Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu
keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis
penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah
disfungsi miokardium, endokardium, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia,
kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang
paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard
yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul
hipertensi dan diabetes.
Di Eropa, kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di
Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya.
Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS
Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar
65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami
perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 3040% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala
gagal jantung yang ringan.
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4
tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari
50% akan meninggal dalam tahun pertama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1

Anatomi dan fisiologi1,2


Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum

medialis dan sebagian tertutup oleh jarinbgan paru. Bagian depan dibatasi oleh
sternum dan iga 3, 4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri
garis media sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring ke depan kiri dan
apeks kordis berada paling depan dari rongga dada. Apeks ini dapat diraba pada ruang
sela iga 4-5 dekat garis medioklavikuler kiri. Batas kranial dibentuk oleh aorta
asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior. Ukuran atrium kanan dan berat
jantung tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak epikardium dan
nutrisi seseorang.
Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan
anatomi dalam. Anatomi luar, atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronarius
yang mengelilingi jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri
sirkumfleks setelah dipercabangkan dari aorta. Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan
oleh sulkus interventrikuler anterior di sebelah depan, yang ditempati oleh arteri
desendens anterior kiri, dan sulkus interventrikularis posterior disebelah belakang,
yang dilewati oleh arteri desendens posterior.
Perikardium, adalah jaringan ikat tebal yang membungkus jantung.
Perikardium terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium visceral (epikardium) dan
perikardium parietal. Epikardium meluas sampai beberapa sentimeter di atas pangkal
aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputarl ekuk (releksi)
menjadi perikardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah yang berisi cairan
bening licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan darah.
Kerangka jantung, jaringan ikat tersusun kompak pada bagian tengah jantung
yang merupakan tempat pijakan atau landasan ventrikel, atrium dan katup katup
jantung. Bagian tengah badan jaringan ikat tersebut disebut trigonum fibrosa dekstra,
yang mengikat bagian medial katup trikuspid, mitral, dan anulus aorta. Jaringan ikat
padat ini meluas ke arah lateral kiri membentuk trigonum fibrosa sinistra. Perluasan
kedua trigonum tersebut melingkari katup trikuspid dan mitral membentuk anuli
fibrosa kordis sebagai tempat pertautan langsung otot ventrikel, atrium, katup
trikuspid,dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka jantung ke dalam
2

ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars membranasea. Bagian


septum ini juga meluas dan berhubungan dengan daun septal katup trikuspid dan
sebagian dinding atrium kanan.
Anatomi dalam jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri,
serta ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Atrium kanan, darah vena
mengalir kedalam jantung melalui vena kava superior dan inferior masuk ke dalam
atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Secara anatomis atrium
kanan terletak agak ke depan dibanding dengan ventrikel kanan atau atrium kiri. Pada
bagian anterosuperior atrium kanan terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk
daun telinga disebut aurikel. Permukaan endokardium atrium kanan tidak sama, pada
posterior dan septal licin dan rata, tetapi daerah lateral dan aurikel permukaannya
kasar dan tersusun dari serabut - serabut otot yang berjalan paralel yang disebut otot
pektinatus. Tebal rata - rata dinding atrium kanan adalah 2 mm.
Ventrikel kanan, letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat
dibawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan
ventrikel kiri dan di medial atrium kiri. Perbedaan bentuk kedua ventrikel dapat
dilihat pada potongan melintang. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit atau setengah
bulatan, berdinding tipis dengan tebal 45 mm. Secara fungsional ventrikel kanan
dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel kanan
(right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspid, trabekula anterior dan
dinding inferior ventrikel kanan.Sedangkan alur keluar ventrikel kanan (right
ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak
dibagian superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau konus arteriosus.
Alur masuk dan alur keluar dipisahkan oleh krista supraventrikuler yang terletak tepat
di atas daun katup trikuspid.
Atrium kiri, menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara pada
dinding posterosuperior atau posterolateral, masing - masing sepasang vena kanan dan
kiri. Letak atrium kiri adalah di posterior-superior ari ruang jantung lain, sehingga
pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dindingnya 3 mm, sedikit lebih tebal
daripada dinding atrium kanan. Endokardiumnya licin dan otot pektinati hanya ada
pada aurikelnya.

