Disusun oleh :
Ikhsan Solikhuddin 121130005
Rasiq Dipta Alkindi 121130027
PRODI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2016
BAB I
1.1 Latar Belakang
Peningkatan jumlah kendaraan berbanding lurus dengan peningkatan
jumlah pemakaian bahan bakar minyak (BBM). Di sisi lain, cadangan minyak
bumi dewasa ini semakin berkurang. Oleh karena itu,masyarakat harus mulai
beralih ke bahan baru terbarukan, misalnya biodiesel, yang diolah dari minyak
nabati.
Biodiesel secara singkat didefinisikan sebagai bahan bakar terbarukan
yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewan.American Society of Testing
dan Material ( ASTM ) mendefinisikan biodiesel sebagai ester monoalkil asam
lemak rantai panjang yang berasal dari input terbarukan lemak , seperti minyak
sayur atau lemak hewan . Istilah " bio " mengacu pada asal-usulnya dari sumber
daya biomassa terkait , berbeda dengan diesel fosil yang dibuat dari minyak bumi,
sedangkan istilah " diesel " mengacu pada penggunaannya pada mesin .Sebagai
bahan bakar , biodiesel biasanya digunakan sebagai campuran dengan solar biasa .
Untuk saat ini , biodiesel ini juga diakui sebagai pengganti bahan bakar terbaik di
mesin diesel karena bahan baku yang terbarukan , dan bersifat biodegradable dan
lebih ramah lingkungan .
Biodiesel biasanya dihasilkan dari kedelai, rapeseed dan minyak kelapa,
karena pertimbangan sosial dan ekonomi,bahan baku biodiesel tersebut berganti
ke bahan baku biomassa seperti minyak jarak. Asal bahan baku merupakan
pertimbangan utama, karena menentukan sifat biodiesel dan juga jenis proses
yang akan digunakan. Hal ini penting karena bahan baku murah biasanya seperti
minyak bekas mengandung asam bebas lemak (FFA) yang sangat tinggi, yang
menyebabkan proses pembuatannya lebih kompleks dan lebih mahal.Misalnya
katalis akan lebih cepat menipis, biaya pemurnian yang meningkat, dan hasil di
transesterifikasi akan menurun. Ada beberapa teknologi biodiesel saat ini yang
dicoba untuk mengatasi masalah yang sering terjadi. Misalnya, beberapa tanaman
di Eropa menghasilkan biodiesel dengan transesterifikasi menggunakan metanol
superkritis tanpa katalis apapun. Dalam hal ini, reaksi sangat cepat (kurang dari 5
menit) dan tidak menggunakan katalis sehingga menurunkan biaya pemurnian.
Namun, reaksi membutuhkan suhu yang sangat tinggi (350-400 C) dan tekanan
(100-250 atm) yang menyebabkan peningkatan biaya dan keselamatan. Alternatif
lain adalah penggunaan katalis heterogen yang dapat dipisahkan lebih mudah dari
produk reaksi, dan digunakan kondisi reaksi yang lebih aman daripada proses
metanol superkritis. Namun, teknologi ini belum bisa menghasilkan biodiesel
dengan biaya rendah.
BAB II
2.1 Tinjauan Pustaka
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan
bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur
atau lemak hewan. Biodiesel merupakan solusi yang paling tepat untuk
menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia,
karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan
diesel petrol pada mesin dan dapat diangkut serta dijual dengan menggunakan
infrastruktur sekarang ini. Biodiesel bersifat biodegradable, hampir tidak
mengandung sulfur, dan bahan bakar terbarukan, meskipun masih diproduksi
dengan jalan yang tidak ramah lingkungan.
Alternatif bahan bakar terdiri dari metil atau etil ester, hasil
transesterifikasi baik dari triakilgliserida (TG) atau esterifikasi dari asam lemak
bebas (FFA) (Ma et al., 1999). Bahan bakar biodisel menjadi lebih menarik karena
manfaatnya terhadap lingkungan. Tanaman dan minyak nabati serta lemak hewani
adalah sumber biomassa yang dapat diperbaharui (Zheng, S. et al.,2006).
Saat ini, sebagian besar biodiesel muncul dari transesterifikasi minyak
nabati yang bisa dikonsumsi, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan
limbah minyak goreng, dengan proses katalis kondisi basa. Namun, karena
penggunaan katalis yang berlebih, pembentukan sabun, dan rendahnya hasil panen
membuat biodisel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari
minyak bumi (Haas, M.J., 2005).
Minyak Nabati
Minyak nabati pada umumnya dalam bentu cair dan lemak hewani dalam
bentuk padat, sebab minyak nabati basanya mengandung banyak ikatan rangkap
karbon-karbon pada rantai hidrokarbon asam lemaknya. Oleh sebab itu, minyak
nabati sering dalam bentuk trigliserida yang banyak ikatan tidak jenuhnya
(Fessenden, 2010: 660).
Asam Lemak
Asam lemak dan gliserol hasil hidrolisis lemak merupakan komponen
dasar lemak dan minyak. Asam lemak pembentuk minyak dapat dapat dibedakan
berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada atau tidaknya ikatan rangkap, jumlah
ikatan rangkap serta letak ikatan rangkap. Berdasarkan struktur kimianya, asam
lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) yaitu asam
lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Sedangkan asam lemak yang memiliki
ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acids),
dibedakan menjadi Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) memiliki 1 (satu)
ikatan rangkap, dan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) dengan 1 atau lebih
ikatan rangkap (Sartika, 2008: 155).
Asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) yaitu asam lemak yang tidak
memiliki ikatan rangkap pada atom karbon. Ini berarti asam lemak jenuh tidak
peka terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas seperti halnya asam lemak
tidak jenuh. Efek dominan dari asam lemak jenuh adalah peningkatan kadar
kolesterol total dan K-LDL (Kolesterol LDL). Sedangkan asam lemak tak jenuh
tunggal (unsaturated fatty acids/ MUFA) merupakan jenis asam lemak yang
mempunyai satu ikatan rangkap pada rantai karbon. Asam lemak ini tergolong
dalam asam lemak rantai panjang yang kebanyakan ditemukan dalam minyak
zaitun, minyak kedelai, minyak kacang tanah dan minyak biji kapas (Sartika,
2008: 155-156).
Sehubungan dengan asam lemak tak jenuh tunggal, Ikatan rangkap
tambahan yang disisipkan ke dalam asam lemak tak jenuh tunggal yang ada,
selalu dipisahkan satu sama lain oleh gugus metilen kecuali pada bakteri.
Sedangkan pada hewan dengan derajat lebih tinggi semua ikatan rangkap
tambahan disisipkan diantara ikatan rangkap yang ada dan gugus karboksil. Asam
lemak bebas (ALB) adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses hidrolisis
lemak oleh enzim. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang juga
terdapat dalam buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak (Murray,
2003: 237).
Minyak atau lemak pada umumnya merupakan trigliserida yang tidak
homogen dengan beberapa kekecualian. Oleh sebab itu, kebanyakan trigliserida
mengandung dua atau tiga asam lemak yang berbeda, misalnya asam palmitat,
satu asam stearat dan satu asam oleat sebagai esternya. Golongan asam lemak
yang spesifik yang ada dalam trigliserida tergantung dari jenis spesis dan kondisi
lainnya. Misalnya makanan yang dimakan dan temperatur yang mempengaruhi
sebesar 1500 kg/ha/tahun, sehingga dapat dihitung potensi biji karet Indonesia
tidak kurang dari 5,1juta ton per tahun. Biji karet yang mengandung minyak4050% dari bahan kering (Soerawidjaja et al.,2006) tersebut tentunya sangat
potensial diolah menjadi biodiesel.Minyak biji karet memilikikandungan asamasam lemak tidak jenuh mencapai 79,45% (Abdullah dan Salimon,2009) sehingga
akan menghasilkan biodiesel dengan sifat stabilitas oksidatif yang rendah, serta
bilangan iod yang tinggi (tidak sesuai standar SNI Biodiesel).Walaupun
demikian, biodiesel biji karetakan memiliki titik kabut yang rendah, sehingga
lebih mampu bertahan untuk tidak membentuk padatan pada suhu yang lebih
rendah
Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh mencapai 45,3 - 55,4%
(Crabbe et al.,2001), sehingga akan menghasilkan biodiesel dengan stabilitas
oksidatif, titik tuang, dan titik kabut yang lebih tinggi. Titik kabut biodiesel sawit
adalah sebesar 12oC dengan titik tuang sekitar 8-9oC (Sundaryono,2011; Aziz et
al.,2011) sebagai akibat proses kristalisasi pada suhu rendah dari ester asam lemak
jenuhnya. Hal ini akan mempengaruhi kelancaran aliran biodiesel di dalam filter,
pompa, dan injektor, serta menyulitkan pengoperasian mesin pada suhu tersebut
Umumnya produksi biodiesel masih terbatas pada proses konvensional,
yang menggunakan pengaduk mekanis untuk mengecilkan ukuran droplet metanol
maupun minyak, sehingga akan meningkatkan jumlah area antar muka
metanolminyak (Wu et al.,2007). Proses pengadukan yang memakan waktu cukup
lama tersebut (umumnya sekitar 1 jam) sebenarnya dapat dipersingkat dengan
menerapkan gelombang ultrasonik.
Penggunaan Ultrasonik
BAB III
Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan yang terbuat dari hasil
esterifikasi minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak
kedelai dan lain-lain, dengan menggunakan katalis asam maupun basa yang
direaksikan dengan methanol. Keunggulan dari biodiesel yaitu tidak beracun,
bahan
bakar
biodegradable,
lebih
aman
dipakai
dibandingkan
diesel
DAFTAR PUSTAKA
Aziz I, Nurbayti S, dan Ulum B. 2011. Pembuatan Produk Biodiesel dari Minyak Goreng
Bekas dengan Cara Esterifikasi Dan Transesterifikasi. Valensi 2(3): 443-448.
Manurung, Renita Transesterifikasi Minyak Nabati Jurnal Teknologi Proses 5 No. 1
(2006).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15402/1/tkpjan2006%20%289%29.pdf (6 Mei 2015), h. 47-52.
Putri, Sri Kembaryanti, dkk Studi Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa
(Coconut Oil) dengan Bantuan Gelombang Ultrasonik Jurnal Rekayasa Proses 6 No. 1
(2012). journal.ugm.ac.id/jrekpros/article/ view/2453 (27 April 2015), h. 20-25.
Ramadhas AS, Mulareedharan C, dan Jayaraj S. 2005. Performance and Emission
Evaluation of a Diesel Engine Fueled With Methyl Esters of Rubber Seed Oil.Renewable
Energy 30:1789 1800.