Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika
manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun dimasa depan pendidikan itu
selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial budaya dan
perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu
disebut aliran-aliran pendidikan.
Seperti dalam bidang-bidang lainnya, pemikiran-pemikiran dalam pendidikanitu
berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran terdahulu
selalu ditangani dengan pro dan kontra oleh pemikir-pemikir berilutnya, dan karena
dialog tersebut akan melahirkan lagi pemikiran-pemikiran baru, dan demikian
seterusnya. Agar diskusi berkepanjangan itu dapat diikuti dan dipahami, maka berbagai
aspek dari aliran-aliran itu harus dipahami terlebih dahulu. Oleh karena itu setiap calon
tenaga kependidikan, utamanya calon pakar kependidikan, harus memahami berbagai
aliran-aliran itu agar dapat menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-
pemikiran dalam pendidikan itu.
Seperti diketahui, hasil pendidikan tidak segera tampak, sehingga kekeliruan
sekecil apapun akan menyebabkan upaya perbaikan yang kadang-kadang sudah
terlambat.
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap
kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam berbagai
kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan
telah dimulai dari zaman Yunani Kuno sampai kini (seperti: Ulich, 1950).

B. Rumusan Masalah
Berbagai masalah yang ada dalam aliran-aliran pendidikan, yang akan kami
angkat dalam makalah kami adalah:
1. Apakah pengaruh klasik dan gerakan baru dalam pendidikan di Indonesia?
2. Jelaskan dua aliran pokok pendidikan yang ada di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN
A. Aliran Klasik dan Gerakan Baru dalam Pendidikan
Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai pada zaman Yunani
Kuno, dan dengan kontribusi berbagai bagian dunia lainnya, akhirnya berkembang dengan
pesat di Eropa dan Amerika Serikat. Pemikiran-pemikiran itu tersebar ke seluruh dunia,
termasuk Indonesia, dengan berbagai cara, seperti: dibawa oleh bangsa penjajah ke daerah
jajahannya, melalui bacaan, dibawa oleh orang-orang yang pergi belajar ke Eropa/Amerika
Serikat, dsb. Penyebaran itu menyebabkan pemikiran-pemikiran menjadi acuan dalam
penetapan kebijakan dibidang pendidikan di berbagai negara.

1. Aliran-Aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pemikiran


Pendidikan di Indonesia
Sehubungan dengan kajian tentang aliran-aliran pendidkan, perbedaan
pandangan itu berpangkal pada perbedaan pandangan tentang perkembangan
manusia itu. Terdapat perbedaan penekanan didalam suatu teori kepribadian
tertentu tentang faktor manakah yang paling berpengaruh (dominan) dalam
perkembangan kepribadian. Teori-teori dari strategi disposisional, terutama yang
berdasar pada pandangn biologis dari Kretschmer dan Sheldon, memberikan
tekanan pada pengaruh faktor hereditas, sedang teori-teori dari Strategi Behavioral
dan Strategi Phenomenologis menekankan faktor belajar.
Strategi Behavioral memandang manusia terutama sebagai makhluk pasif
yang tergantung pada pengaruh lingkungannya, sedang Strategi Phenomenologis
memandang manusia sebagai makhluk aktif yang mampu beraksi dan melakukan
pilihan-pilihan sendiri.
Perbadaan pandangan tentang faktor dominan dalam perkembangan
manusia tersebut menjadi dasar perbedaan pandangan tentang peran pendidikan
terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis sampai yang paling optimis.
Aliran-aliran itu pada umumnya mengemukakan faktor dominan tertentu saja, dan
dengan demikian, suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan untuk
mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia.

