Anda di halaman 1dari 33

11

TEORI EKONOMI TENTANG TINDAK KEJAHATAN DAN HUKUMAN


“Ukuran kejahatan yang sesungguhnya adalah kerugian yang dilakukan
kepada masyarakat”

Di negara-negara dimana tindak kejahatan dulu tampak jarang dalam


kehidupan tipikal seseorang, sekarang tampak endemik. Sebagai contoh, di
Amerika Serikat tindak kejahatan secara langsung mempengaruhi hampir satu dari
tiga rumah tangga setiap tahun. Akibatnya, pendapat-pendapat yang bernafsu
dibuat atas nama reformasi yang keras untuk membuat hukuman menjadi lebih
pasti, cepat dan berat. Dan pendapat yang tak kalah bernafsunya dibuat bahwa
reformasi semacam itu akan membahayakan kebebasan pribadi. Tindak kejahatan
dan hukuman merupakan salah satu masalah kebijakan umum yang paling penting
saat ini.
Dalam dua bab kedepan kita akan mendefinisikan tentang tindak kejahatan
dan membedakan mereka dari serangan-serangan sipil, menggali statistik-statistik
yang luas tentang gelombang tindak kejahatan, menguji model ekonomi perilaku
oleh para pelaku kejahatan dan lembaga-lembaga penegak hokum dan mensurvei
masalah-masalah penting seperti hukuman mati, pengendalian senjata tangan,
obat-obatan terlarang, dan pengaruh pencegahan dari sanksi kejahatan.
Perhatikan contoh masalah dalam hukum pidana berikut ini:
CONTOH 1: Jim Blogg dihukum atas penyerangan karena menyerang dan
memecahkan hidung Joe Potatoes. Sebagah hukuman, hakim memiliki
keleluasaan untuk memilih sebuah denda yang kaku atau hukuman penjara yang
singkat. Jika hakim percaya bahwa setiap hukuman akan menghalangi tindak
kejahatan yang sama di masa mendatang, hukuman manakah yang harus
digunakan oleh hakim.
CONTOH 2: Blogg dihukum penjara, tetapi penjaranya penuh dan sipir tidak
dapat menambah lebih banyak penghuni lagi secara legal. Negara dapat
membangun penjara yang lain atau membebaskan beberapa penghuni yang ada
untuk memberikan ruang bagi Bloggs. Respon manakah yang akan mengarah
kepada jumlah penghindaran pelaku kejahatan yang tepat dan meminimalisir
kerugian sosial akibat tindak kejahatan?
CONTOH 3: Seorang pencuri menghancurkan sebuah jendela mobil senilai $100
dan mencuri sebuah rasio seharga $75. Bagaimanakah kerugian sosial yang
ditimbulkan dari tindak kejahatan $75 (kerugian korban), $100 (kerugian korban
dikurangi keuntungan penyebab cidera) atau beberapa angka lainnya?
CONTOH 4: Yvonne berharap untuk dapat meningkatkan keamanan rumahnya
dari para pencuri. Ia mempertimbangkan 3 alternatif, yaitu: (1) memasang palang
di jendelanya; (2) memasang alarm pencuri yang keras; atau membeli sepucuk
senjata. Bagaimana masing-masing alternatif akan mempengaruh pencurian di
rumahnya dan rumah-rumah yang berdekatan? Sebagai contoh, akankah palang
mengurangi tindak kejahatan di lingkungan tersebut atau hanya mengarahkannya
kembali ke rumah lain? Akankah alarm mewaspadakan tetangga? Akankah para
pencuri mengetahu bahwa ia memiliki senjata? Alternatif-alternatf manakah yang
seharusnya didukung oleh negara untuk diadopsi oleh Yvonne.

Pada bab ini, kita akan menguji jawaban-jawaban bahwa teori hukum
pidana tradisional melahirkan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Lalu kita akan
mengusulkan sebuah teori ekonomi tentang tindak kejahatan dan hukuman yang
menurut kita melampaui keterbatasan-keterbatasan dari teori hukum tradisional.
1. Penjahat berniat untuk melakukan suatu kesalahan, sementara beberapa
kesalahan sipil terjadi secara kebetulan.
2. Kejahatan yang dilakukan oleh penjahat adalah umum serta pribadi
3. Penjahat adalah negara, bukan individu pribadi
4. Penjahat memiliki standard bukti yang lebih tinggi dalam pengadilan
pidana daripada dalam sebuah gugatan sipil.
5. Jika terdakwa bersalah, maka ia akan dihukum

Sebagai pengantar terhadap hukum pidana, kita akan menguraikan tentang


karakteristik-karakteristik berikut ini secara singkat.
A. Niat Kejahatan
Seorang pengemudi yang hati-hati tidak bersalah dan membebankan resiko
yang sedang terhadap orang lain, sedangkan pengemudi yang tidak hati-hati lalai
dan membebankan resiko yang berlebihan terhadap orang lain. Pengemudi yang
lalai harus memberi kompensasi kepada orang yang telah mereka rugikan. Akan
tetapi, bahkan pengemudi yang tidak hati-hati tidak memperhatikan keselamatan
orang lain dan dengan sengaja membebankan resiko yang berlebihan kepada
mereka. Seorang pengemudi yang sengaja membebankan resiko yang berlebihan
kepada orang lain bersifat sembrono. Seperti yang kita ketahui apda Bab 9,
kesembronoan dapat mewajibkan penyebab cidera di beberapa negara membayar
kerusakan yang menghukum selain kerusakan kompensasi.
Bahkan seorang mengemudi yang tidak memperhatikan keselamatan orang
lain tidak sengaja menabrak seseorang. Diluar kesembronoan terletak kerusakan
yang disengaja. Menurut pepatah lama, “Bahkan seekor anjingpun tahi perbedaan
antara kesandung dengan ditendang”. Begitu juga dengan hukum. Hukum
membuat perbedaan yang besar antara kerusakan yang tidak disengaja dengan
yang disengaja. Hukum kesalahan berkenaan dengan kerusakan yang tidak
disengaja, dan hukum pidana berkaitan dengan kerusakan yang disengaja.

Mens rea (bahasa Latin yang artinya ‘pikiran bersalah’) merupakan sebuah
istilah hukum untuk niat kejahatan. Untuk mengembangkan ide mens rea ini, kita
harus menarik batas antara kerusakan yang disengaja dengan yang tidak
disengaja. Perhatikan peringkat tindakan disepanjang sebuah garis pada Gambar
11.1.
Berawal dari sisi sebelah skiri skala, penyebab cidera berhati-hati dan
tidak bersalah. Bergerak ke kanan, perilaku penyebab cidera menjadi lali,
kemudian sembrono, dan kemudian jahat. Perilaku yang hati-hati kurang bersalah
dibandingkan dengan perilaku lalai; perilaku lalai kurang bersalah daripada
kerusakan yang disengaja. Menurut garis ini, garis yang memisahkan yang salah
dari mens rea terletak diantara kesembronoan dengan kerusakan yang disengaja.
Ketika para pelaku melintasi garis bats ini, maka mereka melintas dari salah ke
bersalah.
Gradasi lebih lanjut dalam niat kejahatan kadang-kadang relevan dengan
penentuan hukuman. Sebagai ilustrasi, melukai seseorang dengan sengaja untuk
memperoleh keuntungan pribadi tidak seburuk melukai seseorang secara kejam
dan mendapatkan kesenangan dari rasa sakit yang diderita korban. Maka dari itu
terdapat gradasi yang terus menerus dalam evaluasi moral terhadap pelaku dari
yang tak bersalah pada ujung yang baik sampai kejam pada ujung yang jahat.
PERTANYAAN 11.1: Kita mendefinisikan sebagai kerusakan yang disengaja
terhadap orang atau harta benda. “Di negara-negara komunis, ‘tindakan
kejahatan’ seringkali didefinisikan sebagai ‘berbahaya secara sosial’.
Hubungkan perbedaan dalam definisi dengan garis yang dilukiskan diatas.

B. Kerugian Umum dan Gugatan Umum


Menuruni daftar kita, ciri-ciri kedua yang membedakan sebuah tindak
kejahatan adalah sifat dari kerugian tersebut. Dalam bidang hukum, kita telah
menguji hal ini – harta benda, kontrak dan kerugian – sebagian besar kerugian
tersebut bersifat pribadi. Dalam hukum pidana sebagian besar kerugian bersifat
umum. Perhatikan bahwa seorang pembunuh mengancam kedamaian dan
keamanan masyarakat pada umumnya dan menempatkan orang lain disamping
korban dalam ketakutan akan kehidupan mereka. Komentator hukum Inggris yang
besar pada abad kedelapan belas, William Blackstone, mengatakan bahwa dalam
cidera yang kasar dan mengerikan ini [yang aka kita sebut sebagai kejahatan]
kesalahan pribadi diterima dalam masyarakat: kita jarang mendengar sebutan
yang terbuat dari kepuasan terhadap individu; kepuasan terhadap umat manusia
sangat besar.
Ide bahwa kejahatan merugikan masyarakat memiliki beberapa implikasi.
Yang pertama, hal ini membenarkan perbedaan antara penjahat dalam gugatan
perdata dan pidana. Dalam sebuah gugatan perdata penjahat adalah seorang
individu pribadi (korban). Dalam gugatan pidana penjahat adalah masyarakat
seperti yang diwakili oleh jaksa penuntut umum atau pengacara umum.
Yang kedua, ide bahwa kejahatan merugikan masyarakat menyiratkan
kemungkinan tindak kejahatan “yang tanpa korban”, seperti perjudian, prostitusi,
dan penjualan obat-obatan terlarang. Pihak-pihak pelaku kejahatan seringkali
terlibat dalam penjualan sukarela untuk kepentingan bersama. Akan tetapi, teori
tradisional hukum pidana menganut bahwa transaksi tersebut memiliki korban –
yaitu masyarakat, yang kedamaian dan keamanannya terancam.
Yang ketiga, teori kerugian masyarakat tradisional membenarkan upaya-
upaya menghukum untuk menyebabkan kejahatan, bahkan ketika mereka gagal.
Ketika perilaku yang mungkin merugikan tidak menyebabkan kerugian yang
sesungguhnya, cidera korban adalah nihil, jadi korban biasanya tidak memiliki
penyebab mengenai sebuah gugatan perdata. Akan tetapi, upaya-upaya yang gagal
dalam tindak kejahatan menyebabkan ketakutan dan kerugian lain terhadap
masyarakat. Teori hukum pidana tradisional menganut bahwa seseorang yang
mencoba melukai orang lain dan gagal harus dihukum.
PERTANYAAN 11.2: Jelaskan mengapa memalsukan uang merupakan suatu
tindak kejahatan. Siapakah korbannya?
PERTANYAAN 11.3: Bedakan antara (1) membebankan resiko terhadap
orang lain dengan mengemudi secara tidak hati-hati tanpa suatu kecelakaan
yang benar-benar terjadi, dan (2) mengilhami ketakutan dalam diri orang lain
dengan mencoba untuk melakukan suatu kejahatan dan gagal.

