Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. J

Umur

: 28 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Jl. Paccelekang

Agama

: Islam

No. RM

: 694457

Tanggal masuk

: 26/12/2014

II. CATATAN RIWAYAT PENYAKIT


Anamnesis

: Autoanamnesis

Keluhan Utama

: Nyeri perut kanan atas

Anamnesis Terpimpin:
Dialami sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
terasa seperti tertusuk-tusuk dan tembus ke belakang. Nyeri juga menjalar ke
dada kanan, kadang nyeri dirasakan terutama ketika menarik napas. Mual dan
muntah tidak ada. Riwayar demam ada, dialami sejak seminggu tidak terus
menerus disertai dengan menggigil, demam turun dengan minum obat penurun
panas. Batuk tidak ada. Sesak tidak ada. BAK lancer dan kesan cukup. BAB
belum sejak 3 hari. Riwayat BAB encer 2 minggu sebelum pasien sakit.
RPS : Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada,
Riwayat penyakit kuning sebelumnya disangkal
Riwayat minum-minum alcohol disangkal
Riwayat minum jamu-jamuan disangkal
Riwayat penyakit HT disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal.

III. STATUS PRESENT


Sakit Sedang / Gizi baik / Composmentis

BB

= 60 kg,

TB

= 170 cm,

IMT = 20,76 kg/m2 (Gizi baik)

Tanda vital :
Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 24 x/menit tipe thorakoabdominal

Suhu

: 36,7oC (Aksila)

IV. PEMERIKSAAN FISIS

Kepala
Ekspresi

: Meringis

Simetris muka

: Simetris kiri = kanan

Deformitas

: Tidak ada

Rambut

: Hitam lurus, sukar dicabut, alopesia (-)

Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus

: Tidak ada

Gerakan

: Ke segala arah, dalam batas normal

Kelopak Mata

: Edema (-), ptosis (-)

Konjungtiva

: Anemis (-)

Sklera

: Ikterus (-)

Kornea

: Jernih

Pupil

: Bulat isokor 2,5 mm / 2,5 mm

Telinga
Pendengaran

: Dalam batas normal

Tophi

: (-)

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

Hidung
Perdarahan

: (-)
2

Sekret

: (-)

Mulut
Bibir

: Pucat (-), kering (-)

Lidah

: Candidiasis oral (-), lidah kotor (-)

Tonsil

: T1 T1, hiperemis (-)

Faring

: Hiperemis (-),

Gigi geligi

: Dalam batas normal, caries (-)

Gusi

: Dalam batas normal, perdarahan (-)

Leher
Kelenjar getah bening

: Tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok

: Tidak ada pembesaran

DVS

: R - 2 cmH2O

Pembuluh darah

: Tidak ada kelainan

Kaku kuduk

: (-)

Tumor

: (-)

Thorax
Inspeksi

Bentuk

: Normochest, simetris kiri = kanan

Pembuluh darah: Tidak ada kelainan, spider nevi (-)

Palpasi

Perkusi

Buah dada

: Simetris kiri=kanan, tidak ada kelainan

Sela iga

: Simetris kiri=kanan, tidak ada kelainan

Lain lain

: Barrel chest (-), pigeon chest (-), massa tumor (-)

:
Fremitus raba

: Simetris kiri=kanan

Nyeri tekan

: (-), massa tumor (-)

:
Paru kiri

: Sonor

Paru kanan

: Sonor

Batas paru-hepar

: ICS VI dekstra anterior,

Batas paru belakang kanan

: ICS X dekstra

Batas paru belakang kiri

: ICS XI sinistra

Bunyi pernapasan

: Vesikuler

Bunyi tambahan

: Rh -/-, Wh -/-

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Pekak
Batas atas jantung ICS II
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)

Perut
Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas

Auskultasi

: Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi

: massa tumor (-), nyeri tekan (+) pada regio hypocondrium


dextra dan ICS 6 linea axillaris anterior dextra.

Hepar

: teraba 2 jari bawah arcus costa, dengan permukaan yang


berbenjol-benjol, konsistensi kenyal, tepi tumpul, fluktuasi
(+) dan nyeri tekan (+).

