Anda di halaman 1dari 3

Reformasi Birokrasi Pemerintah

Hingga kini, setiap kali kita berhadapan dengan birokrasi pemerintah, baik
pada tingkat desa maupun tingkat kabupaten, pasti akan mengalami berbagai macam
kesulitan seperti antrian, prosedur yang tidak jelas, pelayanan yang lama, adanya
pungli, diperlakukan seperti orang bodoh dan sebagainya. Jika kita ingin pelayanan
yang agak cepat, maka kita harus berani membayar lebih, jika melalui prosedur biasa,
kita harus rela antri berjubel-jubel dan lama. Semua itu menjadikan sebagian besar
masyarakat kita, enggan dan ogah ketika harus berhubungan dengan birokrasi
pemerintah, seperti mengurus KTP, KK, sertifikat tanah, akte kelahiran dan
sebagainya.

Fenomena seperti ini sebenarnya tidak perlu lagi terjadi pada saat ini, jika
pemerintah menerapkan standar dan prosedur yang jelas dalam setiap bentuk layanan
yang diberikan dan dibantu dengan teknologi informasi yang canggih. Menurut saya
hal tersebut terjadi karena pemerintahan kita masih menganut prinsip-prinsip
birokrasi Weber yang kaku dan rigid, tanpa dibarengi dengan kualitas SDM yang
memadai untuk mengembangkan birokrasi. Padahal birokrasi Weber yang klasik itu,
memiliki banyak kelemahan, di antaranya adalah (1) birokrasi menyebabkan
melembaganya pencurian. (2) birokrasi menyebabkan melembaganya pemborosan
dan pemghamburan sumberdaya. (3) birokrasi menyebabkan melembaganya
pengisapan, eksploitasi. (4) birokrasi menyebabkan melembaganya penyabotan
kebijakan dan program.

Melihat beberapa dampak negatif di atas, maka bnayak orang yang


membayangkan alangkah indahnya pemerintahan Indonesia jika tidak ada birokrasi.
Alangkah indahnya kehidupan masyarakat yang nirbirokrasi. Berdasarkan data
empiris ditemukan bahwa masyarkaat Indonesia bisa mengurus dirinya sendiri
dengan baik tanpa campur tangan birokrasi. Dalam bidang pendidikan misalnya, baik
di tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi ternyata ada kelompok
masyrakat yang mampu dan kompeten mengelola lembaga pendidikan yang cara dan
hasil pengelolaannya lebih baik daripada yang dilakukan pemerintah. Demikian juga
contoh-contoh sukses dalam bidang kesehatan, perumahan, pemukiman dan
sebagainya.

Dalam sebuah artikel, Syafuan Rozi mengatakan bahwa birokrasi pemerintah


Indonesia perlu direformasi karena keberpihakan birokrasi kepada politik yang
berkuasa. Hal ini berakibat pada tidak sehatnya kehidupan birokrasi pemerintah
karena birokrasi dijadikan sebagai kendaraan oleh partai politik tertentu. Akibat yang
timbul kemudian adalah organisasi birokrasi didasarkan pada kepentingan politik
ketimbang profesonalisme kerja, pelayanan birokrasi cenderung diskriminatif, dalam
aspek administratif maupun pembangunan dan keberpihakan partai politik kepada
salah satu partai politik memperlemah profesionalisme organisasi pemerintah. Karena
itu, untuk mereformasi birokrasi pemerintahan tersebut, dia menyarankan beberapa
tindakan sebagai berikut:

