4.
5.
Data-data tentang manfaat layanan (benefit package) yang sudah ada dan yang akan dikembangkan.
Data-data tentang biaya yang sudah dan yang akan dibutuhkan baik untuk menjamin bagi yang miskin atau yang
hampir miskin atau yang harus dipikul oleh yang tidak miskin.
Diperlukan data-data tentang kelembagaan, aset, sumber daya terutama sumber daya manusia (SDM) yang sudah
ada diberbagai sistem jaminan yang sudah berjalan selama ini seperti PT. Askes, Jamkesmas, Jamkesda, Jamsostek dan lain-lain, yang diperlukan dalam transformasi dari lembaga yang ada menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan yang baru.
Diperlukan informasi atau data yang terkait dengan utilisasi atau pemanfaatan oleh penerima manfaat atau beneficiaries untuk bisa memperkirakan seberapa akses dan sumber daya yang akan dibutuhkan guna menjamin seluruh
masyarakat Indonesia. Data-data utilisasi yang mengagetkan seperti pemanfaatan RS terutama rawat inap sebelum
dan sesudah adanya Jamkesmas yg meningkat 395% dari tahun 2005 ke 2007 merupakan informasi yang luar biasa, ini menunjukkan pencapaian kinerja Kementerian Kesehatan yang belum banyak diketahui.
Informasi dan data tentang kepersertaan baik oleh sistem jaminan yang sudah ada, atau yang belum mendapatkan
jaminan sangat diperlukan sebagai target yang akan dicakup dalam sistem jaminan ke depan.
Informasi-informasi tersebut sangat penting dan ini sebagian bisa diambil dari analisis data laporan Jamkesmas. Dengan
demikian Buletin Jendela Data dan Informasi kesehatan sangat dibutuhkan keberadaannya dalam mengakselerasi pemahaman
dan sebagai wahana komunikasi antar para pemangku kepentingan. Tentunya data-data dari sumber lain juga sangat dibutuhkan.
Data-data dan informasi kesehatan seluruh Indonesia seharusnya dapat diakses oleh Pusdatin untuk kemudian dapat
digunakan untuk menyusun sebuah kebijakan yang tepat. Ke depan diharapkan proses transformasi kelembagaan, aset, orang,
sistem prosedur diharapkan berjalan sedemikian rupa sehingga semua pihak merasa diuntungkan terutama masyarakat luas
tanpa menimbulkan gejolak-gejolak yang tidak perlu. Dengan demikian peran strategis Pusdatin dengan Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan dapat ditingkatkan untuk mendukung percepatan implementasi sistem jaminan kesehatan di Indonesia. Paling tidak buletin ini bermanfaat dalam membangun kesamaan persepsi, opini dan strategi dalam pencapaian universal
coverage. Dengan data dan informasi kesehatan ini banyak hal yang dapat diketahui, sebagai contoh kita dapat membaca dari
buletin ini bahwa Indonesia sudah melakukan lompatan-lompatan jauh untuk mencapai universal coverage dimana jaminan
kesehatan telah mencakup lebih 60% penduduk Indonesia. Ini berarti bahwa Indonesia telah berhasil dan sukses menjamin
pendududuk/orang yang 6 kali lebih banyak dari penduduk Malaysia, 2 kali dari penduduk Thailand, dan 30 kali penduduk Singapura. Ini sesuatu hal yang luar biasa sekali didapat dari data dan informasi kesehatan. Tentu akan lebih bagus lagi harapannya dengan dua tahun ke depan setelah format baru sistem jaminan kesehatan terbentuk.
Demikian pula kita bisa dapat memberi apresiasi kepada Pemerintah Pusat, PT. Askes, Jamkesmas, PT. Jamsostek dan
Pemerintah Daerah, yang telah berusaha keras untuk dapat menjamin masyarakat Indonesia hingga 60% lebih penduduk Indonesia telah tercakup dalam sistem jaminan kesehatan. Pemerintah daerah melalui Jamkesda telah melengkapi dan menjamin
masyarakatnya yang belum terjamin baik melalui sistem jaminan Askes, Jamsostek atau Jamkesmas. Jamkesda ini telah menjamin lebih dari 31 juta orang atau sekitar 22.6 % penduduk Indonesia. Ke depan menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama agar
proses transformasi ke arah sistem jaminan kesehatan baru sukses.
Informasi-informasi ini dapat dibaca di Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Selamat pada buletin yang baru terbit ini.
A.
PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah
hak dasar hidup setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Amandemen UUD
1945 pasal 34 ayat 2, menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya SJSN ke dalam amandemen UUD 1945 dan terbitnya Undang-Undang
No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), hal ini menunjukkan bahwa pemerintah dan
pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Atas dasar konstitusi dan Undang-Undang tersebut Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah
melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi
Masyarakat Miskin/JPKMM atau dikenal dengan Askeskin (2005-2007) dan kemudian pada tahun 2008 berubah menjadi
program Jamkesmas yang kita kenal sampai sekarang. Semua program ini memiliki tujuan yang sama yaitu
melaksanakan penjaminan pelayanan terhadap masyarakat dengan prinsip asuransi kesehatan sosial.
Tujuan pelaksanaan program Jamkesmas yaitu :
1. Terselenggaranya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu
agar tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien.
2. Meningkatkan cakupan masyarakat tidak mampu yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas serta
jaringannya dan Rumah Sakit, serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.
Setiap peserta Jamkesmas berhak mendapat pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ)
dan rawat inap (RI), serta pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat lanjutan
(RITL) dan pelayanan gawat darurat.
Pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas menerapkan pola pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan jaringannya.
2. Pelayanan rawat inap diberikan di Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap kelas III (tiga) di RS Pemerintah
termasuk RS Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan.
3. Pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) wajib memberikan
pelayanan kepada peserta walaupun tidak memiliki perjanjian kerjasama.
4. RS/BKMM/BBKPM melaksanakan pelayanan rujukan lintas wilayah dan biayanya dapat diklaimkan oleh Pemberi
Pelayanan Kesehatan (PPK) yang bersangkutan ke Kementerian Kesehatan.
Pelayanan kesehatan RJTL di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan di Rumah Sakit, serta pelayanan Rawat Inap di
Rumah Sakit yang mencakup tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya
(kecuali pelayanan haemodialisa) dilakukan secara terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan
diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas, atau
penggunaan sistem INA-DRG, sehingga dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosa sebagai dasar pengajuan
klaim.
B.
