Anda di halaman 1dari 22

DASAR-DASAR GEOMORFOLOGI

Geomorfologi merupakan suatu studi yang mempelajari asal (terbentuknya)


topografi sebagai akibat dari pengikisan (erosi) elemen-elemen utama, serta
terbentuknya material-material hasil erosi. Melalui geomorfologi dipelajari
cara-cara terjadi, pemerian, dan pengklasifikasian relief bumi. Relief bumi
adalah bentuk-bentuk ketidakteraturan secara vertikal (baik dalam ukuran
ataupun letak) pada permukaan bumi, yang terbentuk oleh pergerakanpergerakan pada kerak bumi.
Konsep-konsep dasar dalam geomorfologi banyak diformulasikan oleh W .M.
Davis. Davis menyatakan bahwa bentuk permukaan atau bentangan bumi
(morphology of landforms) dikontrol oleh tiga faktor utama, yaitu struktur,
proses, dan tahapan. Struktur di sini mempunyai arti sebagai strukturstruktur yang diakibatkan karakteristik batuan yang mempengaruhi bentuk
permukaan bumi (lihat Gambar 1). Proses-proses yang umum terjadi adalah
proses erosional yang dipengaruhi oleh permeabilitas, kelarutan, dan sifatsifat lainnya dari batuan. Bentuk-bentuk pada muka bumi umumnya melalui
tahapan-tahapan mulai dari tahapan muda (youth), dewasa (maturity),
tahapan tua (old age), lihat Gambar 2.
Pada

tahapan

muda

umumnya

belum

terganggu

oleh

gaya-gaya

destruksional, pada tahap dewasa perkembangan selanjutnya ditunjukkan


dengan

tumbuhnya

sistem

drainase

dengan

jumlah

panjang

dan

kedalamannya yang dapat mengakibatkan bentuk aslinya tidak tampak lagi.


Proses selanjutnya membuat topografi lebih mendatar oleh gaya destruktif
yang mengikis, meratakan, dan merendahkan permukaan bumi sehingga
dekat dengan ketinggian muka air laut (disebut tahapan tua). Rangkaian
pembentukan proses (tahapan-tahapan) geomorfologi tersebut menerus dan
dapat berulang, dan sering disebut sebagai Siklus Geomorfik.

dasar-dasar geomorfologi - 1

Gambar 1.

Sketsa yang memperlihatkan bentuk-bentuk permukaan bumi


akibat struktur geologi pada batuan dasarnya .

Gambar 2.

Sketsa yang memperlihatkan perkembangan (tahapan)


permukaan bumi (landform). Dari (A s/d D) memperlihatkan
tahapan geomorfik muda sampai dengan tua.
Selanjutnya dalam mempelajari geomorfologi perlu dipahami istilah-istilah
katastrofisme, uniformiaterianisme, dan evolusi.
Katastrofisme merupakan pendapat yang menyatakan bahwa gejalagejala morfologi terjadi secara mendadak, contohnya letusan gunung api.
dasar-dasar geomorfologi - 2

Uniformitarianisme

sebaliknya

berpendapat

bahwa

proses

pembentukkan morfologi cukup berjalan sangat lambat atau terus


menerus, tapi mampu membentuk bentuk-bentuk yang sekarang, bahkan
banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada masa lalu juga terjadi
pada masa sekarang, dan seterusnya (James Hutton dan John Playfair,
1802).
Evolusi cenderung didefinisikan sebagai proses yang lambat dan dengan
perlahan-lahan membentuk dan mengubah menjadi bentukan-bentukan
baru.

1.

Proses-Proses Geomorfik

Proses-proses geomorfik adalah semua perubahan fisik dan kimia yang


terjadi akibat proses-proses perubahan muka bumi. Secara umum prosesproses geomorfik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Proses-proses epigen (eksogenetik) :
Degradasi ; pelapukan, perpindahan massa (perpindahan secara
gravity), erosi (termasuk transportasi) oleh : aliran air, air tanah,
gelombang, arus, tsunami), angin, dan glasier.
Aggradasi ; pelapukan, perpindahan massa (perpindahan secara
gravity), erosi (termasuk transportasi) oleh : aliran air, air tanah,
gelombang, arus, tsunami), angin, dan glasier.
Akibat organisme (termasuk manusia)
b. Proses-proses hipogen (endogenetik)
Diastrophisme (tektonisme)
Vulkanisme
c. Proses-proses ekstraterrestrial, misalnya kawah akibat jatuhnya meteor.

