiran media memberi peluang bagi masyarakat memanfaatkan kemajuan teknologi


tersebut untuk memperlancar dan mempermudah aktivitas manusia. Tidak hanya itu, evolusi di
bidang teknologi media juga memunculkan beragam bentuk keterlibatan masyarakat dalam
menggunakan media, khusunya akses terhadap internet.

Budaya media kini telah menjadi budaya masyarakat, yang memadukan layanan audiovisual,
informasi dan telekomunikasi dalam kehidupan mereka. Secara tidak langsung, perubahan rupa
budaya tersebut telah memediasi anak untuk menggunakan serta mengakses video game interaktif,
komputer jinjing, sabak elektronik (tablet), internet, pemutar video dan lain sebagainya. Sehingga,
anak-anak di Indonesia kini telah mengalami perubahan yang mendalam, termasuk hidup di
lingkungan media (Hendriyani et al, 2012).

Wujud perubahan rupa dari lingkungan sosial menjadi lingkungan multimedia, salah satunya
dapat terlihat dari keberadaan warung internet (warnet) untuk bermain game online yang tumbuh
subur di Kota Medan. Dalam kehidupan anak, warnet kini merupakan tempat kegemaran yang
dijadikan anak sebagai ruang perantara, yakni ruang sosial dimana aktivitas anak tercurahkan untuk
mengakses internet dan bermain game online.

Game online juga merupakan aktivitas bermain. Game online menjadi media bagi anak-anak
untuk bertemu dan berinteraksi. Karakter game online yang selain menyediakan fitur untuk
berinteraksi secara nyata dalam realitas maya, juga menawarkan anak beragam alternatif cara untuk
bermain dan berinteraksi dengan dengan rekan sebaya.
Kini warnet telah mendapat tempat di hati anak-anak, karena ia menjadi ruang sosial (social
sphere) yang menerima keberadaan anak untuk berinteraksi dengan media, mengakses internet dan
bermain secara maya (virtual). Warnet menyediakan ruang bagi anak untuk ‘bersuara’, suatu cara
dalam memenuhi kebutuhan untuk membangun identitas diri, serta menjalin hubungan sosial
budaya antar rekan sebayanya dalam lingkungan bermedia. Fenomena tersebut merupakan sebuah
konstruksi identitas diri yang sulit didapatkan oleh anak dalam wilayah domestik di rumah.

Aktivitas yang dicurahkan anak dalam permainan game online, juga memungkinkan mereka
untuk menemukan bentuk identitas sosial dan interaksi sosial. Jalinan hubungan kekerabatan
menjadi faktor yang mendorong keinginan anak untuk berinteraksi dengan pengguna game online
lainnya, dan faktor tersebut juga memacu keinginan untuk membentuk hubungan yang harmonis,
saling memberi dukungan emosional dan memacu untuk berhasil dalam permainan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap sebanyak 589 anak usia 9 sampai 15 tahun di
Jakarta, ditemukan lebih dari setengah anak-anak mengatakan bahwa di dalam kamar mereka
tersedia telepon seluler (81%), televisi (70%), video game (53%), buku (73%) dan majalah (55%).
Hal yang menarik dari penelitian tersebut bahwa persentase tertinggi ketersediaan media di tempat
tidur bukanlah televisi, melainkan telepon seluler. Bahkan telepon seluler tersebut merupakan milik
pribadi anak (Hendriyani, Hollandr, d'Haenens, Beentjes, 2012).

Seorang pakar analisis virtual game dari perusahaan Strategy Analytics, Barry Gilbert (2009)
merilis laporan berjudul “Virtual Worlds Market Forecast 2009-2015”. Laporan tersebut
menyebutkan bahwa aktivitas sosial dunia maya (social virtual world) diprediksi akan tumbuh
sebesar 23 persen di tahun 2015. Analis perusahaan tersebut melihat bahwa populasi global
pengguna dunia maya akan tumbuh dengan peningkatan dari 186 juta di tahun 2009 mencapai 640
juta di tahun 2015. Berdasarkan laporan tersebut dapat diartikan bahwa akan lahir hampir seratus
juta pemain baru setiap tahun, dengan tingkat pertumbuhan tahunan mendekati kelipatan 25 persen.