Limpa

: Tidak teraba

Ginjal

: Tidak teraba ballotemen ginjal

Perkusi

: Tympani

Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan Rektum : Sphincter mencekik, mukosa licin, nyeri tidak ada,
ampula kosong, dan handscoen negative.

Ekstremitas
Edema -/-, eritema Palmaris -/-, peteki (-)

Laboratorium
Jenis Pemerikaan

DARAH
RUTIN
(10/11/14)

Hasil
3

Nilai Rujukan

WBC

20,1x10 /Ul

5 - 10 x 103/uL

RBC

4,8 x106/uL

4,55,5 x 106/uL

HGB

12,3 g/dL

13 - 16 g/dL

PLT

254 x 10 /uL

200-500x103/uL

GDS

124 mg/dl

140 mg/dl

Ureum

31 mg/dl

10-50 mg/dl

Kreatinin

0,7 mg/dl

< 1,3 mg/dl

GOT

22 /l

< 38 /l

GPT

24 /l

< 41/l

Protein total

6,4 gr/dl

6,6 8,7 gr/dl

Albumin

3,3 gr/dl

3,5 5,0 gr/dl

PT

13,0 detik

10 14 detik

APTT

34,4 detik

22 30 detik

HbsAg

Negatif

Negatif

Anti-HCV

Negatif

Negatif

Pemeriksaan Penunjang Lainnya:


USG Abdomen: Multiple massa pada lobus kanan hepar sesuai gambaran
abses.

V. DIAGNOSIS :
Abses Hepar Piogenik DD/ Amoebic

VI. PENATALAKSANAAN :
-

Diet hepar I

IVFD NaCl 0,9% 24 tetes per menit

Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV

Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV

Paracetamol 500 mg/8jam/oral (jika suhu > 38oC)

Ketorolac 30mg/8 jam/drips IV (jika nyeri)

Rencana Pemeriksaan
Kultur darah bakteri dan tes sensitivitas antibiotic.
Kultur pus bakteri dan tes sensitivitas antibiotic.
Pemeriksaan laboratorium bilirubin total dan analisa feses
MSCT Scan Abdomen

VII.

PROGNOSIS
Quad ad functionam

Bonam

Quad ad sanationam

Dubia ad Bonam

Quad ad vitam

Bonam

FOLLOW UP
TANGGAL

PERJALANAN PENYAKIT

INSTRUKSI DOKTER

26/12/2014

S:

P:

T : 120/70 mmHg

Nyeri perut kanan atas (+)

Diet hepar I

N : 80 x/m

BAB : Biasa, BAB encer

IVFD NaCl 0,9% 24 tetes

P : 24 x/m
S : 36,7C

per menit

tidak ada
Demam : Ada

Inj. Ceftriaxone 2 gr/24


jam/IV

O:
SS / GC / CM

gr/8jam/IV

Anemis -/-, ikterus -/-,


MT (-), NT (-), DVS R-2
cmH2O

Metronidazole 0,5

Paracetamol 500
mg/8jam/oral (jika suhu >
38oC)

BP : vesikuler,

Ketorolac 30mg/8 jam/drips


IV (jika nyeri)

BT : Rh -/-, Wh -/ BJ : I/II murni regular


Peristaltik (+) kesan N,

P:
Monitoring Darah rutin, GOT,

Hepar: teraba 2 jari bawah

GPT

arcus

Kultur pus dan sensivitas

costa,

dengan

permukaan yang berbenjol-

antibiotic dari abses.

benjol, konsistensi kenyal,

Konsul GEH.

tepi tumpul, fluktuasi (+)

Konsul bedah digestive, rencana

dan nyeri tekan (+)

drainase abses.