a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan
stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa
perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan
tidak dipentingkan. Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris
bernama John Locke yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak
yang lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang
diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan
perkembangan anak.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan
peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan
dasar yang aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang
memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat dimanipulasi,
umpama melalui modifikasi tingkah laku. Hal ini tercermin pada pandangan
scientific psychology dari B.F. Skinner ataupun pandangan Behavioral lainnya.
Pandangan Behavioral ini juga masih bervariasi dalam menentukan faktor
apakah yang paling utama dalam proses belajar itu sebagai berikut:
1. Pandangan yang menekankan peranan stimulus (rangsangan) terhadap
prilaku seperti dalam “classical conditioning” atau “respondent learning”
oleh Ivan Pavlov di Rusia dan Jon B.Watson di AS.
2. Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari
sesuatu perilaku seperti dalam “oprant conditioning” atau “instrumental
learning” dari Edward L. Thorndike dan Burrhus F. Skinner di AS.
3. Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dan imitasi seperti
dalam “observational learning" yang dipelopori oleh N.E. Miller dan
J.Dollar dengan “Social learning and imitation” dan dikembangkan lebih
lanjut oleh A.Bandura dengan “participant modeling” maupun dengan
“self-efficacy”

b. Aliran Nativisme

Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan


kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Istilah
nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir. Bagi nativisme,
lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya
dalam mempengaruhi perkembangan anak. Terdapat variasi pendapat dari
pendekatan phenomenologi /humanistik tersebut sebagai berikut:

1. Pendekatan aktualisasi diri atau non direktif (client centered) dari Carl
R.Rogers dan Abraham Maslow.
2. Pendekatan “Personal Constructs” dari George A.Kelly yang menekankan
betapa pentingnya memahami hubungan “transaksional” antara manusia
dan lingkungannya sebagai bekal awal memahami perilakunya.
3. Pendekatan “Gestalt”, baik yang klasik maupun pengembangan
selanjutnya.
4. Pendekatan “search for meaning” dengan aplikasinya sebagai
“logotherapy” dari Fiktor Franki yang mengungkapkan betapa pentingnya
semangat untuk mengatasi berbagai tantangan/masalah yang dihadapi.
Pendekatan-pendekatan tersebut diatas tetap menekankan betapa
pentingnya “inti” privasi atau jati diri manusia.

c. Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran
naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseau.
Perbedaannya naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru
dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi
rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang
dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini
disebut juga negativisme karena berpendapat bahwa pendidik wajib
membiarkan pertumbuhan anak pada alam.

d. Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern, seorang ahli pendidikan bangsa
Jerman. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan
anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting. Stern berpendapat bahwa hasil
pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan.
Karena itu teori W.Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya
memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
1. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.
2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan
kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan
mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.

e. Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di


Indonesia
Aliran-aliran pendidikan yang klasik mulai dikenal di Indonesia melalui
upaya-upaya pendidikan, utamanya persekolahan, dari penguasa penjajah
Belanda dan disusul kemudian oleh orang-orang Indonesia yang belajar di
negeri Belanda pada masa penjajahan. Setelah kemerdekaan Indonesia,
gagasan-gagasan dalam aliran-aliran pendidikan itu masuk ke Indonesia
melalui orang-orang Indonesia yang belajar di berbagai negara di Eropa, AS,
dll.
Meskipun dalam hal tertentu sangat diutamakan bakat dan potensi
lainnya dari anak, namun upaya penciptaan lingkungan untuk
mengembangkan bakat dan kemampuan itu diusahakan pula secara optimal.
Dengan kata lain, meskipun peranan pandangan empirisme dan nativisme
tidak sepenuhnya ditolak, tetapi penerimaan itu dilakukan dengan
pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai dengan kebutuhan,
namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi. Seperti telah
dikemukakan, tumbuh-kembang manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yakni hereditas, lingkungan, proses perkembangan itu sendiri dan anugerah.

2. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan di Indonesia

Gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada umumnya termasuk yang


kedua yakni upaya peningkatan mutu pendidikan hanya dalam satu atau beberapa
komponen saja. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, penanganan satu atau
beberapa komponen itu akan mempengaruhi pula komponen lainnya. Gerakan-
gerakan baru itu pada umumnya telah memberi kontribusi secara bervariasi
terhadap penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah sekarang ini.

a. Pengajaran Alam Sekitar


Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah
gerakan pengajaran alam sekitar, perintis gerakan ini antara lain: Fr.A.Finger di
Jerman dengan Heimatkunde dan J.Ligthart di Belanda dengan Het Volle Leven.
Beberapa prinsip gerakan Heimatkunde adalah:
1. Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung.
2. Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya
agar anak aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar dan catat saja.
3. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran
totalitas.
4. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual
yang kukuh dan tidak verbalistis.
5. Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam
sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak.
Sedangkan J.Lingthart mengemukakan pandangan dalam Het Volle
Leven sebagai berikut:
1. Anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar
namanya, tidak kebalikannya, sebab kata itu hanya suatu tanda dari
pengertian tentang barang itu.
2. Pengajaran sesungguhnya harus mendasarkan pada pengajaran
selanjutnya.
3. Haruslah diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya kesemua
jurusan.

b. Pengajaran Pusat Perhatian


Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly dari Belgia
dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat. Pendidikan menurut Decroly
berdasar pada semboyan: Ecole pour la vie, par la vie (sekolah untuk hidup dan
oleh hidup). Anak harus mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri dan
pengetahuan tentang dunianya. Menurut Decroly dunia ini terdiri dari alam
dan kebudayaan. Dan dunia itu harus hidup dan dapat mengembangkan
kemampuan untuk mencapai cita-cita. Dari penelitian secara tekun, Decroly
menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan
pengajaran, yaitu:
1. Metode Global (keseluruhan), bahwa anak-anak mengamati dan mengingat
secara global (keseluruhan).
2. Centre d’interet (pusat-pusat minat), bahwa anak-anak mempunyai minat
yang spontan (sewajarnya). Pengajaran harus disesuaikan dengan minat-
minat spontan tersebut. Minat spontan terhadap diri sendiri itu dapat kita
bedakan menjadi:
a. Dorongan mempertahankan diri,
b. Dorongan mencari makan dan minum,
c. Dorongan memelihara diri.
Sedangkan minat terhadap masyarakat (biososial) ialah:
a. Dorongan sibuk bermain-main,
b. Dorongan meniru orang lain.

c. Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari
pandangan yang memetingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan.
J.A.Comenius menekankan agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan,
bahasa, dan tangan. J.H.Pestalozzi mengajarkan bermacam-macam mata
pelajaran pertukaran disekolahnya. Namun yang sering dipandang sebagai
Bapak Sekolah Kerja adalah G.Kerschensteiner dengan arbeischule-nya di
Jerman. Sekolah kerja itu bertolak dari pandangan bahwa pendidikan itu tidak
hanya demi kepentingan individu etapi juga demi kepentingan masyarakat.
Sekolah berkewajiban menyiapkan warga negara yang baik, yakni:
1. Tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan jabatan.
2. Tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara.
3. Dalam menunaikan kedua tugas tersebut haruslah selalu diusahakan
kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga negara ikut membantu
mempertingi dan menyempurnakan kesusilaan dan keselamatan negara.

Berdasarkan hal itu, maka menurut G.Kerschensteiner tujuan sekolah adalah:


1. Menambah pengetahuan anak, yaitu pengetahuan yang di dapat dari buku
atau orang lain, dan yang didapat dari pengalaman sendiri.
2. Agar anak dapat memiliki kemampuan dan kemahiran tertentu.
3. Agar anak dapat memiliki pekerjaan sebagai persiapan jabatan dalam
mengabdi negara.
Kerschensteiner berpendapat bahwa kewajiban utama sekolah adalah
mempersiapkan anak-anak untuk dapat bekerja. Sekolah kerja dibagi menjadi
tiga golongan besar:
1. Sekolah-sekolah perindustrian,
2. Sekolah-sekolah perdagangan, dan
3. Sekolah-sekolah rumah tangga.