TUJUAN
Tujuan dilakukan analisis data laporan Jamkesmas tahun 2010 adalah untuk :
1. Mengetahui gambaran kepesertaan Jamkesmas tahun 2010.
2. Mengetahui tingkat kelengkapan laporan data Jamkesmas tahun 2010
3. Mengetahui gambaran penyakit pada peserta Jamkesmas tahun 2010.
4. Mengetahui tingkat pemanfaatan Jamkesmas untuk kegiatan-kegiatan yang berdampak terhadap pencapaian
target MDGs pada ibu dan anak tahun 2010.
C.
METODOLOGI
1. Sumber Data
Data analisis diperoleh dari laporan penyelenggaraan Jamkesmas 2010 yang bersumber dari Sistem Informasi
Jamkesmas-P2JK dan website pelaporan Jamkesmas.
Untuk data laporan pemanfaatan pelayanan dasar, Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat
Pertama (RITP) merupakan laporan kegiatan tahun 2010 yang diterima hingga bulan Maret 2011. Laporan
puskesmas ini dilaporkan oleh Tim Pengelola Jamkesmas Dinas Kesehatan/Kota melalui halaman website dan
laporan paperbase.
Sedangkan data laporan pemanfaatan pelayanan kesehatan lanjut, diperoleh dari data klaim RS data laporan
pelaksanaan Jamkesmas tahun 2010 yang diterima hingga bulan Juli 2011.
2. Metode Analisis
Analisis data Jamkesmas merupakan analisis deskriptif dengan menggunakan data sekunder dari laporan
Jamkesmas yang ada pada Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (P2JK), dan data pendukung dari sumber lain.
D.
HASIL ANALISIS
1. Kepesertaan Jaminan Kesehatan
a. Situasi Kepesertaan Jaminan Kesehatan
Penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 237.556.363 jiwa, data Kementerian
Kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang telah memiliki Jaminan Kesehatan adalah
60,24% atau sejumlah 142.179.507 jiwa, dan 39,76% atau 95.376.856 penduduk yang belum memiliki jaminan
Kesehatan.
Grafik 1. Distribusi Penduduk Dengan Kepemilikan Jamkes Tahun 2010
Sumber : P2JK
Dari porsi penduduk yang telah memiliki jaminan kesehatan tersebut 53,7% merupakan peserta jaminan
kesehatan yang dilindungi oleh program Jamkesmas, 12,4% dilindungi oleh jaminan kesehatan Askes PNS, TNI,
dan Polri, 4,6% dilindungi oleh jaminan kesehatan perusahaan, 2% dilindungi oleh jaminan kesehatan swasta
lainnya, dan sebesar 22,6% dilindungi oleh jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Seperti tampak pada gambar
di bawah :
Sumber : P2JK
Dalam rangka memperluas cakupan kepesertaan diluar kuota yang tercakup dalam program Jamkesmas dan
sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian pemerintah daerah pada masyarakat miskin, pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota yang memiliki kemampuan sumber daya yang memadai telah mengembangkan program
Jamkesda. Terdapat 335 Kab/Kota atau 67,4% dari 497 Kabupaten/Kota di Indonesia, yang telah memberikan
jaminan kesehatan bagi penduduknya melalui program Jamkesda2.
b. Kepesertaan Jamkesmas
Berdasarkan Pendataan Sosial Ekonomi tahun 2005 (PSE 2005) diperoleh rumah tangga miskin (RTM) di
Indonesia sebanyak 19,1 juta atau sekitar 76,4 juta jiwa, jumlah ini digunakan sebagai dasar penentuan sasaran
peserta Jamkesmas. Proporsi terhadap jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah 32,16%.
Hingga tahun 2010 sebanyak 72.049.380 (98%) kartu telah distribusikan oleh PT. ASKES dari total target sebesar
73.726.290 jiwa kepesertaan berdasarkan surat keputusan bupati/walikota. Sedangkan sisanya sebanyak
2.673.710 diperuntukan untuk gelandangan, pengemis, anak terlantar, panti sosial, penghuni rutan/lapas, korban
bencana pasca tanggap darurat, pasien Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak diberi kartu Jamkesmas.
100.00
2.90
1.64
6.70
8.08
5.28
51.84
23.55
Nusa
Tenggara
Maluku
Papua
Total
Grafik 3. Proporsi Peserta Jamkesmas Menurut Wilayah Pembangunan dan Jenis Kelamin Tahun 2010
Perempuan
49.84
Laki-laki
50.16
Perempuan 45.57
Laki-laki
54.43
Perempuan
48.58
Laki-laki
51.42
Perempuan
49.73
Laki-laki
50.27
Perempuan
47.81
Laki-laki
52.19
Perempuan
48.23
Laki-laki
51.77
Perempuan
50.79
Laki-laki
49.21
Perempuan
49.45
Laki-laki
45.00
50.55
46.00
47.00
48.00
49.00
50.00
51.00
52.00
53.00
54.00
55.00
Dari grafik di atas tampak porsi paling tinggi peserta jamkesmas berada di wilayah Jawa-Bali (51,8%) dan diikuti
dengan wilayah Sumatera (23,5%). Secara total tidak tampak kesenjangan yang bermakna kepesertaan
Jamkesmas menurut jenis kelamin. Namun bila dilihat berdasarkan wilayah kerja pembangunan tampak
kesenjangan kepesertaan perempuan terhadap laki-laki, pada wilayah Papua sebanyak 8,8%, wilayah Sulawesi
kesenjangan sebanyak 4,38%, wilayah Kalimantan 3,55% dan wilayah Maluku 2,84%.
Bila dilihat lebih jauh, proporsi peserta menurut jenis kelamin terhadap jumlah penduduk berdasarkan wilayah
pembangunan tahun 2010 seperti tampak pada tabel 1 di bawah, masih terlihat ada kesenjangan kepesertaan
perempuan terhadap laki-laki. Kesenjangan tertinggi terjadi pada wilayah Papua (3,1%) dan Sulawesi (3,1%)
kemudian diikuti wilayah Nusa Tenggara (2,4%).