Ventrikel kiri, berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya


mengarah ke anteroinferior kiri menjadi apeks kordis.Bagian dasar ventrikel tersebut
adalah anulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat diding ventrikel
kanan. Tebal dinding ventrikel kiri saat diastol adalah 8-12 mm.
Katup jantung terdiri atas 4 yaitu katup trikuspid yang memisahkan atrium
kanan dengan ventrikel kanan, katup mitral atau bikuspid yang memisahkan antara
atrium kiri dengan ventrikel kiri setra dua katup semilunar yaitu katup pulmonal dan
katup aorta. Katup pulmonal adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan
arteri pulmonalis. Katup aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan
aorta.
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan
parasimpatis. Serabut serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan
ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutam memberikan
persarafan pada nodus sinoatrial, atrioventrikular dan serabut serabut otot atrium,
dapat pula menyebar ke ventrikel kiri.
Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal
atas, yaitu torakal 3- 6, sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus kardialis
kemudian berakhir pada ganglion servikalis superior, medial, atau inferior. Serabut
post ganglionik akan menjadi saraf kardialis untuk masuk ke dalam jantung.
Persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medulla oblongta; serabutserabutnya

akan

bergabung

dengan

serabut

simpatis

di

dalam

pleksus

kardialis.Rangsang simpatis akan dihantar oleh asetilkolin.


Pendarahan jantung, berasal dari aorta melalui dua pembuluh darah koroner
utama yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus valsalva
aorta. Arteri koroner kiri bercabang menjadi ramus nodi sinoatrialis,

ramus

sirkumfleks dan ramus interventrikularis anterior. Arteri koroner kanan bercabang


menjadi ramus nodi sinoatrialis, ramus marginalis dan ramus interventrikularis
posterior. Aliran balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner yang
berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam atrium kanan
melalui sinus koronarius.Selain itu terdapat juga vena vena kecil yang disebut vena
Thebesii, yang bermuara langsung ke dalam atrium kanan.

Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus yaitu


subendokardial, miokardial dan subepikardial. Penampunga cairan limfe dari
kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus subepikardial, dimana pembuluh
pembuluh limfe akan membentuk satu trunkus yang berjalan sejajar dengan arteri
koroner kemudian meninggalkan jantung di depan arteri pulmonal dan berakhir pada
kelenjar limfe antara vena kava superior dan arteri inominata.
Definisi dan etiologi3,4

2. 2

Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktur


atau fungsi jantung yang ditandai dengan:

Gejala gagal jantung: sesak napas atau lelah bila beraktivitas pada kondisi

berat dapat muncu saat istirahat.


Tanda-tanda retensi cairan: kongesti paru atau bengkak pada pergelangan kaki.
Bukti objektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.

Etiologi gagal jantung yaitu:


Penyakit arteri koroner
Infark miokard
Iskemia miokard

Non-iskemik kardiomiopati dilatasi


Penyakit familial/genetik
Penyakit infiltratif

Overload tekanan kronis


Hipertensi
Penyakit katup obstruktif

Kerusakan akibat toksin atau obat


Penyakit metabolik
Viral

Overload volume kronis


Penyakit katup regurgitasi
Shunt intrakardiak (kiri ke kanan)
Shunt ekstrakardiak

Penyakit chagas
Kelainan ritme dan frekuensi jantung
Bradiaritmia kronis
Takiaritmia kronis

Hipertrofi patologis
Primer (kardiomiopati hipertrofi)
Sekunder (hipertensi)

Kardiomiopati restriktif
Penyakit infiltratif (amioloidosis,
sarkoidosis)
Storage disease (hemokromatosis)

Penuaan (aging)

