Anda di halaman 1dari 5

Nama : Basir Annas Sidiq

Kelas : XI IPA

Pelajaran : Bahasa Indonesia


“Bahasa Pohon Selamatkan Bumi”

“The best friend on earth of man is the tree.


When we use the tree respectfully and
economically, we have one of the greatest
resources of the earth”. (Arsitek Frank Lloyd
Wright)

Banyak cara dapat kita lakukan untuk


menyelamatkan Bumi yang kian rapuh. Salah
satunya dengan menanam pohon, sang
primadona efek pemanasan Bumi, penyelamat
lingkungan.
 
Pohon adalah salah satu keajaiban alam terhebat. Semua ajaran agama dengan
tegas menempatkan pohon menjadi simbol dan sumber kehidupan manusia.
Relief-relief di Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan candi-candi lain
melukiskan pohon dalam kehidupan kita. Sakral dan romantis. Cinta dan
kedamaian terukir dengan menanam pohon dan segala aktivitas kehidupan di
bawah pohon. Kebencian dan anarki dilukiskan dengan menebang pohon.

Pohon adalah pembentuk ruang paling dasar (akar dan tanah = lantai, batang =
tiang, ranting dan daun = atap) yang menciptakan keteduhan agar manusia
dapat melakukan aktivitas di bawahnya. Sang Buddha Gautama merenung
hening di bawah pohon Bodi (Ficus religiosa). Para murid yang sekolahnya
ambruk tetap dapat belajar di bawah kerindangan pohon.

Bumi dan perempuan adalah satu. Kata bumi sendiri berkonotasi perempuan.
Bumi tempat pohon berpijak menghujamkan akarnya. Bumi, pohon, dan
perempuan menginspirasi Sutradara Garin Nugroho untuk membuat film
terbarunya berjudul Under The Tree. Bagi Garin, pohon mempunyai banyak
makna yang menjadi bagian tak terlupakan dalam kehidupan semua orang di
Bumi. Pohon dan perempuan juga telah mendorong Gerakan Perempuan Tanam
dan Pelihara Sepuluh Juta Pohon (1/12/2007) untuk menyelamatkan Bumi.

   Pohon Beringin Pohon Beringin (Ficus benjamina) dipilih


sebagai lambang Persatuan Indonesia, sila ketiga Pancasila. Pohon kalpataru
(Barringtonia asiatica), pohon kehidupan, dijadikan simbol penghargaan bagi
pahlawan pelestarian lingkungan hidup. Meski bukan partai hijau, sebuah partai
politik besar justru memakai lambang pohon beringin untuk mencitrakan partai
yang memberi keteduhan kepada rakyat.

Pusat-pusat kota di Jawa ditandai dengan dua pohon beringin kurung di alun-
alun sebagai titik nol kota. Pohon kamboja (Plumeria alba) banyak ditanam di
pura-pura suci di Bali atau di tanah pemakaman di Jawa.

Sebutan kota-kota kita juga ada yang berasal dari ciri khas pohon-pohonnya,
seperti Semarang (pohon asam yang ditanam jarang-jarang), Bogor yang identik
dengan pohon kenari. Begitu pula sejumlah kawasan di Jakarta, dulu Sunda
Kelapa (Cocos nucifera), kawasan Menteng (Baccaurea recemosa), Cempaka
Putih (Michelia alba), Karet (Ficus elastica), Kemang (Mangifera caecea),
Kelapa Gading (Cocos capitata), Kapuk (Ceiba petandra), Kosambi (Schleichera
oleosa), atau Kebayoran (Bayur = Pterospermum javanicum).

Tetapi pohon-pohon kini merana karena tumbang ditiup angin atau ditebangi
tanpa terkendali. Padahal, pohon wajib dilindungi dan dilestarikan apa pun
alasannya. Menebang pohon sama saja mempercepat ajal kita.

    Global Warming effect Pada era pemanasan Bumi dan berbagai bencana alam
(banjir, tanah longsor, pencemaran udara, krisis air) terjadi, gerakan
penanaman pohon besar yang lebih banyak lagi merupakan hal mutlak. Pohon
berjasa menahan air dalam tanah, mencegah erosi dan longsor, menjadi
habitat bagi beragam makhluk hidup, memproduksi oksigen, menyerap
karbondioksida–gas rumah kaca penyebab pemanasan global–menyaring gas
polutan, meredam kebisingan, angin dan sinar matahari, dan menurunkan suhu
kota.

Menanam pohon sebenarnya berbicara tentang kearifan konsumsi-investasi,


menjamin kelangsungan lingkungan hidup warga dan kota. Selalu ada alternatif
penyelesaian cerdas dalam membangun kota tanpa harus menebangi pohon jika
kita mau berpikir panjang. Seluruh warga hendaknya berpartisipasi
menggerakkan lompatan besar menghijaukan kota melawan proses
penggurunan kota (hutan beton).