Tabel 1. Proporsi Peserta Jamkesmas Terhadap Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Wilayah
Pembangunan Tahun 2010
Wilayah
Pembangunan
Laki-laki
Perempuan
Kalimantan
7,108,546
6,679,285
Sulawesi
8,660,444
8,711,338
Maluku
1,306,870
1,264,723
Papua
1,908,281
1,685,522
Nusa Tenggara
4,510,133
4,673,906
Sumatera
25,654,627 24,976,304
Jawa-Bali
70,482,012 70,019,335
Total
119,630,913 118,010,413
Kesenjangan
Proporsi
Peserta
Perempuan
Terhadap
Laki-laki
Laki-laki Perempuan
%
27.7
27.5
0.2
35.1
32.0
3.1
46.5
45.4
1.1
59.7
56.6
3.1
53.8
51.4
2.4
33.4
33.6
-0.2
26.1
27.1
-1.0
30.2
30.4
-0.2
Kesenjangan
Proporsi (%)
Peserta
Peserta Jamkesmas
Jumlah Peserta Jamkesmas Perempuan
Terhadap Jumlah
Terhadap
Penduduk
Laki-laki
Laki-laki Perempuan
1,969,178
1,834,341
3,040,021
2,785,130
607,407
573,906
1,138,933
953,367
2,427,941
2,402,210
8,575,835
8,388,572
18,382,149 18,970,390
36,141,464 35,907,916
Jumlah
134,837
254,891
33,501
185,566
25,731
187,263
-588241
233,548
Sumber : BPS, sensus penduduk 2010 dan Laporan PT. Askes 2010
Kesenjangan ini perlu dikaji lebih lanjut apakah hal ini dapat berdampak terhadap pencapaian target program
kesehatan pada maternal.
Grafik 4. Proporsi Peserta Jamkesmas Menurut Kelompok Umur
3%
21%
20%
56%
0-5 tahun
Sumber : P2JK
6-14 tahun
15-49 tahun
> 50 tahun
Dari grafik 4 di atas tampak proporsi kelompok umur terbesar peserta Jamkesmas adalah kelompok umur 15-49
tahun (56%), diikuti oleh kelompok umur > 50 tahun (21%). Proporsi kelompok umur 0-14 tahun sebanyak 23%,
jumlah ini sedikit lebih rendah dari proporsi kelompok umur penduduk 0-14 tahun (28,8%) hasil sensus penduduk
2010 oleh BPS.
2. Kelengkapan Laporan Rawat Jalan Tingkat Pertama dan Rawat Inap Tingkat Pertama
Untuk mengetahui pemanfaatan Jamkesmas berdasarkan laporan data, perlu diketahui tingkat kelengkapan
laporannya.
Berdasarkan hasil laporan yang ada pada rawat jalan tingkat pertama (RJTP) terlihat bahwa tidak seluruh kabupaten/
kota dan puskesmas yang ada pada setiap provinsi melaporkan jumlah kunjungan peserta jamkesmas, dari 33
Provinsi sebanyak 23 Provinsi (69,7%) yang melapor, dari 497 Kabupaten/Kota sebanyak 216 Kabupaten/Kota
(43,4%) yang melaporkan jumlah kunjungan RJTP dan dari total 8.799 Puskesmas sebanyak 2.967 Puskesmas
(33,7%) yang melapor, adapun kelengkapan laporan dari masing-masing Provinsi dapat terlihat sebagai berikut :
Tabel 2. Kelengkapan Laporan RJTP Dari Provinsi Yang Melapor Tahun 2010
Sumber : P2JK
Dari tabel di atas terlihat bahwa kisaran kelengkapan laporan RJTP kabupaten/kota dari provinsi yang melapor berada
antara 100% - 5,26% rata-rata 62,83%, sedangkan laporan RJTP puskesmas antara 93,42% - 1,65% dengan ratarata 50,27%. Sebanyak 7 Provinsi persentase pelaporan RJTP Kabupaten Kota di bawah 50%, dan laporan
Puskesmas sebanyak 11 Provinsi dibawah 50%. Kelengkapan laporan Kabupaten/Kota terendah adalah Provinsi
Sumatera Barat (5,26%), sedangkan laporan Puskesmas terendah adalah Provinsi Sumatera Selatan (1,65%).
Adapun distribusi kelengkapan laporan RJTP Kabupaten/Kota dan kelengkapan Puskesmas yang melaporkan RJTP
dapat terlihat dalam grafik berikut :
Grafik 5. Persentase Kabupaten/Kota Yang Melapor RJTP Menurut Provinsi Tahun 2010
Sumber : P2JK
Pada grafik 5 di atas tampak bila dibandingkan terhadap 33 provinsi, maka kelengkapan laporan RJTP Kabupaten/
kota secara nasional hanya 44,96%.
Grafik 6. Persentase Puskesmas yang melapor RJTP Menurut Provinsi Tahun 2010
Sumber : P2JK
Pada grafik 6 di atas tampak kelengkapan laporan RJTP puskesmas bila dibandingkan terhadap 33 provinsi, maka
secara nasional hanya 48,09%.
Seperti halnya pada rawat jalan tingkat pertama, pada pelaporan rawat inap tingkat pertama (RITP) juga tidak seluruh
Provinsi melapor, dari 33 Provinsi sebanyak 20 Provinsi (60,6%) yang melapor, dari 497 Kabupaten/Kota sebanyak
164 Kabupaten/Kota (32,9%) yang melaporkan jumlah kunjungan rawat inap tingkat pertama dan dari 2920
Puskesmas Perawatan, yang melaporkan jumlah kunjungan rawat inap tingkat pertama adalah sebanyak 953
Puskesmas (32,6%), hal ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Tabel 3. Kelengkapan Laporan RITP Jamkesmas Puskesmas Tahun 2010
Sumber : P2JK
Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa kisaran kelengkapan laporan RITP kabupaten/kota dari provinsi yang melapor
berada antara 100% - 6,67% rata-rata 52,13%, sedangkan laporan RITP puskesmas antara 82,61% - 1,22% dengan
rata-rata 42,03%. Sebanyak 8 Provinsi persentase pelaporan RITP Kabupaten Kota di bawah 50%, dan laporan
Puskesmas sebanyak 11 Provinsi di bawah 50%. Kelengkapan laporan Kabupaten/Kota terendah adalah Provinsi
Sumatera Selatan (6,67%), demikian pula untuk laporan Puskesmas yang terendah adalah Provinsi Sumatera Selatan
(1,22%).
9
10
50
40
20
10
0
31.51
19.09
80
64.20
9.09
25
64.29
55.56
46.15
42.86
34.21
29.17
80
78.95
71.43
64.29
71.43
63.64
57.14
73.91
100
100
23.66
37.63
82.61
82.14
30
31.25
90
51.26
38.46
40
30.38
50
32.14
28.37
30
39.66
100
81.13
10
55.56
57.69
54.55
60
6.67
70
5.88
60
1.22
70
50.85
10
20
12.86
0
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Sumatera Selatan
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Riau
Bengkulu
Lampung
Banten
Jawa Barat
DKI Jakarta
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Jawa Tengah
Bali
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan
kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
Nasional
80
53.45
90
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Sumatera Selatan
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Riau
Bengkulu
Lampung
Banten
Jawa Barat
DKI Jakarta
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Jawa Tengah
Bali
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan
kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
Nasional
Grafik 7 :Persentase Kabupaten/Kota Yang Melapor RITP Menurut Provinsi Tahun 2010
Sumber : P2JK
Pada grafik 7 di atas tampak kelengkapan laporan RITP puskesmas bila dibandingkan terhadap 33 provinsi, maka
secara nasional hanya 34,21%.
