Anda di halaman 1dari 7

BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

sumber energi yang dikonsumsi paling besar indonesia ini. Solar sendiri paling
banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar minyak bagi kendaraan bermotor
(Munawir, 2014) . Namun pada kenyataannya penggunaan solar yang berlebihan
dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan. Hasil pembakaran atau gas buang
dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak memiliki
kandungan yang berbahaya bagi lingkungan. Gas buang yang dihasilkan tersebut
dapat menyebabkan polusi udara dan juga pencemaran lingkungan. Selain itu
juga dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan. Oleh karena itu diperlukan
usaha untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak sehingga dapat
membantu mencegah masalah lingkungan tersebut. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan mengganti bahan bakar yang sudah ada dengan bahan
bakar yang
tersebut yaitu

lebih ramah lingkungan. Bahan bakar yang ramah lingkungan


biodiesel. Walaupun ada banyak keuntungan khususnya pada

emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan, tetapi penggunaan biodiesel murni
pada umumnya tidak bisa digunakan secara langsung sebagai bahan bakar
mesin diesel, atau bisa digunakan langsung tetapi perlu dilakukan modifikasi
mesin. Penggunaan biodiesel murni (B100) berdampak negatif pada beberapa
hal, seperti: korosi pada injektor dan tangki bahan bakar, pelunakan karetkaret, seal, peningkatan kebutuhan daya pemompaan, penyumbatan injektor
bahan bakar, dan penyumbatan pipa/filter bahan bakar akibat pertumbuhan
bakteri (Sidjabat et al., 2009).
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melakukan
blending

antara biodiesel dengan solar. Blending

adalah

suatu

proses

pencampuran untuk mendapatkan produk atau umpan yang memenuhi


persyaratan atau spesifikasi yang diperlukan. Untuk blending di Indonesia
baru ada B5 dan B10 atau yang sudah dikomersialkan atau biasa kita kenal
dengan biosolar(Haryono, 2014). Namun penambahan biodiesel pada solar lebih
dari 10% (B10) dapat menimbulkan berbagai masalah karena biodiesel dan solar

itu mempunyai sifat fisis yang berbeda sehingga semakin besar konsentrasi
biodiesel yang digunakan maka semakin sulit juga biodiesel dan solar itu
diblending dengan pengadukan biasa, sehingga untuk mengatasi hal tersebut
maka perlu penambahan bahan lain yang diharapkan bisa mengatasi berbedaan
sifat fisis tersebut yaitu dengan ditambahkan zat aditif dengan kondisi operasi
(kecepatan pengadukan yang berbeda) pada saat pemblendingan. Zat aditif terdiri
dari dua macam, yaitu aditif sintesis (aditif buatan) seperti nitrat, peroxide dan
bioaditif (berasal dari tumbuhan). Zat aditif adalah suatu senyawa yang
ditambahkan ke dalam senyawa lain (dalam hal ini bahan bakar) untuk
menjalankan suatu fungsi spesifik, misalnya aditif penghilang endapan, aditif
penghilang kerak/korosi, aditif peningkat angka oktana/setana, dan sebagainya
(Munawir dkk, 2006).
Dari beberapa penelitian telah ditemukan beberapa zat aditif yang digunakan
pada blending antara biodiesel dan solar. Zat aditif tersebut diantaranya adalah
iso-butanol, n-butanol, diethyl eter, dan minyak sereh wangi, dan alumina.
1. Proses pemblendingan menggunakan minyak sereh wangi
Pada proses pemblendingan menggunakan minyak sereh wangi sebagai aditif
dilakukan dengan cara mencampurkan 200 ml Biodisel dan 800 ml Solar yang
disebut dengan B20 dan kedalam 1000 ml campuran ditambahkan minyak sereh
dengan berbagai komposisi mulai dari 0,1% ; 0,2%; 0,3% dan 0,4% seperti yang
ditunjukkan pada tabel 1.1.
Tabel . 1.1. Komposisi Blending Minyak sereh , Biodiesel dan Solar (B20)
% Minyak Sereh
0,1
0,2
0,3
0,4

