BLOK XVII
MODUL II
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Skenario 2: Muntaber
Kelompok: 7 A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2009
MODUL 2
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Unit Pembelajaran 2
Skeneraio 5: Muntaber
Seorang laki-laki, Tn.Aber umur 47 tahun dilarikan ke Puskesmas dengan sesak nafas. Dokter
Puskesmas dengan segera memeriksa pasien. Dari anamnesis diketahui Tn. Aber menderita mencret
sejak 20 jam yang lalu > 20 kali dan muntah-muntah 10 kali. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan
umum jelek, somnolen, mata cekung, pernafasan “kusmaull”, mukosa bibir kering, turgor jelek,
tekanan darah 60/P mmHg, Nadi 120 x/menit, ujung jari tangan keriput, sianosis +, akral dingin dan
oliguria. Segera dokter Puskesmas memberi infus Ringer Lactat dengan cara mengguyur.
Terangkanlah apa yang terjadi pada Tn. Aber, bagaimana pemberian cairan pada Tn. Aber ini!
I. Terminologi
- Infus Ringer Laktat; suatu larutan yang isotonik dengan komposisi plasma dan diberikan
secara intravena.
- Somnolen; suatu tingkat kesadaran dimana seorang pasien yang mudah mengantuk
(cendrung untuk tidak sadar), tapi dapat dibangunkan dengan rangsangan yang ringan.
- TD 60/P mmHg (Tekanan Darah 60/Pulse mmHg); tekanan darah dimana diastol tidak
terdengar melalui stetoskop pada pengukuran tensi dan tidak teraba pada palpasi denyut
nadi di brakialis.
Cairan diberikan intravena secara diguyur sampai nadi terisi penuh dan tekanan darah ≥ 100
mmHg, sisanya diberikan dalam 2 jam berikutnya.
6. Oliguria pada skenario terjadi sebagai kompensasi tubuh akibat kehilangan cairan.
Rendahnya cairan ekstra selular memberi sinyal pada hipotalamus untuk mensekresikan
antidiuretik hormon (ADH), sehingga terjadi retensi cairan di ginjal dalam usaha
mempertahankan cairan tubuh (terutama volume ekstra elulaer). Pada tampilan klinis akan
terjadi oliguri (volume urin lebih kecil dibandingkan dengan volume normal urin 1 hari)
akibat retensi cairan di ginjal.
7. Dalam keadaan darurat, jika infus larutan ringer laktat tidak tersedia, dapat diguanakan NaCl
fisiologis, atau larutan dekstrosa untuk sementara.
8. Kemungkinan Tn. Aber belum dalam keadaan syok karena kesadarannya masih somnolen,
dan dari skenario dokter puskemas juga bertindak cepat mengatasi defisit cairan Tn. Aber.
9. Setelah masalah defisit cairan teratasi dan pemeriksaan lebih lanjut dilakukan, dapat
diberikan terapi kausatif, seperti pemberian antibiotik pada infeksi saluran cerna karena
bakteri, dan lain-lain.
10. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah analisis gas darah, pemeriksaan
elektrolit, hitung leukosit (untuk mencari penyebab), dan lain-lain.
prognosis
V. Learning Objectives
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan:
1. Etiologi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Patofisiologi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Manifestasi klinis gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Diagnosis gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Pemeriksaan untuk mengetahui gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Pentalaksanaan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Prognosis gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Komplikasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pembahasan
1. Ketidakseimbangan volume cairan ekstraseluler (ECF)
a. Kekurangan volume cairan (hipovolemia)
Hipovolemia didefinisikan sebagai kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai
kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. Berbeda dengan dehidrasi,
yang merupakan keadaan kehilangan air murni relatif yang menyebabkan terjadinya
hipernatremia.
