Reformasi Birokrasi Pemerintah
Reformasi Birokrasi Pemerintah
Hingga kini, setiap kali kita berhadapan dengan birokrasi pemerintah, baik
pada tingkat desa maupun tingkat kabupaten, pasti akan mengalami berbagai macam
kesulitan seperti antrian, prosedur yang tidak jelas, pelayanan yang lama, adanya
pungli, diperlakukan seperti orang bodoh dan sebagainya. Jika kita ingin pelayanan
yang agak cepat, maka kita harus berani membayar lebih, jika melalui prosedur biasa,
kita harus rela antri berjubel-jubel dan lama. Semua itu menjadikan sebagian besar
masyarakat kita, enggan dan ogah ketika harus berhubungan dengan birokrasi
pemerintah, seperti mengurus KTP, KK, sertifikat tanah, akte kelahiran dan
sebagainya.
Fenomena seperti ini sebenarnya tidak perlu lagi terjadi pada saat ini, jika
pemerintah menerapkan standar dan prosedur yang jelas dalam setiap bentuk layanan
yang diberikan dan dibantu dengan teknologi informasi yang canggih. Menurut saya
hal tersebut terjadi karena pemerintahan kita masih menganut prinsip-prinsip
birokrasi Weber yang kaku dan rigid, tanpa dibarengi dengan kualitas SDM yang
memadai untuk mengembangkan birokrasi. Padahal birokrasi Weber yang klasik itu,
memiliki banyak kelemahan, di antaranya adalah (1) birokrasi menyebabkan
melembaganya pencurian. (2) birokrasi menyebabkan melembaganya pemborosan
dan pemghamburan sumberdaya. (3) birokrasi menyebabkan melembaganya
pengisapan, eksploitasi. (4) birokrasi menyebabkan melembaganya penyabotan
kebijakan dan program.
Untuk bisa melakukan reformasi birokrasi seperti yang dijelaskan di atas, maka
diperlukan langkah-langkah yang tepat. Menurut saya, langkah-langkah tersebut
adalah adalah sebagai berikut:
Evaluasi berkala perlu dilakukan, sehingga seseorang yang rendah integritas dan
akseptabilitasnya tidak akan dipertimbangkan menjadi pejabat. Tanpa integritas
pribadi, korupsi dan kolusi akan terus terjadi, dan ini efektif menghancurkan Kepri
dan warganya. Beberapa hal dapat dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas,
integritas dan akseptabilitas para pejabat dan birokrat, misalnya training manajemen
bernuansa spiritual, latihan kepe mimpinan, pengajian mingguan sebelum bekerja,
diskusi masalah aktual, terutama seputar masalah pekerjaan, dialog pejabat dan
masyarakat dalam forum informal, dan sebagainya.
Kedua, membangun SDM sejak dari usia dini yang berarti memenuhi kebutuhan dasar
manusia, yaitu pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan
infrastruktur. Untuk itu, pemerintah perlu menggeser orientasi fiskal dengan
memperbesar anggaran kesejahteraan rakyat. Bagaimanapun, peningkatan anggaran
pendidikan, kesehatan, dan agama misalnya, membawa eksternalitas yang besar di
kemudian hari. Eksternalitas adalah dampak luar dari suatu kegiatan. Pendapatan
domestik regional bruto (PDRB) dan pendapatan per kapita akan meningkatkan
seiring dengan bertambahnya jumlah orang cerdas, terdidik, dan berahlak mulia.
Jumlah orang sakit dan keparahan penyakit menurun karena orang cerdas, terdidik,
dan berahlak mulia lebih mampu memelihara kesehatan, lebih sering memeriksakan
diri pada stadium dini dan lebih disiplin menjaga kesehatan dan mengobati diri karena
itu juga bagian dari ibadah kepada Allah. Di masa depan, para tenaga muda ini akan
siap menjalankan pemerintahan serta dunia usaha.
Ketiga, menumbuhkan budaya hidup produktif dan sesuai dengan kemampuan negara
dan daerah pada para pemimpin dan birokrat.
Keempat, revitalisasi birokrasi yang bermakna mereka yang tidak memenuhi standar,
tidak produktif dan dalam jangka waktu tertentu tampak tidak mungkin diperbaiki lagi
agar diganti dengan tenaga-tenaga muda intelektual dan bermoral.
Jika langkah-langkah reformasi birokrasi di atas dapat dijalankan secara baik dan
simultan, saya yakin birokrasi pemerintah kita akan semakin baik dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Amin-amin ya rabbal alamin.