Kelainan endomiokardial

Fibrosis

Kebutuhan aliran darah berlebih


Anemia kronis
Shunk arteriovenosus sistemik

Penyakit jantung pulmonal


Kor pulmonal

Kelainan metabolik
Tirotoksikosis

Penyakit vaskular pulmonal

Kelainan nutrisi

Epidemiologi5

2. 3

Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia


tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar
530.068 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit
gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 54.826 orang
(0,19%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit,
yaitu sebanyak 144 orang (0,02%). Selanjutnya, di Provinsi Jawa Barat sebanyak
96.487 orang (0,3%) dan yang paling sedikit ditemukan di Provinsi Kep. Bangka
Belitung, yaitu sebanyak 945 orang (0,1%).
Pada tahun 2013, penderita penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan
stroke banyak ditemukan pada usia 45-54 tahun, 55-64 tahun, dan 65-74 tahun. Selain
itu, berdasarkan jenis kelamin, diperkirakan penyakit gagal jantung banyak ditemukan
pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Patofisiologi6

2. 4

Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pompa jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua
efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun,
kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat
beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang
efektif.
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis

Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung


adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari sarafsaraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan
menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan
peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
seperti kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan
jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan
hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal
jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada
katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.
Namun pada akhirnya respon miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun dimana katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja
ventrikel.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem RAA (Renin-angiotensinaldosteron)
Aktivasi sistem RAA menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal
sehingga meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum
jelas. Namun apapun mekanismenya, penurunan curah jantung akan memulai
serangkaian peristiwa berikut:
- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus.
- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus.
- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
-

angiotensin I.
Konversi angotensin I menjadi angiotensin II.
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin
II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.
3. Hipertrofi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau
bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan

peningkatan

kekuatan

kontraksi

ventrikel.

Pada

awalnya,

respon

kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan. Namun akhirnya


mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja
jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang
bertujuan

untuk

meningkatkan

kekuatan

kontraktilitas

menyebabkan

terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri
juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi
ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung.
Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat.
Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan
oksigen tidak dapat dipenuhi, maka akan terjadi iskemia miokardium dan
gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling
berkaitan

ini

adalah

meningkatnya

beban

miokardium

dan

terus

berlangsungnya gagal jantung.


2. 6

Manifestasi klinis7

Manifestasi klinis yang dapat timbul pada gagal jantung kongestif bervariasi diantara
individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat
penyakit.

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Kemampuan


seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak
merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik
mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung


yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja
pernapasan akibat kongesti vaskular paru. Seperti juga spektrum kongesti
paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan
akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang
progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal
jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah

sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga


akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal
Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial.
PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri.

Batuk tidak produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring.

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri
khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah
paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.

Gagal sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena
leher mengalami bendungan.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan
kapsula hati.

Gejala saluran cerna seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.


Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan
terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari)
yang mengurangi retensi cairan.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema


anasarka. Manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya
disebabkan oleh retensi cairan pada gagal jantung kanan yang nyata.

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat


mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia
ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem
saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting kematian
mendadak.

2. 5

Diagnosis7

2. 5. 1 Gejala klinis
Penegakan diagnosis gagal jantung dalam praktik dokter umum menggunakan
kriteria Framingham. Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah
digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan dengan minimal
2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor disertai 2 kriteria minor. Selain itu, penegakkan
gagal jantung menggunakan klasifikasi ACC/AHA atau NYHA.
Kriteria Mayor

Kriteria Minor
PND
Batuk nokturnal
BB menurun 4,5 kg dalam 5 hari sebagai Dyspnea pada exersi biasa
respon pengobatan
Distensi vena leher
Edema pulmo akut
Reflux hepatojugular
S3 gallop
CVP > 16 mmHg
Kardiomegali pada radiografi
Rhonki
Klasifikasi
ACC/AHA
Stadium A

gagal

jantung

Kapasitas vital menurun


Efusi pleura
Takikardi (>120 x/mnt)
Edema ankle bilateral
Penurunan kapasitas vital 1/3 maksimal

menurut

Tingkatan

berdasarkan

gejala

dan

aktivitas fisik (NYHA)


Kelas I

10

Memiliki risiko tinggi berkembang menjadi

Tidak terdapat batasan melakukan aktivitas

gagal jantung. Tidak terdapat gangguan

fisik.

struktural atau fungsional jantung, tidak

menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak

terdapat tanda atau gejala.