Pengikut G.Kerschensteiner antara lain ialah Leo de Paeuw. Leo de


Paeuw adalah direktur jenderal pengajaran normal di Belgia, yang mendirikan
sekolah kerja seperti Kerschensteiner di negaranya. Ia membuka lima macam
sekolah kerja yaitu:
1. Sekolah teknik kerajinan,
2. Sekolah dagang,
3. Sekolah pertanian bagi anak laki-laki,
4. Sekolah rumah tangga kota, dan
5. Sekolah rumah tangga desa.

d. Pengajaran Proyek
Dasar filosofis dan pedagogis dari pengajaran-pengajaran proyek
diletakkan oleh John Dewey, namun pelaksanaannya dilakukan oleh
pengikutnya, utamanya W.H.Kilpatrick. Dewey menegaskan bahwa sekolah
haruslah sebagai mikrokosmos dari masyarakat, oleh karena itu, pendidikan
adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukannya penyiapan untuk
kehidupan di masa depan. Perlu pula dikemukakan bahwa Dewey merupakan
peletak dasar dari falsafah pragmatisme dan penganut behaviorisme. J.Dewey
sering dipandang sebagai pemikir dan peletak dasar masyarakat modern
Amerika.
Pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk
memandang dan memecahkan persoalan secara komprehensif; dengan kata
lain, menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah secara multidisiplin.

e. Pengaruh Gerakan Baru dalam Pendidikan terhadap Penyelenggaraan


Pendidikan di Indonesia
Gerakan baru dalam pendidikan berkaitan dengan kegiatan belajar
mengajar di sekolah, namun dasar-dasar pikirannya menjangkau semua segi
dari pendidikan, baik aspek konseptual maupun operasional. Kajian tentang
pemikiran pendidikan pada masa lalu akan sangat bermanfaat untuk
memperluas pemahaman tentang seluk-beluk pendidikan, serta memupuk
wawasan historis dari setiap tenaga kependidikan.
Kedua hal itu sangat penting karena setiap keputusan dan tindakan di
bidang pendidikan, termasuk dibidang pembelajaran, akan membawa dampak
bukan hanya pada masa kini tetapi juga masa depan. Oleh karena itu, setiap
keputusan dan tindakan itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara
profesional.

B. Dua “Aliran” Pokok Pendidikan di Indonesia


Dua “aliran” pokok pendidikan di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran ini
dipandang sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia. Aliran
pendidikan yang bercorak keagamaan yang kini mempunyai sekolah yang tersebar di
seluruh pelosok tanah air, adalah Muhammadiyah (didirikan 1912 oleh K.H.Achmad
Dachlan). Sedangkan yang bercorak kebangsaan adalah Perguruan Kebangsaan Taman
Siswa, Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam, Kesatrian Institut (Bandung), Perguruan Rakyat
epada (Jakarta).

1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa


Perguruan ini didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara (lahir 2 Mei 1889 dengan
nama Suwardi Suryaningrat) pada tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta, yakni dalam
bentuk yayasan. Taman siswa telah meliputi semua jenjang persekolahan, dari
pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.

a. Asas dan Tujuan Taman Siswa


Perguruan Kebangsaan Taman Siswa mempunyai tujuh asas perjuangan
untuk menghadapi pemerintah kolonial Belanda serta sekaligus untuk
mempertahankan kelangsungan hidup bersifat nasional, dan demokrasi.
Ketujuh asas tersebut yang secara singkat disebut “asas 1922” yaitu:
1. Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan
mengingat terbitnya persatuan dalam peri kehidupan umum.
2. Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam
arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
3. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri
4. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada
seluruh rakyat.
5. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun
batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak
bantuan apa pun dan dari siapa pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir
maupun ikatan batin.
6. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak
harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan
7. Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin
untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan
kebahagiaan anak-anak.
Ketujuh asas tersebut diumumkan pada tanggal 3 Juli 1922, bertepatan
dengan berdirinya Taman Siswa, dan disyahkan oleh Kongres Taman Siswa
yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 3 Agustus 1930. Ketujuh asas itu
akan tetap hidup sebagai sifat-sifat yang hakiki dari Taman Siswa yang tak
dapat diubah, dikurangi atau ditambah selama nama (Taman Siswa) dipakai,
meskipun bentuk, isi, dan cara melaksanakannya harus selalu disesuaikan
dengan alam dan zamannya.

