Anda di halaman 1dari 2

Re: Balikpapan Pos, 12/7/2009

JALAN TOL MUSUH ATAU KAWAN PETANI?

Oleh:
Chrisna Permana - Pengamat Ekonomi Wilayah, Universitas Trisakti

Permasalahan pertanian di Indonesia, selain masalah kebijakan dan efek


persaingan global juga diperparah oleh pembangunan fisik yang lebih
bersifat “stimulative structural reform.” Di mana Indonesia di era modern
ini, pembangunan fisik justru lebih berpihak pada kemajuan industrialisasi
aplikatif (sebagai andalan penggerak ekonomi nasional), justru pada saat
pundi-pundi utama pendukung industrialisasi tersebut belum sepenuhnya
mantap. Mulai dari penerapan teknologi yang masih lambat, sumber daya
manusia yang belum berdaya saing tinggi, faktor kebijakan dan
perlindungan peraturan pemerintah yang masih belajar untuk membaik,
hingga iklim keamanan sosial dan kestabilan ekonomi yang masih rentan
oleh pengaruh dalam maupun luar negeri. Sedangkan di sisi lain,
pembangunan fisik yang tendensius tersebut justru mengancam
eksistensi perkembangan pertanian. Pembangunan fisik yang bersifat
stimulative structural reform, mencakup jalan tol, saluran drainase pabrik,
tempat pengolahan sampah, sarana berbelanja modern (hypermarket,
mall), hingga perumahan kota baru.

Satu contoh kasus yang menyita perhatian saya adalah, demi


kepentingan ekonomi dan industri, digulirkan wacana Tol 1.000 km Trans-
Jawa (Anyer hingga Banyuwangi). Siapa berkepentingan dan siapa menuai
keuntungan di sini? Jika melihat dari efeknya terhadap petani. Saya justru
pesimis. Khawatir bahwa transformasi struktural akan semakin menjadi-
jadi di Pulau Jawa. Belumkah disadari bahwa pembangunan tol Cikampek
sudah mengorbankan lahan pertanian di karawang? fakta tercatat sejak
tahun 1962 hingga 1991 Karawang adalah produsen beras terbesar di
Indonesia. Berdasarkan data BPS, 20% produksi nasional adalah berasal
dari Karawang. Akan tetapi di tahun yang sama, semenjak tol cikampek
dibangun, industri berkembang di sepanjang jalur strategis tol tersebut.
Migrasi tenaga kerja industri dari daerah lain berdatangan dan membuat
permukiman baru, sementara penduduk setempat mulai berurbanisasi
menjadi masyarakat industri. Lahan sawah berkurang 139 Ha setiap tahun
sejak 1991-kini, produksi gabah kering berkurang 450.360 ton hampir
setiap tahun. Belakangan bahkan fenomena seperti ini mulai merambah
ke Purwakarta, Subang, Bekasi dan bahkan Tasikmalaya. Seakan Jalan Tol
kontra petani. Karena tol sangat stimulan terhadap transformasi struktural
dari sektor primer (pertanian) ke sektor sekunder (industri).

Bayangkan jika kemudian Jalan Tol 1.000 km jadi terbangun. Jalan tol
tersebut melalui hampir 12 titik strategis pertanian di Jawa Barat (padahal
Jawa Barat merupakan produsen pertanian terbesar di Indonesia). Adalah
Kabupate-Kabupaten seperti Indramayu, Sukabumi, Cirebon, Subang,
Probolinggo, Pemalang, Pekalongan, Kudus, Pati hingga Grobogan akan
mengalami fenomena yang sama dengan karawang. Kurang lebih sekitar
600 Ha lahan pertanian irigasi teknis terkonversi (belum lagi multiplier
effectnya berupa pertumbuhan permukiman pekerja industri dan pusat
perbelanjaan yang mungkin akan mengkonversi lahan tani lebih besar
lagi). Siapa lantas yang akan mendukung produksi pertanian Jawa Barat?

Alih-alih berdebat, saya justru hendak meningatkan, laju pertumbuhan


penduduk tahun 2005-2010 indonesia akan mencapai 1,3% yang mana
penduduk Indonesia akan bertambah mencapai 243 juta jiwa. Yang berarti
(asumsi beras dikonsumsi 139 kg pertahun) maka dibutuhkan beras
sebanyak 33,78 juta ton. dan kebutuhan pangan (beras) pada tahun 2030
bahkan akan lebih ekstrim mencapai 59 juta ton. Jumlah beras yang
sangat tinggi dan perlu dukungan dari produksi nasional.

Pemerintah berdalih bahwa pertanian akan ditukar untuk dikembangkan


di daerah lain. Namun dimana? sudah banyak diketahui adalah Pulau Jawa
sebagai lahan tani paling subur. Bahkan tingkat kesuburannya 1
berbanding 9 dengan di pulau-pulau lain di Indonesia. Jika di Pulau Jawa
saja lahan tani terus terkonversi secara akumulatif sebesar 1.002.055 Ha
atau 61%, bagaimana nasib masa depan produksi pertanian kita? siapa
yang dapat memenuhi kebutuhan pangan anak cucu kita?

Mari sama-sama membina dan mengingatkan. Pemerintah (Presiden)


yang akan datang, hendaklah menerbitkan kebijakan-kebijakan yang lebih
seimbang dan pro poor. Misal, tetap melindungi kaum tani, ditengah
upaya menggenjot perekonomian melalui stimulan industri. Banyak cara,
mulai dari pengembangan agro-industri, kebijakan daerah strategis
nasional pertanian, hingga peraturan-peraturan lainnya yang mendukung
reformasi lahan tani, peningkatan infrastruktur tani, hingga permodalan
tani. Yang terpenting adalah, lindungi petani kita dengan pembangunan
yang lebih adil bagi mereka, atau jikalaupun pembangunan modern dan
industrialisasi tidak dapat terelakan, mohon sekiranya petani-petani kita
dapat dilindungi eksistensinya melalui peran peraturan dan kebijakan.
Karena melindungi petani, berarti kita melindungi perut anak cucu kita di
masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai