Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Pada dasarnya yang dimaksud dengan PPOM ialah bronkhi -


tis menahun dan emfisema paru. Jonston tahun 1973 secara
klinik radiologik dan fisiologik membahas PPOM kedalam 5
golongan :
1. Emfisema paru.
2. Bronkhitis menahun.
3. Campuran bronkhitis menahun dan emfisema paru
4. Bronkhitis asmatis.
5. Lain-lain, PPOM yang disertai atau akibat penyakit antara
lain tbc paru, pasca bedah paru, bronkhitis dll.
Walaupun masing
-
masing golongan mempunyai karakteristik
tersendiri tetapi secara klinik, radiologik dan fisiologik sering
terdapat
"
overlapping" satu sama lain sehingga diagnose pasti
dari
salah satu golongan sukar ditetapkan.
Klassifikasi fungsionil
Menurut American Thoracic Society tahun 1962 secara
fungsional penderita
-
penderita PPOM dapat dibagi dalam empat
tingkatan :
1. Tingkat I, dapat berjalan di tempat yang datar tanpa me
nimbulkan rasa sesak nafas sesuai dengan orang normal tetapi
tidak di tempat mendaki.
2. Tingkat II, dapat berjalan di tempat yang datar sejauh satu mil
tanpa menimbulkan rasa sesak nafas.
3. Tingkat III, timbul rasa sesak nafas setelah berjalan ±
100 m di tempat
yang
datar.
4. Tingkat IV, rasa sesak nafas sudah timbul sewaktu berbicara
atau memakai pakaian.
Kor Pulmonale
Komplikasi kardiovaskuler yang paling sering ditemukan
pada penderita PPOM ialah "cor pulmonale", di dalam kepustakaan
sering juga disebut
"
pulmonary Heart Disease
"
. Faktor
-
faktor
yang menyebabkan timbulnya komplikasi kardiovaskuler pada
penderita
-
penderita PPOM ialah :
1. Hipoventilasi alveoli.
2. Berkurangnya
"
vascular bed
"
di dalam paru.
3. Bertambahnya "intrapulmonary vasculer shunt
"
4. Faktor kelainan
dari
miokardium sebagai akibat rendahnya
oksigen di dalam arteria "coronaria"
Pernbatasan
: : Korpulmonale ialah perobahan struktur dan
atau fungsi
dari
bilik kanan jantung alcibat penyakit yang
mengenai struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya,
tida k termasuk penyakit pan' yang disebabkan karena kelainan
jantung kiri atau penyakit jantung kongenital.
Sesuai dengan pembatasan diatas maka untuk membuat diag-
nose korpulmonale tidak perlu adanya kegagalan jantung
kanan sebagai mana anggapan dimasa yang lalu ataupun hi-
pertropi bilik kanan jantung sesuatu hal yang sukar ditentukan
secara klinis. Adanya pembesaran jantung karena dilatasi bilik
kanan jantung akibat hipertensi pulmonalis sudah men-
cukupi.
Kekerapan Kor pulnonale.
Sejak 30 tahun terakhir ini para ahli banyak mencurahkan
perhatian terhadap penderit a
-
penderita PPOM karena kekera -
pan
dari
penyakit ini makin meningkat.
Hal ini disebabkan dua faktor yaitu :
1. Umur
dari
penduduk makin bertambah panjang sebagai
akibat membaiknya pemeliharaan k
esehatan
.
2. Polusi udara makin meningkat terutama di kota-kota besar
dimana polusi yang diakibatkan oleh pabrik
-
pabrik dan
kendaraan makin meningkat. Perlu diingatkan bahwa tidak
semua penderita PPOM akan mengalami komplikasi kardio -
vaskuler. Davis di rumah sakit Bellevue Columbia telah
melakukan penyelidikan yang intensif
dari
114 orang pen-
derita PPOM, hanya 23(20%) yang mendapat komplikasi kor
pulmonale.