Penyebab kekurangan volume cairan istonik yang paling sering adalah kehilangan
sebagian cairan tubuh melalui saluran cerna (total 8 L/hari). Kehilangan sekresi saluran
cerna dalam jumlah yang bermakna dapat teradi pada muntah yang berkepanjangan,
penyedotan nasogstrik, diare berat, fistula, atau perdarahan. Konsentrasi natrium pada
cairan tinggi, sehingga kehilangan cairan ini akan menyebabkan terjadinya kombinasi
kekurangan natrium dan air. Sekresi lambung juga mangandung ion kalium dan hidrogen
dalam jumlah yang besar, maka keadaan ini sering disertai alkalosis metabolik dan
hipokalemia. Keluarnya sekresi saluran cerna bagian bawah, yang banyak mengandung
bikarbonat selain natrium dan kalium, sering menyebabkan terjadinya defisit volume
cairan yang disertai asidosis metabolik dan hipokalemia.
Apapun penyebab defisit cairan, berkurangnya volume ECF mengurangi curah
jantung dengan mengurangi aliran balik vena ke jantung. Manifestasi klinis dari
berkurangnya volume mencakupi efek langsung dari curah jantung yang berkurang, dan
efek sekunder dari mekanisme homeostatik yang diaktifkan sebagai kompensasi
penurunan curah jantung. Tekanan arteri rata-rata = curah jantung x tahanan perifer total
(MAP = CO x TPR), sehingga penurunan curah jantung menyebabkan menurunnya tekanan
darah. Penurunan tekanan darah dideteksi oleh baroreseptor di jantung dan arteri karotis
lalu diteruskan ke pusat vasomotor di batang otak, yang kemudian menginduksi respon
simpatis. Respon simpatis ini berupa vasokonstriksi perifer, peningkatan frekuensi denyut,
dan kontraktilitas jantung, yang semuanya bertujuan untuk mengembalikan curah jantung
dan perfusi jantung, otak, dan pembuluh dara paru yang normal. Berkurangnya perfusi
ginjal akibat vasokonstriksi ginjal diperantarai secara bergantian melalui aktivasi sistem
saraf simpatis. Penurunan perfusi ginjal mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-
aldosteron. Angiotensin II mempertkuat vasokonstriksi sistemik dan aldosteron
meningkatkan reabsorbsi natrium (dan air) oleh ginjal. Perubahan ini meningkatkan curah
jantung dengan memulihkan volume dan tekanan darah efektif ke nilai normal. Apabila
volume cairan yang berkurang tidak banyak (500 mL), aktivasi respon simpatis umumnya
cukup memadai untuk memulihkan curah jantung dan tekanan darah hingga hampir
mendekati normal, meskipun denyut jantung masih tetap lebih cepat.
Gejala dan tanda defisit volume cairan bergantung pada kecepatan dan besar
perubahan yang terjadi. Hasil pemeriksaan fisik yang penting adalah menurunnya volume
plasma dan interstisial. Pada kasus kehilangan volume yang banyak dan cepat, misalnya
pada perdarahan, diare berat, atau tersimpan banyak cairan di ruang ketiga, maka gejala
dan tanda yang terjadi mirip dengan kolaps atau syok sirkulasi. Namun pada sebagian
besar kasus, proses defisit volume cairan terjadi secara lebih perlahan.
Gejala umum dari berkurangnya volume cairan sedang sampai berat adalah lesu,
lemah, lelah, dan anoreksia. Tanda awal dari berkurangnya volume plasma adalah
hipotensi ortostatik dengan penurunan tekanan darah sedikitnya 10 mmHg dan
peningkatan denyut jantung pada perubahan postural. Takikardi terjadi karena jantung
berupaya untuk mempertahankan perfusi jaringan. Denyut arteri melemah dan kecil.
Pasien dapat merasa pusing pada posis duduk atau berdiri. Vena perifer (seperti vena di
tangan) mungkin kolaps dan terisi perlahan pada waktu tangan dalam posisi tergantung.