1.1 Proses Gradasional


Istilah gradasi (gradation) awalnya digunakan oleh Chamberin dan Solisbury
(1904) yaitu semua proses dimana menjadikan permukaan litosfir menjadi

dasar-dasar geomorfologi - 3

level yang baru. Kemudian gradasi tersebut dibagi menjadi dua proses yaitu
degradasi

(menghasilkan

level

yang

lebih

rendah)

dan

agradasi

(menghasilkan level yang lebih tinggi).


Tiga proses utama yang terjadi pada peristiwa gradasi yaitu :
Pelapukan, dapat berupa disentrigasi atau dekomposisi batuan dalam
suatu tempat, terjadi di permukaan, dan dapat merombak batuan menjadi
klastis. Dalam proses ini belum termasuk transportasi.
Perpindahan massa (mass wasting), dapat berupa perpindahan (bulk
transfer) suatu massa batuan sebagai akibat dari gaya gravitasi. Kadangkadang (biasanya)efek dari air mempunyai peranan yang cukup besar,
namun belum merupakan suatu media transportasi.
Erosi, merupakan suatu tahap lanjut dari perpindahan dan pergerakan
masa batuan. Oleh suatu agen (media) pemindah. Secara geologi
(kebanyakan) memasukkan erosi sebagai bagian dari proses transportasi.
Secara umum, series (bagian/tahapan) proses gradisional sebagai berikut
landslides (dicirikan oleh hadirnya sedikit air, dan perpindahan massa yang
besar), earthflow (aliran batuan/tanah), mudflows (aliran berupa lumpur),
sheetfloods, slopewash, dan stream (dicirikan oleh jumlah air yang banyak
dan perpindahan massa pada ukuran halus dengan slope yang kecil).
a. Pelapukan batuan
Pelapukan merupakan suatu proses penghancuran batuan manjadi klastis
dan akan

terkikis oleh gaya destruktif. Proses pelapukan terjadi oleh

banyak proses destruktif, antara lain :


Proses

fisik

dan

mekanik

(desintegrasi)

seperti

pemanasan,

pendinginan, pembekuan; kerja tumbuh-tumbuhan dan binatang , serta


proses-proses desintegrasi mekanik lainnya
Proses-proses kimia (dekomposisi) dari berbagai sumber seperti :
oksidasi, hidrasi, karbonan, serta pelarutan batuan dan tanah. Proses
dekomposisi ini banyak didorong oleh suhu dan kelembaban yang
tinggi, serta peranan organisme (tumbuh-tumbuhan dan binatang).

dasar-dasar geomorfologi - 4

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan antara lain :


jenis batuan, yaitu komposisi mineral, tekstur, dan struktur batuan
kondisi iklim dan cuaca, apakah kering atau lembab, dingin atau
panas, konstan atau berubah-ubah.
kehadiran dan kelebatan vegetasi
kemiringan medan, pengaruh pancaran matahari, dan curah hujan.
Proses pelapukan berlangsung secara differential weathering (proses
pelapukan

dengan

perbedaan

perbedaan

kekerasan,

jenis,

intensitas
dan

yang

struktur

disebabkan

batuan).

Hal

oleh

tersebut

menghasilkan bentuk-bentuk morfologi yang khas seperti:


bongkah-bongkah desintegrasi (terdapat pada batuan masif yang
memperlihatkan retakan-retakan atau kekar-kekar),
stone lattice (perbedaan kekerasan lapisan batuan sedimen yang
membentuknya), mushroom (berbentuk jamur),
demoiselles (tiang-tiang tanah dengan bongkah-bongkah penutup),
talus (akumulasi material hasil lapukan di kaki tebing terjal),
exfoliation domes (berbentuk bukit dari batuan masif yang homogen,
dan

mengelupas

dalam

lapisan-lapisan

atau

serpihan-serpihan

melengkung).
Pada Gambar 3 dapat dilihat kenampakan talus dan exfoliation domes.