Patofisiologi
Dahulu para ahli beranggapan terjadinya kor pulmonale
pad
a PPOM terutama dis4babkan oleh karena kerusakan ana-
tomis dari parenkhim atau dan pembuluh darah paru. Ini
dianggap sebagai satu proses yang tidak dapat disembuhkan
lagi. Penderitanya dianggap tidak mempunyai harapan lagi.
Pendapat ini pada saat sekarang telah ditinggalican walaupun di
beberapa kepustakaan kadang-kadang kita masih menemukan
publdcasi seperti tersebut diatas. Dari hasil penyelidikan para
sarjana yang terbaru ternyata bahwa mekanisme terjadinya
kor pulmonale pad
a penderita PPOM terutama disebabkan oleh
karena faktor-faktor hipoksia, asidosis dan vasokonstriksi.
Sebagai penyebab utama timbulnya faktor-faktor tersebut
diatas ialah karena adanya hipoventilasi alveolar yang berat.
Hipoventlasi alveolar ini terutama disebabkan obstruksi
bronkhioles, berkurangnya elastisitas jaringan paru. Apabila
saturasi oksigen darah uteri kurang dari 80--85% pada waktu
istirahat akan terjadi gangguan pada sirkulasi.
Pada dasarnya pad
a penderita PPOM akan timbul :
1. Hipoksia dan asidosis.
2. Berkurangnya kapasitas "vasculer--bed" paru, hal ini bisa
disebabkan kelainan anatomis dari vaskuler paru.
Hipoksia akan mengakibatkan timbulnya polisitemia,
hipervolemia dan meningkatnya
"

cadiac output
"

secara ber-
sama-sama akan menyebabkan hipertensi pulmonalis. Hiper-
tensi pulmonalis dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi
bi lk kanan jantung secara berulang-ulang. Timbulnya keadaan
ini diperberat dengan adanya polisitemia, hipervolemia dan
meningkatnya
"

cardiac output". Akhirnya akan timbul kegs-


galan jantung kanan.
Dari patofrsiologi ini dapat dimengerti, bahwa yang meme-
gang peranan panting yang mengakibatkan timbulnya kor
pulmonale pada PPOM ialah faktor frsiologik yaitu hipoksia
dan asidosis. Faktor kelainan anatomis dari vasculer--bed paru
tidak begitu panting peranannya.
Apabila faktor fisiologik ini dapat diperbaiki dengan jalan
mengatasi hipoksianya maka penderita kor pulmonale dapat
disembuhkan. Dengan kata lain kelainan bilik kanan jantung
pada penderita kor pulmonale yang disebabkan oleh karena
PPOM adalah bersifat reversibel.
Mekanisme Tmmbulnya Kor Pulmonale
Pengurangen vaskuler
bed
dari peru oleh karena :
1. Vasokonstriksi
2. Lesi
yang
menyebabkan obstruksi
Hipertensi Pulmonal
-
Dilatasi
yang
berulang-ulang
-
Hipertropi ventrikel kanan
Dilatasi ventrikel
kanan
Kegagalan vsntrikel
kanan
22 Cennin Dunia Kedokteran No. 31

Diagnose kor pulmonale


Mengingat kelainan bilik kanan pad
a kor pulmonale masih
bersifat reversibel maka diagnose kor pulmonale perlu ditegak-
kan sedini mungkin untuk dapat diberikan pengobatan sebaik-
baiknya sehingga kelainan dari jantung tidak bertambah luas
dan bersifat menetap.
Didalam menegbkkan diagnose perlu dipdcirkan dua hal.
1. Kapan mulainya timbul kor pulmonale pada seorang
penderita PPOM.
2. Bagaimana membedakan tanda-tanda klinis yang disebab-
kan kor pulmonale dengan tanda-tanda klinis yang ditim-
bulkan oleh PPOM. Menegakkan diagnose kor pulmonale
yang disebabkan oleh PPOM lebih sulit dari menegakkan
diagnose kor pulmonale yang disebabkan oleh penyakit paru
yang lain seperti :
"

difuse pulmonary fibrosis,"


"

primary
pulmonary hipertension
"

.
Dengan adanya emfisema paru pada penderita PPOM yang
mengalami komplikasi kor pulmonale maka gejalagejala
yang ditimbulkan oleh kor pulmonale akan menjadi kabur
dengan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh emfisema paru
sendiri.