C. Standard Bukti
Ciri-ciri yang keempat dari suatu kejahatan adalah standard bukti yang
tinggi yang dibebankan kepada penggugat. Penuntut dalam sebuah kasus
kejahatan harus memenuhi standard bukti yang lebih tinggi daripada penggugat
dalam sebuah kasus perdata. Dalam sebuah kasus perdata di negara-negara hukum
umum, penggugat harus membuktikan kasus dengan banyak bukti, yaitu, perkara
harus lebih dapat dipercaya daripada terdakwa. Dalam suatu tindak kejahatan di
negara-negara hukum umum, penggugat harus membuktikan perkara itu diluar
keraguan yang masuk akal.
Teori tradisional memberikan dua alasan untuk membebankan standard
yang tinggi ini kepada gugatan. Yang pertama, menghukum seseorang yang tidak
bersalah tampak lebih buruk daripada gagal menghukum seseorang yang bersalah.
Hukum pidana melanggar keseimbangan antara kedua kesalahan tersebut (yang
oleh para ahli statistik masing-masing disebut kesalahan Tipe II dan Tipe I) yang
menguntungkan terdakwa. Yang kedua, gugatan dapat memenangkan sumberdaya
negara yang lengkap. Membebankan beban bukti yang berat terhadap gugatan
mengurangi manfaat ini.
Tidak seperti negara hukum umum, negara hukum perdata kadang-kadang
menggunakan pendekatan yang berbeda. Dalam pendekatan alternatif, terdakwa
pada prinsipnya bersalah kecuali jika mereka membuktikan ketidakbersalahan
mereka. Dasar pertimbangan atas praduga bersalah ini adalah bahwa negara tidak
membawa tuntutan kecuali jika negara yakin dengan kesalahan terdakwa. Dalam
pendekatan ini, penuntut membantu melanggar keseimbangan antara menghukum
yang tak bersalah dan gagal untuk menghukum orang yang bersalah. Pengadilan
mengakui kepercayaannya terhadap penggugat dengan berjalan dibawah praduga
bahwa penggugat benar kecuali jika terdakwa membuktikan sebaliknya.
PERTANYAAN 11.4: Jelaskan bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap
penggugat mempengaruhi standard bukti dalam ujicoba pengadilan pidana.
PERTANYAAN 11.5: Sebagian besar yurisdiksi memiliki dua kemungkinan
putusan dalam pengadilan pidana: bersalah atau tidak bersalah. Pengadilan
pidana Skotlandia memiliki tiga kemungkinan putusan: bersalah, tidak
terbukti, atau tidak bersalah. Jelaskan perbedaan antara putusan binary (2
bagian) dan trinary (3 bagian), dengan mengacu kepada standard bukti.

D. Hukuman
Orang-orang yang melakukan tindak kejahatan memaparkan dirinya
terhadap resiko hukuman. Hukuman dapat memiliki beberapa bentuk: kebebasan
penjahat dapat dikurung di penjara, gerakan meeka yang dibatasi oleh masa
percobaan, atau denda dapat dibebankan. Di beberapa wilayah hukum, terdakwa
menghadapi kemungkinan untuk dipukul, dimutilasi, atau dieksekusi oleh negara.
Hukuman dalam hukum pidana berbeda dengan kompensasi dalam hukum
peperdata. Kompensasi dalam hukum perdata bertujuan untuk memulihkan
kesejahteraan korba dengan mengorbankan penyebab cidera. Hukuman dalam
hukum pidana membuat pelaku kejahatan lebih buruk tanpa secara langsung
menguntungkan korban. Karena motivasinya berbeda, maka masalah kompensasi
dan hukuman seringkali terlepas antara satu sama lain dalam suatu contoh
tertentu. Maka dari itu, hukuman dapat dibebankan pada puncak kompensais,
seperti ketika gugatan pidana mengikuti pemulihan dalam kerugian. Alternatifnya,
hukuman dapat dibebankan sebagai pengganti kompensasi, seperti ketika negara
memenjarakan orang miskin atas penyerangan dan korban tidak menggugat dalam
penyerangan karena penyebab cidera tidak dapat membayar kompensasi.
Pada perkara-perkara yang melibatkan uang, sebuah definisi yang jelas
menjelaskan perbedaan antara kompensasi dengan hukuman. Kompensasi yang
sempurna adalah jumlah uang yang membiarkan korban acuh tak acuh antara
cidera dengan kompensasi atau tidak ada cidera. Pada bab 9, kita mendefinisikan
konsep pengembalian sempurna yang sejajar: pengembalian sempurna adalah
jumlah uang yang membiarkan penyebab cidera acuh tak acuh antara cidera
dengan pengembalian atau tanpa cidera. Menurut definisinya, hukuman lebih dari
pengembalian. Hukuman moneter adalah jumlah uang yang membuat penyebab
cidera lebih memilih tidak ada cidera daripada cidera dengan pembayaran uang.
Untuk mengilustrasikan Contoh 3, jika seorang pencuri menghancurkan sebuah
jendela mobil seharga $100 dan mencuri radio seharga $75, maka kompensasi
yang sempurna sama dengan $175, pengembalian yang sempurna sama dengan
$75, dan hukuman adalah jumlah uang yang lebih dari $75. Maka dari itu, pelaku
kejahatan dapat dituntut agar membayar $175 sebagai kompensasi kepada korban
dan juga untuk membayar denda sebesar $100 kepada negara.

PERTANYAAN 11.6: Bagi pencuri, kerugian korban biasanya lebih besar


dari keuntungan cidera, tetapi sebaliknya berlaku untuk pelanggaran kontrak.
Mengapa? Apakah implikasi bagi nilai-nilai dollar relatif dari kompensasi dan
hukuman.
II. TEORI EKONOMI TENTANG TINDAK KEJAHATAN DAN
HUKUMAN
Teori hukum pidana tradisional menawarkan alasan-alasan mengenai ciri-
ciri sebuah tindak kejahatan dan membedakan gugatan pidana dari perselisihan
perdata, tetapi hal ini tidak menawarkan sebuah model prediktif tentang perilaku
pidana atau mengusulkan sasaran yang jelas untuk hukum pidana. Teori ekonomi
tentang tindak pidana, yang kita kembangkan pada bab ini, melakukan semua ini
dan lebih besar. Kita seharusnya memulai dengan membedakan gugatan pidana
dari perselisihan sipil dan menawarkan alasan-alasan tentang ciri-ciri sebuah
tindak pidana. Selanjutnya, kita mengembangkan sebuah model perilaku pidana
berdasarkan sebuah teori tentang pilihan rasional untuk melakukan suatu tindak
pidana. Yang terakhir, kita mengusulkan sebuah gagasan yang jelas mengenai
hukum pidana dan kebijakan: hal ini seharusnya meminimalisir biaya sosial tindak
pidana. Dengan menggunakan standard ini, kita menunjukkan bagaimana cara
menghitung kebijakan-kebijakan yang optimal.