Grafik 8 : Persentase Puskesmas yang melapor RITP Menurut Provinsi Tahun 2010
Sumber: P2JK
Terlihat pada grafik 8 di atas kelengkapan laporan RITP puskesmas bila dibandingkan terhadap 33 provinsi, maka
secara nasional hanya 31,51%.
Bila dibandingkan tingkat distribusi anggaran Jamkesmas dengan kelengkapan laporan data puskesmas di tingkat
Kabupaten/Kota, tampak kesenjangan yang mencolok. Persentase laporan data puskesmas baik rawat inap maupun
rawat jalan tampak sangat rendah dibandingkan dengan persentase distribusi anggaran, seperti tampak pada grafik 8
dan 9. Persentase laporan rawat jalan tampak relatif lebih baik daripada laporan rawat inap.
11
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Sumatera Selatan
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Riau
Bengkulu
Lampung
Banten
Jawa Barat
DKI Jakarta
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Jawa Tengah
Bali
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan
kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
20
10
12
9
5.9
50
40
% Distribusi anggaran
% Kab/Kota lapor
46
37.6
43
64.2 80
64
100
100
100
100
100
100
100
100
99.9
100
99.6
99
98.9
100
98.2
100
97.9
% Kab/Kota lapor
91.7
82.6
71 82.1
79
100
99.9
100
100
100
% Distribusi Anggaran
56
51.3
64
100
Bali
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Utara
Kepulauan Riau
Bangka Belitung
Bengkulu
Lampung
Banten
DKI Jakarta
Jawa Barat
D.I Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Timur
Riau
9.1
7.2
26.1
46
63.8
61.5
55.2
71.4
100
99.9
100
100
100
100
100
100.0
100
82.7
99
98.9
100
100
100.0
98.2
100
100
89.4 100.0
100
100
100
97.9
100.0
100
99.6
88.9 100
100
93.4100.0
91.7
85.7
79.0
73.9
100
100
100
100
99.9
96
85.793.3100
100
81.8
74.4
78.3
64.3 73.6
51.557.1
45.3
45.4
41.6
42.9
53.1
52.1 63.6
45.1
40.0
25.0 33.3
12.220.0
1.76.7
40
23.7
100
Sumatera Selatan
Jambi
30
31.3 46
90
57.7 71
97.9
64
81.1
100
57
55.6
100
100
5.3
7.6
10
100
Sumatera Barat
13.3
50
32.1
29
28.4
30
100
Aceh
70
30.438
60
39.7
70
1.27
80
Sumatera Utara
20
55
50.8
100
99.5
60
10
12.9
80
96
90
74
100
53.4
Grafik 9. Perbandingan Persentase Distribusi Anggaran Dengan Persentase Laporan RJTP Kabupaten/Kota dan Puskesmas
Tahun 2010
% PKM lapor
Dari grafik 9 di atas tampak ada ada 10 provinsi yang telah didistribusikan anggaran Jamkesmas namun tidak ada
laporan data RJTP dari Kabupaten/Kota maupun dari puskesmas yaitu provinsi Banten, DKI Jakarta, Kalimantan
Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Penyebab kesenjangan % distribusi anggaran dan % kelengkapan laporan pada RJTP dan RITP adalah kemungkinan
karena anggaran yang didistribusikan oleh Kementerian Kesehatan, tidak dapat dimanfaatkan/ diserap oleh
Puskesmas. Hal ini kemungkinan karena mekanisme pertanggungjawaban anggaran Jamkesmas yang tidak mudah,
sehingga puskesmas enggan memanfaatkannya.
Grafik 10. Perbandingan Persentase Distribusi Anggaran Dengan Persentase Laporan RITP Kabupaten/Kota dan
Puskesmas Tahun 2010
Dari grafik 10 di atas tampak ada ada 13 provinsi yang telah didistribusikan anggaran Jamkesmas namun tidak ada
laporan data RITP dari Kabupaten/Kota maupun dari puskesmas yaitu provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Banten,
DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku
Utara, Papua dan Papua Barat. Rendahnya dan tidak adanya laporan RITP, kemungkinan disebabkan rendahnya
minat peserta Jamkesmas untuk dirawat di puskesmas perawatan, kemungkinan lain karena kemampuan puskesmas
perawatan untuk merawat inap pasien masih rendah. Sehingga kemungkinan kasus-kasus yang seharusnya dapat
dirawat di tingkat pelayanan dasar (Puskesmas Perawatan) akan ditemukan dirawat di tingkat pelayanan rujukan
(RS).
4. Sepuluh (10) Besar Penyakit Rawat Jalan Tingkat Pertama di Puskesmas Tahun 2010
Berikut adalah gambaran distribusi 10 besar penyakit berdasarkan laporan data RJTP di puskesmas dari 23 provinsi
yang melapor.
Grafik 11 . Sepuluh Besar Penyakit RJTP Tahun 2010
Sumber : P2JK
Dari seluruh laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas dengan jumlah kasus sebanyak 2.522.113 kasus dan jumlah kasus terendah adalah penyakit kulit
infeksi dengan jumlah kasus sebanyak 359.454 kasus. Tampak penyakit menular masih mendominasi pola penyakit
pada peserta Jamkesmas.
5. Sepuluh (10) Besar Penyakit Rawat Inap Tingkat Pertama di Puskesmas Tahun 2010
Gambaran 10 besar penyakit RITP di puskesmas tahun 2010 bersumber dari laporan 20 provinsi sebagai berikut.
Grafik 12. Distribusi 10 Besar Penyakit RITP Tahun 2010
Sumber : P2JK
13
6. Pemanfaatan Jamkesmas Untuk Kesehatan Ibu dan Bayi di Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas) Tahun
2010
a. Kelengkapan Laporan Kunjungan Ibu Hamil, Ibu Hamil Dirujuk, Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan
dan Kunjungan Bayi Baru Lahir (KN) Peserta Jamkesmas di Puskesmas Tahun 2010
Dari 33 Provinsi yang ada terdapat 25 Provinsi (75,7%) yang melaporkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi
secara on line, sedangkan yang melaporkan secara manual sebanyak 7 Provinsi sehingga total 96,9% (32 dari
33 provinsi), dan 1 Provinsi laporannya tidak masuk ke P2JK yaitu DKI Jakarta. Adapun kelengkapan laporan
yang masuk adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Distribusi Kelengkapan Laporan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Tahun 2010.