(a)

(b)

Gambar 3.(a). Kenampakan bentuk talus, (b). Suatu exfolation domes


dasar-dasar geomorfologi - 5

b. Perpindahan massa (mass wasting)


Gerakan tanah sering terjadi pada tanah hasil pelapukan, akumulasi
debris (material hasil pelapukan), tetapi dapat pula pada batuan
dasarnya. Gerakan tanah dapat berjalan sangat lambat hingga cepat.
Menurut

oleh

Sharpe

(1938)

kondisi-kondisi

yang

menyebabkan

terjadinya perpindahan masa adalah :


Faktor-faktor pasif

faktor litologi : tergantung pada kekompakan/rapuh material

faktor statigrafi : bentuk-bentuk pelapisan batuan dan kekuatan


(kerapuhan), atau permeabel-impermeabelnya lapisan

faktor struktural : kerapatan joint, sesar, bidang geser-foliasi

faktor topografi : slope dan dinding (tebing)

faktor iklim : temperatur, presipitasi, hujan

faktor organik : vegetasi

Faktor-faktor aktif

proses perombakan

pengikisan lereng oleh aliran air

tingkat pelarutan oleh air atau pengisian retakan

1.2 Proses Diastromisme dan Vulkanisme


Diastromisme dan vulkanisme diklasifikasikan sebagai proses hipogen atau
endapan karena gaya yang bekerja berasal dari dalam (bagian bawah)
kerak bumi. Proses-proses diastropik dapat dikelompokkan menjadi 2 tipe
yaitu :
orogenik (pembentukkan pegunungan)
epirogenik (proses pengangkatan secara regional).
Vulkanisme termasuk pergerakan dari larutan batuan (magma) yang
menerobos ke permukaan bumi. Akibat dari pergerakan (atau penerobosan)
magma tersebut akan memberikan kenampakan yang muncul di permukaan
dasar-dasar geomorfologi - 6

berupa badan-badan intrusi, atau berupa deomal folds (lipatan berbentuk


dome) akibat terobosan massa batuan tersebut), sehingga perlapisan pada
batuan di atasnya menjadi tidak tampak lagi atau telah terubah.

2. Satuan Morfologi
Bentuk-bentuk pada permukaan yang dihasilkan oleh peristiwa-peristiwa
geomorfik berdasarkan kesamaan dalam bentuk dan pola aliran sungai
dapat

dikelompokkan

ke

dalam

satuan

yang

sama.

Tujuan

dari

pengelompokkan ini adalah untuk dapat memisahkan daerah konstruksional


dengan daerah detruksional. Kemudian masing-masing satuan dapat dibagi
lagi

menjadi

subsatuan

berdasarkan

struktur

dan

tahapan

(untuk

konstruksional) serta berdasarkan deposisional (untuk destruksional).

2.1 Sungai
Pada hakekatnya aliran sungai terbentuk oleh adanya sumber air (hujan,
mencairnya es, dan mata air) dan adanya relief dari permukaan bumi.
Sungai-sungai juga mengalami tahapan geomorfik yaitu perioda muda,
dewasa, dan tua.
Sungai muda dicirikan dengan kemampuan untuk mengikis alurnya, dimana
hal ini dapat terjadi jika gradien sungai cukup terjal. Sungai muda biasanya
sempit, dengan tebing terjal yang terdiri dari batuan dasar. Gradien sungai
yang tidak teratur (seragam) disebabkan oleh variasi struktur batuan (keraslunak). Sungai pada stadium dewasa akan mengalami pengurangan gradien
sungai sehingga kecepatan aliran dan daya erosi (pengikisan) berkurang,
sehingga mulai terjadi pengendapan. Sungai demikian disebut dengan
graded. Jika sungai utama mengalami graded berarti telah tercapai
kedewasaan awal, dan jika cabang-cabang sungai tersebut juga telah
mengalami graded maka telah mencapai kedewasaan lanjut, dan jika alur-