Tanda lain berkurangnya volume vena adalah vena jugularis yang mendatar dan tekanan
vena sentral yang rendah, mencerminkan penurunan aliran balik vena ke jantung sisi
kanan. Volume interstisial yang berkurang diketahui dari menurunnya turgor jaringan dan
lidah. Tanda lain hipovolemia adalah membran mukosa yang kering, oliguri (efek
aldosteron dan ADH), dan rasa haus. Penurunan berat badan merupakan tanda lain dari
kekurangan volume cairan, yang dapat dipakai untuk memperkirakan besarnya kehilangan
cairan, kecuali pada penimbunan cairan di ruang ketiga.
Tidak ada satu pu pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menegakkan
diagnosis defisit cairan. Kadar laboratorium serum bervariasi, bergantung pada penyebab
defisit volume cairan yang mendasari. Ciri khas akhir dari defisit volume cairan sedang
sampai berat adalah meningkatnya kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin plasma
akibat menurunnya perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan BUN cendrung
meningkat lebih prosporsional di banding kreatinin serum. Keadaan ini dikenal sebagai
azotemia prarenal. Bersama dengan hipoperfusi ginjal ynag berkepanjangan dapat
berlanjut menjadi gagal ginjal akut, sehingga harus segera diperbaiki.
Tujuan pengobatan defisit volume cairan isotonik adalah untuk mencapai
normovolemia dan menangani setiap keadaan yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan asam-basa dan elektrolit. Penyakit yang mendasari juga harus diatasi.
Perdarahan harus dikendalikan. Muntah dapat diatasi dengan antiemetik, dan diare dapat
diatasi dengan antidiare.
Apabila defisit cairan bersifat ringan, maka asupan air minum mengandung natrium
bagi pasien yang tidak menderita gangguan saluran cerna cukup memadai untuk mengatasi
ketidakseimbangan yang terjadi. Defisit berat membutuhkan terapi cairan intravena (IV).
Larutan garam isotonik (0,9 %) merupakan cairan infus yang terpilih untuk kasus yang
kadar natriumnya mendekati normal, karena akan menambah volume plasma. Segera
setelah pasien mencapai tensi normal, diberikan separuh dari larutan garam normal (0,45
%) untuk menyediakan air bebas bagi sel dan membantu pembuangan prosduk sisa
metabolisme.
Apabila penderita defisit volume cairan berat mengalami oliguria, maka perlu
ditentukan apakah penekanan fungsi ginjal tersebut disebabkan aliran darah ginjal yang
menurun dan terjadi sekunder akibat volume cairan yang berkurang (azotemia prarenal),
atau lebih serius lagi, terjadi sekunder akibat nekrosis tubuler akut (salah satu bentuk gagal
ginjal akut) akibat iskemia ginjal yang berkepanjangan. Pada keadaan ini diberikan bolus
cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk mengetahui apakah aliran urin akan
meningkat, yang menunjukkan bahwa fungsi ginjal normal. Pada kasus azotemia prarenal
dengan fungsi ginjal yang normal, defisit volume cairan lebih mudah diatasi, tetapi defisit
cairan pada nekrosis tubuler akut sulit diatasi.
Keperluan untuk mengkoreksi kelainan elektrolit yang sedang terjadi dapat
mengubah komposisi cairan infus yang dibutuhkan. Misalnya, cairan infus dapat ditambah
kalium jika pada waktu yang bersamaan juga terjadi penurunan kalium. Laruten Ringer
Laktat dapat diberikan pada penderita asidosis metabolik dan kekurangan volume cairan.
Larutan Ringer Laktat mengandung natrium laktat yang secara perlahan dimetabolisme
menjadi natrium bikarbonat dalam tubuh, dan dapat membantu memperbaiki asidosis.
2. Ketidakseimbangan elektrolit
Berikut ini adalah beberapa bentuk dari gangguan keseimbangan elektrolit:
a. Hiponatremia
- Definisi
Hiponatremia (kadar natrium darah yang rendah) adalah konsentrasi natrium yang
lebih kecil dari 136 mEq/L darah.
