Oleh: Ayus!
sahabatku. Sejak masuk sekolah pertama kali pun si Beni sudah mulai mengolok – olok
Tondi dengan sebutan “si gendut”. Pada waktu itu aku belum mulai bersahabat dengan
Tondi, sehingga aku pun ikut – ikutan tertawa dengan teman – teman yang lain
mendengar ejekan itu. Tapi sekarang lain, aku sudah menjadi sahabatnya Tondi.
semakin menjadi – jadi. Dia tidak hanya mengganggu Tondi dengan olok – olok, tapi
juga sesekali mengerjai dia. Kadang dia berpura – pura menepuk pundak Tondi dan
bertuliskan “IDIOT”. Di lain waktu dia menyembunyikan tas Tondi sehingga Tondi
kebingungan sewaktu hendak pulang sekolah. Biasanya aku akan menolong dia dan
memarahi si Beni, tapi sepertinya Beni tidak pernah jera mengganggu Tondi. Anehnya
Tondi tidak pernah sekalipun marah atau bahkan sekedar cemberut setiap kali Beni
membuang kertas yang ada di punggungnya atau sambil naik ke atas meja untuk
Aku tidak habis pikir mengapa Tondi tidak pernah marah ataupun membalas
perbuatan Beni. Karena penasaran, kemarin aku menanyakan tentang hal ini kepada
Tondi, yaitu mengapa dia tidak pernah membalas perbuatan si Beni yang jahat itu,
namun dia hanya tersenyum saja sambil berkata, “Lihat saja besok.”
“Lihat saja besok?” kataku, “Jadi ternyata kamu sudah mempersiapkan sebuah
Tondi hanya tersenyum dan berkata lagi, “Pokoknya kamu lihat saja besok.”
Aku jadi tidak sabar melihat pembalasan si Tondi. Kira – kira apa yang akan dia
lakukan ya?
bersama ke sekolah. Kami biasa bersepeda ke sekolah karena jarak dari rumah kami ke
sekolah memang tergolong cukup dekat, lagipula rute yang kami lalui tidak melewati
jalan raya.
Dalam perjalanan itu aku bertanya lagi kepada Tondi, “Ton, apa sih rencana
kamu untuk membalas si Beni?” Tapi Tondi tidak mau menjawab. Aku menjadi
semakin penasaran.
“Ayo dong, Ton, masakan kamu tidak mau memberitahu sahabatmu sendiri?”
**
“Ini pembalasanku. Sekarang ayo kita menemui si Beni.” ajaknya. Wah bakalan
seru nih! Pikirku. Aku segera mengikuti Tondi ke tempat duduk si Beni.
kedatangan kami.
“Ada apa, Ndut?” katanya. Ingin sekali rasanya aku membalas ejekannya itu.
“Ah, tidak ada apa – apa kok. Aku cuma mau mengucapkan selamat ulang tahun
kepada kamu. Ini kado dariku.” Jawab Tondi sambil mengulurkan bungkusan plastik
Dengan raut wajah penuh rasa heran, Beni menerima bungkusan itu. “Apa
isinya?” tanyanya.
“Sudah, buka saja.” Kata Tondi. Dengan ragu – ragu Beni membuka bungkusan
itu, dan ternyata isinya adalah sepasang sepatu sepakbola. Dengan mata yang berbinar –
“Kamu tidak salah, Ndut? Memberi sepatu ini untukku?” tanyanya masih
“Tidak. Aku tahu kamu suka sekali bermain sepakbola, tapi kamu belum punya
sepatu bola. Itu sebabnya aku menyisihkan sebagian uang jajanku untuk membelikanmu
“Ton, kamu tidak salah nih?” bisikku kepada Tondi. Dia hanya mengelengkan
“Tapi aku kan sering menjahati kamu? Sering mengejek kamu?” kata Beni.
“Iya, kamu memang sering mengejek aku, tapi itu bukan berarti kita tidak
berteman bukan? Aku tetap ingin menjadi temanmu meskipun kamu sudah bersikap
jahat kepadaku.” Sahut Tondi sambil tersenyum. Aku semakin tidak mengerti dengan
Tondi mengulurkan tangan kanannya mengajak Beni berjabat tangan. Beni pun
mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Tondi. Mereka pun bersalaman dan
saling berpelukan.
“Ton, maafkan aku ya, selama ini aku sudah menjahati kamu.” Kata Beni
“Tidak apa – apa kok, Ben.” Jawab Tondi sambil menepuk – nepuk pundak
Beni.
***
Ternyata strategi pembalasan Tondi itu berhasil. Sejak hari itu Beni mulai
berubah. Sekarang dia tidak pernah lagi mengolok – olok, apalagi mengganggu anak
lain. Seandainya dia membalas olok – olok Beni dengan olok – olok pula, maka
mungkin sekarang Beni tidak akan berubah seperti itu. Ternyata kejahatan tidak harus
selalu dibalas dengan kejahatan, tapi juga bisa dengan kebaikan. Bahkan melalui
kebaikan itu kita akan bisa mengalahkan kejahatan. Mulai saat ini aku bertekad untuk
TAMAT