dasar-dasar geomorfologi - 7

alur sungai juga telah mengalami graded, maka sungai tersebut telah
mencapai perioda tua.
Pada umumnya aliran sungai dikendalikan oleh struktur batuan dasar,
kekerasan batuan, dan struktur geologi, serta beberapa hal lainnya
membentuk pola-pola aliran sungai (Gambar 4), antara lain :
Pola dendritik, dengan pola aliran menjari dan menyebar seperti dahandahan pohon, mengalir ke semua arah, dan menyatu di induk sungai.
Umum terdapat pada daerah dengan struktur batuan yang homogen atau
pada lapisan endapan sedimen yang horizontal.
Pola aliran rektangular, dibentuk oleh cabang-cabang sungai yang
berbelok, berliku-liku, dan menyambung dengan membentuk sudut-sudut
tegak lurus, yang umumnya dikendalikan oleh pola kekar dan sesar yang
berpola berpotongan secara tegak lurus. Umum terdapat pada daerah
batuan kristalin, serta perlapisan batuan keras yang horizontal.
Pola aliran trelis, berbentuk pola trali pagar. Sungai-sungai yang lebih
besar cenderung mengikuti singkapan dari batuan lunak. Pola ini umum
pada daerah yang terlipat dan miring kuat.
Pola aliran radial, dengan pola sentrifugal dari suatu puncak, misalnya
aliran sungai pada pegunungan kubah atau gunung api muda.
Pola aliran anular, merupakan aliran dimana sungai-sungai besarnya
mengalir melingkar mengikuti struktur dan batuan yang lunak, dan umum
terbentuk pada daerah kubah struktural yang telah terkikis dewasa. Pola
aliran anular dengan demikian merupakan variasi dari pola aliran trelis.

dasar-dasar geomorfologi - 8

Gambar 4.Sketsa pola-pola aliran sungai.


Pada sungai yang telah mencapai stadium dewasa terdapat dataran banjir
yang terbentuk dari pengendapan material klastis yang diendapkan pada
daerah di dekat sungai membentuk point bar. Pada sisi kiri kanan sungai
sering terbentuk akumulasi yang tebal sedimen sepanjang sungai dan
membentuk tanggul alam (natural levees). Jika arus aliran sungai makin
melemah, material klastis yang terbawa oleh aliran sungai akan terendapkan
pada tekuk lereng, sisi dalam meander, pertemuan antara dua aliran sungai,
dan perubahan gradien. Jika endapan aluvial sungai yang telah terbentuk
dasar-dasar geomorfologi - 9

kemudian terkikis kembali oleh aliran sungai akan terbentuk undak-undak


sungai, dan merupakan peremajaan sungai pada masa dewasa atau tua
(Gambar 5).
Jika aliran sungai dari mulut lembah di daerah pegunungan dan kemudian
memasuki wilayah dataran, maka material klastis yang dibawanya akan
terendapkan dan kemudian menyebar meluas dengan sudut kemiringan
makin melandai. Fraksi kasar akan terakumulasi di dekat mulut lembah dan
fraksi halus akan terdapat pada dataran, dan dikenal dengan kipas aluvial.
Kipas aluvial dapat terjadi pada kaki-kaki gunung api, kaki tebing dari gawir,
dll.
Selanjutnya material klastis yang terbawa oleh aliran sungai hingga laut, dan
membentuk delta. Bentuk-bentuk delta dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain bentuk sungai, gradien sungai, besarnya beban, kuat arus laut,
arah arus laut, dsb.

(a)

dasar-dasar geomorfologi - 10

(b)
Gambar 5.(a) Sketsa bentuk tanggul alam (natural levees) dan point bar.
(b) Kenampakan foto udara undak-undak sungai dan mender
sungai yang terbentuk.