Stadium B

napas.
Kelas II

Telah terbentuk penyakit struktur jantung

Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak

yang berhubungan dengan perkembangan

terdapat keluhan saat istirahat, namun

gagal jantung. Tidak terdapat tanda atau

aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan

gejala.
Stadium C

kelelahan, palpitasi atau sesak napas.


Kelas III

Gagal

jantung

asimtomatis

yang

Aktivitas

fisik

sehari-hari

tidak

Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak

berhubungan dengan penyakit struktural

terdapat

keluhan

saat

jantung yang mendasari.

aktivitas

fisik

ringan

Stadium D

kelelahan, palpitasi atau sesak napas.


Kelas IV

Penyakit struktural jantung yang lanjut serta

Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa

gejala gagal jantung yang sangat bermakna

keluhan. Terdapat gejala saat istirahat.

saat istirahat, walaupun sudah mendapat

Keluhan

terapi medis maksimal.

aktivitas fisik.

meningkat

istirahat,

saat

tetapi

menyebabkan

melakukan

2. 5. 2 Pemeriksaan Penunjang7

Elektrokardiogram (EKG)

11

Pemeriksaan Laboratorium

12

Peptida Natriuretik
Konsentrasi peptida natriuretik yang normal sebelum pasien diobati
mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal
jantung sebagai penyebab gejala-gejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil.

13

Kadar peptida natriuretik meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding


ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tibatiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.
Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin
kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal
jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
Radiologi

14

Kardiomegali

Kardiomegali disertai efusi

pleura

Edema paru
USG

Kardiomiopati

ASD (Atrioventricular Septal Defect)

Cor pulmonal
MRI

15

Ekokardiografi
Istilah ekokardiografi digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue
Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi
jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung.
Pencitraan echo/dopler harus diperiksakan untuk evaluasi dan memonitor
fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan secara regional dan global, fungsi diastolik,
struktur dan fungsi valvular, kelainan perikarrdium, komplikasi mekanis dari infark
akut, adanya disinkroni, juga dapat menilai semi kuantitatif, non invasif, tekanan
pengisian dari ventrikel kiri dan kanan, stroke volume, dan tekanan arteri pulmonalis.
A. Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi tidak adekuat (obesitas,
pasien dengan ventilator), pasien dengan kelainan katup, pasien endocarditis,
penyakit jantung bawaan.
B. Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi
disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas
miokard pada keadaan hipokinesis atau akinesis berat.

16

2. 6

Tatalaksana7

2. 6. 1 Non-farmakologi
Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan meningkatkan

17

kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada
terapi farmakologi maupun non-farmakologi.
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat
badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan
dokter.
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala
berat yang disertai hiponatremia.
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup.
Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau
di rumah.
2. 6. 2 Farmakologi
ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)
ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium
normal.
Indikasi pemberian ACEI

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI

Riwayat angioedema

Stenosis renal bilateral

Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L


18

Serum kreatinin > 2,5 mg/dL

Stenosis aorta berat


Blocker
blocker harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40 %.
Indikasi pemberian penyekat

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %

Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)


ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan

Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian blocker

Asma

Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu


jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
ANTAGONIS ALDOSTERON
Penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua
pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas
fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %

Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)

Dosis optimal penyekat dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron

Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L

Serum kreatinin> 2,5 mg/dL

Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium

Kombinasi ACEI dan ARB


ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri
40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat dosis
optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. ARB direkomedasikan sebagai
19

alternatif pada pasien intoleran ACEI.