- Penyebab
Konsentrasi natrium darah menurun jika natrium telah dilarutkan oleh terlalu
banyaknya air dalam tubuh. Pengenceran natrium bisa terjadi pada orang yang minum air
dalam jumlah yang sangat banyak (seperti yang kadang terjadi pada kelainan psikis
tertentu) dan pada penderita yang dirawat di rumah sakit, yang menerima sejumlah
besar cairan intravena.
Jumlah cairan yang masuk melebihi kemampuan ginjal untuk membuang
kelebihannya. Asupan cairan dalam jumlah yang lebih sedikit (kadang sebanyak 1L/hari),
bisa menyebabkan hiponatremia pada orang-orang yang ginjalnya tidak berfungsi dengan
baik, misalnya pada gagal ginjal.
Hiponatremia juga sering terjadi pada penderita gagal jantung dan sirosis hati,
dimana volume darah meningkat. Pada keadaan tersebut, kenaikan volume darah
menyebabkan pengenceran natrium, meskipun jumlah natrium total dalam tubuh
biasanya meningkat juga. Hiponatremia terjadi pada orang-orang yang kelenjar
adrenalnya tidak berfungsi (penyakit Addison), dimana natrium dikeluarkan dalam jumlah
yang sangat banyak. Pembuangan natrium ke dalam air kemih disebabkan oleh
kekurangan hormon aldosteron.
Penderita Syndrome of Inappropriate Secretion of Antidiuretik Hormone (SIADH)
memiliki konsentrasi natrium yang rendah karena kelenjar hipofisa di dasar otak
mengeluarkan terlalu banyak hormon antidiuretik.
Hormon antidiuretik menyebabkan tubuh menahan air dan melarutkan sejumlah natrium
dalam darah. Penyebab SIADH:
1. Meningitis dan ensefalitis
2. Tumor otak
3. Psikosa
4. Penyakit paru-paru (termasuk pneumonia dan kegagalan pernafasan akut)
5. Kanker (terutama kanker paru dan pankreas)
6. Obat-obatan:
- chlorpropamide (obat yang menurunkan kadar gula darah)
- carbamazepine (obat anti kejang)
- vincristine (obat anti kanker)
- clofibrate (obat yang menurunkan kadar kolesterol)
- obat-obat anti psikosa
- aspirin, ibuprofen dan analgetik lainnya yang dijual bebas
- vasopressin dan oxytocin (hormon antidiuretik buatan).
- Gejala
Beratnya gejala sebagian ditentukan oleh kecepatan menurunnya kadar natrium
darah. Jika kadar natrium menurun secara perlahan, gejala cenderung tidak parah dan
tidak muncul sampai kadar natrium benar-benar rendah. Jika kadar natrium menurun
dengan cepat, gejala yang timbul lebih parah dan meskipun penurunannya sedikit, tetapi
gejala cenderung timbul.
Otak sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi natrium darah. Karena itu
gejala awal dari hiponatremia adalah letargi (keadaan kesadaran yang menurun seperti
tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur kembali).
Sejalan dengan makin memburuknya hiponatremia, otot-otot menjadi kaku dan bisa
terjadi kejang. Pada kasus yang sangat berat, akan diikuti dengan stupor (penurunan
kesadaran sebagian) dan koma.
- Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya.
- Pengobatan
Hiponatremia berat merupakan keadaan darurat yang memerlukan pengobatan
segera. Cairan intravena diberikan untuk meningkatkan konsentrasi natrium darah secara
perlahan. Kenaikan konsentrasi yang terlalu cepat bisa mengakibatkan kerusakan otak
yang menetap. Asupan cairan diawasi dibatasi dan penyebab hiponatremia diatasi. Jika
keadaannya memburuk atau tidak menunjukkan perbaikan setelah dilakukannya
pembatasan asupan cairan, maka pada SIADH diberikan demeclocycline atau diuretik
thiazide untuk mengurangi efek hormon antidiuretik terhadap ginjal.
b. Hipernatremia
- Definisi
Hipernatremia (kadar natrium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana
kadar natrium dalam darah lebih dari 145 mEq/L darah.