2.2. Dataran dan Plateau


Dataran dan plateau adalah wilayah-wilayah dengan struktur yang relatif
horizontal. Dataran mempunyai relief rendah dengan lembah-lembah
dangkal, sedangkan plateau mempunyai relief yang tinggi dengan lembahlembah yang dalam. Secara umum beberapa jenis dataran, antara lain :
Dataran pantai (coostal plains) yang terbentuk oleh timbulnya dasar laut
Interior plains, yang mirip dengan dataran pantai tetapi yang terletak
sudah jauh dari laut
Dataran danau (lake plains), terbentuk oleh timbulnya dasar danau
karena pengeringan danau

dasar-dasar geomorfologi - 11

Dataran lava (lava plains) dan plateau lava (lava plateau), terbentuk oleh
aliran lava encer
Dataran endapan glasial (till plains), terdiri dari endapan glacial yang
menutupi topografi tidak rata
Dataran aluvial (alluvial plains), yang terbentuk dari endapan aluvial dari
kipas aluvial di kaki pegunungan hingga jauh ke dataran banjir dan
dataran pantai.
Plateau pada stadium muda merupakan daerah dengan lapisan horizontal
dan kebanyakan telah terkikis dalam oleh aliran sungai. Daerah plateau
dapat lebih tinggi terhadap sekitarnya dan dibatasi oleh gawir atau dapat
pula

lebih

rendah

dari

pegunungan

disekitarnya.

Plateau

dewasa

mempunyai kenampakan umum mirip dengan pegunungan biasa namun


kecenderungan lapisan batuannya horizontal. Plateau tua umumnya
merupakan daerah dataran yang luas yang telah mengalami pengikisan
dengan perlapisan yang horizontal. Bukit-bukit sisa erosi, yang juga
berstruktur horizontal disebut mesa (dengan ketinggian 150-200 m). Dimensi
yang lebih kecil dinamakan butte, dan jika lebih sempit dan tinggi seperti
pilar-pilar disebut dengan pinnacles atau needles.

2.3 Pegunungan kubah (dome mountains)


Kubah diartikan sebagai struktur dari suatu daerah yang luas dengan sifat
lipatan regional dengan sudut kemiringan yang kecil. Ada beberapa sebab
terjadinya kubah, antara lain oleh intrusi garam atau diapir, intrusi lakolit,
dan intrusi batuan beku seperti batolit.
Dalam tahapan muda pegunungan kubah akan dikikis oleh sungai-sungai
namun belum dalam, bentuk kubah masih utuh, pengikisan dimulai di
puncak dengan membentuk cekungan erosi. Kadang-kadang inti kubah yang
keras tampak di dasar cekungan erosi kubah. Pada tahapan dewasa,
pengikisan di puncak makin meluas dan mendalam. Undak-undak gawir
terbentuk sesuai dengan banyaknya lapisan-lapisan yang resistan, serta
dasar-dasar geomorfologi - 12

punggungan-punggungan dengan lapisan miring (hogbacks) terbentuk


(Gambar 6). Pada tahapan tua, mempunyai bentuk akhir dari pengikisan
kubah akan membentuk peneplane. Pola aliran annular hampir-hampir
hilang. Kubah besar dan tinggi dihasilkan oleh intrusi-intrusi batolit; yang
lebih kecil dihasilkan oleh intrusi lakolit, dan berbentuk kubah landai yang
dihasilkan oleh sill. Kubah-kubah kecil dapat dihasilkan oleh intrusi garam
atau diapir lempung.

Gambar 6.Sketsa bentuk (morfologi) hogbacks.