Selanjutnya, dikemukakan penjelasan resmi dari Perguruan Kebangsaan


Taman Siswa tentang ketujuh asas 1922 sebagai berikut:
Pasal Pertama: Disinilah kita dapat saksikan sendiri terkandungnya
dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri.
Pasal Kedua: Disini masih diteruskan keterangan “dasar kemerdekaan”
itu, yakni dengan ketegasan, bahwa kemerdekaan tadi hendaknya dikenakan
terhadap caranya anak-anak berfikir, yaitu jangan selalu “dipelopori”, atau
disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak
mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri.
Pasal Ketiga: Dalam pasal ini terkandung sementara kepentingan yang
harus diperhatikan. Terdapat singgungan kepentingan-kepentinan umumnya
disebabkan karena bangsa kita selalu menyesuikan diri dengan hidup dan
penghidupan kebarat-baratan.
Pasal Keempat: Disinilah terdapat pasal kerakyatan, yang tak termasuk
dalam “Keterangan Dasar-Dasar 1947”. Mempertinggi pengajaran yang
dianggap perlu, namun jangan sampai menghambat tersebarnya pendidikan
dan pengajaran untuk seluruh masyarakat murba.
Pasal Kelima: Inilah asas yang sangat penting bagi semua orang, yang
sungguh-sungguh berhasrat mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya.
Pasal Keenam: Disinilah terdapat syarta yang mutlak dalam kita
mengejar kemerdekaan diri itu, yaitu keharusan untuk membelanjai sendiri
dengan segala usaha.
Pasal Ketujuh: Harus adanya keikhlasan lahir dan batin pada kita, untuk
mengorbankan segala kepentingan kita kepada selamat dan bahagianya anak-
anak yangkita didik.

Dalam perkembangan selanjutnya Taman Siswa melengkapi “asas


1922” dengan “Dasar-Dasar 1947” yang disebut pula “Panca Dharma”. Kelima
dasar Taman Siswa tersebut adalah:
1. Asas Kemerdekaan harus diartikan disiplin pada diri sendiri oleh diri
sendiri atas dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat.
2. Asas Kodrat Alam berarti bahwa pada hakikatnya manusia itu sebagai
makhluk adalah satu dengan kodrat alam ini.
3. Asas Kebudayaan Taman Siswa tidak berarti asal memelihara
kebudayaan kebangsaan itu ke arah kemajuan yang sesuai dengan
kecerdasan zaman, kemajuan dunia, dan kepentingan hidup rakyat lahir
dan batin tiap-tiap zaman dan keadaan.
4. Asas Kebangsaan Taman Siswa tidak boleh bertentangan dengan
kemanusiaan.
5. Asas Kemanusiaan menyatakan bahwa darma tiap-tiap manusia itu
adalah mewujudkan kemanusiaan.

Tujuan Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dapat dibagi dua jenis,


yakni tujuan yayasan atau keseluruhan perguruan dan tujuan pendidikan,
adalah:
1. Tujuan Taman Siswa sebagai badan perjuangan kebudayaan dan
pembangunan masyarakat tertib dan damai.
2. Tujuan pendidikan Taman Siswa ialah membangun anak didik menjadi
manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal budinya serta sehat
jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan
bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia
pada umumnya.