Splenomegali (-)
Ext : Edema -/A:
Abses Hepar Piogenik DD/
Amoeba
27/12/2014

S:

P:

T : 120/80 mmHg

Nyeri perut kanan atas (+)

Diet hepar I

N : 80 x/m

BAB : Biasa, BAB encer

IVFD NaCl 0,9% 24 tetes

P : 24 x/m
S : 36,3 C

per menit

tidak ada
Demam : Tidak ada

Inj. Ceftriaxone 2 gr/24


jam/IV

O:
SS / GC / CM

gr/8jam/IV

Anemis -/-, ikterus -/-,


-

MT (-), NT (-), DVS R-2

38oC)

BP : vesikuler,
-

BT : Rh -/-, Wh -/-

Ketorolac 30mg/8 jam/drips


IV (jika nyeri)

BJ : I/II murni regular

Hepar: teraba 2 jari bawah

Paracetamol 500
mg/8jam/oral (jika suhu >

cmH2O

Peristaltik (+) kesan N,

Metronidazole 0,5

P:
Kultur pus dan sensivitas

arcus

costa,

dengan

antibiotic dari abses.

permukaan yang berbenjol-

Konsul GEH.

benjol, konsistensi kenyal,

Konsul bedah digestive, rencana

tepi tumpul, fluktuasi (+)

drainase abses.

dan nyeri tekan (+)


Splenomegali (-)
Ext : Edema -/A:
Abses Hepar Piogenik DD/
Amoeba
28/12/2014
T : 120/70 mmHg

S:
Nyeri perut kanan atas (+),

N : 80 x/m
P : 24 x/m

P:

mulai berkurang

Diet hepar I

IVFD NaCl 0,9% 24 tetes

BAB : Biasa, BAB encer

S : 36,4C

per menit
-

tidak ada
Demam : Tidak ada

jam/IV
-

O:
SS / GC / CM

Metronidazole 0,5
gr/8jam/IV

Anemis -/-, ikterus -/-,

Paracetamol 500
mg/8jam/oral (jika suhu >

MT (-), NT (-), DVS R-2

38oC)

cmH2O
-

BP : vesikuler,
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepar: teraba 2 jari bawah
costa,

Ketorolac 30mg/8 jam/drips


IV (jika nyeri)

BT : Rh -/-, Wh -/-

arcus

Inj. Ceftriaxone 2 gr/24

dengan

permukaan yang berbenjolbenjol, konsistensi kenyal,


tepi tumpul, fluktuasi (+)

P:
Monitoring Darah rutin, GOT,
GPT
Kultur pus dan sensivitas
antibiotic dari abses.
Konsul GEH.
Konsul bedah digestive, rencana

dan nyeri tekan (+)

drainase abses.

Splenomegali (-)
Ext : Edema -/A:
Abses Hepar Piogenik DD/
Amoeba
29/12/2014
T : 120/70 mmHg

S:
Nyeri perut kanan atas (+),

N : 80 x/m
P : 24 x/m

P:

mulai berkurang

Diet hepar I

IVFD NaCl 0,9% 24 tetes

BAB : Biasa, BAB encer

S : 36,5C

per menit
-

tidak ada
Demam : Tidak ada

jam/IV
-

O:
SS / GC / CM

Metronidazole 0,5
gr/8jam/IV

Anemis -/-, ikterus -/-,

Paracetamol 500
mg/8jam/oral (jika suhu >

MT (-), NT (-), DVS R-2

38oC)

cmH2O
-

BP : vesikuler,
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepar: teraba 2 jari bawah
costa,

dengan

permukaan yang berbenjolbenjol, konsistensi kenyal,


tepi tumpul, fluktuasi (+)
dan nyeri tekan (+)

Ketorolac 30mg/8 jam/drips


IV (jika nyeri)

BT : Rh -/-, Wh -/-

arcus

Inj. Ceftriaxone 2 gr/24

P:
Monitoring Darah rutin, GOT,
GPT
Kultur pus dan sensivitas
antibiotic dari abses.
Konsul GEH.
Konsul bedah digestive, rencana
drainase abses.