Punggungan-punggungan lapisan miring (hogbacks) dapat terbentuk oleh
beberapa kejadian antara lain kubah, antiklin, sesar, intrusi, dan sebagainya.
Faltion merupakan hogbacks yang terletak terdekat dengan inti kubah yang
keras seperti batuan kristalin dengan ujung atas umumnya runcing (Gambar
7).

dasar-dasar geomorfologi - 13

Gambar 7.Sketsa suatu bentuk pegunungan kubah yang telah mengalami


erosi lanjut.
Inti kubah yang terdiri dari batuan kristalin sering memberi arti sebagai
sumber mineral logam; pertambangan sering dijumpai kubah-kubah garam
tentunya memberi makna sebagai sumber garam. Jika tidak berpotensi akan
mineral, inti kubah yang bertekstur kasar sering merupakan daerah hutan
dan sekaligus merupakan daerah tadah hujan. Juga lereng-lereng terjal dari
hogbacks sebaiknya merupakan daerah hutan untuk mencegah longsoran
dan untuk tujuan konservasi air.
2.4 Pegunungan Lipatan (Folded Mountains)
Istilah pegunungan lipatan digunakan untuk suatu jenis pegunungan dengan
struktur lipatan yang relatif sederhana. Pada tahapan muda morfologinya
masih menggambarkan adanya lingkungan antiklin dan sinklin. Bila erosi

dasar-dasar geomorfologi - 14

melanjut maka pengikisan sungai lateral dapat menajam ke hulu dan juga
sepanjang puncak antiklin. Pada tahapan dewasa pengikisan di puncak
antiklin dapat melanjut, melebar ke arah dalam sepanjang puncak antiklin
dan akhirnya terbentuk lembah antiklin dengan kenampakan morfologi
terhadap struktur geologi menjadi terbalik (interved relief), bukit-bukit antiklin
(anticlinal ridges), dan lembah-lembah sinklin (sinclinal ridges), serta bukitbukit yang terbentuk oleh lapisan-lapisan yang miring searah disebut bukitbukit homoklin (homoclinal ridges). Pada tahapan tua, daerah pegunungan
lipatan oleh pengikisan menjadi peneplane dan sungai mengalir di dataran
tersebut seolah tanda mengindahkan adanya lapisan lunak ataupun keras
(Gambar 8).
Daerah pegunungan lipatan umumnya berbukit-bukit terjal, dengan lembahlembah yang panjang, adanya perulangan antara lembah lebar dan lembah
sempit akibat perbedaan kekerasan batuan, adanya gawir terjal dan
pegunungan landai pada hogbacks atau homoclinal ridges.
Daerah pegunungan lipatan yang terdiri dari batuan-batuan sedimen sering
pula mengandung nilai-nilai ekonomis seperti batugamping, batulempung,
batupasir kuarsa, gipsum, dan sebagainya.

dasar-dasar geomorfologi - 15

Gambar 8.Sketsa bentuk morfologi pegunungan lipatan (atas), dan


hasil proses erosi pada pegunungan lipatan (bawah).

2.5 Pegunungan Patahan (Block Mountains)


Pegunungan ini merupakan hasil deformasi oleh sesar. Pada tahapan muda
pegunungan patahan memperlihatkan gawir-gawir terjal yang memisahkan
antara satu blok pegunungan dengan blok yang lain atau antara blok
pegunungan dengan blok lembah. Umumnya bidang gawir tajam relatif rata,
belum tersayat oleh lembah-lembah. Bentuk blok dapat persegi, berundak,
atau membaji tergantung kepada pola sesar.

dasar-dasar geomorfologi - 16

Gambar 9.Sketsa proses geomorfik pada pegunungan patahan.


Pada tahapan dewasa menyebabkan adanya pengikisan pada bagian muka
atau punggungan blok dengan beberapa kenampakan bagian muka dari
blok masih lebih terjal dari pada bagian punggungan, masih terlihat adanya
kelurusan garis dasar sesar, adanya triangular facets yang merupakan sisasisa bidang sesar setelah terkikis, adanya dataran aluvial berupa kipas
aluvial yang terletak berjajar dalam garis lurus sepanjang kaki bidang muka
dan blok, serta munculnya mata air. Pada tahapan tua, daerah pegunungan
patahan menjadi mendatar dan kehilangan bentuk simetrinya, dengan
daerah aluvial yang meluas (Lihat Gambar 9).