Gilbert mengungkapkan bahwa laju pertumbuhan demografi yang tercepat yakni anak-anak
antara usia 5 dan 9 tahun diprediksi akan naik sebesar 27 persen. Adapun anak-anak usia belasan
tahun, yang merupakan segmen terbesar pemain dunia maya saat ini, akan tumbuh sebesar 21
persen. Menurutnya, para pemain virtual game memperoleh nilai-nilai atau manfaat tertentu dari
permainan maya, baik permainan berbentuk hiburan, peperangan dan interaksi sosial.

Media dan teknologi informasi, menjadi medium perantara utama yang mengantarkan beragam
platform permainan game online ke dalam kehidupan anak-anak. Dan partisipasi anak
menggunakan beragam jenis teknologi media juga sebuah konsekuensi yang tidak dapat
dihindarkan dari budaya media yang tercipta oleh dua komponen tersebut, sehingga teknologi
media telah menyusutkan bentuk dunia yang luas menjadi sebuah kampung global (global village),
dimana tidak ada batas-batas wilayah untuk berselancar, menjelajahi dunia, menjalin interaksi sosial
dalam beragam platform media yang difasilitasi oleh teknologi media tersebut (Hasibuan, 2015;
McLuhan, 1994).

Tidak hanya itu, teknologi juga bersinggungan dengan manusia dalam cara yang kompleks dan
dinamis. Dimanika antara interaksi sosial yang bertransformasi secara maya melalui game online
dan partisipasi anak dalam lingkungan bermedia di era digital saat ini, dapat dilihat dari pandangan
Strukturasi Anthony Giddens (dalam Hasibuan, 2015), bahwa anak sebagai agensi dapat
memanfaatkan sumber-sumber yang disediakan media, dengan cara itu anak-anak dapat
mentransformasikan televisi, film, komputer, games, teknologi media lainnya untuk dimanfaatkan
sebagai instrument yang memberi nilai positif dan peluang besar untuk memperoleh pengetahuan
dan keterampilan sebagai modal sosial di masa depan.

Memahami alur pemikiran Giddens mengenai struktur dan agensi. Struktur (media) dalam
menjalankan aktivitasnya memiliki dualitas fungsi yakni memasukkan kepentingan ekonomi
(constraining) dan menyediakan fitur-fitur aplikasi interaktif (enabling), sehingga pada praktiknya
aktivitas dua fungsi tersebut berjalan beriringan seperti dua sisi mata uang (double strukturation).
Adapun agensi (anak) tidak semata menerima kondisi sebagai objek ekonomi oleh media, namun
dapat memanfaatkan media sebagai objek yang potensial. Struktur dan agensi saling berhubungan
dan bergantung, struktur membutuhkan agensi dan agensi membutuhkan struktur (Buckingham dan
Sefton-green, 2003; Rose, 1991).

Nuansa modernisasi telah merubah kebiasaan individu-individu dari cara yang tradisional
menjadi sebuah kehidupan yang lebih kompleks dengan ragam kemajuan teknologi dan tentunya
perubahan gaya hidup yang begitu cepat.

Abu Bakar dkk (1984) mencatat bahwa setidaknya terdapat sebanyak dua puluh dua jenis
permainan tradisional anak-anak di Sumatera Utara yang kerap dimainkan anak di luar rumah.
Namun konteks interaksi anak-anak tersebut kini berubah seiring perubahan budaya media di
lingkungan masyarakat. Perubahan yang terjadi pun tampak radikal, sehingga waktu serta ruang
aktivitas bermain anak di luar rumah, sudah bergeser dari permainan bola kaki di lapangan rumput
hijau, kini berubah konteks menjadi permainan bola kaki di ruangan berpenyejuk udara. Sebuah
kontek budaya bermain yang berubah dari tradisional menuju digital dan virtual (Prensky, 2005).
Perubahan bentuk permainan anak-anak saat ini, merupakan rentetan dari perubahan yang
terjadi di masyarakat, mulai dari rumah hingga lingkungan di luar rumah. Perubahan mendasar dari
budaya masyarakat itu tidak terlepas dari proses evolusi di bidang teknologi informasi dan media,
yang kemudian menjadi budaya masyarakat secara luas.