Splenomegali (-)
Ext : Edema -/A:

Abses Hepar Piogenik DD/


Amoeba

30/12/2014
T : 120/80 mmHg

S:
Nyeri perut kanan atas (+),

N : 80 x/m
P : 24 x/m

P:

mulai berkurang

Diet hepar I

IVFD NaCl 0,9% 24 tetes

BAB : Biasa, BAB encer

S : 36,5C

per menit
-

tidak ada
Demam : Tidak ada

jam/IV
-

O:
SS / GC / CM

Metronidazole 0,5
gr/8jam/IV

Anemis -/-, ikterus -/-,

Paracetamol 500
mg/8jam/oral (jika suhu >

MT (-), NT (-), DVS R-2

38oC)

cmH2O
-

BP : vesikuler,
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepar: teraba 2 jari bawah
costa,

Ketorolac 30mg/8 jam/drips


IV (jika nyeri)

BT : Rh -/-, Wh -/-

arcus

Inj. Ceftriaxone 2 gr/24

dengan

permukaan yang berbenjolbenjol, konsistensi kenyal,


tepi tumpul, fluktuasi (+)
dan nyeri tekan (+)

P:
Monitoring Darah rutin, GOT,
GPT
Kultur pus dan sensivitas
antibiotic dari abses.
Konsul GEH.
Konsul bedah digestive, rencana
drainase abses.

Splenomegali (-)
Ext : Edema -/A:
Abses Hepar Piogenik DD/
Amoeba

10

RESUME
Seorang laki-laki, 28 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri
perut kanan atas. Dialami sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk dan tembus ke belakang. Nyeri juga
menjalar ke dada kanan, kadang nyeri dirasakan terutama ketika menarik
napas. Mual dan muntah tidak ada. Riwayat demam ada, dialami sejak
seminggu tidak terus menerus disertai dengan menggigil, demam turun dengan
minum obat penurun panas. Batuk tidak ada. Sesak tidak ada. BAK lancar dan
kesan cukup. BAB belum sejak 3 hari. Riwayat BAB encer 2 minggu
sebelum pasien sakit. Riwayat penyakit kuning sebelumnya disangkal.
Riwayat minum-minum alcohol dan jamu-jamuan disangkal
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal.
Kepala: anemis (-), ikterus (-), Abdomen: palpasi nyeri tekan pada regio
hipokondrium kanan. Hepar teraba 2 jari bawah arcus costa, dengan
permukaan yang berbenjol-benjol, konsistensi kenyal, tepi tumpul, fluktuasi
(+) dan nyeri tekan (+). Auskultasi peristaltik (+) kesan normal.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan ada leukositosis
(WBC : 20,1x103 /uL) dan enzim transaminase dalam batas normal (GOT 22
mg/dl, dan GPT 24 mg/dl). Didapatkan pula HbsAg dan anti-HCV negatif.
Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil multiple massa pada lobus
kanan hepar sesuai gambaran abses.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka kami mendiagnosis pasien sebagai suatu abses hepar. Piogenik DD/
amoeba.

11

DISKUSI
Dari anamnesis, pasien laki-laki 28 tahun ini mengeluh nyeri perut kanan
atas yang sifat nyerinya seperti tertusuk-tusuk dan tembus ke belakang. Nyeri juga
menjalar ke dada kanan, kadang nyeri dirasakan terutama ketika menarik napas.
Dari hasil pemeriksaan fisis diperoleh adanya nyeri tekan pada region
hypocondrium dextra, juga nyeri tekan pada ICS 6 linea axillaris anterior dextra
disertai hepatomegali, yaitu hepar teraba 2 jari bawah arcus costa, dengan
permukaan yang berbenjol-benjol, konsistensi kenyal, tepi tumpul, fluktuasi (+)
dan nyeri tekan (+).
Pasien didiagnosa abses hepar berdasarkan anamnesis nyeri perut kanan
atas terasa seperti tertusuk-tusuk, ada demam, dari hasil pemeriksaan fisik
ditemukan nyeri tekan hypocondrium dextra dan Ludwig sign positif, dari hasil
laboratorium didapatkan adanya leukositosis (WBC 20,1 x 103/mm3) dan hasil
USG Abdomen ada multiple abses pada lobus kanan hepar.
Abses hepar merupakan rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang
timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba, bakteri, parasit, atau jamur.
Abses hepar terbagi dua secara umum, yaitu abses hati amebik (AHA) yang dan
abses hati piogenik (AHP). Gold standar untuk diagnosis AHA dan AHP adalah
dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi.
Maka, untuk menentukan secara pasti, apakah kasus ini AHA ataupun AHP, perlu
dilakukan pemeriksaan kultur dari abses tersebut.
Terapi yang diberikan berupa pemberian infus NaCl 0,9% 24 tpm sebagai
penyeimbang elektrolit. Antibiotik yang diberikan yaitu Ceftriakson yang
merupakan drug of choice dengan dosis 2 gram/24 jam/intravena.