Sumber : P2JK
14
Laporan di atas bila dibandingkan persentase kelengkapannya menurut kabupaten/kota yang lapor dan
puskesmas yang lapor, tampak kelengkapan puskesmas yang lapor lebih rendah. Hal ini kemungkinan karena
tidak ada peserta Jamkesmas yang mendapat pelayanan kesehatan ibu dan bayi tersebut, atau puskesmas
tidak / belum melapor. Terdapat tujuh provinsi yang laporan puskesmasnya tidak ada namun laporan kabupaten/
kota ada, hal ini karena laporan dilakukan secara manual (paperbase). Secara nasional Kelengkapan laporan
masih rendah untuk kabupaten/kota 63% dan laporan puskesmas 54,3%.
100
Nasional
Papua Barat
3
0.63
9.1
Papua
Maluku
Maluku Utara
54.3
63
75
64.08
9.1
82.68
Gorontalo
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
9.1
7.91
8.3
2.78
Sulawesi Barat
98.82
46.67
73.93
33.3
32.67
Sulawesi Selatan
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
51.47
93.42
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
98.28
Bali
57.1
97.92
Jawa Timur
89.66
68.03
Jawa Tengah
71.32
Jawa Barat
D.I Yogyakarta
DKI Jakarta
Banten
100
100
100
100
100
100
100
100
100
80
73.1
100
100
73.62
Lampung
93.33
Riau
74.7
Bangka Belitung
Bengkulu
71.88
Sumatera Selatan
64.3
85.7
100
66.07
Jambi
Kepulauan Riau
66.05
13.3
11.93
Sumatera Barat
23.3
15.7
10.27 21.1
Sumatera Utara
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
81.8
100
Grafik 13. Persentase Kelengkapan Laporan Kesehatan Ibu dan bayi Tahun 2010
% Pkm lapor
Sumber : P2JK
Grafik 14. Cakupan Pelayanan K4 Ibu Hamil, Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dan KN Bayi Melalui
Jamkesmas Terhadap Populasi Penduduk Sasaran dan Terhadap Populasi Sasaran Masyarakat Miskin Tahun
2010
Sumber : P2JK
Dari grafik di atas tampak secara nasional pemanfaatan Jamkesmas untuk pelayanan persalinan oleh tenaga
kesehatan dan kunjungan bayi (KN) masih sangat rendah (1%), sedangkan untuk kunjungan ibu hamil K4 sedikit
lebih baik (4,8%). Bila dibandingkan dengan populasi kelompok sasaran pada penduduk miskin, tampak lebih
baik tetapi masih rendah. Hal ini mungkin karena kelengkapan laporan secara nasional masih rendah, untuk
15
laporan kabupaten/kota 63% sedangkan laporan puskesmas 54,3%. Kemungkinan lain karena pemanfaatan
Jamkesmas untuk persalinan di tingkat pelayanan dasar (puskesmas) masih rendah, karena banyak persalinan
normal dilayani di tingkat pelayanan rujukan, demikian pula untuk kunjungan ibu hamil, perlu ada penelitian lebih
lanjut untuk mengetahuinya. Berdasarkan data ini perlu lebih ditingkatkan pemanfaatan Jamkesmas untuk
pelayanan kesehatan ibu dan bayi.
7. Sepuluh (10) Besar Penyakit di Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan
Dari beberapa laporan yang ada terdapat beberapa provinsi diagnosa kasus bukan penyakit melainkan suatu tindakan. Bila tindakan dimasukkan kedalam diagnosa penyakit maka dapat menempati daftar 10 besar penyakit, contoh :
tindakan partus lama, persalinan normal, dan perawatan bayi lahir sehat di Puskesmas.
Berdasarkan laporan RS yang dilaporkan ke Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (P2JK), terdapat laporan dari 28
Provinsi baik. Berdasarkan laporan yang masuk ke P2JK sampai dengan bulan Juli persentase RS yang melapor
secara nasional adalah 69,75%. Lengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah.
Grafik 15. Persentase Kelengkapan Laporan Jamkesmas Pelayanan Rujukan (RS) Tahun 2010
a. Sepuluh (10) Besar Penyakit Rawat Inap Pada PPK Lanjutan Khusus
Pola penyakit rawat inap pada PPK lanjutan khusus berdasarkan laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus
terbanyak adalah Paranoid schizophrenia dengan jumlah kasus sebanyak 4.659 kasus. Sedangkan jumlah kasus terendah yaitu acute schizophrenia like psycosic disorder dengan jumlah kasus sebanyak 145 kasus. Adapun pola 10 besar penyakit dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 16. Pola Penyakit Rawat Inap Pada PPK Lanjutan Khusus Tahun 2010
16
Sumber : P2JK
b. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Pada PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat inap pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus
terbanyak adalah Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin dengan jumlah kasus sebanyak
4.659 kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Thalassaemia unpecified jumlah kasus sebanyak 6.391
kasus. Adapun pola tersebut dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 17. Pola Penyakit Rawat Inap Pada PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
Tampak pada grafik di atas penyakit menular masih mendominasi kasus rawat inap penyakit pada pengguna
Jamkesmas. Terdapat kasus-kasus yang seharusnya dapat ditangani di tingkat pelayanan dasar, seperti diare,
dan partus tunggal spontan.
c. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada PPK Lanjutan Khusus
Pola penyakit rawat jalan pada PPK lanjutan khusus berdasarkan laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus
terbanyak adalah personal history of other mental and behavioural disorders dengan jumlah kasus sebanyak
26.691 kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu personal history of diseases of the nervous system and
sense organs dengan jumlah kasus sebanyak 587 kasus. Adapun distribusi penyakit dapat dilihat pada grafik
berikut :
Grafik 18. Pola Penyakit Rawat Jalan Pada PPK Lanjutan Khusus Tahun 2010
Sumber : P2JK
17
d. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat jalan pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus
terbanyak adalah extracorporeal dialysis dengan jumlah kasus sebanyak 52.645 kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu personal history of diseases of the nervous system and sense organs dengan jumlah kasus
sebanyak 17.432 kasus. Tampak penyakit yang mendominasi kasus rawat jalan di PPK lanjutan umum adalah
penyakit tidak menular. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 19. Pola Penyakit Rawat Jalan Pada PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
e. Sepuluh (10) Besar Penyakit Rawat Jalan Pada Kelompok Umur 0 5 Tahun di PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat jalan kelompok umur 0 5 tahun pada PPK lanjutan umum dari laporan yang ada terlihat
bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Acute upper respiratory infection unspecified dengan jumlah kasus
sebanyak 1.243 kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu personal historyof diseases of the respiratory
system dengan jumlah kasus sebanyak 405 kasus. Penyakit pada kelompok umur ini didominasi oleh penyakit
menular. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 20. Penyakit Rawat Jalan Kelompok Umur 0 5 Tahun Pada PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
18
f. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada Kelompok Umur 6 -14 Tahun di PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat jalan kelompok umur 6 14 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat
bahwa jumlah kasus terbanyak adalah TB of lung without mention of bacteriological or hitologikal confirmation
dengan jumlah kasus sebanyak 1.727 kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Typoid fever dengan
jumlah kasus sebanyak 558 kasus. Penyakit menular mendominasi kasus penyakit pada kelompok umur ini.
Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 21. Penyakit Rawat Jalan Kelompok Umur 6 -14 Tahun Pada PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
g. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada Kelompok Umur 15 49 Tahun di PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat jalan kelompok umur 15 49 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat
bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Extracorporeal dialysis dengan jumlah kasus sebanyak 10.977 kasus,
sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Asthma unspecified dengan jumlah kasus sebanyak 3.106 kasus. Pada
kelompok umur ini, penyakit tidak menular mendominasi. Adapun pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 22. Penyakit Rawat Jalan Kelompok Umur 15 -49 Tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
19
h. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada Kelompok Umur > 50 Tahun di PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat jalan kelompok umur > 50 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat
bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Essential (primary) hypertension dengan jumlah kasus sebanyak 4.683
kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Congestive heart failure dengan jumlah kasus sebanyak 1.443
kasus. Pada kelompok umur ini penyakit tidak menular mendominasi kasus rawat jalan. Pola penyakit dapat
dilihat pada grafik berikut :
Grafik 23. Pola Penyakit Rawat Jalan Kelompok Umur > 50 Tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
i.
Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 0 - 5 Tahun di PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat inap kelompok umur 0 - 5 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin dengan jumlah
kasus sebanyak 9.008 kasus. Sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Thalassaemia, unspecified dengan
jumlah kasus sebanyak 1.724 kasus. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 24. Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 0 - 5 Tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
20
j.
Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Pada Kelompok Umur 6 - 14 Tahun di PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat inap kelompok umur 6 - 14 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat
bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Dengue haemorrhagic fever dengan jumlah kasus sebanyak 7.146 kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Asthma, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak 760 kasus.
Pada kelompok umur ini penyakit menular mendominasi kasus rawat inap. Pola penyakit dapat dilihat pada
grafik berikut :
Grafik 25. Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 6 - 14 tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
k. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 15 - 49 tahun di PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat inap kelompok umur 15 - 49 tahun pada PPK lanjutan umum terlihat bahwa jumlah kasus
terbanyak adalah Single spontaneous delivery, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak 14.705 kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Chemotherapy session for neoplasm dengan jumlah kasus sebanyak
4.247 kasus. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 26. Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 15 - 49 tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
21
l.
Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur > 50 tahun di PPK Lanjutan Umum
Pola penyakit rawat inap kelompok umur > 50 tahun pada PPK lanjutan umum terlihat bahwa jumlah kasus
terbanyak adalah Essential (primary) hypertension dengan jumlah kasus sebanyak 5.788 kasus, sedangkan
jumlah kasus terendah yaitu Cerebral infarction, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak 2.062 kasus. Penyakit tidak menular mendominasi pada kelompok umur ini. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 27. Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur > 50 tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010
Sumber : P2JK
8. Kasus HIV-AIDS
Berdasarkan laporan RS yang ada di Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan terdapat pemanfaatan Jamkesmas
untuk kasus HIV/AIDS. Jumlah kasus HIV/AIDS pada pelayanan Rawat Inap tahun 2010 sebanyak 361 kasus.
Dengan jumlah kasus tertinggi adalah unspecified human immunodeficiency Virus (HIV) disease sebanyak 181 kasus.
Pola penyakit tampak pada grafik berikut.
Grafik 28. Distribusi Kasus HIV/AIDS Rawat Inap Tahun 2010
Sumber : P2JK
22
Sedangkan laporan kasus HIV/AIDS pada pelayanan Rawat Jalan tahun 2010 sebanyak 880 kasus. Kasus terbanyak
adalah HIV disease resulting in mycobacterial infection sebanyak 628 kasus, seperti terlihat pada grafik berikut :
Grafik 29. Distribusi Kasus HIV/AIDS Rawat jalan Tahun 2010
Sumber : P2JK
E.
3. Tingkat distribusi anggaran Jamkesmas tahun 2010 secara nasional mencapai 98,91%, kisaran distribusi anggaran
tiap provinsi antara 100% - 46,02%.
4. Terdapat kesenjangan kelengkapan laporan data dengan distribusi anggaran tahun 2010, laporan data jauh lebih
rendah dari distribusi anggaran yang didistribusiikan.
5. Penyakit terbanyak RJTP tahun 2010 adalah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas. Secara nasional
penyakit menular masih mendominasi RJTP.
6. Penyakit terbanyak RITP tahun 2010 adalah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas. Secara nasional
penyakit menular masih mendominasi RITP.
7. Pemanfaatan Jamkesmas untuk kunjungan ibu hamil, ibu hamil dirujuk, persalinan ditolong tenaga kesehatan dan
kunjungan bayi baru lahir (KN) di puskesmas tahun 2010 secara nasional masih rendah. Dari laporan didapat :
a. Kelengkapan laporan provinsi 96,9% ( 32 dari 33 provinsi). Secara nasional Kelengkapan laporan kabupaten/kota
63% dan laporan puskesmas 54,3%.
b. Pemanfaatan kartu Jamkesmas oleh Ibu hamil untuk ANC (K4) sebanyak 554.034 kunjungan atau 4,8% dari total
populasi ibu hamil. Terhadap ibu hamil miskin dan hampir miskin persentase kunjungan ibu hamil (K4) memanfaatkan jamkesmas sebesar 34,53%.
c. Pemanfaatan kartu Jamkesmas untuk rujukan Ibu hamil sebanyak 184.008 kunjungan atau 9,6% dari total populasi ibu hamil.
d. Pemanfaatan kartu Jamkesmas untuk persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 368.088 kunjungan atau 1%
dari total sasaran ibu bersalin, namun terhadap ibu bersalin miskin dan hampir miskin persentase terlayani pelayanan jamkesmas sebesar 23,97%.
e. Pemanfaatan kartu Jamkesmas untuk KN sebanyak 430.796 kunjungan atau 1% dari total populasi bayi, namun
terhadap bayi miskin dan potensial miskin persentase terlayani pelayanan jamkesmas sebesar 29,44%.