Bagi peneliti, fenomena perubahan budaya bermain anak seperti dari permainan petak umpet
atau patok lele yang dimainkan beramai-ramai dengan teman, menjadi permainan game online yang
saling berinteraksi secara virtual sangat menarik diteliti. Keinginan untuk mengulas lebih mendalam
mengenai penggunaan dan pengetahuan apa yang didapatkan anak dari permainan game online dan
faktor yang mendorong anak bermain game online setiap hari selepas aktivitas sekolah, merupakan
bagian yang penting menurut peneliti untuk diketahui lebih lanjut.

Peneliti pernah melakukan pengamatan di salah satu warnet di Kecamatan Medan Area Kota
Medan pada medio bulan Maret tahun 2015 ini. Pengamatan itu dilakukan untuk mencoba melihat
lebih dekat proses interaksi anak-anak ketika bermain game online dengan teman sebayanya dan
ingin mengetahui alasan mereka memilih bermain secara virtual daripada bermain bola kaki di
lapangan, bermain petak umpet, bermain kelereng dan lain sebagainya.

Ketika peneliti bertanya, “kenapa tidak main bola aja di luar rumah?”, lantas si anak menjawab
“malas”. Lalu peneliti bertanya kembali, “lebih sering mana, main-main di luar bersama kawan atau
main game online?”, dan si anak pun menjawab “lebih sering main game online”. “tidak dimarahi
Mama main game tiap hari” tanya peneliti, dan si anak menjawab “gak dimarahin mama”.

Berdasarkan pengamatan serta wawancara yang pernah peneliti lakukan seperti yang diungkap di
atas, peneliti melihat bahwa permainan game online lebih diminati anak daripada bermain bersama
teman-teman di luar rumah seperti bola kaki atau pun bermain sepeda mengelilingi lingkungan
sekitar rumah. Ketertarikan yang besar terhadap permainan game online pun memberi pengaruh
yang besar terhadap pandangan anak tentang permainan di luar rumah selain warnet, sehingga
mereka memilih menghabiskan waktu bermain lebih banyak di warnet daripada permainan lainnya
yang tidak bersentuhan dengan internet.

Faktor lingkungan terutama keluarga juga memberi pengaruh besar terhadap pembentukan
rutinitas anak di bermain game online di warnet. Wawancara yang peneliti lakukan dari pengamatan
terhadap kegiatan bermain anak di warnet, bahwa orang tua memberi andil besar dalam membentuk
kebiasaan anak bermain game online, mulai dari cara pandang orang tua tentang kegiatan bermain
anak, memberi pendanaan untuk anak bermain game online dan lain sebagainya. Seperti kutipan
wawancara peneliti dengan anak yang bermain game online di warnet sebagai berikut: “berapa jam
setiap hari bermain game” tanya peneliti. Lalu si anak menjawab “biasanya main tiga jam”. Dan
peneliti pun semakin penasaran dengan jawaban tersebut lalu mencoba bertanya lagi, “apa tidak
dimarahi Mama”. “tidak dimarahi mama kok, kan sudah permisi” jawab si anak.

Peneliti berasumsi atas dasar observasi yang dilakukan dan referensi tersebut di atas, bahwa
interaksi virtual anak dalam game online di warnet sangat terkait dengan pola hidup keluarga di
rumah. Budaya bermain anak sudah terpapar oleh budaya media yang dipelajari anak dari
lingkungan rumah. Menurut peneliti, keluarga merupakan faktor utama dalam pembentukan budaya
di kehidupan anak, sehingga bagaimana kebiasaan keluarga dalam bermedia juga perlu dieksplorasi
lebih mendalam.

Sepengetahuan peneliti, di indonesia masih sangat sedikit penelitian yang mengkaji hubungan
antara game online dan anak yang dilakukan secara empiris. Terlebih sangat sulit mencari kajian
penelitian yang melihat perubahan budaya bermain anak-anak, yang mulai bergeser dari permainan
tradisional hingga permainan virtual game online. Penelitian tentang kajian media dan anak masih
didominasi oleh kajian studi dampak

Atas dasar pertimbangan itu, peneliti tertarik untuk mengkaji secara empiris proses keterkaitan
antara game online dan anak serta peranan game online dalam perubahan budaya bermain anak

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti dapat
merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

a. Bagaimana interaksi virtual anak dalam game online di warnet Kecamatan Medan Area
Kota Medan?
b. Apa motif dan manfaat yang didapatkan anak bermain game online di warnet?

c. Apa faktor yang mendorong anak bermain game online di warnet?

d. Bagaimana peran game online terhadap perubahan bentuk permainan tradisional di luar
rumah?
e. Bagaimana peran orang tua dalam mengarahkan anak bermain?

f. Bagaimana proses perubahan budaya bermain anak-anak dari permainan tradisional menjadi
permainan virtual?