12

TINJAUAN PUSTAKA
ABSES HEPAR PIOGENIK

A. PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau
sel darah didalam parenkim hati .(1)
Tiga bentuk utama dari abses hepar, berdasarkan etiologi, dapat
dikategorikan antara lain abses piogenik, abses amebic, dan abses fungal.
Abses hati piogenik meliputi 80% kasus abses hepar. Diakibatkan oleh
Enterobacteriaceae, Streptococcus microaerofili, Streptococcus anaerobic,
Klebsiella pneumonia, Salmonella thypi, dan sebagainya. Abses amebic akibat
Entamoeba histolytica terjadi 10% kasus. Abses fungal akibat Candida spesies,
terjadi kurang dari 10% kasus. Abses fungal terjadi sebagai coinfeksi dari
pasien dengan immunocompromised.(12)
Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang
jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.
Di negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan
secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa
dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis,
etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta
prognosisnya. (2)

B. EPIDEMIOLOGI
Di negara negara yang sedang berkembang, abses hepar amoeba
didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan abses hepar
piogenik. abses hepar piogenik ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di

13

daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang kurang. Secara


epidemiologi, didapatkan 8 15 per 100.000 kasus abses hepar piogenik yang
memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,
didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 1,47% sedangkan
prevalensi di RS antara 0,008 0,016%. abses hepar piogenik lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih
dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke 6. (1)
Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi
E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens
amubiasis hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di
berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun.
Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar
3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya
melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang
menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering
dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama
dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki
prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang
padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk. (2)

C. ETIOLOGI
Etiologi abses hepar piogenik antara lain enterobacteriaceae,
microaerophilic
pneumoniae,

streptococci,

bacteriodes,

anaerobic

fusobacterium,

streptococci,
staphylococcus

klebsiella
aureus,

staphylococcus milleri, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens,


yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis.
Organisme penyebab yang paling sering ditemukan adalah E.Coli
(33%), Klebsiella pneumoniae (18%), Bacteroides species (24%),
Streptococcal species (37%), dan Microaerophilic streptococci (12%).

14

Dahulu penyebab tersering abses hepar piogenik adalah akut


appendicitis tapi saat ini dengan teknologi operasi dan antibiotic, hal
tersebut dapat ditekan secra drastis.

(13)

Pada penelitian yang dilakukan

Pearce, et al dengan sampel 42 pasien abses hepar disimpulkan bahwa


penyebab abses hepar piogenik dikelompokkan menjadi 3, antara lain:
postal tract sepsis, biliary sepsis dan spontaneous. (13)

Tabel I. Etiologi Abses Hepar Piogenik

D. PATOGENESIS
Hati menerima aliran darah dari baik dari sirkulasi sistemik maupun
portal sehingga rentan terhadap infeksi. Namun keberadaan sel Kuppfer yang
melapisi sinusoid membatasi invasi bakteri. AHP disebabkan penyebaran
hematogen ataupun langsung dari sumber infeksi di rongga peritoneum.
Appendicitis dulu merupakan salah satu factor penting penyebab abses
hati. Namun diagnosis dan tatalaksana dengan pengunaan antibiotic yang baik
telah menurunkan penyebabnya menjadi hanya 10%. Saat ini, penyakit saluran