A. Ketidakcukupan Hukum Kerugian, Kebutuhan Hukum Pidana


Pada Bab 8 dan 9, kita membahas bagaimana hukum hukum kerugian
mencapai insentif yang efisien dengan membuat penyebab cidera
menginternalisasi biaya kecelakaan. Sebagian besar tindak kejahatan merupakan
kerugian, yang berarti bahwa sebagian besar pelaku kejahatan rentan terhadap
gugatan sipil. Jika gugatan sipil membuat penyebab cidera menginternalisasi
biaya tindak kejahatan, maka hukum pidana tidak akan diperlukan dari sudut
pandang ekonomi. Akan tetapi, karena beberapa alasan gugatan sipil tidak dapat
meminimalisir biaya tindak pidana. Kita akan menjelaskan alasan-alasan tersebut
guna mendukung eksistensi hukum pidana.
Alasan pertama mengenai beberapa keterbatasan yang melekat pada
kompensasi. Pada Bab 8, kita mengatakan bahwa kompensasi adalah sempurna
ketika kemungkinan korban acuh tak acuh tentang kecelakaan dalam kaitannya
bahwa mereka akan mengalami cidera dan kerusakan ketika tidak memiliki cidera
dan tidak memiliki kerusakan. Kompensasi yang sempurna menginternalisasi
kerugian yang disebabkan oleh penyebab cidera. Akan tetapi, pada Bab 9, kita
berpendapat bahwa kompensasi yang sempurna mustahil untuk kebanyakan orang
yang kehilangan satu kaki atau seorang anak. Pada perkara-perkara tersebut,
pengadilan menghargai kerusakan untuk mencegah resiko yang tidak masuk akal,
bukan untuk memberikan kompensasi atas kerugian yang sesungguhnya.
Demikian halnya, hukuman kriminal bertujuan untuk mencegah
kerugian/kerusakan yang disengaja bukan untuk mengganti kerugian atas mereka.
Perhatikan sebuah percobaan pemikiran mengenai sebuah tindak pidana. Berapa
besar uang yang akan anda perlukan agar setuju membiarkan seseorang
menyerang anda dengan palu? Pertanyaan ini tidak masuk akal. Konsep tentang
ketidakacuhan sulit untuk diterapkan pada tindak-tindak pidana seperti
penyerangan. Akibatnya, hukum yang relevan tidak dapat menggunakan
kompensasi korban yang sempurna dan internalisasi biaya oleh pelaku kejahatan
sebagai sasarannya. Bukan menetapkan harga tindak pidana, sasaran dari
hukuman adalah untuk mencegahnya. Negara melarang orang-orang dengan
sengaja melukai orang lain dan mendukung larangan ini dengan hukuman. Maka
dari itu, hukum pidana merupakan tambahan yang diperlukan kepada hukum
kerugian apabila kompensasi yang sempurna mustahil.
Bahkan apabila kompensasi yang semurna memungkinkan pada
prinsipnya, hal itu mustahil pada kenyataannya. Sebagai contoh, mari kita
beranggapan bahwa suatu tingkat kompensasi ada yang membuat Jonny tidak
acuh tentang apakah Frankie memotong lengan Jonny. Akan mustahil untuk
membuktikan tingkatan ini di pengadilan. Hambatan untuk membuktikan bahwa
adalah bahwa lengan tidak dibeli dan dijual di pasar; tidak ada cara yang obyektif
untuk mengetahui berapa besar arti kerugian tersebut bagi Jonny. Jika pengadilan
menanyakan kepada Jonny berapa besar yang ia rasakan untuk menutupi kerugian
tersebut, ia mungkin tidak tahu jawabannya, atau ia mungkin menjawab dengan
melebih-lebihkan. Ketika tidak ada pasar untuk merangsang orang-orang
memperlihatkan penilaian subyektif mereka, ahli ekonomi mengatakan bahwa
terdapat ‘suatu masalah pengungkapan pilihan’. Ketika kompensasi yang
sempurna pada prinsipnya memungkinkan, maka pada kenyataannya hal ini
mustahil karena masalah pengungkapan pilihan.
Kita telah mendukung hukum pidana dimana kompensasinya tidak
sempurna. Akan tetapi anggaplah bagwa kompensasi yang sempurna itu
memungkinkan. Dapatkah hukum pribadi mencapai efisiensi tanpa kebutuhan
akan hukum pidana? Jawabannya tidak. Untuk mengetahui mengapa, kita harus
mempertimbangkan pendapat lain. Pada bab pertama mengenai harta benda, kita
membedakan antara melindungi sebuah kepentingan dan melindungi sebuah hak.
Ingat bahwa jika hukum membiarkan pelanggaran atas kondisi bahwa pelanggar
memberi kompensasi kepada pemilik atas kerugian yang disebabkan, maka
hukum melindungi kepentingan pemilik dalam harta benda tersebut. Akan tetapi
hukum tidak melindungi hak pemilik untuk menggunakan harta benda ketika ia
memilih tanpa interferensi dari orang lain. Demikian halnya, jika korban
kecelakaan mobil diberi kompensasi secara sempurna, perhatian mereka terhadap
orang-orang dan harta bendanya akan dilindungi, akan tetapi hak mereka untuk
menjalankan usaha mereka tanpa interferensi (gangguan) dari orang lain akan
dilanggar. Melindungi kepentingan menjamin kekayaan, tetapi memberikan
pelanggaran hak mengurangi kebebasan.
Ada pendapat-pendapat ekonomi yang baik untuk melindungi hak-hak
bukan kepentingan. Pada bab-bab sebelumnya kita mengetahui bahwa
masyarakat, secara umum, lebih baik ketika barang-barang diperoleh melalui
pertukaran sukarela, karena pertukaran tersebut menjamin bahwa barang-barang
beralih ke mereka yang paling menghargai mereka. Barang-barang yang berganti
tangan tanpa persetujuan kedua belah pihak – seperti oleh pencuri – tidak
membawa jaminan yang sama ini. Barang yang dicuri mungkin lebih bermanfaat
bagi pemiliknya daripada bagi pencuri, tetapi pencurian terjadi karena pencuri
tidak perlu membayar harga menanyaki pemilik. Ini adalah sebuah pendapat
untuk usulan bahwa perbaikan dalam hukum pidana seharusnya sebagian diatur
sedemikian rupa sehingga melindungi dan mendorong pertukaran sukarela melalui
pasar.
Kita berpendapat bahwa dua hambatan mencegah penggantian hukuman
dengan kompensasi: yang pertama, kompensasi yang sempurna mungkin
mustahil, dan yang kedua, bahkan meskipun kompensasi yang sempurna itu
memungkinkan, hukum dapat mencoba melindungi hak-hak calon korban bukan
kepentingan mereka.
Ada alasan yang ketiga untuk menambahkan pertanggungjawaban dengan
hukuman dalam situasi: hukuman seringkali diperlukan untuk pencegahan.
Sebagai ilustrasi, anggaplah bahwa seorang pencuri mempertimbangkan apakah
akan mencuri seperangkat televisi seharga $1000. Anggaplah bahwa
kemungkinan pencuri ditahan dan dihukum sama dengan 0,5. Anggaplah bahwa
pencuri bertanggung jawab dalam hukum harta benda, tetapi tidak dapat dihukum
dalam hukum pidana. Kerugian yang diharapkan dari pencurian tersebut bagi
pelaku kejahatan sama dengan tanggung jawab yang diharapkan: 0,5($1000) =
$500. Keuntungan bagi pencuri sama dengan $1000. Maka dari itu, keuntungan
bersih yang diharapkan bagi pencuri sama dengan $1000 - $500 = $500. Pada
contoh ini, pertanggungjawaban perdata tanpa hukuman membuat pencurian
menjadi menguntungkan.
Secara umum, pencuri tidak dapat dicegah dengan persyaratan bahwa
mereka mengembalikan apa yang telah mereka curi ketika mereka tertangkap.
Guna mencegah pencuri, hukum harus menjatuhkan hukuman yang cukup
sehingga keuntungan bersih yang diharapkan kepada pelaku kejahatan adalah
negatif. Pada contoh-contoh sebelumnya, yang mencegah pencuri menuntut
sebuah denda minimal sebesar $1000, serta pengembalian perangkat televisi.
PERTANYAAN 11.7: Kita memberikan tiga alasan untuk memiliki hukuman
pidana sebagai pengganti kerugian. Berikan sebuah contoh konkret yang
mengilustrasikan setiap alasan.

B. Kejahatan yang Rasional


Kita telah menawarkan beberapa alasan ekonomi mengapa hukum pidana
diperlukan untuk menambahkan hukum kerugian. Sekarang, kita mengembangkan
sebuah teori perilaku pidana prediktif, yang pertama dengan menjelaskan
bagaimana seseorang yang rasional dan amoral dapat memutuskan apakah akan
melakukan suatu kejahatan atau tidak. Dengan ‘seorang yang rasional amoral’,
kita mengartikan seseorang yang dengan hati-hati menentukan cara untuk
mencapai tujuan-tujuan yang tidak sah, tanpa pengekangan oleh orang yang
bersalah atau moralitas yang terinternalisasi. Penjahat dapat diperingkatkan oleh
keseriusan, dan hukuman dapat diperingkatkan menurut beratnya. Hukuman yang
lebih berat biasanya dilekatkan kepada tindak pidana yang lebih serius. Kita
menggambarkan fakta-fakta tersebut pada Gambar 11.2.
Kita mengukur keseriusan tindak kejahatan disepanjang sumbu horizontal
dan beratnya hukuman disepanjang sumbu vertikal. Garis lengkung yang disebut
“hukuman” menunjukkan beratnya hukuman yang ditentukan dalam kitab
undang-undang hukum pidana sebagai fungsi keseriusan serangan. Kurva
hukuman melandai keatas untuk mengindikasikan bahwa hukuman menjadi lebih
berat ketika tindak kejahatan menjadi lebih serius.
Untuk memberi grafik ini dengan makna yang lebih konkret, perhatikan
tindak kejahatan penggelapan dan grafik pada Gambar 11.3. Keseriusan
penggelapan kadang-kadang diukur oleh jumlah yang dicuri. Menurut asumsi ini,
metrik untuk sumbu horizontal pada Gambar 11.3 adalah dollar. Demikian halnya,
berasumsilah bahwa hukuman yang bersangkutan adalah denda, sehingga
hukuman yang lebih berat sesuai dengan denda yang lebih tingggi. Menurut
asumsi ini, metrik untuk sumbu vertikal pada Gambar 11.3 juga dollar. Karena
kedua metrik tersebut adalah dollar, maka serangan dan hukuman mudah
dibandingkan. Keuntungan dari penggelapan tersebut bagi pelaku kejahatan sama
dengan jumlah dollar yang dicuri. Kita mengindikasikan hal ini dengan garis
manfaat (atau kurva imbalan), yang identik dengan garis 45o pada Gambar 11.3.
Dengan demikian, jika pelaku kejahatan menggelapkan $1000, maka “manfaat”
dari kejahatan (yang diukur pada sumbu vertikal) juga sama dengan $1000.
Jika sebuah undang-undang pidana menjatuhkan hukuman kepada pelaku
penggelapan, maka nilai dollar dari hukuman tersebut seharusnya melebihi nilai
dollar dari jumlah yang digelapkan. Anggaplah bahwa hukuman untuk
penggelapan tersebut dinyatakan dengan kurva hukuman yang lebih tinggi pada
Gambar 11.2 sehingga hukuman atas tindak pidana penggelapan x0 adalah x1.
Dengan demikian, jika pelaku kejahatan menggelapkan sebesar $1000, sehingga
x0 = $1000, denda sama dengan $2000, sehingga x1 = $2000. Denda ini mencegah
pelaku kejahatan rasional melakukan penggelapan karena kerugian melakukan
kejahatan melebihi manfaatnya. (Fakta-fakta tersebut disajikan pada Gambar
11.3).
Hukuman terhadap pelaku kejahatan adalah probabilistik. Penyerang dapat
lepas dari pendeteksian atau penahanan, atau ditahan tetapi tidak dihukum.
Pembuat keputusan rasional mempertimbangkan kemungkinan hukuman pada
saat merencanakan melakukan tindak pidana, termasuk penggelapan. Kita dapat
mengatakan bahwa pelaku penggelapan yang rasional menghitung sebuah nilai
yang diharapkan dari tindak pidana tersebut dengan mengurangi jumlah yang
diharapkan akan diperolehnya oleh ketidakpastian hukuman.
Sebagai ilustrasi, jika denda atas penggelapan sebesar $1000 sama dengan
$2000, dan kemungkinan bahwa seorang penyerang akan ditangkap dan dihukum
sama dengan 0,75, maka hukuman yang diharapkan sama dengan 0,75 ($2000) =
$1500. Untuk merefleksikan unsur ketidakpastian ini, kita telah menggambarkan
sebuah kurva hukuman kedua pada Gambar 11.3 (menyebut kurva hukuman yang
diharapkan) dibawah hukuman yang kedua. Kurva hukuman yang lebih rendah
pada gambar tersebut sama dengan kurva hukuman yang lebih tinggi dikurangi
sebuah diskon untuk ketidakpastian hukuman.
Bagaimana seorang pelaku kejahatan yang rasional menanggapi jadwal
hukuman yang diharapkan? Seperti sebelumnya, seorang pembuat keputusan yang
rasional dan asusila akan menggelapkan uang selama keuntungannya lebih besar
dari hukuman yang diharapkan. Walaupun hukuman tidak pasti dengan asumsi,
hukuman yang diharapkan masih lebih besar dari keuntungan dalam gambar, jadi
penggelapan tidak akan terjadi. Kiranya, tindak pidana biasanya tidak membayar,
bahkan untuk orang-orang yang secara rasional tertarik dengan diri sendiri tanpa
rasa cemas moral. Akibatnya, Gambar 11.3 menggambarkan situasi dimana
kebanyakan orang benar-benar menemukan dirinya sendiri.
Situasinya berbeda pada gambar 11.4. Dalam hal ini, hukuman yang
diharapkan turun kebawah kurva imbalan untuk penggelapan yang setidaknya
seserius x1 dan tidak lebih serius daripada x2. Dalam situasi ini, seorang pembuat
keputusan yang rasional akan menggelapkan sejumlah uang. Kita dapat membaca
grafik dengan jarak vertical antara kurva ganjaran dengan kurva hukuman yang
diharapkan. Jarak vertikal dimaksimalisasi ketika keseriusan serangan sama
dengan xo. Kita dapat menyimpulkan bahwa pembuat keputusan akan melakukan
penggelapan sejumlah xo.