3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengkaji proses interaksi anak virtual anak dalam game online di warnet.
b. Untuk mengetahui motif dan manfaat yang didapatkan anak bermain game online di warnet.
c. Untuk mengetahui faktor yang mendorong anak bermain game online di warnet.
d. Untuk mengkaji peran game online terhadap perubahan bentuk permainan tradisional di luar
rumah.
e. Untuk mengkaji peranan orang tua dalam mengarahkan anak bermain.
f. Untuk menemukan bentuk perubahan budaya bermain anak dari permainan tradisional
menjadi virtual.

4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini ke depannya memiliki beberapa manfaat, yaitu
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan memperkaya kajian media baru (new
media) khususnya mengenai kajian internet (internet studies) untuk kalangan akademisi.

b. Manfaat praktis
Dapat memberi masukan bagi semua pihak yang peduli terhadap kehidupan anak,
khususnya:

 Orang tua
 Keluarga
 Lingkungan
 Pengambil kebijakan
 Institusi pendidikan.

5. Tinjauan Pustaka
(1) Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivise. Menurut paradigma konstruktivisme,
realitas sosials yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang.
Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara
fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang
mengonstruksi realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku
di kalangan mereka sendiri.

Menurut Reckwitz dan Sievert (1997) (dalam Langer, 1999), dalam pendekatan konstruktivis
dunia dipandang sebagai fenomena yang dibentuk melalui individu mengenai pemaknaan dan
pengalaman sosial-budaya. Anderson (1987) (dalam Lindlof, 1991) mengemukakan bahwa
konstruktivisme memberi penekanan secara induktif, hal itu diterapkan pada dunia sehari-hari yang
dipandang secara subjektif.

(2) Penelitian Terdahulu


Pencarian literatur yang dilakukan peneliti hingga saat ini, belum ditemukan penelitian yang
vevkajian yang berkaitan penggunaan media oleh anak-anak. Kajian pertama adalah penelitian yang
dilakukan oleh Hendriyani, Hollander, d'Haenens dan Beentjes pada tahun 2009 berjudul “
Children’s Media Use in Indonesia”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel
sebanyak 589 dari populasi anak-anak usia 9 sampai dengan 15 tahun yang tinggal di Jakarta. Hasil
penelitian tersebut mengungkapkan bahwa setengah anak-anak mengatakan bahwa di dalam kamar
mereka tersedia telepon seluler (81%), televisi (70%), video game (53%), buku (73%) dan majalah
(55%).
Penelitian berjudul Intermediary Space and Media Competency: Children's Media Play in “Out of
School Hours Care” Facilities in Australia yang dilakukan Karen Orr Vered, membahas bagaimana
interaksi anak-anak usia 5 hingga 12 tahun dengan media, di tempat penitipan anak (TPA) setelah
selesai belajar atau sepulang dari sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD). Selain itu bagaimana
respon serta penelitian yang dilakukan Karen Orr Vered ini, menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan studi etnografi.

(3) Uraian Teori


a. Komunikasi Massa

Komunikasi massa menurut Michael dan Teri Kwal Gamble (Nurudin, 2011) adalah segala
sesuatu yang mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) komunikator dalam komunikasi massa
mengandalkan peralatan modern, (2) komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan
pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling
kenal atau mengetahui satu sama lain, (3) pesan adalah milik publik, (4) sebagai sumber,
komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan, (5)
komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, (6) umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya
tertunda. Teori-teori dalam komunikasi massa berkembang mengikuti perkembangan zaman. Teori
komunikasi massa yang saat ini sedang banyak diperbincangkan adalah media baru (new media).
Seiring dengan perkembangan teknologi dalam informasi dan komunikasi, new media telah mampu
menggeser fungsi media massa konvensional dalam menyebarluaskan informasi.