- Penyebab
Pada hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan dengan
jumlah natrium. Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat secara tidak normal jika
kehilangan cairan melampaui kehilangan natrium, yang biasanya terjadi jika minum
terlalu sedikit air.
Konsentrasi natrium darah yang tinggi secara tidak langsung menunjukkan bahwa
seseorang tidak merasakan haus meskipun seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi
tidak dapat memperoleh air yang cukup untuk minum. Hipernatremia juga terjadi pada
seseorang dengan:
- fungsi ginjal yang abnormal
- diare
- muntah
- demam
- keringat yang berlebihan.
Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada orang tua biasanya rasa
haus lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat dibandingkan dengan anak muda. Usia
lanjut yang hanya mampu berbaring di tempat tidur saja atau yang mengalami demensia
(pilkun), mungkin tidak mampu untuk mendapatkan cukup air walaupun saraf-saraf
hausnya masih berfungsi. Selain itu, pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk
memekatkan air kemih mulai berkurang, sehingga tidak dapat menahan air dengan baik.
Orang tua yang minum diuretik, yang memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak air,
memiliki resiko untuk menderita hipernatremia, terutama jika cuaca panas atau jika
mereka sakit dan tidak minum cukup air.
Hipernatemia selalu merupakan keadaan yang serius, terutama pada orang tua.
Hampir separuh dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah sakit karena hipernatremia
meninggal. Tingginya angka kematian ini mungkin karena penderita juga memiliki
penyakit berat yang memungkinkan terjadinya hipernatremia.
Hipernatremia dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan terlalu banyak air,
seperti yang terjadi pada penyakit diabetes insipidus.
Kelenjar hipofisa mengeluarkan terlalu sedikit hormon antidiuretik (hormon antidiuretik
menyebabkan ginjal menahan air) atau ginjal tidak memberikan respon yang semestinya
terhadap hormon. Penderita diabetes insipidus jarang mengalami hiponatremia jika
mereka memiliki rasa haus yang normal dan minum cukup air.
Penyebab utama dari hipernatremia:
- Cedera kepala atau pembedahan saraf yang melibatkan kelenjar hipofisa
- Gangguan dari elektrolit lainnya (hiperkalsemia dan hipokalemia)
- Penggunaan obat (lithium, demeclocycline, diuretik)
- Kehilangan cairan yang berlebihan (diare, muntah, demam, keringat berlebihan)
- Penyakit sel sabit
- Diabetes insipidus
- Gejala
Gejala utama dari hipernatremia merupakan akibat dari kerusakan otak.
Hipernatremia yang berat dapat menyebabkan:
- kebingungan
- kejang otot
- kejang seluruh tubuh
- koma
- kematian.
- Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya.
- Tatalaksana
Hipernatremia diobati dengan pemberian cairan. Pada semua kasus terutama kasus
ringan, cairan diberikan secara intravena (melalui infus). Untuk membantu mengetahui
apakah pembelian cairan telah mencukupi, dilakukan pemeriksaan darah setiap beberapa
jam. Konsentrasi natrium darah diturunkan secara perlahan, karena perbaikan yang
terlalu cepat bisa menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Pemeriksaan darah atau air kemih tambahan dilakukan untuk mengetahui penyebab
tingginya konsentrasi natrium. Jika penyebabnya telah ditemukan, bisa diobati secara
lebih spesifik. Misalnya untuk diabetes insipidus diberikan hormon antidiuretik
(vasopresin).
c. Hipokalemia
- Definisi
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah.
- Penyebab
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium
darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal
atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan (karena diare,
muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau polip usus besar).
Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium banyak
ditemukan dalam makanan sehari-hari.
Kalium bisa hilang lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering
adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang
natrium, air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan.
Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon
kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang menyebabkan ginjal
mengeluarkan kalium dalam jumlah besar.
Ginjal juga mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang
mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu.
Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi terlahir dengan
penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan kalium terganggu.
Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma (albuterol, terbutalin
dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan
hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal
terjadinya hipokalemia.