United Nations Environment Programme (UNEP, 2007) berkampanye “Plant for


the Planet: Billion Tree Campaign”, sebagai salah satu upaya memulihkan
kondisi Bumi dari pemanasan global melalui gerakan menanam pohon
(http://www.unep.org/billiontreecampaign). Di kita, gerakan penghijauan
masih sekadar seremonial belaka. Terbengkalai, tidak dipelihara, dan mati.

Menanam pohon ada aturannya, tidak asal tanam. Penanaman pohon

  Tanam untuk masa depan


mensyaratkan kecocokan jenis pohon (pantai, dataran rendah, pegunungan),
fungsi (ekologis, ekonomis, estetis), ketepatan cara (standar keamanan dan
keselamatan), waktu penanaman, penyediaan, pemilihan, dan pendistribusian
(dalam jumlah besar), serta pemeliharaan pascatanam. Penanaman harus
memerhatikan segi estetika arsitektural, lanskap visual kota, peran maksimal
terhadap lingkungan, aman terhadap konstruksi, batang tak mudah patah, dan
berumur panjang (ratusan tahun).

Pohon-pohon pengikat tanah dan penyimpan air tanah ditanam di lahan


kritis yang rawan longsor dan erosi. Pohon bakau memagari kawasan tepian
pantai hingga menyusup ke jantung kota melalui bantaran kali untuk
mencegah intrusi air laut, menahan abrasi pantai, menahan air pasang,
angin dan gelombang besar dari lautan lepas, mencegah pendangkalan dan
penyempitan badan air, menyerap limpahan air dari daratan (saat banjir),
menetralisasi pencemaran air laut, dan melestarikan habitat tiga ekosistem
hutan bakau yang kaya keanekaragaman hayati.

Jenis pohon tertentu terpilih sebagai pohon penyelamatan (escape trees) yang
ditanam di sepanjang jalur evakuasi bencana (escape route) menuju taman
atau bangunan penyelamatan (escape building) lainnya. Penanaman pohon
besar di sepanjang jalur hijau jalan, jalur pedestrian, bantaran rel kereta api,
jalur tegangan tinggi, serta jalur tepian air bantaran kali, situ, waduk, tepi
pantai, dan rawa-rawa akan membentuk infrastruktur hijau raksasa yang
berfungsi ekologis. Kota pohon memberi keteduhan pada pejalan kaki dan
penunggang sepeda.

Berbagai penelitian membuktikan, 1 hektar ruang terbuka hijau (RTH) yang


dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk 1.500 penduduk/hari,
menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun, menyimpan 900 m3
air tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari, menurunkan suhu 5°C-8°C,
meredam kebisingan 25-80 persen, dan mengurangi kekuatan angin 75-80
persen. Setiap mobil mengeluarkan gas emisi yang dapat diserap oleh 4 pohon
dewasa (tinggi 10 m ke atas, diameter batang lebih dari 10 cm, tajuk lebar,
berdaun lebat).

Pemerintah perlu menyurvei ulang, mendeteksi tingkat kesehatan dan


keamanan, serta mengambil tindakan perawatan, pemeliharaan, dan asuransi
pohon. Unit reaksi cepat perlu tanggap memberi pertolongan darurat,
memangkas pohon sakit atau rawan tumbang, menyingkirkan pohon tumbang,
mengangkut, dan mengolah sampah pohon, serta didukung standar kinerja,
kompetensi pekerjaan, sertifikasi tenaga pengawas, dan pelaksana
pemeliharaan pohon. Ini agar warga kota tidak paranoid, takut pohon tumbang
saat musim hujan tiba atau ada angin puting beliung.
Pemerintah bersama masyarakat dapat memelihara
dan melindungi pohon. Kita dapat mengadopsi dan
   Melindungi pohon
menjadi orang tua angkat pohon-pohon besar di
depan rumah.

Ada beberapa pohon yang layak tanam untuk kota besar seperti Jakarta, yaitu
pohon trembesi/Ki Hujan (Samanea saman), asam (Tamarindus indica), mahoni
(Swietenia mahogani), tanjung (Mimusops elengi), atau bintaro (Cerbera
manghas). Selain itu, pohon buah-buahan yang menarik bagi burung dan tupai
dapat pula ditanam di lingkungan rumah kita, seperti pohon mangga (Mangifera
indica), sawo kecik (Manilkara kauki), rambutan (Nephelium lappaceum),
nangka (Artocarpus integra). Kawasan pantai dapat ditanami waru laut
(Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), nyamplung
(Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminilia cattapa).

Kita tidak akan pernah dapat menghargai pohon selama kita tak pernah
mendengarkan bahasa pohon. Seperti pepatah bijak dari China 500 SM, “jika
engkau berpikir untuk satu tahun ke depan, semailah sebiji benih, jika engkau
berpikir untuk sepuluh tahun ke depan, tanamlah sebatang pohon”. Ingat pula,
kata Al Gore, “Plant trees, Lots of trees,” (An Inconvenient Truth, Al Gore,
2007).

Sumber : Nirwono Joga 

Anda mungkin juga menyukai