b. New Media
Kajian mengenai new media dapat ditelusuri dari gagasan teoritik yang sudah ada
sebelumnya yaitu Medium Theory, Media Ecology Theory dan New Media Theory. Medium Theory
adalah hasil pemikiran Marshall McLuhan yang merupakan teori yang berada dalam tradisi sosio-
kultural. Tradisi ini bertujuan untuk memahami tata cara orang secara bersama menciptakan realitas
dalam kelompok sosial organisasi dan budaya (Littlejohn dan Foss, 2009). Gagasan utama teori ini
adalah bahwa media, terlepas dari apa isi pesan yang disampaikan, akan dapat mempengaruhi
masyarakat.

Media Ecology Theory menjelaskan bahwa masyarakat telah berevolusi, begitu juga dengan
teknologi. Teori ini memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip bahwa masyarakat tidak dapat
melarikan diri dari pengaruh teknologi dan teknologi tetap menjadi pusat bagian semua bidang
profesi dan kehidupan. Kemudian lahirlah pemikiran baru dari Mark Poster yang dikenal dengan
New Media Theory.

Melihat berbagai kelebihan yang ditawarkan, tentunya internet dengan segala macam
aplikasi yang ada di dalamnya sepatutnya dapat dikelola oleh setiap individu dengan baik.
Penggunaan internet oleh individu tidak dapat dilepaskan dari kemunculan teori new media.
Terdapat empat kategori new media yakni (1) media komunikasi interpersonal (baik itu telepon dan
email), (2) media permainan interaktif (misalnya permainan game online), (3) media pencarian
informasi (internet, telepon seluler, radio layanan data) dan, (4) media partisipasi bersama
(komputer yang dapat digunakan untuk kepentingan pribadi) (Griffin, 2012).

c. Uses and Gratification

Teori uses and gratification banyak digunakan ketika seorang peneliti mencoba menggali
mengapa khalayak tertarik dan terlibat dalam penggunaan beragam jenis media, seperti
mendengarkan radio, membaca komik (Ruggiero, 2000). Uses and gratification juga dapat
digunakan seorang peneliti untuk mengetahui mengapa seseorang memilih media permainan
tertentu dan mengapa banyak waktu yang dihabiskan seseorang dalam menggunakan game online
tertentu pula (Sparks, 2012).

Sherry dan Boyan (2008) mengatakan bahwa penelitian uses and gratification berkaitan
dengan asal-usul kebutuhan sosial dan psikologis, yang didapatkan dari penggunaan media massa
dan menjadi alasan mengapa seseorang menggunakan media tertentu dalam berkomunikasi.
Pandangan yang sama juga dikemukakan Katz, Blumber, dan Gurevitch (1979) mengemukakan
bahwa kajian-kajian uses and gratification berkaitan dengan (1) asal usul sosial dan psikologis; (2)
kebutuhan, yang melahirkan; (3) harapan-harapan akan; (4) media massa atau sumber-sumber lain,
yan mengarah pada; (5) berbagai pola paparan media yang berbeda (atau keterikatan dalam
berbagai aktivitas lain), yang menghasilkan; (6) gratifikasi kebutuhan maupun; (7) konsekuensi-
konsekuensi lain, mungkin merupakan konsekuensi-konsekuensi yang paling tidak diniatkan (dalam
Severin dan Tankard, 2008).

d. Media Literacy

4. Metodologi Penelitian

(1) Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana peneliti akan
mengumpulkan serta manganalisis data yang ada. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Melalui metode penelitian ini, peneliti akan menggambarkan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai
fenomena berkaitan dengan interaksi virtual anak dalam game online di warung internet. Menurut
Moleong (2013) penelitian kualitatif adalah penelitian yang secara holistik bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, baik itu perilaku, persepsi,
motivasi maupun tindakannya.

Metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini digunakan dengan pendekatan fenomenologi.
Fenomenologi secara umum dikenal sebagai pendekatan yang dipergunakan untuk membantu
memahami berbagai gejala atau fenomena sosial dalam masyarakat (Nindito, 2005).

Menurut Pawito (2008) esensi dari fenomenologi adalah pendekatan kualitatif terhadap gejala dan/
atau realitas yang diteliti.