Anamnese :
1. Batuk-batuk lama dengan mengeluarkan dahak banyak,
infeksi paru yang berulang-ulang bisa ditimbulkan oleh kor
pulmonale atau PPOM tanpa kor pulmonale.
2. Dyspnea bisa disebabkan oleh PPOM atau/dan kor pulmona-
le.
Apabila ada kor pulmonale "dyspnea" lebih berat ditambah
dengan "orthopnea:
Pemeriksaan fisik.
1. IVP akan meninggi apabila telah terjadi kegagalan jantung
kanan. Peninggian IVP ini dapat terjadi pada penderita
PPOM walaupun kbmplikasi kor pulmonale belum terjadi,
peninggian hanya terjadi selama periode ekspirasi, pada
waktu periode inspirasi vena yugularis menjadi kollaps. Pada
PPOM yang belum disertai kegagalan jantung Icarian akan
terlilrat pergerakan dari permukaan vena yugularis yang
berlebihan "Hepatojugular reflux
"

positif apabila telah


terjadi kegagalan jantung kanan.
2. Udema yang. menyolok pada tungkai bawah merupakan
tanda dari kegagalan jantung kanan. Pada penderita PPOM
walaupun belum terjadi komplikasi kor pulmonale sering
juga ditemukan udema pada tungkai bawah walaupun tidak
begitu menyolok.
3. "Cyanosis" bisa ditemukan pada penderita PPOM saja, te-
tapi apabila disertai dengan kor pulmonale, "cyanosis" akan
lebih menonjol.
4. Hepatomegali adalah salah satu gejala dari kegagalan jan-
tung kanan. Pada penderita PPOM tanpa kor pulmonale
kadang-kadang hepar teraba juga. Hal ini disebabkan karena
diafragma letak rendah biasanya kurang dari 12 cm di bawah
arkus kosta.
5. Pada perkusi batas-batas jantung susah ditenukan karena
ada emfisema paru.
6. Auskultasi bunyi dan bising jantung yang teliti sangat
membantu untuk mengetahui ada tidaknya hipertensi pul-
PPOM
Hipoksia dan
Asidosis
Polisitemia
dan
Hipervolemia
Cardiac output
meninggi
Cermin Dunia Kedokteran No. 31 23
monalis. Adanya emfisema paru mengakibatkan penilaian dari
auskultasi menjadi kabur. Suara jantung terdengar lemah,
apabila telah ada hipertensi pulmonalis suara p akan mengeras.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan analisa gas darah. Apabila PaO
2
kurang dari 60
mmHg, PaCO
2
lebih dari 50 mmHg dan saturasi 0
2
arteri kurang
dari 85 mmHg dapat diduga kemungkinan kor pulmonale telah
ada.
Pemeriksaan radiologik
1. Emfisema paru menyebabkan pembesaran jantung tidak selalu
tampak pada foto Ro toraks PA maupun lateral. Bila jantung
telah sangat membesar barulah tampak pada foto Ro toraks
kemungkinan akan dapat dilihat adanya pembesaran dari
jantung.
2. Kelainan pembuluh darah paru menunjukkan adanya
hipertensi pulmonalis. Pada foto Ro terlihat berupa pembesaran
arteri pulmonalis dan cabang-cabang utamanya, pembuluh-
pembuluh darah perifer tampak mengecil.
Pemeriksaan elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG pada penderita kor pulmonale perlu diingat
hal-hal seperti dibawah ini :
1. Emfisema paru sendiri dapat menimbulkan perubahan-
perubahan pada pemeriksaan EKG.
2. Perubahan pada EKG
yang
ditimbulkan oleh emfisema paru
mengaburkan penilaian perubahan EKG yang disebabkan
hipertropi bilik kanan jantung.
3. EKG bisa normal walaupun diagnose kor pulmonale telah jelas.
4. Emfisema paru dan hipertropi bilik kanan jantung secara
bersama-sama bisa menimbulkan perubahan pada EKG. Hal
ini kadang-kadang dapat menimbulkan kesalahan penilaian.
Kelainan EKG yang disebabkan emfisema paru