8. Penyakit terbanyak pada rawat inap di PPK lanjutan khusus tahun 2010 adalah Paranoid schizophrenia.
9. Penyakit terbanyak pada rawat inap di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin. Penyakit menular masih mendominasi kasus rawat inap di PPK lanjutan umum.
10. Penyakit terbanyak pada rawat jalan di PPK lanjutan khusus tahun 2010 adalah personal history of other mental and
behavioural disorders.
11. Penyakit terbanyak rawat jalan di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah extracorporeal dialysis. Penyakit tidak menular mendominasi kasus rawat jalan di PPK lanjutan umum.
12. Penyakit terbanyak pada rawat jalan kelompok umur 0 5 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Acute
upper respiratory infection unspecified.
13. Penyakit terbanyak pada rawat jalan kelompok umur 6 14 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah TB of
lung without mention of bacteriological or histological confirmation.
14. Kasus terbanyak rawat jalan kelompok umur 15 49 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Extracorporeal
dialysis.
15. Penyakit terbanyak pada rawat jalan kelompok umur > 50 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Essential
(primary) hypertension.
16. Penyakit terbanyak pada rawat inap kelompok umur 0 - 5 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Diarrhoea
and gastroenteritis of presumed infectious origin.
17. Penyakit terbanyak rawat inap kelompok umur 6 - 14 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Dengue haemorrhagic fever.
18. Penyakit / kasus terbanyak rawat inap kelompok umur 15 - 49 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Single
spontaneous delivery, unspecified.
19. Penyakit terbanyak rawat inap kelompok umur > 50 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Essential
(primary) hypertension.
20. Pemanfaatan Jamkesmas juga dipergunakan untuk rawat inap dan rawat jalan penderita HIV/AIDS.
SARAN
1. Kelengkapan laporan data perlu ditingkatkan, dan dipantau bersama dengan laporan keuangan (penyerapan
anggaran).
2. Kebijakan pertanggung-jawaban keuangan agar lebih sederhana dan tidak membebani petugas lapangan.
3. Perlu ada kebijakan untuk melaporkan data walaupun tidak ada kasus/peserta yang dilayani (Zerro report).
4. Laporan kasus hendaknya dapat dibedakan antara kasus baru dan kasus lama.
5. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang kesenjangan peserta perempuan terhadap laki-laki di wilayah pembangunan
24
timur terhadap kemungkinan pencapaian target-target MDG pada ibu dan bayi.
6. Perlu ditingkatkan upaya pemanfaatan pelayanan jamkesmas untuk mendorong pencapaian target MDG pada ibu dan
bayi. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang dimulai tahun 2011 sebaiknya dipantau lebih ketat, agar
pemanfaatannya bisa lebih optimal.
7. Perlu lebih ditekankan tentang kebijakan kasus-kasus yang dapat dilayani di tingkat pelayanan dasar dan di tingkat
pelayanan lanjut.
F.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat; 2008.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; Laporan Program
Jamkesmas Tahun 2010.
3. Badan Pusat statistik; sensus penduduk 2010.
4. Thabrany Hasbullah; Asuransi Kesehatan Nasional; Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan
Indonesia; Jakarta.
25
26
praktik sore, yang sering dilakukan di RS yang sama. Memang sebagian kecil rakyat Indonesia mampu membeli
layanan rumah sakit publik yang mahal. Tetapi, semakin
banyak rakyat yang tidak miskin tidak mampu menjangkau
layanan kesehatan. Maka program jaminan kesehatan bagi
penduduk miskin dan hampir miskin dikembangkan.
Program Jaminan Kesehatan bagi penduduk miskin, baik
Jamkesmas, Askeskin, Jamkesda, maupun Medicaid di
Amerika, tidak pernah menyelesaikan masalah. Berbagai
masalah kepesertaan, paket manfaat dan pendanaan,
pelayanan dan fasilitas kesehatan maupun masalah kelembagaan selalu muncul. Banyak kritik dan keluhan disampaikan masyarakat, pemerintah, bahkan pejabat
pemerintah sendiri. Setelah ribut-ribut soal Askeskin,
Jamkesmas dilaksanakan dengan tekad mencukupi dana
yang tersedia. Sebagian peserta dialihkan kepada Pemda
yang kemudian berkembang dengan nama Jamkesda.
Masalah tidak selesai karena kita salah memahami kebutuhan dasar layanan kesehatan.
Kajian yang dilakukan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menunjukkan bahwa
kesalahan memasukan (inclusion, yang memiliki kartu
27
28
atau menjual harta benda, bahkan harga dirinya, agar bisa membayar biaya berobat.
Di Sri Lanka, Malaysia, dan Thailand harga solar dan bensin premium sudah di atas Rp 10.000 per liter. Rakyat di negeri itu
tidak pernah protes sebab biaya berobat untuk semua penduduk sudah dijamin. Harga-harga barang banyak yang lebih murah
dari harga barang yang sama di Indonesia. Tidak ada bukti di negara-negara lain bahwa harga BBM yang mahal akan menyulitkan ekonomi. Tetapi, telah banyak bukti bahwa BBM bersubsidi dinikmati orang yang kaya, baik langsung seperti pengusaha
taksi, angkutan, mobil karyawan, dan lain-lain maupun tidak langsung melalui penyelundupan, pengoplosan, dan lain-lain. Jangan-jangan kita tidak dapat informasi yang sebenarnya dari politik subsidi BBM. Hanya Tuhan dan pelaku yang tahu.
29
Kebijakan pemeliharaan kesehatan bagi penduduk miskin sudah lama diterapkan di Indonesia. Pelayanan gratis bagi penduduk
yang membawa surat miskin dari Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), desa dan pembagian kartu sehat, adalah contoh
kebijakan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dengan strategi Individual Targeting. Berbagai program Instruksi
Presiden (Inpres), secara tidak langsung juga mempunyai aspek kebijakan membantu penduduk miskin, misalnya Inpres Obat
dan Inpres Samijaga, merupakan contoh kebijakan dengan strategi Geographic Targeting.