(2) Populasi

Menurut Wimmer dan Dominick (2011) bahwa salah satu karakteristik yang membedakan
antara konstruktivisme dan positivisme yakni peneliti konstruktivisme melakukan kajian di
lapangan (field), dalam setting alam yang natural, dan peneliti mencoba menangkap aliran peristiwa
yang dilakukan subjek penelitian. Penelitian ini dilakukan dalam setting suasana ketika anak
bermain game online di warnet. Penelitian ini akan dilakukan di salah satu warnet berlokasi di Jalan
Halat Kecamatan Medan Area, Kota Medan.

(3) Subjek Penelitian

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan
adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi ataupun fakta dari suatu
objek penelitian. Dalam wawancara mendalam, peran informan tetap menjadi sentral, walaupun
kadang informan berganti-ganti (Bungin, 2007).

Jumlah informan disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Informan kunci (key
informant) yakni anak-anak yang bermain di warnet dan orang tua mereka.

(4) Metode Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Penelitian lapangan (field research)

1. Observasi partisipan

Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator suatu objek
untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan oleh objek tersebut. Observasi merupakan
metode pengumpulan data yang digunakan pada riset kualitatif. Yang diobservasi adalah interaksi
(perilaku) dan percakapan yang terjadi antara subjek yang diteliti (Kriyantono, 2009).
Menurut Lindlof dan Taylor (2002), pada observasi partisipan, observasi merupakan agenda
utama dan partisipasi lebih lenjut dilakukan dari proses observasi. William (1973) menyarankan
bahwa metodologi penelitian yang diperlukan untuk mengamati komunikasi manusia dari perspektif
interaksionisme simbolik adalah peneliti mengambil peran sebagai pengamat yang berpartisipasi
(participant observer) oleh si peneliti itu sendiri (dalam Fisher, 1990).

2. Metode wawancara mendalam.

Wawancara mendalam (indepth interview) secara umum adalah proses keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
informan, tanpa menggunakan pedoman wawancara, pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lain. Dengan demikian, keabsahan wawancara mendalam dalah
keterlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin, 2007).
Keuntungan yang paling penting dari wawancara mendalam yakni dapat memperoleh
kekayaan data secara detail dan menyediakan respon yang lebih akurat terhadap isu-isu sensitif
(Wimmer dan Dominick, 2011).

b. Penelitian Kepustakaan
Yaitu cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan dengan membaca atau
mencari literatur yang bersangkutan dengan penelitian, untuk mendukung penelitian. Dalam hal ini,
penelitian kepustakaan dilakukan melalui buku-buku, majalah, surat kabar, jurnal, internet dan
sebagainya.

(5) Metode Analisis Data

Moleong (2013) mendefenisikan analisis data sebagai proses pengorganisasian dan


mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar dapat ditemukan tema dan
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Kriyantono, 2009). Melalui
pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus
kepada yang bersifat umum, kemudian disajikan dalam bentuk narasi.
Dalam analisis data, peneliti menggunakan constant comparative technique yang pertama
kali diungkapkan oleh Glaser dan Strauss (2006). Wimmer dan Dominick (2011) menjelaskan
bahwa secara umum, proses analisis data tersebut terdiri dari empat langkah :

1. Comparative assignment of incidents to categories


Setelah data telah disiapkan untuk dianalisis, peneliti menempatkan masing-masing unit
analisis dalam satu set kategori sementara. Setiap unit baru diperiksa, unit tersebut
dibandingkan dengan unit lain yang sebelumnya telah ditempatkan pada kategori tersebut
untuk melihat apakah unit yang dimasukkan tersebut sesuai.

2. Elaboration and refinement of categories


Selama tahap kategori perbaikan, peneliti menulis aturan atau proposisi yang berusaha
menjelaskan makna yang mendasari kategori yang terdefinisikan tersebut. Beberapa aturan
untuk dimasukkan mungkin ditulis ulang dan direvisi selama penelitian

3. Searching for relationships and themes among categories


Tahap ketiga ini mencari hubungan dan pola umum di kategori. Peneliti meneliti laporan
proposisional dan mencari hubungan yang bermakna.