1. Voltase rendah pada bidang frontal
(
"
standard dan extremity
lead")
2. Aksis QRS terletak antara
'
: 90 dan 110 derajat.
3. Gelombang S pada lead I terutama pada
lead II, III aVF. Hal
ini dikenal sebagai sindrom S
1
,S
2
,S
3
.
Kriteria EKG pada penderita kor pulmonale.
1. Diagnose hipertropi bilik kanan jantung pada PPOM tidaklah
mudah oleh karena adanya emfisema paru. Para penyelidik
mengajukan bermacam-macam kriteria.
2. Kilcoyne dkk mengatakan bahwa hipertropi bilik kanan jantung
pada penderita kor pulmonale merupakan stadium lanjut. Dari
200 kasus yang mereka selidiki yang mengalami hipertropi
bilik kanan hanya 28%.
Untuk menegakkan diagnose dini kor pulmonale mereka telah
menyelidiki hubungan antara perubahan-perubahan EKG dengan
perubahan-perubahan yang menandai perubahan/ gangguan
fungsi bilik kanan jantung, sebagai berikut :
1. Aksis QRS berubah kekanan sama atau lebih
dari 30
0
2. Gelombang T pada lead V
1
V
3
menjadi negatif, bifasik
atau datar.
3. Segmen ST "depresions
"
pada lead II, III, aVF.
4. Terjadi RBBB tidak lengkap (QRS interval 0,10 -- 0,11
dan R dengan dua puncak pada V
I
)
atau lengkap .
(QRS interval sama atau lebih besar dari 0,12 detik dan R
perpuncak 2 pada V
1
)
Timbulnya salah satu atau lebih perubahan tersebut diatas apabila
saturasi 0
2
turun dibawah 85% dan tekanan arteri pulmonalis
sama atau lebih 25 mm Hg.
Dengan kombinasi pemeriksaan analisa gas darah arteri dan
timbulnya salah satu EKG tsb dapat ditentukan apakah sudah
terjadi kelainan atau dilatasi bilik kanan jantung. Misalnya bila
didapat tekanan arteria pulmonalis sama atau lebih 25 mmHg dan
satu atau lebih kelainan EKG tersebut diduga baru raja terjadi
kelainan baik kanan jantung. Bila analisa gas darah tidak dapat
diperiksa, salah satu atau dua kelainan EKG tersebut dapat
dipakai sebagai tanda permulaan terjadinya kor pulmonale.
Aritmia pada kor pulmonale
Sebelum tahun 1960 para ahli berpendapat bahwa pada kor
pulmonale akan terjadi aritmia menahun. Pada saat ini pendapat
demikian telah disangkal. Padmavati dkk dari 544 kasus kor
pulmonale yang mereka selidiki tidak menyebutkan adanya
aritmia. Zarraby dick dari 100 Icarus kor pulmonale hanya 4%
dengan aritmia. Aritmia mereka temukan pada penderita dengan
hipoksia akut. Hudson dkk menganjurkan. apabila ditemukan
aritmia harus segera diperiksa analisa gas darah apakah ada
kegagalan penafasan akut.
Penatalaksanaan kor pulmonale
Penanggulangan kor pulmonale ditujukan terhadap dua
faktor: (1) Terhadap kegagalan respirasi. (2) Terhadap kega-
galan jantung kanan.
1. Terapi terhadap kegagalan respirasi.
Terjadinya kor pulmonale pada penderita PPOM terutama
disebabkan oleh karena faktor hipoksia, asidosis dan vasokon-
triksi. Untuk mengatasi faktor-faktor tersebut diatas perlu diambil
tindakan berikut :
a) Menjauhkan bahan-bahan yang dapat menimbulkan iritasi
pada saluran nafas.
b) Mempertahankan intake cairanyang adekuat.
c) Mengusahakan supaya jalan nafas tetap terbuka dengan jalan
memberikan obat-obatan (bronkhodilator, mukolitik) postural
drainase, pengisapan lendir dari jalan nafas dll.
d) Pemberian 0
2
.
Terapi 0
2
pada penderita kor pulmonale yang
disebabkan oleh PPOM harus berhati-hati oleh karena dapat
mengakibatkan retensi CO
2
.Oleh karena itu pemeriksaan