Sebetulnya, kebijakan subsidi tarif pelayanan kesehatan pemerintah, juga merupakan program melayani kesehatan penduduk
miskin. Tarif Rp 500 Rp 1.000 untuk rawat jalan Puskesmas dan Rp. 2.000 Rp. 5.000 untuk rawat inap kelas III di Rumah
Sakit Umum (RSU), membantu penduduk yang kemampuannya terbatas. Sejak 1998 muncul kebijakan lebih sistematis dan
berskala nasional untuk melayani kebutuhan kesehatan penduduk miskin, yakni program Jaringan Pengamanan Sosial Bidang
Kesehatan (JPS-BK).
Pada tahun 2003, pemerintah menyediakan biaya untuk rujukan ke Rumah Sakit (RS) bagi penduduk miskin. Dana ini berasal
dari pemotongan subsidi bahan bakar minyak (BBM), yang disebut dana Penanggulangan Dampak Pemotongan Subsidi Energi
(PDPSE), kemudian diubah namanya menjadi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM).
Dana PDPSE langsung diberikan kepada RSU. Baik JPSBK dan PDPSE adalah contoh Supply Side Approach dalam
memberikan subsidi bagi penduduk miskin.
Program teranyar pemerintah pusat untuk melayani kebutuhan masyarakat miskin dan hampir miskin akan kesehatannya
digulirkan di tahun 2008 ini adalah Jamkesmas (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Anggaran untuk program
Jamkesmas di tahun 2008 disiapkan sebesar Rp. 4,6 triliun untuk 76,4 juta jiwa masyarakat miskin dan hampir miskin.
Seluruh pendanaan program-program di atas bersumber dari pemerintah pusat dan bersifat proyek, sementara itu sumber dana
dari pemerintah daerah belum dipadukan untuk program pengentasan kemiskinan umumnya dan pembiayaan kesehatan
khususnya sehingga sulit bagi penduduk miskin jika tidak lagi mendapat jaminan seperti yang pernah diperolehnya.
Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan melalui program unggulan Bapak gubernur secara cermat menangkap kondisi ini dengan
memunculkan Program Pelayanan Kesehatan Gratis sebagai jawaban dari berbagai sinyalemen yang meragukan
Sustainabilitas program Jamkesmas karena didasari pogram-program yang sifatnya proyek dan bahwa program pelayanan
kesehatan gratis ini merupakan perpaduan sumber dana pemerintah dengan daerah untuk program pengentasan kemiskinan
pada umumnya dan pembiayaan kesehatan khususnya yang tidak pernah dilakukan dan itu merupakan kekurangan kita selama
ini. Oleh karena itu tanpa suatu program berkelanjutan, akan sulit mengangkat penduduk miskin dari lingkaran kemiskinan
termasuk di Sulawesi Selatan ini.
Ketika pemerintah pusat memunculkan program Jamkesmas untuk masyarakat miskin di Republik ini, seakan skenario
Tuhan yang hinggap kepada hambanya yang di kehendaki. Pemerintah Sulawesi Selatan melihatnya sebagai anugerah
yang diwujudkan dalam pemaknaan rasa syukur dengan membuat program pelayanan gratis agar program Jamkesmas
semakin kokoh berakar di masyarakat, hal ini dapat dilihat dari beberapa data sebagai berikut : Jumlah penduduk Sulawesi Selatan tahun 2008 sebesar 7,5 juta jiwa, jumlah penduduk yang memiliki jaminan kesehatan, baik Askes, Jamsostek maupun Jamkesmas sebanyak 3,1 juta jiwa, sementara sisanya yakni sebanyak 4,4 juta jiwa, inilah yang kemudian ditanggung oleh pemerintah daerah melalui jaminan pemeliharaan kesehatan daerah yang merupakan wujud dari pelayanan kesehatan gratis yang dilakukan di Sulawesi Selatan. Selanjutnya dari indikator Indonesia Sehat tentang jaminan
30
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam Prabayar ditargetkan Pemerintah Pusat sebesar 60 % di tahun 2008, dengan
adanya program pelayanan gratis ini, target tersebut justru telah terlewati yakni sebesar 67,77% atau mengalami peningkatan sebesar 7,8%. Data inilah kemudian semakin menguatkan bahwa pelayanan kesehatan gratis menunjang program Jamkesmas.
Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan tentunya berharap agar pembiayaan kesehatan pada masa desentralisasi ini dapat
mewujudkan komitmen daerah terhadap kesehatan, yang tercermin dalam APBDnya, besaran alokasi anggaran mendekati
nilai normatif misalnya sesuai dengan standar WHO, cukup untuk membiayai pelayanan kesehatan prioritas, penduduk miskin
terlindungi, biaya operasional dan pemeliharaan tercukupi, besarnya biaya kesehatan dari APBD lebih besar dari APBN, dan
biaya untuk program/pelayanan langsung tercukupi. Olehnya itu Pelayanan Kesehatan Gratis menjadi efisien, karena Pelayanan kesehatan yang diberikan itu dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dengan keuntungan sebagai berikut :
Lebih dekat dengan rakyat
Lebih responsif
Lebih sesuai permintaan
Komitmen pemerintah Sulawesi Selatan untuk mensukseskan pelayanan kesehatan gratis ini dapat dilihat dari besarnya
anggaran yang di alokasikan, dimana pada tahun 2008 anggaran yang disiapkan untuk itu sebesar Rp. 81,8 Milyar. Pada tahun
2009 alokasi anggaran untuk kabupaten/kota sebesar Rp. 30,4 Milyar dengan asumsi 40% bersumber dari provinsi dan 60%
bersumber dari kabupaten/kota masing-masing, sementara itu besaran anggaran untuk rumah sakit provinsi, rumah sakit
regional dan balai kesehatan mencapai angka Rp. 85,9 Milyar.
Dalam pembiayaan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan hampir miskin, ada dua pernyataan penting yang
sebenarnya pemerintah provinsi Sulawesi Selatan telah memilih secara tegas salah satu dari 2 pernyataan tersebut. Pernyataan
itu adalah apakah kita akan menggunakan pernyataan normatif, seperti ini:
Pelayanan untuk orang miskin harus bermutu tinggi dan pasien miskin tersebut tidak perlu membayar. atau ....
pernyataan positif yang ada adalah:
Pelayanan kesehatan di semua lembaga pelayanan milik pemerintah akan bermutu rendah jika orang miskin tidak
membayar dan tidak ada subsidi cukup dari pemerintah
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memilih penyataan yang normatif itu dan menepis kekurangan yang ada pada
pernyataan positif tersebut.......EWAKO SUL-SEL !
31