2.6 Gunung Api


Pertumbuhan gunung api merupakan salah satu dari bentuk konstruksional,
dimana pembentukannya dapat terjadi melalui letusan, longsoran, injeksi
kubah lava, dan sebagainya diselingi dengan erosi. Pada umumnya proses
dasar-dasar geomorfologi - 17

erosi berjalan lebih lambat dari proses pembentukan gunung api (Gambar
10). Disamping itu gunung api dapat pula mengalami proses konstruksi lain
seperti sesar dan lipatan.

Gambar 10. Sketsa pertumbuhan gunung api.


Gunung api yang telah mencapai tahapan dewasa oleh letusan baru dapat
segera

menjadi

muda

kembali.

Perubahan-perubahan

bentuk

oleh

kegiatannya dapat terjadi seperti pembentukan kubah lava, aliran lava,


aliran lahar, pembentukan kerucut porositer, pembentukan kaldera.
Bentuk-bentuk gunung api dipengaruhi oleh letusan dan aliran lava. Pada
letusan gunung api akan menghasilkan tufa dan breksi vulkanik membentuk
cinder cones. Compasite cones terbentuk jika kegiatan erupsi letusan dan
aliran lava terjadi secara bergantian. Kerucut gunung api sederhana
mempunyai kawah (crater), pada letusan-letusan yang berulang pada titik
yang berbeda dalam suatu kawah dapat menghasilkan kawah ganda
(nested craters), dan pada letusan dahsyat dapat menghasilkan kaldera
(kawah yang sangat besar, berdinding terjal, dan umumnya mempunyai
dasar kawah yang rata). Gunung api baru dapat tumbuh di dasar kaldera,
dan disebut gunung api sekunder.
dasar-dasar geomorfologi - 18

Gunung api di dalam tahapan tua sudah tidak memperlihatkan bentuk


kerucut lagi. Hanya sisa diatrema saja yang kadang-kadang terlihat mencuat
diantara dataran, dan disebut volcanic necks (Gambar 11).

Gambar 11. Gambar suatu bentuk sisa gunung api (volcanic neck)

3.

Analisis Morfologi

Analisis pada suatu daerah (secara regional) dapat dilakukan pada foto
udara atau pada peta topografi. Analisis morfologi dapat dilakukan dengan
pemisahan-pemisahan unsur-unsur morfologi menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil. Analisis dilakukan dengan memperhatikan tujuan semula,
mungkin berupa tujuan-tujuan ilmiah atau tujuan-tujuan aplikasi. Analisis
morfologi yang lazim diadakan adalah: elevasi, sudut lereng, pola kontur,
bentuk bukit, pola bukit, bentuk aliran, pola aliran, kerapatan sungai, luas
DAS, tekuk lereng/gradien, dan lain-lain.
Dalam melakuan pemerian geomorfologi pada suatu daerah (wilayah) dapat
dilakukan secara empiris atau deskriptif. Pemerian empiris dilakukan dengan
dasar-dasar geomorfologi - 19

mengemukakan apa adanya; seperti bukit, lembah, atau pegunungan dan


diuraikan menurut bentuk, ukuran, posisi, dan warna. Contohnya sederet
perbukitan yang terdiri dari batugamping dan batulempung, dengan lebar
wilayah perbukitan tersebut lebih kurang 5 km dan panjang 20 km, dengan
puncak-puncaknya setinggi 900-1250 m dpl ... dst. Sedangkan pemerian
secara deskriptif (explanation) dilakukan dengan menggunakan istilah-istilah
yang lebih tepat karena mengandung arti genetik dari permasalahan
morfologi dan sekaligus mengandung arti bentuk, ukuran, komposisi, lokasi,
dan sebagainya. Contoh : terdapat sederet pegunungan lipatan selebar 5 x
20 km membentuk bukit-bukit hogback dan lembah-lembah homoklin, terdiri
dari batugamping dan batulempung, dst.
Pada pengamatan melalui peta topografi, analisis dilakukan terhadap pola
kontur (tata letak, bentuk-bentuk lengkungan dan kelurusan, kerapatan garis
kontur, dan pola-pola kontur yang khas).
Daerah di muka bumi yang mempunyai kesamaan dalam bentuk-bentuk dan
pola aliran sungai dimasukkan ke dalam satuan yang sama. Satuan
morfologi pada orde satu dapat dikelompokkan sebagai pegunungan dan
dataran. Pada orde kedua, pegunungan dapat diuraikan lagi sebagai
pegunungan plateu, pegunungan kubah, pegunungan lipatan, pegunungan
kompleks, dan gunung api. Sedangkan dataran, pada orde kedua dapat
diuraikan lagi sebagai dataran pantai, dataran banjir, dataran danau, dataran
aluvial, dan dataran glasial.