analisa gas darah yang berulang-ulang sangat penting. Biasanya
0
2
diberikan dengan konsentrasi rendah.
e) Memberantas infeksi saluran nafas. Dengan pemberian anti-
biotik yang sesuai dan adekuat.
2. Terapi terhadap kegagalan jantung kanan
a) Pemberian digitalis pada kegagalan jantung kanan karena kor
pulmonale masih diperdebatkan . Ada yang berpenda-
24 Cennin Dunia Kedokteran No. 31
pat dengan pemberian digitalis dosis rendah akan memper-
baiki output ventrikel kanan, tetapi sebaliknya banyak
peneliti yang berpendapat bahwa pemberian digitalis
mengakibatkan keadaan menjadi lebih buruk. Disamping itu
pemberian digitalis pada penderita kegagalan jantung kanan
karena kor pulmonale harus sangat berhati-hati oleh karena
penderita lebih mudah mengalami keracunan digitalis.
b) Pemberian deuretika memberikan efek yang baik oleh karena
dapat mengurangi kongesti paru dan udema perifer sehingga
dapat mengurangi beban jantung kanan dan juga memperbaiki
oksigenisasi.
c) "Phlebotomy"
kadang-kadang dianjurkan terutama jika
terdapat polisitemia yang hebat. Darah dapat dikeluarkan
sebanyak 250 -- 500 cc.
Prognose dari kor pulmonale
Prognose kor pulmonale yang disebabkan oleh PPOM lebih
baik
dari
prognose kor pulmonale yang disebabkan oleh penyakit
paru lain seperti "restrictive pulmonary disease", kelainan
pembuluh darah paru.
Forrer mengatakan penderita kor pulmonale mash dapat
hidup antara 5 sampai 17 tahun setelah serangan pertama
kegagalan jantung kanan, asalkan mendapat pengobatan yang
baik. Padmavati dkk di India mendapatkan angka antara 14
tahun. Sadouls di Perancis mendapatkan angka 10 sampai 12
tahun.
Ringkasan
1. Sejak 30 tahun terakhir ini para ahli banyak mencurahkan
perhatian terhadap penderita - penderita PPOM karma keke
rapan
dari
penyakit ini makin lama makin meningkat.
2. Diantara penyakit paru menahun yang paling sering
menimbulkan komplikasi kor pulmonale ialah PPOM.
3. Faktor terpenting didalam mekanisme timbulnya kor
pulmonale pada penderita PPOM ialah faktor fisiologik
yaitu hipoksia, asidosis dan vasokonstriksi.
4. Kor pulmonale bersifat reversibel. Dengan memperbaiki
keadaan hipoksia dan asidosis maka kelainan bilik kanan
jantung dapat sembuh kembali.
KEPUSTAKAAN
1. Andrews LJ. Pathophysiologi and Management Corpulmonale.
Geriatric 1976; 91.
2. Aries SM, Griesbach SI. Bronchial component in chronic obstruk-
tive Lung desease Am J Med 1974; 57: 183-191.
3. Boushy SF, North LB, Hemodinamic Change in chronic obstruk-
tive Pulmonary Desease. Chest 1977; 72 : 565-570.
4. Dines DE, Parkin TW. SomeObservation on the value of the elec-
tro cardiogram in patien with chronic cor pulmonale. Mayo Clin-
Proc 1965; 40: 745-750.
5. Ferber MI. Cor Pulmonale (Pulmonary Heart Desease) Present day
status Am Heart J 1976; 89: 657-664.
6. Harvey RM. A Clinical Consideration of cor Pulmonale Circu-
lation 1960; XXI : 236-252.
7. Hin Show. Deseases of the chest. 3th ed. WB. Sanders Co 1969.
8. Kamper D Chou T Fouler NO The reablity of chronic obstruktive
Lung desease. Am Heart J 1970; 80 : 445-452.
9. Kilcoyn NM, Davis Al. A Dynamic ellectracardiographic consept
Usuful in the diagnosis of corpulmonale Circulation 1970; XLII:
903-923.
10. Philips YH, Burch GE. Problem in the Diagnosis of corpulmonale.
Am Heart J 1963; 60 : 818-832

Anda mungkin juga menyukai