- Gejala
Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.Hipokalemia
yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang
otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada
penderita penyakit jantung.
- Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya.
- Tatalaksana
Kalium biasanya dapat dengan mudah digantikan dengan mengkonsumsi makanan
yang banyak mengandung kalium atau dengan mengkonsumsi garam kalium (kalium
klorida) per-oral. Kalium dapat mengiritasi saluran pencernaan, sehingga diberikan dalam
dosis kecil, beberapa kali sehari.
Sebagian besar orang yang mengkonsumsi diuretik tidak memerlukan tambahan
kalium. Tetapi secara periodik dapat dilakukan pemeriksaan ulang dari konsentrasi kalium
darah sehingga sediaan obat dapat diubah bilamana perlu.
Pada hipokalemia berat, kalium bisa diberikan secara intravena.
Hal ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan biasanya hanya dilakukan di rumah sakit,
untuk menghindari kenaikan kadar kalium yang terlalu tinggi.
d. Hiperkalemia
- Definisi
Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L darah. Biasanya konsentrasi kalium yang
tinggi adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah. Konsentrasi
kalium darah yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik
jantung. Bila konsentrasi yang tinggi ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak
normal dan jantung akan berhenti berdenyut.
- Penyebab
Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium dengan baik.
Mungkin penyebab paling sering dari hiperkalemia adalah penggunaan obat yang
menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal, seperti triamterene, spironolactone dan
ACE inhibitor.
Hiperkalemia juga dapat disebabkan oleh penyakit Addison, dimana kelenjar adrenal
tidak dapat menghasilkan hormon yang merangsang pembuangan kalium oleh ginjal
dalam jumlah cukup. Penyakit Addison dan penderita AIDS yang mengalami kelainan
kelenjar adrenal semakin sering menyebabkan hiperkalemia.
Gagal ginjal komplit maupun sebagian, bisa menyebabkan hiperkalemia berat.
Karena itu orang-orang dengan fungsi ginjal yang buruk biasanya harus menghindari
makanan yang kaya akan kalium.
Hiperkalemia dapat juga dapat terjadi akibat sejumlah besar kalium secara tiba-tiba
dilepaskan dari cadangannnya di dalam sel. Hal ini bisa terjadi bila:
- sejumlah besar jaringan otot hancur (seperti yang terjadi pada cedera tergilas)
- terjadi luka bakar hebat
- overdosis kokain.
Banyaknya kalium yang masuk ke dalam aliran darah bisa melampaui kemampuan
ginjal untuk membuang kalium dan menyebabkan hiperkalemia yang bisa berakibat fatal.
- Gejala
Hiperkalemia ringan menyebabkan sedikit gejala. Gejalanya berupa irama jantung
yang tidak teratur, yang berupa palpitasi (jantung berdebar keras).
- Diagnosis
Biasanya hiperkalemia pertama kali terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin atau
karena ditemukannya perubahan pada pemeriksaan EKG.
- Pengobatan
Pengobatan harus segera dilakukan jika kalium meningkat diatas 5 mEq/L pada
seseorang dengan fungsi ginjal yang buruk atau diatas 6 mEq/L pada seseorang dengan
fungsi ginjal yang normal. Kalium bisa dibuang dari tubuh melalui saluran pencernaan
atau ginjal ataupun melalui dialisa. Kalium dapat dibuang dengan merangsang terjadinya
diare dan dengan menelan sediaan yang mengandung resin pengisap kalium.
Resin ini tidak diserap di saluran pencernaan, sehingga kalium keluar dari tubuh melalui
tinja. Bila ginjal berfungsi dengan baik, diberikan obat diuretik untuk meningkatkan
pengeluaran kalium.
Jika diperlukan pengobatan segera, dapat diberikan larutan intravena yang terdiri
dari kalsium, glukosa atau insulin. Kalsium membantu melindungi jantung dari efek
kalium konsentrasi tinggi, meskipun efek ini hanya berlangsung beberapa menit saja.