PERTANYAAN 11.9: Apakah keberartian dari fakta bahwa kurva beratnya


hukuman pada Gambar 11.2 berpotongan dengan sumbu vertical secara
asimptot pada nilai positif?
PERTANYAAN 11.10: Bagaimana Gambar 11.3 dan 11.4 berubah jika polisi
menjadi lebih efisien dan menangkap sebagian besar pelaku kejahatan?
Berapa besar perubahan pada gambar-gambar yang mengindikasikan sekitar
suatu perubahan pada perilaku pelaku kejahatan?

C. Matematika Tindak Pidana Rasional


Perilaku penjahat yang rasional dapat dijelaskan dengan menggunakan
notasi matematika yang sesuai dengan analisis grafis tentang Gambar 11.3.
Biarkan variabel x mengindikasikan keseriusan tindak pidana (dalam jumlah
dollar). Biarkan variabel y mengindikasikan ganjaran penjahat dari tindak pidana
(dalam jumlah dollar). Kita berasumsi bahwa ganjaran tersebut merupakan sebuah
fungsi pertambahan dari keseriusan tindak pidana: y = y (x). [Ingat bahwa pada
Gambar 11.2, 11.3, dan 11.4, y(x) memiliki bentuk sederhana y = x, jadi garis 45o
melukiskan fungsi y(x).
Biarkan hukuman f, yang dianggap sebagai denda, atas dilakukannya
sebuah tindak pidana tentang keseriusan x dinyatakan dengan fungsi f = f(x).
Selanjutnya, diketahui peluang dihukum karena tindak pidana keseriusan x
dinyatakan dengan fungsi p = p(x). Dengan demikian, hukuman yang diharapkan
sama dengan produk dari jumlah hukuman dan peluangnya: p(x)f(x).
Penjahat yang rasional dan amoral memilih keseriusan tindak pidana x
untuk memaksimalisasi ganjaran bersihnya, yang sama dengan ganjaran y(x)
dikurangi hukuman yang diharapkan:
Maks y(x) - p(x) f(x), dimana y = y(x)

Nilai-nilai marginal dari fungsi p(x) dan f(x), yang kita nyatakan dengan p’
dan f’, menyatakan perubahan-perubahan pada peluang hukuman dan beratnya
hukuman ketika keseriusan tindak pidana, x, sedikit berubah. Demikian halnya,
nilai y marginal, yang kita lambangkan dengan y’, memberikan perubahan pada
hukuman (ganjaran) ketika keseriusan tindak pidana sedikit berubah. Penjahat
memaksimalisasi keuntungan bersih dari tindak pidana dengan menggelapkan
sejumlah uang hingga pada titik dimana keuntungan marginal dari jumlah lain
yang digelapkan sama dengan hukuman marginal yang diharapkan:

y’ = p’f + pf
keuntungan marginal biaya hukuman marjinal
penjahat penjahat yang diharapkan

Hukuman marjinal yang diharapkan untuk menggelapkan satu dollar


tambahan memiliki dua komponen: perubahan pada peluang hukuman, p’, yang
dikalikan dengan tingkat denda; dan perubahan pada beratnya hukuman, f’, yang
dikalikan dengan tingkat peluang hukuman. Kita dapat meletakkan tanda-tanda
kepada kedua komponen tersebut. Tindak kejahatan yang lebih serius menarik
upaya penyelenggaraan yang lebih besar oleh para penguasa (otoritas), jadi
peluang hukuman biasanya meningkat dengan meningkatnya keseriusan tindak
pidana. Maka dari itu, p’ biasanya adalah sebuah angka positif. Selanjutnya,
beratnya hukuman hampir selalu meningkat seiring dengan bertambah seriusnya
tindak kejahatan, jadi f’ adalah angka positif. Karena p` dan f` biasanya positif,
kurva hukuman yang pada Gambar 11.2, 11.3 dan 11.4 melandai keatas.
Kita dapat menggunakan persamaan ini untuk memprediksikan tanggapan
penjahat terhadap perubahan-perubahan dalam kerugian dan keuntungan
marginal. Sebuah investasi upaya yang lebih besar dalam menegakkan hukum
pidana dapat meningkatkan peluang marginal p’ untuk menghukum penjahat.
Demikian halnya, sebuah investasi usaha yang lebih besar dalam menghukum
penjahat, seperti memperbaiki sistem mengumpulkan denda, dapat meningkatkan
beratnya hukuman marjinal f’. Menurut persamaan sebelumnya, sebuah
peningkatan pada p’ atau f’ akan mengurangi keseriusan pelanggaran yang
dilakukan oleh penjahat yang rasional.
Kita menjelaskan bahwa hukuman yang lebih pasti dan berat mengurangi
keseriusan tindak kejahatan. Sekarang perhatikan sebuah perubahan pada peluang
untuk melakukan kejahatan-kejahatan seperti penggelapan. Keuntungan marjinal
dari tindak kejahatan turun ketika peluang-peluang untuk melakukan tindak
kejahatan berkurang. Menurut persamaan sebelumnya, sebuah pengurangan
keuntungan marjinal dari tindak kejahatan y’ akan mengurangi tingkat keseriusan
pelanggaran yang dilakukan oleh penjahat yang rasional.
Usulan bahwa keseriusan dan frekuensi tindak pidana berkurang ketika
hukuman yang diharapkan meningkat sesuai dengan usulan bahwa kurva
perintaan konsumen atas barang melereng kebawah. Para ahli ekonomi memiliki
banyak kepercayaan dalam prediksi ini, hanya karena mereka memiliki banyak
kepercayaan dalam prediksi bahwa kurva permintaan tersebut melereng kebawah.
Lereng kebawah dalam kurva permintaan mungkin berarti bahwa sebuah harga
yang lebih rendah menyebabkan setiap konsumen membeli barang sedikit lebih
banyak, seperti halnya dengan bensin, atau lereng kebawah mungkin berarti
bahwa beberapa konsumen membeli barang yang sebaliknya akan membelinya,
seperti halnya denganrumah. Dengan sedikit penyesuaian, model kita dapat dibuat
untuk menghasilkan kesimpulan bahwa sebuah kenaikan pada p’ atau f’, atau
penurunan pada y’ akan mengurangi angka tersebut, bukan keseriusan dan jumlah
tindak pidana.
Model tindak pidana rasional kita menyederhanakan realita dengan
berbagai cara. Asumsi penyederhanaan ini biasanya tidak mempengaruhi arah
dari sebagian besar prediksi. Sebagai ilustrasi, bahkan dalam sebuah model yang
lebih rumit, jumlah tindak pidana biasanya turun ketika hukuman yang diharapkan
meningkat. Akan tetapi, asumsi penyederhanaan ini biasanya mempengaruhi
prediksi secara kuantitatif, yang dengannya kita mengartikan bahwa makin
banyak kerumitan dalam model mempengaruhi besarnya sebagian besar
perubahan yang diprediksikan. Akibatnya, penelitian empiris tentang tindak
pidana, memerlukan lebih banyak kerumitan daripada model sederhana kita.
Kita tidak dapat mengembangkan lebih banyak model yang kompleks
(rumit) disini, tetapi kita akan secara singkat membahas asumsi penyederhanaan
kita. Kita berasumsi bahwa penjahat yang terpelajar, yang mengetahui rugi,
untung, dan peluang yang terkait dengan tindak kejahatan; yang kita anggap
sebagai penjahat resiko netral; dan kita berasumsi bahwa semua keuntungan dan
kerugian penjahat berupa uang. Kebanyakan penjahat tidak memiliki pengetahuan
tentang keuntungan dari tindak kejahatan dan peluang serta besarnya hukuman.
Penjahat tidak mungkin netral terhadap resiko. Kebanyakan orang melawan
resiko, walaupun penjagat tersebut sangat menyukai resiko. (Kemudian kita
membahas lebih banyak tentang resiko). Banyak tindak kejahatan yang memiliki
hukuman dan penghargaan non moneter, seperti celaan dalam masyarakat yang
lebih besar dan gengsi/martabat didalam perkumpulan penjahat. Ucapan ini
mengindikasikan suatu perbaikan dalam model sederhana yang diperlukan untuk
penelitian empiris.
PERTANYAAN 11.11: Anggaplah bahwa fungsi hukuman f(x) meningkat
dengan sebuah konstanta k, sehingga f(x) menjadi f(x) + k. Bagaimanakah
pengaruhnya terhadap perilaku penjahat?
PERTANYAAN 11.12: Anggaplah bahwa fungsi ganjaran y(x) meningkat
dengan sebuah konstanta k, sehingga y(x) menjadi y(x) + k. Bagaimanakah
pengaruhnya terhadap perilaku penjahat?

