Anda di halaman 1dari 2

RAMADHAN SEBAGAI WAKTU UNTUK BELAJAR

Bismillahirrahmanirrahimm

Alhamdulillahi rabbil 'alamin. Allahumma solli wasallim 'ala saiyidina


Muhammadiw. wala alihi wasahbihi ajma'in.

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Segala pujian hanya bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Shalawat dan
salam kita sampaikan untuk Rasul junjungan kita, Nabi Muhammad
s.a.w.

Cucurilah rahmat dan rahimMu ke atas majlis yang diadakan pada


hari ini. Berkatilah ia dari awal hingga akhirnya.

Topik yang ingin saya sampaikan kali ini adalah tentang “zakat”. Pas juga ini saatnya untuk
mengingatkan kita untuk membayar zakat, kurang dari seminggu menjelang Lebaran.

Saya rasa sebagian besar dari kita sudah paham tentang apa itu zakat dan tata caranya.
Saya tidak ingin mengupas hal yang teknis itu karena sudah banyak yang mengupasnya dan
saya bukan ahlinya. Saya ingin membahas dari sudut pandang yang lain, yaitu mengapa
banyak orang yang tidak semangat soal zakat.

Yang pertama, kita paham bahwa para ulama telah bersepakat bahwa mengeluarkan zakat
itu wajib atas setiap muslim yang sudah baligh – dan berakal dan tidak wajib atas non
muslim. Karena wajib maka kita seharusnya berusaha keras untuk tidak melewatkannya.
Sama halnya dengan shalat, karena dia wajib maka kita tidak berani untuk lalai.

Untuk ibadah-ibadah yang lain tersebut, mereka tidak memiliki implikasi finansial. Jika kita
kerjakan tidak ada biaya yang harus kita keluarkan. Lain dengan zakat.

Ada banyak orang yang merasa tidak rela untuk mengeluarkan zakat, terlebih lagi zakat
yang terkait dengan harta. Ada rasa sayang – dan bahkan ketakutan – bahwa jumlah uang
yang sekian itu akan dikurangi dari tabungan ini. Kita tidak sadar bahwa harta yang kita
miliki itu sekedar numpang lewat. Segala upaya bisa kita coba untuk menahan uang
tersebut di rekening kita, akan tetapi jika itu memang bukan hak kita maka pada akhirnya
dia akan keluar juga dengan cara yang berbeda-beda dan kadang malah tidak
menyenangkan.

Untuk itu, relakan zakat. Jika kita lakukan dengan suka rela, senang hati, maka yang ada
bukan kesedihan tetapi rasa lega karena telah menunaikan sebuah ibadah. Dan untuk ini,
insyaAllah, Allah akan lebih melancarkan usaha kita dalam memperoleh rezeki. Jangan
khawatir untuk hal ini karena begitulah memang hukum Allah. Apa yang memang menjadi
hak kita tidak akan lari ke mana-man.

Kita bisa analogikan kita sebagai pipa penyalur air dan air sebagai rezeki yang datang. Jika
pipa kita lancar, maka air akan lancar mengalir; dia akan datang (dan kemudian pergi juga
sih). Tetapi apabila ada kotoran yang menempel, dan bahkan kotorannya makin
menumpuk, maka air tidak lancar mengalir. Kita dapat bayangkan kotoran tersebut adalah
sebagai uang yang bukan hak kita, uang yang bukan hak kita itu malah membuat aliran
rezeki menjadi tidak lancar atau bahkan terhenti.

Ada juga orang yang tidak merasa ingin untuk membayar zakat, bahkan sekedar zakat
fitrah sekalipun. Mereka selalu merasa tidak punya. Katanya yang seperti ini adalah mental
dhuafa. Jangan salah, bisa jadi orang ini memiliki harta yang di atas nisab untuk zakat maal
sekalipun tetapi untuk zakat fitrah pun merasa sangat berat. Ogah-ogahan. Ya itu tadi,
mental dhuafa.

Apakah kita tidak ingin lepas dari kungkungan mental dhuafa? Mengapa kita tidak ingin
ikut menjadi bagian yang memberikan kontribusi kepada masyarakat (melalui zakat)?
Setidaknya mulai dari zakat fitrah dan kemudian insyaAllah maju menjadi zakat maal.
Mosok kita dari dulu sampai sekarang tidak maju-maju, hanya bayar zakat fitrah saja.

Katakanlah kalau kita ingin ikut kontribusi melalui pajak, kita masih belum yakin karena
adanya kasus-kasus korupsi oleh oknum (namun ini bukan alasan untuk tidak bayar pajak
lho), tetapi melalui zakat ini semestinya kita lebih yakin akan sampai. Umumnya orang
tidak berani main-main atau korupsi terhadap zakat. Lagi pula, zakat ini didistribusikan di
masyarakat sekitar kita juga. Efeknya langsung terasa.

Akhirnya saya ingin menghimbau agar kita semua dapat membayar zakat fitrah dan zakat
maal dengan rela, dan bahkan suka cita. InsyaAllah, semuanya akan menjadi manfaat bagi
yang menerima dan juga bagi kita. Dan jangan khawatir, amal kita ini insyaAllah akan
dibalas oleh Allah dengan yang lebih banyak dan lebih baik lagi.

billahi taufik wal hidayah. wassalamu ‘alaikum warahmatullahi


wabarakatuh.

Anda mungkin juga menyukai