4.

Penerapan Geomorfologi Sebagai Salah Satu Alat Dalam


Eksplorasi

Sebelum pelaksanaan kegiatan (survei) lapangan, sebaiknya dilakukan


terlebih dahulu pengenalan bentang alam (landform) melalui analisis foto
dasar-dasar geomorfologi - 20

udara atau analisis peta topografi (berdasarkan pola kontur). Kegiatan ini
akan sangat membantu untuk memberikan gambaran (interpretasi awal)
tentang sejarah geologi, struktur, dan litologi regional daerah yang akan
diobservasi.
McKinstry (1948) dalam tulisannya membahas tentang penggunaan petunjuk
geomorfik dalam pekerjaan eksplorasi, dan mengelompokkan tiga petunjuk
dalam pencarian endapan mineral, yaitu :
Beberapa endapan mineral akan memperlihatkan suatu bentuk topografi
yang khas.
Topografi suatu daerah dapat memberikan suatu struktur geologi dimana
suatu endapan mineral dapat terakumulasi.
Dengan mempelajari sejarah geomorfik suatu daerah memungkinkan
untuk dapat memperkirakan kondisi-kondisi fisik dimana mineral-mineral
terakumulasi atau terkayakan.
Tidak semua tubuh bijih mempunyai ekspresi permukaan (topografi) yang
khas,

namun

ada

beberapa

diantaranya

dapat

diprediksikan

dari

kenampakan permukaan (topografi) seperti singkapan bijih, gossan, atau


mineral-mineral residual, serta kenampakan struktur geologi seperti
fractures, sesar, dan zona-zona breksiasi. Sebagai contoh : sebaran Pb-Zn
di Broken Hill Australia membentuk suatu punggungan yang menyolok, uraturat kuarsa masif di Santa Barbara Meksiko memperlihatkan bentuk yang
menyolok karena cenderung lebih resistan terhadap pelapukan dari batuanbatuan di sekitarnya. Menurut Schmitt (1939), ekspresi topografi merupakan
suatu akibat dari laju oksidasi, termasuk daya tahannya terhadap pelapukan
dan erosi.
Pada endapan residual, konsep-konsep geomorfologi yang dapat diterapkan
antara lain :
Pelapukan dan erosi merupakan proses yang mutlak dan selalu terjadi di
muka bumi.
Hasil pelapukan suatu batuan mungkin dapat menghasilkan suatu
konsentrasi endapan mineral ekonomis.
dasar-dasar geomorfologi - 21

Produk dari tahap akhir siklus morfologi pada umumnya tertinggal


membentuk suatu endapan residual yang insitu.
Tahapan-tahapan awal dari siklus geomorfik pada umumnya bersifat
mengikis, mengerosi, tertransport, dan terendapkan pada suatu tempat.
Sedangkan pada endapan placers (residual, kolovial, eluvial, aluvial, dan
endapan pantai), konep-konsep geomorfologi yang dapat diterapkan antara
lain ; masing-masing tipe endapan placers merupakan hasil dari siklus
geomorfik yang terbatas, dan diendapkan pada kondisi topografi tertentu,
dan mempunyai ekspresi topografi yang khas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lapedes, D.N., Encyclopedia of The Geological Sciences., McGraw and
Hill, 1978.
2. Thornbury., W.D., Principles of Geomorphology., Second Edition., Willey
and Sons., 1969.

dasar-dasar geomorfologi - 22

Anda mungkin juga menyukai