Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu
keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis
penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah
disfungsi miokardium, endokardium, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia,
kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang
paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard
yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul
hipertensi dan diabetes.
Di Eropa, kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di
Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya.
Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS
Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar
65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami
perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 3040% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala
gagal jantung yang ringan.
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4
tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari
50% akan meninggal dalam tahun pertama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1

Anatomi dan fisiologi

2. 2

Definisi dan etiologi


Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktur

Penyakit arteri koroner


Infark miokard

Iskemia miokard

Overload tekanan kronis


Hipertensi

Penyakit katup obstruktif

Overload volume kronis


Penyakit katup regurgitasi

Shunt intrakardiak (kiri ke kanan)


Shunt ekstrakardiak

Hipertrofi patologis
Primer (kardiomiopati hipertrofi)

Sekunder (hipertensi)

Non-iskemik kardiomiopati dilatasi


Penyakit familial/genetik

Penyakit infiltratif

Kerusakan akibat toksin atau obat


Penyakit metabolik

Viral

Penyakit chagas
Kelainan ritme dan frekuensi jantung

Bradiaritmia kronis
Takiaritmia kronis

Kardiomiopati restriktif
Penyakit infiltratif (amioloidosis,

sarkoidosis)
Storage disease (hemokromatosis)

Penuaan (aging)

Kelainan endomiokardial

Fibrosis

Kebutuhan aliran darah berlebih


Anemia kronis

Penyakit jantung pulmonal


Kor pulmonal

Penyakit vaskular pulmonal

Shunk arteriovenosus sistemik

Kelainan metabolik
Tirotoksikosis

Kelainan nutrisi

atau fungsi jantung yang ditandai dengan:

Gejala gagal jantung: sesak napas atau lelah bila beraktivitas pada kondisi

berat dapat muncu saat istirahat.


Tanda-tanda retensi cairan: kongesti paru atau bengkak pada pergelangan kaki.
Bukti objektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.
Etiologi gagal jantung yaitu:
2. 3

Epidemiologi

Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia


tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar
530.068 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit
gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 54.826 orang
(0,19%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit,
yaitu sebanyak 144 orang (0,02%). Selanjutnya, di Provinsi Jawa Barat sebanyak
96.487 orang (0,3%) dan yang paling sedikit ditemukan di Provinsi Kep. Bangka
Belitung, yaitu sebanyak 945 orang (0,1%).
Pada tahun 2013, penderita penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan
stroke banyak ditemukan pada usia 45-54 tahun, 55-64 tahun, dan 65-74 tahun. Selain
itu, berdasarkan jenis kelamin, diperkirakan penyakit gagal jantung banyak ditemukan
pada perempuan dibandingkan laki-laki.
2. 4

Patofisiologi
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka

kemampuan pompa jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua
efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. 5,6,7
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun,
kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat
beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang
efektif. 1,5,6,7

1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis


Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung
adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari sarafsaraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan
menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan
peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
seperti kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan
jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan
hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal
jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada
katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.
Namun pada akhirnya respon miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun dimana katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja
ventrikel.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem RAA (Renin Angiotensin
Aldosteron)
Aktivasi sistem RAA menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal
sehingga meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum
jelas. Namun apapun mekanismenya, penurunan curah jantung akan memulai
serangkaian peristiwa berikut:
- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus.
- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus.
- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
-

angiotensin I.
Konversi angotensin I menjadi angiotensin II.
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin
II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.
3. Hipertrofi ventrikel

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau


bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan
peningkatan

kekuatan

kontraksi

ventrikel.

Pada

awalnya,

respon

kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan. Namun akhirnya


mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja
jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang
bertujuan

untuk

meningkatkan

kekuatan

kontraktilitas

menyebabkan

terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri
juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi
ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung.
Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat.
Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan
oksigen tidak dapat dipenuhi, maka akan terjadi iskemia miokardium dan
gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling
berkaitan

ini

adalah

meningkatnya

berlangsungnya gagal jantung.

beban

miokardium

dan

terus

2. 5

Diagnosis
Penegakan diagnosis gagal jantung dalam praktik dokter umum menggunakan

kriteria Framingham. Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah


digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan dengan minimal
2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor disertai 2 kriteria minor.

Kriteria mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Distensi vena leher
Krepitasi
S3 gallop
Kardiomegali (rasio kardiotorak >50%
pada rontgen thorax)
Edema pulmonal akut
Reflux hepatojugular

Kriteria minor
Edema malleolus bilateral
Dyspnea pada exersi biasa
Takikardia(.120/min)
Batuk nocturnal
Hepatomegaly
Efusi pleura
Penurunan dalam kapasitas vital
dalam 1/3 dari maksimal

Peningkatan tekanan vena sentral


(16cmH2O pada atrium kanan)
Penurunan berat badan 4,5kg dalam 5 hari
sebagai respon terhadap pengobatan

Klasifikasi gagal jantung menurut ACC /


AHA

Tingkatan berdasarkan gejala dan


aktivitas fisik

Stadium A

Kelas I

Memiliki risiko tinggi berkembang menjadi


gagal jantung. Tidak terdapat ganguan
struktural atau fungsional jantung, tidak
terdapat tanda atau gejala.

Tidak terdapat batasan melakukan aktivitas


fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak
menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
napas.

Stadium B

Kelas II

Telah terbentuk penyakit struktur jantung


yang berhubungan dengan perkembangan
gagal jantung. Tidak terdapat tanda atau
gejala.

Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak


terdapat keluhan saat istirahat, namun
aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, palpitasi atau sesak napas.

Stadium C

Kelas III

Gagal
jantung
asimptomatis
yang Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak
berhubungan dengan penyakit struktural terdapat keluhan saat istirahat, tetapi
jantung yang mendasari.
aktivitas
fisik
ringan
menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak.
Stadium D

Kelas IV

Penyakit struktural jantung yang lanjut serta


gejala gagal jantung yang sangat bermakna
saat istirahat walaupun sudah mendapat
terapi medis maksimal.

Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa


keluhan. Terdapat gejala saat istirahat.
Keluhan meningkat saat melakukan
aktivitas.

Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue
Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi
jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel
untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi
sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
Pencitraan echo/dopler harus diperiksakan untuk evaluasi dan memonitor
fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan secara regional dan global, fungsi diastolik,
struktur dan fungsi valvular, kelainan perikarrdium, komplikasi mekanis dari infark
akut, adanya disinkroni, juga dapat menilai semi kuantitatif, non invasif, tekanan
pengisian dari ventrikel kiri dan kanan, stroke volume, dan tekanan arteri pulmonalis.

Anda mungkin juga menyukai