D. Perilaku Penjahat dan Niat Penjahat


Para ahli ekonomi biasanya menjelaskan model pengambilan keputusan
ekonomi sebagai catatan perilaku, bukan sebagai sebuah catatan tentang proses
pertimbangan subyektif. Maka dari itu, konsumen dikatakan bertindak seolah-olah
mereka menghitung utilitas marjinal. Demikian halnya, penjahat dikatakan
bertindak seolah-olah mereka sedang membandingkan manfaat marjinal dari
tindak kejahatan dan hukuman yang diharapkan. Akan tetapi, komisi dari sebagian
besar tindak kejahatan memerlukan niat penjahat. Untuk melakukan tindak
kejahatan, tidak cukup bagi seseorang untuk bertindak seolah-olah mereka
memiliki niat jahat. Mereka harus benar-benar memilikinya. Jadi hukum pidana
berkaitan dengan alasan, bukan hanya perilaku.
Sekalipun demikian, fokusnya terhadap perilaku bukan alasan, model
ekonomi pilihan rasional tetap bermanfaat sebagai sebuah catatan tentang pikiran
yang jahat. Niat jahat seringkali dibedakan menurut tingkat pertimbangannya.
Sebagai ilustrasi, tindak kejahatan dapat dilakukan secara spontan dalam arti
bahwa pelaku tidak membuat rencana sebelumnya. Penjahat-penjahat spontan
tidak mencari peluang untuk melakukan kejahatan, melainkan ketika kesempatan
dating, mereka menggunakannya. Di sisi yang lain, tindak kejahatan dapat
direncanakan dengan hati-hati sebelumnya dan semua kemungkinan
dipertimbangkan. Maka dari itu, sebuah tindak kejahatan yang direnungkan
sebelumnya menunjukkan tingkat pertimbangan yang lebih besar daripada tindak
pidana spontan.
Model ekonomi tersebut dapat dipahami sebagai sebuah catatan tentang
pertimbangan seseorang yang rasional dan amoral pada saat memutuskan terlebih
dahulu apakah akan melakukan suatu tindak kejahatan. Pada kasus kejahatan yang
direncanakan sebelumnya, model ekonomi mungkin sesuai dengan proses
pertimbangan yang sesungguhnya dari pelaku kejahatan. Meskipun demikian pada
kasus tindak pidana spontan, apabila tidak ada pertimbangan, model ekonomi
dapat dipahami sebagai catatan perilaku kejahatan. Untuk tindak kejahatan
spontan, pelaku kejahatan mungkin tidak benar-benar beralasan seperti dalam
model ekonomi, tetapi mereka dapat bertindak seolah-olah mereka telah
bertindak. Dengan mengatakan bahwa penjahat bertindak “seolah-olah” mereka
telah mempertimbangkan, kita mengartikan bahwa”, ketika diberi kesempatan
untuk melakukan tindak kejahatan, mereka merespon dengan cepat terhadap
keuntungan dan resiko seolah-olah mereka telah mempertimbangkannya. Jika
mereka merespon dengan cara ini, perilaku mereka dapat dijelaskan dengan model
ekonomi, walaipun proses pertimbangan mereka hanya merupakan bagian
darinya.
Bahkan ketika ditafsirkan sebagai model perilaku, model pilihan rasional
bermanfaat dalam kajian tentang hukum pidana. Untuk mengetahui mengapa,
perhatikan perbedaan lain antara penerapan model pilihan rasional pada pasar dan
pada gugatan pidana. Ketika para ahli ekonomi meneliti pasar, mereka membahas
tentang perilaku kumpulan. Perilaku eksentris dan aneh (tak menentu) hilang oleh
pengumpulan massa orang biasa. Sebaliknya, gugatan pidana terfokus kepada
individu, dan penjahat individu seringkali merupakan outlier statistik. Dilihat dari
perspektif ini, model ekonomi pemilihan rasional tampaknya tidak dapat
diterapkan pada hukum pidana.
Akan tetapi fokus terhadap individu ini bukan merupakan satu-satunya
perspektif tentang hukum pidana. Hukum pidana melibatkan lebih dari gugatan
individu. Kebijakan umum terhadap kejahatan harus diatur oleh undang-undang
dan para pejabat dalam system pengadilan pidana. Kebijakan-kebijakan umum
harus dirumuskan dengan mata pada pengaruh kumpulan mereka, seperti
kemampuan untuk meminimalisir biaya sosial tindak pidana. Pada tingkat
penelitian ini, model ekonomi sangat bermanfaat.
Kita menyatakan bahwa model pilihan ekonomi menjelaskan
pertimbangan penjahat rasional ketika kejahatan mereka direncanakan
sebelumnya, dan kita telah menyatakan bahwa penjahat rasional berperilaku
seolah-olah dipandu oleh model ekonomi ketika mereka melakukan tindak pidana
spontan. Jika pernyataan ini benar, maka penelitian empiri seharusnya
menunjukkan bahwa tingkat kejahatan respon pada cara yang diprediksikan
terhadap hukuman dan ganjaran. Ini adalah sebuah pertanyaan empiris dijawab
oleh fakta-fakta, tidak logis. Untungnya, ada banyak bukti tentang masalah ini,
dan kita seharusnya memberikan sebuah ringkasan tentang literature mengenai
penangkisan pada bab selanjutnya. Sekarang kita beralih ke menghitung hukuman
yang optimal dalam kaitannya dengan teori ekonomi tentang bagaimana penjahat
memutuskan untuk melakukan tindak pidana. Langkah pertama adalah untuk
menjelaskan sasaran untuk meminimalisir biaya sosial tindak pidana.
PERTANYAAN 11.13: Mengapa seharusnya hukum menghukum seseorang
secara lebih berat karena melakukan tindak pidana yang sama dengan
pertimbangan bukan spontan?
PERTANYAAN 11.14: Percobaan laboratorium menunjukkan bahwa tikus
merespon hukuman dengan cara yang rasional secara ekonomi, namun tikus
tidak dapat secara legal melakukan kejahatan. mengapa ?

E. Sasaran Ekonomi dari Hukum Pidana


Kejahatan membebankan berbagai biaya kepada masyarakat, yang dapat
kita reduksi menjadi dua jenis pokok. Yang pertama, penjahat memperoleh
sesuatu dan korban menderita kerugian terhadap orang-orang atau harta bendanya.
Kerugian sosial yang ditimbulkan, menurut pandangan standard dikalangan para
ahli ekonomi, sama dengan kerugian besar dalam nilai. Sebagai ilustrasi pada
contoh 3, jika seorang pencuri menghancurkan sebuah jendela mobil seharga $100
dan mencuri sebuah radio seharga $75, maka penjahat tersebut memperoleh
keuntungan $75 dan korban rugi $175, untuk kerugian sosial bersih sebesar $100.
Kerugian bersinya sama dengan nilai yang dihancurkan, bukan nilai yang
didistribusikan kembali. Yang kedua, jika negara dan calon korban kejahatan
mengeluarkan sumberdaya untuk melindungi darinya. Misalnya, pemilik rumah
memasang palang di jendela mereka dan kota mempekerjakan polisi untuk
melakukan patroli di jalan.
Kita menggambarkan kedua jenis biaya sosial: kerugian bersih yang
disebabkan oleh kejahatan dan sumberdaya yang dihabiskan untuk mencegahnya.
Jumlah kejahatan yang optimal, atau pencegahan yang efisien, menyeimbangkan
biaya-biaya tersebut. Kita mengusulkan sasaran sederhana berikut ini untuk
menganalisa hukum pidana: Hukum pidana seharusnya meminimalisir biaya
kejahatan sosial, yang sama dengan jumlah kerugian yang diakibatkan olehnya
dan biaya untuk mencegahnya.
Kedua jenis biaya sosial dasar tersebut seringkali cukup untuk tujuan
analisis. Ketika analisis memerlukan kompleksitas yang lebih besar, kita dapat
memperbaiki dan mengembangkan jenis-jenis biaya sosial. Sebagai ilustrasi,
kegiatan-kegiatan pidana mengalihkan upaya penjahat dari kegiatan yang legal ke
illegal, yang membebankan biaya kesempatan. Sebagai contoh, seorang akuntan
yang mengabdikan dirinya kepada penggelapan dana memiliki waktu yang lebih
sedikit untuk melakukan pembukuan yang sah. Selanjutnya, ketika ada di penjara,
seorang akuntan tidak dapat mengaudit buku-buku untuk klien. Biaya peluang
kejahatan dikalangan para akuntan mungkin cukup besar untuk mempengaruhi
pencegahan penggelapan yang optimal. Dari waktu ke waktu, kita akan
memperluas definisi tentang biaya sosial untuk memasukkan kerugian-kerugian
seperti biaya peluang penjahat, seperti yang diperlukan oleh analisis kita.
Kerumitan yang lain terkait dengan manfaat yang dirasakan penjahat dari
tindak kejahatan. Menurut pandangan standard dikalangan para ahli ekonomi,
keuntungan penjahat sebagian menutupi biaya (keruguan) korban. Akan tetapi,
kaum moralist dapat mengatakan bahwa keuntungan haram penjahat seharusnya
tidak dihitung sebagai keuntungan sosial. Biasanya, orang mencapai kesimpulan
yang berbeda tentang contoh-contoh yang berbeda. Sebagai ilustrasi, kebanyakan
orang sepakat bahwa manfaat yang dinikmati oleh seseorang yang mencuri
makanan dari sebuah kabin yang tak berpenghuni untuk menyelamatkan istrinya
pada saat tersesat di hutan belantara seharusnya dihitung sebagai keuntungan
sosial, dan kebanyakan orang sepakat bahwa kesenangan yang dirasakan oleh
pemerkosa (jika ada kesenangan semacam itu) seharusnya tidak dihitung sebagai
keuntungan sosial yang setaraf dengan rasa sakit korban.
Sayangnya, banyak contoh penting yang dihadapi oleh para pembuat
kebijakan yang tidak melahirkan sebuah kesepakatan, bahkan dikalangan para ahli
ekonomi sekalipun, tentang manfaat sosial dari keuntungan penjahat. Sebagai
ilustrasi, beberapa peraturan pemerintah tentang industri meningkatkan efisiensi
dengan memperbaiki kegagalan pasar, seperti larangan terhadap pembuangan
limbah kimia beracun di sungai, sementara keuntungan peraturan lain mendukung
kelompok-kelomok dengan membuat persaingan menjadi sebuah kejahatan,
seperti pembatasan produksi pertanian. Sebuah contoh drastis tentang
ketidaksepakatan terhadap peraturan mengenai pengusaha pembiayaan AS yang
paling kreatif dan menguntungkan pada tahun 1970an, Michael Milken, yang
menggunakan obligasi resiko tinggi (“junk bonds”) untuk membiayai leveraged
buyout dan pengambilalihan perusahaan yang bermusuhan. Ia jatuhi hukuman
penjara karena melanggar peraturan-peraturan teknis tentang undang-undang
sekuritas. Beberapa ahli ekonomi percaya bahwa ia melakukan lebih dari orang
lain untuk membantu memodernisasi industri Amerika, dan ahli ekonomi yang
lain percaya bahwa ia merusak pasar saham dengan terlibat dalam kecurangan.
Ketika para pembuat kebijakan tidak setuju dengan keuntungan sosial dari
tindak kejahatan, maka sebuah strategi yang baik bagi ahli ekonomi adalah untuk
menjelaskan masalah tersebut tanpa menyelesaikan perselisihan. Demikian
halnya, kita akan menghindari argumen-argumen yang kesimpulannya perlu
dipertimbangkan dalam perdebatan-perdebatan semacam itu.

PERTANYAAN 11.16: Bagaimanakah cara-cara untuk mengukur biaya social


yang ditimbulkan oleh pembunuhan? (Ingat pembahasan kita pada Bab 9
tentang bagaimana cara menetapkan nilai pada suatu kehidupan (jiwa) yang
hilang dalam sebuah kecelakaan).
PERTANYAAN 11.17: Bandingkan sasaran ekonomi yang sederhana antara
hukum pidana dengan hukum kerugian.

F. Pencegahan yang optimal dan Hukuman yang Efisien


Gambar 11.5 menggambarkan bagaimana cara melanggar keseimbangan
antara biaya kerugian bersih yang disebabkan oleh tindak kejahatan dan biaya
untuk mencegahnya. Pada gambar tersebut, sumbu horizontal mengukur
pengurangan-pengurangan pada jumlah kegiatan kejahatan, yang berkisar antara
pengurangan pada asal-usul hingga stidak adanya kegiatan kejahatan pada jumlah
100%. Jumlah dollar diukur disepanjang sumbu vertikal. Kurva MSCD
menhatakan biaya sosial marginal untuk mencapai sebuah tingkat penurunan
angka kejahatan tertentu. MSCD melereng keatas karena para pejabat melakukan
pencegahan yang mudah sebelum menggunakan pencegahan yang lebih sulit.
Akibatnya, mencapai penurunan pada tindak pidana menjadi semakin mahal
biayanya. Sebagai contoh, mengurangi tindak pidana dengan 1% tambahan lebih
mudah ketika tindak pidana sudah dikurangi sebesar 5% daripada ketika kejahatan
telah dikurangi sebesar 95%.
Kurva yang berlabel MSB mengukur keuntungan sosial marjinal dari
dicapainya penurunan tingkat kejahatan atau pencegahan. MSB melereng kebawah
karena manfaat untuk bagi masyarakat dari sedikit penurunan pada jumlah tindak
kejahatan turun ketika jumlah seluruh kejahatan turun. Maka dari itu, penurunan
dari katakanlah 5% sampai 7% manfaat lebih besar daripada penurunan sebesar
95 sampai 97%.
Pencegahan yang optimal secara sosial terjadi pada titik dimana biaya
sosial marjinal untuk mengurangi tindak kejahatan sama dengan manfaat sosial
marjinal. Pada Gambar 11.5, optimal sosial terjadi pada tingkat pencegahan yang
ditandai dengan D*. Ingat bahwa untuk suatu tingkat pengurangan pada tindak
kejahatan kurang dari D*, keuntungan sosial marginal dari penurunan lebih lanjut
melebihi biaya sosial marjinal, jadi masyarakat seharusnya mengurangi kejahatan
lebih jauh. Demikian halnya, untuk suatu tingkatan pengurangan dalam tindak
kejahatan lebih dari D*, biaya sosial marjinal dari pengurangan lebih lanjut
melebihi keuntungan sosial marjinal, jadi masyarakat seharusnya membiarkan
lebih banyak kejahatan tanpa dicegah.
Ingat bahwa perubahan pada MSCD dan MSB mengubah tingkat
pencegahan optimal. Sebagai contoh, anggaplah bahwa biaya peluang sumberdaya
yang dicurahkan kepada pencegahan tindak kejahatan turun, dan keuntungan
sosial marjinal dari pencegahan tetap sama; MSCD akan turun menjadi MSCD dan
tingkat pencegahan yang optimal akan naik menjadi D**.
Pada bab selanjutnya, kita menjelaskan upaya-upaya untuk menentukan
apakah biaya pencegahan marjinal lebih atau kurang dari penghematan yang
dihasilkan dalam biaya tindak kejahatan di Amerika Serikat; dengan kata lain,
penelitian-penelitian tersebut mencoba menentukan apakah nilai D untuk Amerika
Serikat ada diatas, dibawah, atau sama dengan nilai D* yang optimal.

PERTANYAAN 11.18: Anggaplah bahwa pembelajaran komputer oleh polisi


meningkatkan efisiensi angkatam. Bagaimana Gambar 11.5 berubah.
PERTANYAAN 11.19: Berasumsilah bahwa pmbelajaran komputer oleh
penjahat membuat mereka makin sulit ditangkap. Bagaimana Gambar 11.5
berubah?

G. Matematika Pencegahan Optimal


Pada bagian ini, kita menggunakan matematika sedehana untuk
memperoleh hasil naluriah dari bagian sebelumnya tentang jumlah pencegahan
yang optimal. Sebuah tindak kejahatan secara langsung melukai korban, seperti
kerugian sebesar $175 yang dialami oleh pemilik mobil pada contoh sebelumnya.
Lambangkan kerugian langsung dengan d. Selain itu, sebuah kejahatan memiliki
biaya tidak langsung i yang diderita oleh masyarakat, yang katakanlah meliputi
biaya ketakutan akan pencurian radio mobil di masa yang akan datang dikalangan
para calon korban dan sumberdaya tambahan yang mereka kerahkan untuk
mencegah pencurian. Maka dari itu, kerugian yang disebabkan oleh suatu tindak
kehjahatan merupakan jumlah biaya langsung ditambah biaya tidak langsung: (d +
i).
Seperti yang dijelaskan, penjahat seringkali mendapatkan keuntungan dari
tindak kejahatan, dan standard pandangan ekonomi mengurangi keuntungan
penjahat dari biaya kerugian. Menurut pendekatan ini, kerugian bersih dari tindak
kejahatan adalah jumlah kerugian langsung dan tidak langsung dikurangi manfaat:
d + i – b.
Tindak pidana terjadi dengan peluang p, dimana p tergantung kepada
tingkat pencegahan. Diketahui z menyatakan biaya untuk polisi, pengadilan,
penuntut umum, pengawas orang jahat, penjara, dan sebagainya. Untuk sekarang,
kita berasumsi bahwa pengeluaran dialokasikan secara efisien diantara berbagai
faktor yang turut mempengaruhi pencegahan. Bagian berikut ini menjelaskan
bagaimana cara membuat alokasi yang efisien). Frekuensi kejahatan, p, adalah
fungsi penurunan pengeluaran terhadap pencegahan: p = p (z) dengan peluang
marjinal negatif, p’ < 0.
Peluang kejahatan yang dikalikan dengan kerugian bersih sama dengan
kerugian bersih yang diharapkan: (d + i-b) p (z). Yang terakhir, biaya sisial bersih
yang diharapkan dari tindak kejahatan sama dengan jumlah kerugian yang
diharapkan dan pengeluaran atas pencegahan:
biaya sosial bersih = (d + i - b)p(z) + z
yang diharapkan kerugian bersih yang diharapkan pencegahan

Efisiensi menuntut pemilihan pengeluaran atas pencegahan z guna


meminimalisir biaya sosial bersih yang diharapkan. Biaya marjinal untuk
menghabiskan satu dollar tambahan atas pencegahan sama dengan satu dollar.
Keuntungan marjinal yang dihasilkan sama dengan pengurangan pada kerugian
bersih yang dihasilkan dari penurunan marjina dalam tindak pidana yang
disebabkan oleh pengeluaran satu dollar tambahan atas pencegahan, yang sudah
kita lambangkan dengan p’. Maka dari itu, pencegahan yang optimal menuntut
pemilihan z sehingga
I = (d + I – b) (–p’)
Biaya Biaya bersih yang Penurunan majinal
pencegahan diharapkan dari pada peluang tindak
marginal tindak kejahatan kejahatan

Perhatikan dua implikasi dari persamaan ini. Yang pertama, selama


pencegahan memakan biaya besar, maka pencegahan yang optimal tidak mungkin
menjadi pencegahan yang sempurna. Dengan kata lain, pencegahan yang mahal
mencegah suatu masyarakat rasional dari penghapusan tindak kejahatan dengan
mencegahnya secara sempurna. Yang kedua, jika biaya pencegahan meningkat,
maka jumlah optimalnya turun. Yang ketiga, jika kerugian bersih dari tindak
kejahatan naik, maka pencegahan optimal meningkat.
Ingat bahwa model matematika menyederhanakan penghitungan
pencegahan optimal dengan beberapa cara. Salah satu penyederhanaan yang
penting berkenaan dengan fakta bahwa kita belum mencontohkan pembentukan
sebuah jadwal hukuman yang optimal. Bukan berdiri sendiri, hukuman pidana
dari bagian jadwal yang terpadu yang mempengaruhi nilai-nilai optimal mereka.
Pengunakan pencegah yang kuat atas tindak kejahatan yang kurang serius,
seringkali mencegah penggunaan mereka pada tindak kejahatan yang lebih serius.
Sebagai ilustrasi, anggaplah bahwa penjara seumur hidup adalah hukuman
maksimal yang ada didalam masyarakat, dan hukum menetapkan penjara seumur
hidup untuk penggelapan uang. Sekarang kita berasumsi bahwa seorang petugas
polisi yang mengejar seorang pelaku kejahatan yang memiliki sebuah senjata. Jika
petugas menangkap pelaku penggelapan, ia akan dipenjara seumur hidup seperti
yang dituntut oleh hukum yang keras. Jadi, pelaku penggelapan mungkin juga
mencoba menembak petugas. Jika ia berhasil membunuh petugas, ia akan lari.
Jika ia gagal, tidak akan ada hukuman tambahan karena hukuman untuk pelaku
penggelapan sudah maksimal. Pada contoh ini,hukuman yang keras untuk tindak
kejahatan yang kurang serius merusak pencegahan tindak kejahatan yang lebih
serius. Sayangnya, mempertimbangkan fakta-fakta semacam itu pada saat
menentukan hukuman memerlukan matematika diluar cakupan buku ini.
Apabila efisien, hukuman yang keras dapat melanggar hak-hak moral dan
konstitusi pelaku kejahatan. Sebagai contoh, perhatikan sebuah hukum yang
menjatuhkan hukuman mati bagi kasus penggelapan uang kas recehan. Hukum ini
akan menciptakan sebuah perbedaan yang besar antara beratnya hukuman dengan
keseriusan pelanggaran. Kebanyakan orang akan menganggap hukum sebagai
tidak sopan dan para hakim Amerika mungkin akan mengumumkannya sebagai
tidak konstitusional. Pertimbangan-pertimbangan non ekonomi semacam itu dapat
beroperasi sebagai hambatan terhadap penghitungan pencegahan yang optimal.
PERTANYAAN 11.20: Jelaskan bagaimana sebuah pergeseran pada p(z) yang
meningkatkan p’ mengubah tingkat pencegahan yang optimal.
PERTANYAAN 11.21: Berasumsilah bahwa negara melarang persaingan di
pasar persaingan yang alami, sehingga produsen yang melanggar hukum
(pelaku pasar gelap) turut mempengaruhi efisiensi. Dalam ukuran biaya tindak
kejahatan sosial, apakah jumlah (d + i – b) positif atau negatif?