Glukosa dan insulin memindahkan kalium dari darah ke dalam sel, sehingga menurunkan
konsentrasi kalium darah. Jika pengobatan ini gagal atau jika terjadi gagal ginjal, mungkin
perlu dilakukan dialisis.
e. Hipomagnesemia
Hipomagnesimia merupakan gangguan elekrolit yang jarang dan cenderung
diabaikan. Pasien yang dicurigai menderita hipomagnesum :
a. Kurang asupan makanan
b. Terutama pasien alkoholik
c. Pasien yang memakai diuretik dalam jangka panjang.
Alkohol dan diuretik meningkatkan pengeluaran magnesium lewat ginjal.
Kekurangan magnesium efeknya tidak langsung, tapi berkontribusi pada keadaan
hipokalemia. Defisiensi magnesium dapat menghabiskan K + ginjal. Jika hipokalemi dan
hipomagnesimia terjadi bersamaan, sebaiknya dilakukan penggantian magnesium untuk
memperbaiki keseimbangan potassium.
Karena kadar magnesium plasma tidak bisa menggambarkan total magnesium
tubuh, koreksi magnesium plasma dilakukan sampai kadarnya diatas normal. Pemberian
dilakukan IV atau dengan esuplemen oral dengan absorbsi terbesar di duodenum.
Pemberian garam magnesium akan berefek samping laksatif.
f. Hipokalsemia
Kandungan kalsium terbanyak terdapat pada matrik tulang. Jumlah kalsium hanya
0,1 % dalam cairan ekstraseluler. Nilai normal kalsium dalam serum dipertahankan pada
level antara 9,0 dan 10,4 mg/dl. Dalam serum dapat ditemukan tiga bentuk kalsium :
a. 40 % terikat protein
b. 10 % membentuk kompleks dengan fosfat dan anion lainnya
c. 50 % dalam bentuk terionisasi
Manifestasi keadaan hipokalsemia antara lain parastesi perioral, spasme tulang
karpal pedis dan tetani. Gejala neuromuskular iritability dapat diketahui dari Chvostek sign
( mengetuk wajah akan terjadi kedutan di sudut mulut ) dan Trousseau sign ( spasme jari-
jari bila lengan dimanset diatas tekanan sistole). Pada gambaran EKG terjadi pemanjangan
ST dan QT interval serta peninggian gelombang T. Kadang-kadang dapat terjadi blok
jantung.
Pada keadaan perioperatif, hipokalsemia dapat terjadi akibat hipomagnesimia, gagal
ginjal akut, shock septik, rabdomiolisis dan pankreatitis akut. Hipokalsemi berhubungan
dengan gagal ginjal akut yang tidak berat dan jarang memerlukan terapi spesifik. Pada
rhabdomiolisis terjadi nekrosis otot dan deposisi Ca 2+ jaringan yang akan manyebabkan
hipokalsemia. Pada pankreatitis akut akan dirilis enzim pankreas lokal, asam lemak dari
omentum dan retroperitonial yang akan mengikat Ca, hal ini menyebabkan hipokalsemia.
Gejala klinis hipokalsemia dapat diobati dengan pemberian suplemen kalsium.
Pemberian secara IV sering menyebabkan keadaan hiperkalsemia tapi berguna untuk
pasien yang memerlukan deposit kalsium yang tinggi.
Produksi HCO3- berlebihan merupakan akibat dari kehilangan H + pada ginjal atau di
luar ginjal dan dari meningkatnya basa di cairan ekstrasel. Pada pasien perioperatif sering
disebabkan oleh pengeluaran cairan lambung atau muntah. Dalam keadaan normal, HCl
akan dinetralisir oleh HCO3- di duodenum dan ileum. Meskipun HCl banyak hilang melalui
muntah, HCO3- tetap dieksresi ke cairan ekstrasel, hal ini yang menyebabkan alkalosis.
Selain sebab diatas, pemakaian dierutik juga dapat menyebabkan alkalosis metabolik. Juga
pemakaian HCO3- yang berlebih melalui IV, TPN, atau produk darah yang mengandung
sitrat, salah satu prekusor HCO3- .