15

empedu menjadi penyebab tersering AHP, diikuti dengan tumor obstruktif,


striktur dan kelainan kongenital dari cabang biller. Adanya obstruksi memicu
proliferasi bakteri. Tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang
vena portal dan limfatik yang mengalami formasi abses. Pada umumnya abses
bersifat multiple. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara
hematogen dan menyebabkan bakteriemia.
Mekanisme lainnya yang mungkin adalah adanya embolisasi
koagulum septik dari infeksi intraabdomen. Emboli septik mungkin berasal
dari appendicitis, diverticulitis, inflammatory bowel disease (IBD), dan
perforasi rongga visera. Dapat juga diakibatkan penyebaran hematogen
bakteriemia sistemik dari endocarditis atau pielonefritis.
Penetrasi langsung pada trauma tusuk akan menyebabka inokulasi
langsung bakteri pada parenkim hati dan dapat mencetuskan AHP. Sedangkan
pada trauma tumpul akan terjadi nekrosis hati, perdarahan intrahepatic, dan
kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan kanalikuli. Kerusakan
tersebut menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan menjadi tempat
tumbuhnya bakteri dan proses supurasi sehingga terbentuknya pus berlanjut.
Biasanya abses yang terbentuk soliter.
Lobus hati kanan dua kali lebih sering terkena AHP dibandingkan
lobus kiri. Pada 5% kasus ditemukan pada kedua lobus. Hal tersebut
disebabkan struktur anatomi dimana lobus kanan menerima darah dari arteri
mesenterika superior dan vena portal, sedangkan lobus kiri menerima darah
dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.

E. GAMBARAN KLINIS
Keluhan :
a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang
disertai menggigil
b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dan kedua tangan diletakkan di atasnya. Nyeri menjalar hingga ke
bahu (25%).

16

c. Batuk. Jika abses berdekatan dengan diaphragma dapat menyebabkan


iritasi diaphragma sehingga memicu batuk
d. Mual dan muntah
e. Malaise dan kelelahan
f. Berat badan menurun
g. Myalgia
h. Headache
Pemeriksaan fisis :
a. Nyeri tekan region hypocondrium dextra
b. Ludwig sign positif
c. Hepatomegali
d. Ikterus
e. Buang air besar berwarna seperti kapur
f. Buang air kecil berwarna gelap
g. Splenomegali pada abses hepar piogenik yang telah menjadi kronik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
G.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis
dengan pergeseran ke kiri, anemia normositik normokrom, neutrofilia,
peningkatan laju endap darah, gangguan fungsi hati seperti peninggian
alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin,
berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang
memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati.
Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi
standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. (1,2)
G.2 Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien abses hati piogenik, dilakukan pemeriksaan foto thorax
untuk mengetahui adanya kelainan seperti peninggian diafragma kanan,
efusi pleura dextra, atau kalsifikasi (hydatid cyst).

17

Pemeriksaan USG abdomen merupakan baku emas untuk mendiagnosis


abses hati. Dapat menjadi pemeriksaan awal dengan sensitivitas tinggi (8090%). Pemeriksaan USG Abdomen memberikan penampakan antara
hypoechoic hingga hiperechoic. Gelembung udara mungkin saja terlihat.
Pemeriksaan dengan colour Doppler akan menunjukkan absennya perfusi
sentral. USG dengan kontras akan menunjukkan peninggian dinding
selama fase arteri dan fase akhir. Pada daerah nekrosis yang cair, hal ini
tidak terjadi. Penggunaan kontras akan akan memberikan karakteristik lesi
untuk mengukur ukuran area nekrotik, dan untuk menggambarkan
septations internal. Pada abses kecil (< 3cm) dan abses yang bersepta,
tindakan drainase tidak dianjurkan.
Pemeriksaan CTScan dapat mengidentifikasi lesi dengan ukuran yang
lebih kecil (hingga 0,5 cm) dengan senitivitas tinggi (95%). Gambaran
abses hepar pada CT Scan abdomen bervariasi. Pada umumnya muncul
sebagai peripherally enhancing, centrally hypoattenuating lesions.
Terkadang gambaran solid atau mengandung gas, disertai kelainan perfusi
segmental. (16)

G. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis abses hepar piogenik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis definitive
membutuhkan bukti radiologi adanya gambaran abses di parenkim hati dan
hasil kultur cairan aspirasi positif. (1)

H. PENATALAKSANAAN
a. Drainase abses
Standar tatalaksaan abses hati adalah drainase perkutaneus l
dengan tuntunan abdomen ultrasound atau CTScan. Jika terdapat
obstruksi saluran bilier lakukan dekompresi secara intrahepatic
atau dengan endoskopi. Tatalaksanaan pilihan untuk keberhasilan

18

pengobatan adalah drainase terbuka terutama pada kasus yang


gagal dengan pengobatan konservatif.

b. Antibiotic
Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3
minggu diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik ini yang
diberikan terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan
beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya
sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2
gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk
bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole
500 mg/6 jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam

atau

kombinasi

klindamisin-

metronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.


c. Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen
yang memerlukan manajemen operasi.

J. KOMPLIKASI
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat seperti
septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai
peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal,
gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemofilia, empiema, fistula
hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperineum. Sesudah
mendapatkan terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses
rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. (1)

19

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chi-Tai Fang, 2007 disimpulkan


bahwa abses hepar pyogenic Klebsiella pneumonia genotype K1 dapat
berkembang menjadi septik ocular atau komplikasi pada system saraf pusat.
(17)

K. PROGNOSIS
Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang
akurat dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur
anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase
secara bedah. Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain umur,
jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan
gangguan fungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia.
Prognosis buruk apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel,
infeksi polimikroba, adanya hubungan dengan keganasan atau penyakit
immunosupresif, terjadinya sepsis dan komplikasi lainnya, keterlambatan
diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya
ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. (1,2)

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam :


Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus.
Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.
2. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul.
Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic
resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam :
Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M.
Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal
1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.
3. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas.
Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.
4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku
ajar fisiologi .kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.
5. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari
sel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
6. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis.
Surabaya : Airlangga University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29.
7. Crawford, James M. Hati dan saluran empedu. Dalam : Kumar. Cotran.
Robbins. Robbins buku ajar patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007.
Hal 684.
8.

Fauci. et all. Infectious disease. In : Harrisons principles of internal


medicine 17th edition. USA. 2008. Chapter 202.

9. Iljas, Mohammad. Ultrasonografi hati. Dalam : Rasad, Sjahriar. Radiologi


diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 469.

21

10. Syarif, Amir. Elysabeth. Amubisid. Dalam : Gunawan, Sulistia Gan.


Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta :
Balai Penerbit UI. 2008. Hal 551-554.
11. Rani, Aziz. Soegondo, Sidartawan. Nasir, Anna Uyainah. Wijaya, Ika
Prasetya. Nafrialdi. Mansjoer, Arif. Abses hati. Kolesistitis akut. Dalam :
Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam
Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Hal 321324.
12. Parikh, Purvi Y. Pitt, Henry A. In : Surgical Management on
Hepatobilliary and Pancreatis Disorders 2nd Edition. 2010. Chapter 28.
13. Pearce, et al. Non Operatif Management on Pyogenic Liver Abscess. 2003.
Volume 5 No 2 91 95. 2003.
14. Branum GD, Tyson GS, Branum MA, Meyers WC. Hepatic abscess.
Changes in etiology, diagnosis, and management. Ann Surg. Dec
1990;212(6):655-62.
15. Gyorffy EJ, Frey CF, Silva J Jr, McGahan J. Pyogenic liver abscess.
Diagnostic and therapeutic strategies. Ann Surg. Dec 1987;206(6):699705.
16. Skucas J. Advanced imaging of the abdomen. Springer Verlag. (2006)
ISBN:1852339926.
17. Fang, Chi-Tai. et al. Klebsiella pneumonia Genotype K1: An Emerging
Pathogen That Causes Septic Ocular or Central Nervous System
Complications from Pyogenic Liver Abscess. 2007:45.

22

Anda mungkin juga menyukai