H. Matematika tentang Alat Pencegahan Optimal


Setelah menunjukkan bagaimana cara menentukan jumlah pencegahan
yang optimal, kita selanjutnya beralih ke sebuah analisis tentang alat pencegahan
tindak kejahatan yang optimal. Ada banyak keputusan pengalokasian yang harus
dibuat, seperti pilihan antara patroli jalan kaki dengan patroli mobil oleh polisi,
pilihan antara lebih banyak polisi dan lebih banyak penuntut, dan pilihan antara
lebih banyak menggunakan denda atau penjara. Kita harus menguji beberapa
pilihan tersebut untuk melahirkan beberapa prinsip yang mendasari.
Pertama-tama, perhatikan sebuah pilihan antara mengalokasikan
sumberdaya untuk membuat hukuman jadi lebih pasti atau lebih berat. Sebagai
contoh, mengalokasikan sumberdaya yang lebih besar kepada polisi membuat
hukuman menjadi lebih pasti, dan mengalokasikan lebih banyak sumberdaya
kepada penjara memperbolehkan hukuman yang lebih lama. Kita melukiskan
pilihan antara kepastian dengan beratnya hukuman pada Gambar 11.6. Sumbu
vertical mengukur peluang penjahat untuk dihukum: sumbu horizontal mengukur
beratnya hukuman.
Ketika peluang hukuman dikalikan dengan beratnya hukuman, maka
hasilnya adalah hukuman yang diharapkan. Garis-garis lerengan kebawah pada
Gambar 11.6 menyatakan kombinasi antara kepastian dengan beratnya hukuman
yang menghasilkan harapan hukuman yang sama. Hukuman yang diharapkan
sama disepanjang salah satu garis karena, pada saat bergerak disepanjang garis,
perubahan pada peluang hukuman tepatnya menutupi (mengimbangi) perubahan
dalam tingkat beratnya hukuman. Akan tetapi dengan bergerak dari suatu titik
pada satu garis, katakanlah, D1 ke garis yang lebih tinggi, katakanlah D2,
menyatakan sebuah peningkatan pada hukuman yang diharapkan.
Untuk menjaga agar analisis ini tetap sederhana, maka berasumsilah
bahwa jumlah tindak kejahatan adalah konstan ketika hukuman yang diharapkan
adalah konstan, dan bahwa jumlah kejahatan berkurang ketika hukuman yang
diharapkan meningkat. Akibatnya, garis D1 dan D2 pada Gambar 11.6 masing-
masing dapat ditafsirkan sebagai garis-garis pencegahan yang konstan. Dengan
demikian, disepanjang masing-masing garis jumlah tindak kejahatan tersebut
konstan. Dalam bahasa teknis, garis-garis tersebut merupakan isoquant
pencegahan. Bergerak ke isoquant yang lebih tinggi sama dengan tingkat
kejahatan yang lebih rendah. Maka dari itu, total jumlah tindak kejahatan yang
dicegah oleh kombinasi antara kepastian dengan tingkat keparahan disepanjang D1
lebih kecil daripada yang dicegah disepanjang D2.
Isoquant pada Gambar 11.6 menganut konstanta pencegahan yang pada
model ini menyiratkan menganggap jumlah tindak pidana konstan (tetao\p).
sekarang pertimbangkan untuk menganut bahwa pembiayaan total atas
pencegahan tindak kejahatan adalah konstan. Sebagai contoh, kurva yang berlabel
“pembiayaan tinggi” pada Gambar 11.7 mengindikasikan kombinasi antara
kepastian dengan beratnya hukuman yang dapat dicapai oleh sebuah tempat
dengan menghabiskan jumlah biaya yang besar atas pencegahan, katakanlah $10
juta. Demikian halnya, kurva yang berlabel “pembiayaan rendah”
mengindikasikan kombinasi yang dapat dicapai oleh tempat tersebut dengan
menghabiskan jumlah biaya yang rendah untuk pencegahan, katakanlah $5 juta.
Pengeluaran atas pencegahan tetap konstan ketika bergerak disepanjang jalur
pembiayaan yang tetap, sementara pembiayaan meningkat ketika bergerak dari
satu garis yang lebih rendah ke garis yang lebih tinggi.
Setelah melukiskan pencegahan dan pembiayaan pada Gambar 11.7, kita
dapat menggambarkan kombinasi yang optimal antara tingkat keberatan dengan
kepastian. Jika system hukum dapat mencapai tingkat pencegahan yang lebih
tinggi pada tingkat pembiayaannya saat ini, maka situasi saat ini tidak dapat
efisien. Sebagai contoh, bandingkan titik (x1, y1) dan (x*1, y*1) pada Gambar 11.7.
Kedua titik tersebut ada pada garis pembiayaan yang sama, tetapi titik yang kedua
ada pada garis pencegahan yang lebih tinggi daripada titik pertama. Maka dari itu,
titik yang pertama tidak bisa optimal.
Efisiensi menuntut para pembuat kebijakan agar memaksimalisasi
pencegahan untuk suatu tingkat pembiayaan tertentu. Sebagai ilustrasi, untuk
menemukan tingkat optimal, mulai pada salah satu ujung garis “pembiayaan
rendah” dan bergerak kearah pusat. Ketika anda bergerak kearah tengah (pusat),
anda melintasi garis pencegahan yang lebih tinggi, yang mengindikasikan
peningkatan dalam pencegahan. Pencegahan terus meningkat hingga anda
mencapai titik (x*, y*). Jika anda bergerak melewati (x*, y*), pencegahan
menurun. Maka dari itu tingkat optimal terjadi pada (x*, y*).
Perhatikan fakta tentang titik (x*, y*) pada Gambar 11.7: Pada titik ini,
kurva pengeluaran merupakan tangent terhadap isoquant pencegahan. Secara
umum, kombinasi yang efisien dari beratnya dan kepastian hukuman terjadi pada
titik dimana biaya pengeluaran merupakan tangent terhadap isoquant pencegahan.
Kesimpulan ini sesuai dengan hasil yang familier pada teori konsumen. Garis-
garis pencegahan konstanta dalam analisis tindak kejahatan sesuai dengan garis-
garis utilitas yang konstan pada teori konsumen. Sebuah garis pengeluaran yang
konstan dalam analisis tindak kejahatan sesuai dengan garis anggaran pada teori
konsumen. Tingkat optimal pada teori konsumen terjadi ketika garis anggaran
merupakan tangent terhadap kurva utilitas, yang sesuai dengan sebuah titik pada
Gambar 11.7 dimana garis pengeluaran adalah tangent terhadap isoquant
pencegahan.
Untuk membuat latihan yang abstrak ini menjadi lebih konkret, perhatikan
beberapa contoh yang nyata. Anggaplah bahwa kepastian hukuman tergantung
kepada pengeluaran untuk polisi dan penuntut dan bahwa hukuman untuk tindak
kejahatan yang relevan adalah denda. Polisi dan penuntut memerlukan biaya,
sedangkan denda sangat murah untuk diurusi sehingga mereka menghasilkan
sebuah keuntungan bagi negara, setidaknya selama denda terlalu besar dalam
kaitannya dengan pendapatan pelanggar. Dengan demikian, kepastian hukuman
mahal untuk dicapai oleh negara dalam kaitannya dengan tingkat hukuman
dengan denda.
Gambar 11.8 menggambarkan fakta melalui sebuah kurva pengeluaran
yaitu hampir horizontal untuk denda-denda yang paling kecil. Ketika kepastian itu
mahal dan beratnya hukuman adalah murah, maka pencegahan memerlukan
hukuman yang berat (denda yang besar) yang diberikan dengan peluang
penahanan dan penghukuman yang rendah. Fakta ini disajikan pada Gambar 11.8
oleh titik (x*, y*); peluang hukuman y* kecil dalam kaitannya dengan x*. Dengan
demikian pada contoh ini cara yang efisien untuk mencapai pencegahan D adalah
untuk menghabiskan biaya relatif kecil untuk polisi dan penuntut dan untuk
membebankan sebuah denda yang berat kepada penjahat.
Bukan berasumsi bahwa hukuman adalah sebuah denda, berasumsi bahwa
hukuman tersebut adalah penjara. Tidak seperti ini, penjara sangat mahal.
Anggaplah bahwa hukuman penjara yang lebih lama, yang meningkatkan tingkat
beratnya hukuman, merugikan negara lebih besar dari polisi dan penuntut lain,
yang meningkatkan kepastian hukuman. Menurut asumsi tersebut, pencegahan
efisien dapat menuntut hukuman yang paling kecil dengan peluang yang tinggi.
Kemungkinan ini diilustrasikan pada Gambar 11.9, dimana titik yang optimal (z*,
y*), sesuai dengan hukuman penjara yang pasti tetapi singkat.
Ada konsekuensi lain yang segera dari pendapat mengenai kombinasi
antara hukuman denda dengan hukuman penjara. Gambar sebelumnya melukiskan
pertukaran antara kepastian dan beratnya hukuman. Sebaliknya, Gambar 11.10
dan 11.11 melukiskan pertukaran antara denda dan hukuman penjara. Pada
gambar-gambar tersebut kita menggambarkan beratnya hukuman penjara pada
sumbu horizontal dan beratnya denda pada sumbu vertikal. Isoquant pencegahan,
yang disebut D0 pada gambar tersebut, menghubungkan kombinasi antara denda
dengan penjara yang mencegah jumlah kejahatan yang sama. Dengan kata lain, D0
mengindikasikan jumlah yang dengannya denda harus meningkat untuk menutupi
penurunan pada hukuman penjara agar beranggapan bahwa jumlah tindak
kejahatan adalah konstan.
Tampaknya aman untuk berasumsi bahwa penjara jauh lebih mahal bagi
negara daripada mengumpulkan denda. Biaya hukuman penjara yang relatif dan
pengumpulan denda digambarkan pada Gambar 11.10 dengan garis pengeluaran
yang konstan. Total pengeluaran atas hukuman adalah sama dimana saja
disepanjang garis pengeluaran. Pada titik manakah pencegahan mencapai tingkat
terbesar pada garis pengeluaran? Pencegahan terbesar ketika garis pengeluaran
menyentuh garis pencegahan tertinggi, yang terjadi pada titik y* Gambar 11.10.
Selanjutnya, titik y* pada sumbu vertikal. Hal ini berarti bahwa negara mencapai
pencegahan terbesar pada biaya tertentu dengan secara eksklusif mengandalkan
denda dan tidak menggunakan hukuman penjara.
Ada garis lain pada gambar tersebut yang belum kita diskusikan, garis Sa,
Sa menyatakan hambatan solvensi keuangan pelanggar: pelanggar tidak mampu
membayar denda lebih besar dari Sa. Untungnya, denda yang optimal sebesar y*
ada dibawah Sa pada Gambar 11.10, yang mengindikasikan bahwa pelanggar
dapat membayar denda.
Sekarang berasumsi bahwa pelanggar tidak dapat membayar denda
sepenuhnya. Pada Gambar 11.11 kurva-kurvanya sama seperti pada Gambar
11.10, tetapi ingat bahwa hambatan solvensi (kesanggupan melunasi hutang)
pelangar, Sb jauh dibawah kemampuan pelanggar yang dilukiskan pada Gambar
11.10. Sebagai akibatnya, D0 pencegahan tidak dapat dicapai tanpa
menggabungkan sebuah denda dan hukuman penjara – khususnya melalui denda
Sb dan hukuman penjara sama dengan x*.
Perhatikan dua fakta yang penting disekitar tingkat yang optimal pada
Gambar 11.11. Yang pertama, hukuman yang optimal meliputi denda maksimal
yang dapat dibayar oleh penjagat. Secara umum, efisiensi menuntut penghabisan
kemampuan untuk menghukum penjagah dengan murah dengan denda sebelum
mengambil jalan hukuman penjara yang mahal. Yang kedua, negara harus
menghabiskan biaya jauh lebih banyak untuk mencegah orang yang tidak dapat
membayar denda daripada mencegah orang yang dapat membayar denda. Fakta
ini mendorong para pembuat kebijakan untuk mencari cara-cara guna
meningkatkan kapasitas penjahat dalam membayar denda. Pada bab berikutnya,
kita menggambarkan sebuah system yang dikembangkan di Eropa Utara, yang
disebut “denda harian”, yang mencoba untuk mengatasi hambatan-hambatan
kemampuan penjahat dalam membayar denda.
PERTANYAAN 11.22: Jelaskan dengan kata-kata kapan efisiensi memerlukan
hukuman dengan peluang yang rendah, dan kapan efisiensi memerlukan
hukuman yang ringan dengan peluang yang tinggi?
PERTANYAAN 11.23: Bagaimana pekerjaan yang lengkap mengurangi biaya
pencegahan tindak kejahatan?
I. Pencegahan Pribadi
Contoh 3 mengenai apakah Yvonne seharusnya melindungi dirinya sendiri
dengan (1) memasang palang pada jendelanya; (2) memasang alarm pencuri yang
keras; atau (3) membeli sebuah senjata. Sebagain besar pencegahan kejahatan
adalah oleh individu pribadi, bukan pejabat pemerintahan. Contoh tersebut
menimbulkan pertanyaan tentang apakah warga pribadi memiliki insentif untuk
berinvestasi secara optimal dalam mencegah tindak kejahatan atau tidak. Secara
umum, jawabannya adalah “tidak”. Warga pribadi paling memperhatikan kerugian
dan keuntungan pribadi, yang tidak selaras dengan kerugian dan keuntungan
masyarakat.
Sebagai ilustrasi, anggaplah bahwa Yvonne memasang kunci double-baut
merk X di pintu depannya. Memasang kunci memiliki manfaat pribadi baginya
jika hal itu mencegah pencurian di rumahnya. Sebut pengaruh ini sebagai
pencegahan swasta karena hal ini menguntungkan investor pribadi dalam
tindakan pencegahan. Memasang kunci memiliki manfaat umum bagi tetangga
Yvonne jika pencuri cenderung menghindari lingkungan dimana beberapa
rumahnya memiliki kunci double-baut merk X. Sebut hal ini sebagai pencegahan
umum karena hal ini menguntungkan masyarakat umum. Memasang kunci
memiliki manfaat sosial yang kecil jika hal ini mencegah pencurian di rumah
Yvonne dengan menyebabkan seorang pencuri merampok rumah diseberang.
Sebut efek ini sebagai mendistribusikan kembali kejahatan. Mendistribusikan
kembali kejahatan tidak memiliki manfaat sosial bersih.
Investasi pribadi dalam mencegah kejahatan biasanya memiliki ketiga efek
tersebut (dan efek lain yang tidak kita bahas disini). Negara seharusnya
mendorong investasi pribadi yang turut memberikan sumbangan kepada
pencegahan umum, tetapi Negara tidak perlu mendorong investasi pribadi yang
turut mempengaruhi pencegahan pribadi atau mendistribusikan kejahatan.
Sebuah kondisi yang sederhana menentukan apakah efek redistributifnya
kecil atau besar. Sebelum melakukan suatu tindak kejahatan, penjahat dapat
mengamati beberapa peringatan pribadi. Untuk pencurian, contoh peringatan
yang dapat diamati ex ante termasuk lampu-lampu di jalan setapak, palang pada
bagian luar jendela, dan alarm di bagian luar. Peringatan yang terlihat ex ante
cenderung mendistribusikan kembali tindak kejahatan. Penjahat tidak dapat
mengamati peringatan pribadi lainnya hingga mereka mulai melakukan kejahatan.
Bagi pencurian, contoh peringatan yang dapat diamati ex post meliputi kunci
pada bagian dalam pintu, alarm didalam pintu, dan senjata yang dimiliki
penghuni. Peringatan yang dapat diamati ex post meningkatkan pencegahan
umum dengan mengurangi rata-rata keuntungan dari tindak kejahatan. Fakta-fakta
tersebut mengarah kepada penetapan yang pasti tentang investasi pribadi dalam
mencegah tindak kejahatan. Negara sebaiknya mendorong peringatan yang dapat
diamati ex post; Negara tidak perlu mendorong peringatan yang dapat diamati ex
ante.
PERTANYAAN 11.24: Klasifikasikan peringatan terhadap kejahatan berikut
ini menajdi yang dapat diamati ex ante dan tidak dapat diamati ex ante, dan
jelaskan jawaban anda: penjaga pribadi di took, alarm otomatis, system telepon
darurat ‘tekan cepat’ (nomor 911 di Amerika Serikat), kamera tersembunyi,
dan detektif yang berpakaian biasa?
PERTANYAAN 11.25: Anggaplah bahwa pencuri benar-benar percaya bahwa
banyak orang yang memiliki senjata di lingkungan anda. Bagaimana fakta ini
dapat meningkatkan keamanan anda? Bagaimana fakta ini dapat
membahayakan anda?
KESIMPULAN
Kita memulai bab ini dengan sebuah pembahasan tentang ciri-ciri
tradisional dari suatu tindak kejahatan. Kita kemudian menciptakan kembali teori
tentang tindak kejahatan dalam kaitannya dengan teori ekonomi perilaku penjahat.
Teori itu menganut bahwa penjahat yang rasional membandingkan keuntungan
dari suatu tindak kejahatan dengan hukuman yang diduga akan dijatuhkan oleh
system pengadilan pidana. Kita menggunakan teori perilaku ini untuk
mengembangkan sebuah teori ekonomi tentang hukuman optimal, berdasarkan
tujuan untuk meminimalisir jumlah kerugian sosial yang disebabkan oleh tindak
kejahatan dan biaya untuk mencegahnya. Kita menunjukkan bagaimana cara
menentukan tingkat pencegahan yang optimal dan bagaimana cara
mengalokasikan sumberdaya masyarakat secara optimal diantara cara-cara
alternatif untuk mencegah kejahatan. Tugas kita pada bab selanjutnya adalah
untuk menunjukkan bagaimana cara menggunakan model tersebut dalam
merumuskan kebijakan dalam bidang hukum pidana.

Anda mungkin juga menyukai