1. Perlu dibangun birokrasi berkultur dan struktur rasional-egaliter, bukan


irasional-hirarkis. Caranya dengan pelatihan untuk menghargai penggunaan nalar
sehat dan mengunakan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Perlunya memiliki semangat
pioner, bukan memelihara budaya minta petunjuk dari atasan. Perlu dibiasakan
mencari cara-cara baru yang praktis untuk pelayanan publik, inisiatif, antisipatif
dan proaktif, cerdas membaca keadaan kebutuhan publik, memandang semua
orang sederajat di muka hukum, menghargai prinsip kesederajatan kemanusian,
setiap orang yang berurusan diperlakukan dengan sama pentingnya.
2. Birokrasi yang propartisipan-outonomus bukan komando-hirarkis. Birokrasi
Indonesia ke depan perlu mendukung dan melakukan peran pemberdayaan dan
memerdekakan masyarakat untuk berkarya dan berkreatifitas. Perlu dikurangi
kadar pengawasan dan represi terhadap hak ekspresi masyarakat. Perlu
ditinggalkan cara-cara penguasaan masyarakat lewat kooptasi kelembagaan dan
dihindari sikap dominasi.
3. Birokrasi bertindak profesional terhadap publik. Berperan menjadi pelayan
masyarakat (public servent). Dalam memberikan pelayanan ada transparansi biaya
dan tidak terjadi pungutan liar. PNS perlu memberikan informasi dan transparansi
sebagai hak masyarakat dan bisa dimintai pertanggungjawabannya (public
accountibility) lewat dengar pendapat (hearing) dengan legislatif atau kelompok
kepentingan yang datang. Melakukan pemberdayaan publik dan mendukung
terbangunnya proses demokratisasi.
4. Birokrasi yang saling bersaing antar bagian dalam meningkatkan kualitas dan
kuantitas dalam melayani publik secara kompetitif, bukan minta dilayani atau
membebani masyarakat dengan pungutan liar, salah urus, dan ketidakpedulian.
5. Birokrasi yang melakukan rekruitmen sumber daya manusianya melalui
seleksi fit and proper test, bukan mengangkat staf atau pimpinan karena alasan
kolusi dan nepotisme.
6. Birokrasi yang memberikan reward merit system (memberikan penghargaan
dan imbalan gaji sesuai pencapaian prestasi) bukan spoil system (hubungan kerja
yang kolutif, diskriminatif dan kurang mendidik, pola reward dan punishment
kurang berjalan).
7. Birokrasi yang bersikap netralitas politik, tidak diskriminatif, tidak
memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan partai politik tertentu.

Untuk bisa melakukan reformasi birokrasi seperti yang dijelaskan di atas, maka
diperlukan langkah-langkah yang tepat. Menurut saya, langkah-langkah tersebut
adalah adalah sebagai berikut:

Pertama, meningkatkan kapabilitas, integritas (kepribadian) dan akseptabilitas


(sejauhmana penerimaan rakyat dan mereka yang berkepentingan) dari semua pejabat
dan birokrat, baik yang dipilih langsung oleh rakyat maupun lewat mekanisme
internal birokrasi. Kapabilitas setidaknya dalam lima hal. Yakni: (a) intelektual, (b)
moral dan agama, (c) keyakinan dalam visi-misi pembangunan dalam perspektif
keadilan, (d) kemampuan memimpin dan mengarahkan kepada tujuan pembangunan
dan nilai-nilai yang mulia, (e) kemampuan manajemen dan operasional.

Evaluasi berkala perlu dilakukan, sehingga seseorang yang rendah integritas dan
akseptabilitasnya tidak akan dipertimbangkan menjadi pejabat. Tanpa integritas
pribadi, korupsi dan kolusi akan terus terjadi, dan ini efektif menghancurkan Kepri
dan warganya. Beberapa hal dapat dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas,
integritas dan akseptabilitas para pejabat dan birokrat, misalnya training manajemen
bernuansa spiritual, latihan kepe mimpinan, pengajian mingguan sebelum bekerja,
diskusi masalah aktual, terutama seputar masalah pekerjaan, dialog pejabat dan
masyarakat dalam forum informal, dan sebagainya.
Kedua, membangun SDM sejak dari usia dini yang berarti memenuhi kebutuhan dasar
manusia, yaitu pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan
infrastruktur. Untuk itu, pemerintah perlu menggeser orientasi fiskal dengan
memperbesar anggaran kesejahteraan rakyat. Bagaimanapun, peningkatan anggaran
pendidikan, kesehatan, dan agama misalnya, membawa eksternalitas yang besar di
kemudian hari. Eksternalitas adalah dampak luar dari suatu kegiatan. Pendapatan
domestik regional bruto (PDRB) dan pendapatan per kapita akan meningkatkan
seiring dengan bertambahnya jumlah orang cerdas, terdidik, dan berahlak mulia.
Jumlah orang sakit dan keparahan penyakit menurun karena orang cerdas, terdidik,
dan berahlak mulia lebih mampu memelihara kesehatan, lebih sering memeriksakan
diri pada stadium dini dan lebih disiplin menjaga kesehatan dan mengobati diri karena
itu juga bagian dari ibadah kepada Allah. Di masa depan, para tenaga muda ini akan
siap menjalankan pemerintahan serta dunia usaha.
Ketiga, menumbuhkan budaya hidup produktif dan sesuai dengan kemampuan negara
dan daerah pada para pemimpin dan birokrat.
Keempat, revitalisasi birokrasi yang bermakna mereka yang tidak memenuhi standar,
tidak produktif dan dalam jangka waktu tertentu tampak tidak mungkin diperbaiki lagi
agar diganti dengan tenaga-tenaga muda intelektual dan bermoral.

Jika langkah-langkah reformasi birokrasi di atas dapat dijalankan secara baik dan
simultan, saya yakin birokrasi pemerintah kita akan semakin baik dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Amin-amin ya rabbal alamin.

Anda mungkin juga menyukai