Indikasi pemberian ARB

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %


Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACARB dapat menyebabkan perburukan
fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapARB
tidak menyebabkan batuk
Kontraindikasi pemberian ARB

Sama seperti ACEI, kecuali angioedema

Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan


Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, kombinasi HISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB.
Dosis awal (mg)

Dosis target (mg)

ACEI
Captopril
Enalapril
Lisinopril
Ramipril
Perindopril

6,25 (3 x/hari)
2,5(2 x/hari)
2,5 - 5 (1 x/hari)
2,5 (1 x/hari)
2 (1 x/hari)

50 - 100 (3 x/hari)
10 - 20 (2 x/har)
20 - 40(1 x/hari)
5 (2 x/hari)
8 (1 x/hari)

ARB
Candesartan
Valsartan

4 / 8 (1 x/hari)
40 (2 x/hari)

32 (1 x/hari)
160 (2 x/hari)

Antagonis aldosteron
Eplerenon
Spironolakton

25 (1 x/hari)
25 (1 x/hari)

50 (1 x/hari)
25 - 50 (1 x/hari)

Penyekat
Bisoprolol
Carvedilol
Metoprolol

1,25 (1 x/hari)
3,125 (2 x/hari)
12,5 / 25 (1 x/hari)

10 (1 x/hari)
25 - 50 (2 x/hari)
200 (1 x/hari)

ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012

Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN


Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi
20

Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat
dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
Hipotensi simtomatik
Sindroma lupus
Gagal ginjal berat
DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta)
lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri
40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, tetapi tidak mempunyai efek
terhadap angka kelangsungan hidup.
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala). Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia
(kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Diuretik
Diuretik Loop
Furosemide
Bumetanide
Torasemide
Tiazide
Hidrochlortiazide
Metolazone
Indapamide
Diuretik hemat
kalium
Spironolakton

2. 7

Dosis awal (mg)

Dosis harian (mg)

20 40
0.5 1.0
5 10

40 240
15
10 20

25
2.5
2.5

12.5 100
2.5 10
2.5 5

(+ACEI/ARB) 12.5 - 25
(- ACEI/ARB) 50

(+ACEI/ARB) 50
(- ACEI/ARB) 100 - 200

Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat

berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun
bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasie
21

gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi
ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi <20%), gejala menonjol dan kapasitas latihan ssangat
terbatas (konsumsi oksigen maksimal <10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder,
hiponatremia dan katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian
akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat
aritmia, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia
yang tidak terdiagnosis. Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak
diketahui. Sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi
yaitu:

Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%


Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
Kelas NYHA III: mortalitas 5 tahun 50-70%
Kelas NYHA IV
: mortalitas 5 tahun 70-90%

22

BAB III
KESIMPULAN
Gagal jantung merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat
menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung.
Sangat penting untuk mengetahui gagal jantung secara klinis untuk menentukan
diagnosis yang adekuat dengan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain, foto thoraks, elektrokardiogram (EKG), pemeriksaan
laboratorium, ekokardiografi, CT Scan, MRI, Catheterization dan Angiography.
Prognosis gagal jantung tergantung dari klasifikasi, gejala klinis pasien, dan terapi
yang diterapkan.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, laura. Fisiologi jantung. Beatricia I, Santoso. Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. 2011;257 283.
2. Majid, Abdul. Anatomi Jantung dan pembuluh darah, Sistem Kardiovaskuler
secara Umum, Denyut Jantung dan Aktifitas Listrik Jantung, dan Jantung
sebagai Pompa. Fisiologi Kardiovaskular. Medan; Bagian Fisiologi Fakultas
Kedokteran USU.2005; 7 -16.
3. Kamus Kedokteran Dorland. 29 ed. Jakarta: EGC. 353.
4. Liwang F, Wijaya IP. Gagal Jantung. Kapita Selekta. 2. 4 ed. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014. p. 742.
5. Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian Kesehatan RI.
6. Braunwald E. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper DL, Braunwald E,
Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Editors. Harrisons Principle of
Internal Medicine. 16th Edition. New York: McGraw Hill; 2005: 535.
7. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. PERKI. 2015: 1-27.

24

Anda mungkin juga menyukai