Fungsi ginjal dapat mengeksresikan HCO 3- dalam jumlah besar. Pada alkalosis
metabolik, terjadi kegagalan ginjal mengkoreksi keseimbangan H + basa yang berakibat
ginjal tak dapat mengeksresikan HCO3- secara efektif. Selain itu, ada beberapa keadaan
yang akan memicu terjadi peningkatan resorbsi HCO 3- di ginjal :
a. Penurunan volume efektif arteri yang akan meningkatkan resorbsi HCO 3- di proximal
tubulus.
b. Hipokalemia yang akan meningkatkan resorbsi HCO 3- di proximal dan memicu eksresi H +
di distal.
c. Peningkatan mineralocorticoid yang meningkatkan eksresi H + di distal tubulus dan
berkontribusi juga pada keadaan hipokalemia.
Terapi alkalosis metabolik adalah :
a. Tertuju pada faktor sebaliknya yang menghasilkan HCO 3-, yaitu dengan menghentikan
pemakaian diuretik dan menurunkan sekresi H+ lambung.
b. Membalikkan faktor yang berperan dalam memelihara alkalosis. Koreksi Hipokalemia
diperlukan.
c. Sebaiknya fungsi ginjal dinormalkan dan volume intra arteri harus diperbaiki.
Jika fungsi ginjal tidak layak, infus sederhana cairan salin isotonik dapat secara cepat
membentuk HCO3- dan mengkoreksi alkalosis metabolik.
b. Asidosis metabolik
Ditandai oleh penurunan konsentrasi HCO 3- serum yang menyebabkan penurunan
pH atau ion H+. Mekanisme asidosis metabolik :
a. HCO3- hilang dari dalam tubuh melalui traktus gastrointestinal atau ginjal.
b. Ginjal gagal menghasilkan HCO3- karena eksresi H+ adekuat.
c. HCO3- digunakan dalam titrasi produksi H + secara endogen yang berlebihan seperti
keadaan asidosis laktat dan keto asidosis. Konsentrasi HCO 3- juga turun akibat produk
eksogen seperti methanol dan ethylene glycol.
Ginjal berperan sangat penting dalam menjaga keseimbangan asam basa. Pada diet
protein orang barat, metabolismenya rata-rata akan menghasilkan asam 1 mEq/kg BB.
Produksi asam ini akan dititrasi oleh anion bicarbonat. Ginjal berperan melalui dua cara: (i)
pengambilan kembali HCO3- yang difiltrasi. (ii) pengeksresian produk H + dan produksi
kembali HCO3- yang dititrasi sebelumnya.
Produksi HCO3- diakibatkan oleh pemompaan ion H + di tubulus, yang merupakan
buffer dari H+ yang dapat dititrasi (biasanya phospat) dan akibat produksi amonia. Jika
eksresi H+ ( seperti amonia) tidak adekuat, akan berakibat asidosis di tubulus distal ginjal.
Sedangkan asidosis di tubulus proximal ginjal diakibatkan kegagalan dari reabrsorpsi HCO 3-
yang difiltrasi.
Pada keadaan gagal ginjal kronis (penurunan GFR) akan terjadi penurunan eksresi
H+. Keadaan ini mengakibatkan asidosis metabolik kronis yang harus diperhatikan pada
setiap pasien preoperatif. Keadaan ini juga akan memperburuk fungsi ginjal, memperparah
asidosis pada post operatif. Selanjutnya akan mempengaruhi fungsi jantung, meningkatkan
resistensi vaskular dan meningkatkan respon katekolamin.
Terapi asidosis metabolik adalah dengan pemberian Bikarbonat iv/po: 0,4 x BB x def.
Bicarbonat.
VI. Referensi
Buku Patofisiologi Penerbit Buku Kedokteran EGC
Buku Physiology Basic for Surgery
indonesiaindonesia.com
medicastore.com
wikipedia.com