4. Simplifying and integrating data into a coherent theoretical structure


Pada tahap akhir dari proses, peneliti menulis laporan yang merangkum penelitian. Semua
hasil analisis dari yang sebelumnya diintegrasikan ke dalam beberapa penjelasan yang
koheren dari fenomena tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Bakar.Abu, Saragih.J.M, Usman.B.CH, Sukapiring.Peraturen, Tanjung.Z. (1984). Permainan Anak-


Anak Daerah Sumatera Utara. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Buckingham, D., Sefton-Green. (2003). "Gotta Catch 'em all: Structure, Agency and Pedagogy in
Children's Media Culture". Media, Culture & Society, 25: 379-299.
Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Fisher, B.Aubery. (1990). Teori-Teori Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Gilbert, B. (2009). Virtual worlds market forecast 2009-2015. Strategyanalitycs. Retrieved from
https://www4.strategyanalytics.com/default.aspx?mod=pressreleaseviewer&a0=4745.
Glaser, B.G., Strauss, A.L. (2006). The Discovery of Grounded Theory: strategies for qualitative
research. New York: Aldine.
Griffin, EM.(2012). A First Look at Communication Theory, Eight edition, New York: McGraw-
Hill.
Hendriyani, Hollander.E, d'Haenens.L, Beentjes.W.J. (2012). Children's media use in Indonesia.
Asian Journal of Communication. Vol.22, No.3, p. 304-319.
Hofferth. Sandra L. (2010). Home Media and Children's Achievement and Behavior. Child
Development. Vol.81(5), 1598-1619.
Kriyantono, Rachmat. (2009). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Langer, R. (1999). Towards a Constructivist Communication Theory?: Report from Germany.
NORDICOM – Information,74-86.
Lindlof, T.R., Taylor, B.C. (2002). Qualitative Communication Research Methods,. 2nd Edition.
Thousand Oaks, CA: Sage.
Lindlof, T.R. (1991). The qualitative study of media audiences. Journal of Broadcasting &
Electronic Media, 35:1, 23-42.
McLuhan, Marshall. (1994). Understanding Media: The Extension of Man. London; The MIT
Press.
Moleong, Lexi J. (2003). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Nindito, Stefanus. (2005). Fenomenologi Alfred Schutz:Studi tentang Konstruksi Makna dan
Realitas dalam Ilmu Sosial. Jurnal ILMU KOMUNIKASI. Vol 2(1), 79-94.
Nurudin.(2011). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Rajagrasindo Persada.
Pawito. (2008). Penelitian Komunikasi Kualitatif (edisi kedua). Yogyakarta: PT LKiS Pelangi
Aksara.
Prensky, M. (2005). Computer games and learning: Digital gamebased learning. In J. R. J. Goldsten
(Ed.), Handbook of computer game studies (pp. 97–122). Cambridge: MIT Press.
Rose, Daniel. (1991). Anthony Giddens.In Beilharz, Peter (Ed.). Social Theory: A Guide to Central
Thinkers. Sydney: Allen and Unwin.
Ruggiero, T. (2000). Uses and Gratification in the 21st century. Mass Communication and Society,
3(1),3-37.
Severin. Werner J, Tankard. James W. (2005). Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, & Terapan di
Dalam Media Massa, Edisi Ke-5, Jakarta: Kencana.
Sherry, John.L, Boyan, Andy. (2008). Uses and Gratifications. In W. Donsbach (Ed.). The
international encyclopedia of communication (Vol.5, pp.5239-5244). Malden, MA:
Blackwell.
Sparks, Glenn. (2012). Uses and Gratifications of Elihu Katz. In EM Griffin (Ed.). A First Look at
Communication Theory, Eight Edition(pp.357-365).New York: McGraw-Hill.

Vered, K. O. (2001). Intermediary Space and Media Competency: Children's Media Play in “Out of
School Hours Care” Facilities in Australia. Simile: Studies in Media & Information Literacy
Education, 1(2), 1-15.

_________. (2008). Children and Media Outside the Home: Playing and Learning in After-School
Care. New York: Palgrave Macmillan.
Wimmer, R.D., Dominick, J.R. (2011). Mass Media Research: An Introduction (International
Editio) (9th revised edn.). Belmont: Wadsworth.

Anda mungkin juga menyukai