Biodiesel (ml)
200
200
200
200

Solar (ml)
800
800
800
800

. Setelah dilakukan pencampuran , maka dilakukan analisa karakteristik


viskositas, densiti, titik Nyala, dan emisi gas buang dan analisa GC MS untuk
mengetahui komposisi kimianya.
Tabel 4.4. Hasil uji karakteristik Biodiesel ,Solar , Minyak Sereh dan Hasil
Blending B20 + Minyak Sereh
No

Parameter

Minya

Uji

k Sereh

Biodiesel Solar

Blending Biosolar B20 + Minyak


Sereh
B20 + B20 + B20 + B20 +
1 ml

2 ml

3 ml

4 ml

Densitas

0,8885

0,866

0,8332 0,833

0,832

0,831

0,8308

(kg/m3)
Viskositas

2,3245

3,78

2
2,3719 2,371

4
2,365

5
2,367

2,3648

Kinematik
40
3

(cSt)
Titik

C
65

140

80

80

80

80

80

0,0450

0,05

1,542

1,538

1,542

1,5384

nyala
(oC)
4

Kadar air 0,05


(%)

Hasil uji tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Densitas
Densitas Biodiesel (B100), solar dan biosolar + bahan aditif pengujian
menggunakan ASTM D-1928 dan hasil uji yang diperoleh memenuhi standart
biodiesel (850 kg/m3 890 kg/m3) dan solar (850 kg/m3 890 kg/m3 ).

2. Viskositas
Viskositas kinetic diukur dengan menggunakan metode ASTM D 445 dan hasil
uji yang diperoleh memenuhi standar biodiesel (2,3 6,0 cSt). Solar yang rentang
nilainya (1,6 5,8 cSt).
3. Titik Nyala
Titik nyala (flash point) diukur dengan menggunakan metode ASTM D 93 dan
hasil uji diperoleh belum memenuhi standar mutu biodiesel yang nilai batas
minimumnya 100 c, tetapi memenuhi standar solar maximum 150 0C.
4. Kadar Air
Kadar air biodiesel diukur menggunakan metode ASTM D 95 dan hasil uji yang
diperoleh 0,0450 % hal ini sudah memenuhi standar mutu biodiesel yang nilai
batasnya 0,05%.
Pada proses pemblendingan menggunakan minyak sereh wangi sebagai
aditif dilakukan dengan cara mencampurkan 200 ml Biodisel dan 800 ml Solar
yang disebut dengan B20 dan kedalam 1000 ml campuran ditambahkan minyak
sereh dengan berbagai komposisi mulai dari 0,1% ; 0,2%; 0,3% dan 0,4% seperti
yang ditunjukkan pada tabel 1.1.
2. Proses pemblendingan menggunakan diethyl eter dan etanol
Proses pemblendingan menggunakan zat aditif berupa diethyl eter dan etanol.
Selain pemblendingan juga dilakukan uji kinerja pada bahan bakar. Variabel
pemblendingan adalah B30 (30% biodiesel dan 70% solar), be-1 (5% diethyl
eter, 25% biodiesel dan 70% solar), dan be-2 (5% etanol, 25% biodiesel dan
70% solar).
Tabel 2.1. Komposisi dan properties bahan bakar

Fuels
B0
Diesel, %(v/v)
100
Methyl Soyate, 0

B30
70
30

BE-1
70
25

BE-2
70
25

%(v/v)
Diethyl

0
0,845
235

0
0,873
242

5
0,840
266

41471

41413

40940

Ether, 0

%(v/v)
Ethanol, %(v/v) 0
Density (g/ml)
0,84
Latent heat of 250
evaporation
(kJ/kg)
Lower calorific 42500
(kJ/kg)

Grafik 2.1 perbandingan konsumsi bahan bakar

Grafik 2.2 perbandingan NOx yang dihasilkan

Grafik 2.3 perbandingan CO yang dihasilkan

Grafik 2.3 perbandingan HC yang dihasilkan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, BE-1 menunjukkan hasil yang paling


baik jika dibandingkan dengan B30 dan BE-2. BE-1 memiliki bsfc sedikit lebih
rendah dan dapat digunakan pada mesin diesel tanpa adanya modifikasi. BE-1dapat
mengurangi emisi gas buang, CO, dan NOx yang dihasilkan tetapi BE-1
menghasilkan HC paling tinggi.

Anda mungkin juga menyukai