b. Upaya-Upaya Pendidikan yang Dilakukan Taman Siswa


Peraturan Dasar Persatuan Taman Siswa menetapkan berbagai upaya
yang dilakukan Taman Siswa, baik di lingkungan perguruan maupun di luar
perguruan itu. Di lingkngan perguruan, untuk mencapai tujuannya Taman Siswa
berusaha dengan jalan sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan tugas pendidikan dalam bentuk perguruan dari tingkat
dasar hingga tingkat tinggi baik yang bersifat umum maupun yang bersifat
kejuruan .
2. Mengikuti, mempelajari perkembangan dunia di luar Taman Siswa yang ada
hubungannya dengan bidang kegiatan Taman Siswa, untuk diambil faedah
sebaik-baiknya.
3. Menumbuhkan dan memasakkan lingkungan hidup keluarga Taman Siswa,
sehingga dapat tampak benar wujud masyarakat yang di cita-citakan .
4. Meluaskan kehidupan ke-Taman Siswa-an diluar lingkungan masyarakat
perguruan.
Di samping upaya-upaya dalam linkungan perguruan , untuk mencapai
tujuan Taman Siswa, Taman Siswa berusaha di luar lingkungan perguruan
dengan jalan sebagai berikut :

1. Menjalankan kerja pendidikan untuk masyarakat umum dengan dasar-


dasar dan hidup Taman Siswa.
2. Menyelenggarakan usaha-usaha kemasyarakatan dalam masyarakat dalam
bentuk badan sosial ekonomi.
3. Bersama dengan instansi pemerintah menyelenggarakan usaha
pembentukan kesatuan hidup kekeluargaan sebagai pola masyarakat baru
indonesia.
4. Menyelenggarakan usaha pendidikan kadar pembangunan yang tenaganya
dapat disumbangkan kepada masyarakat untuk pembangunan.
5. Mengusahakan terbentuknya pusat kegiatan kemasyarakatan dalam
berbagai bidang kehidupan dan penghidupan masyarakat dengan inti-inti
kejiwaan Taman Siswa.

c. Hasil-Hasil yang Dicapai


Yayasan Perguruan kebangsaan Taman Siswa sampai kini telah
mencapai berbagai hal seperti : gagasan/pemikiran tentang pendidikan
nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indria sampai dengan
Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni perguruan. Ketiga pencapaian itu
merupakan pencapaian sebagai suatu yayasan pendidikan.

2. Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam


Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam didirikan oleh Mohammad Sjafei pada
tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (Sumatera Barat). INS pada mulanya
dipimpin oleh bapaknya, kemudian diambil alih oleh Moh.Sjafei.

a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam


Pada awal didirikan, Ruang Pendidikan INS mempunyai asas-asas
sebagai berikut:
1. Berfikir logis dan rasional.
2. Keaktifan atau kegiatan.
3. Pendidikan Masyarakat.
4. Memperhatikan pembawaan anak.
5. Menentang Intelektualisme.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Moh.Sjafei mengembangkan asas-asas


pendidikan INS menjadi dasar-dasar pendidikan Republik Indonesia. Dasar-
dasar pendidikan tersebut sebagai berikut:
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan.
3. Kesusilaan.
4. Kerakyatan.
5. Kebangsaan.
6. Gabungan antara pendidikan lmu umum dan kejuruan.
7. Percaya pada diri sendiri juga pada Tuhan.
8. Berakhlak(bersusila) setinggi mungkin.
9. Bertanggung jawab atas keselamatan nusa dan bangsa.
10. Berjiwa aktif positif dan aktif negatif.
11. Mempunyai daya cipta.
12. Cerdas, logis, dan rasional.
13. Berperasaan tajam, halus dan estetis.
14. Gigih atau ulet yang sehat.
15. Correct atau tepat.
16. Emosional atau terharu.
17. Jasmani sehat dan kuat.
18. Cakap berbahasa Indonesia, Inggris dan Arab.
19. Sanggup hidup sederhana dan bersusah payah.
20. Sanggup mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan alat serba kurang.
21. Sebanyak mungkin memakai kebudayaan nasional waktu mendidik.
22. Waktu mengajar para guru sebanyak mungkin menjadi objek, dan murid-
murid menjadi subjek. Bila hal ini tidak mungkin barulah para guru menjadi
subjek dan murid menjadi objek.
23. Sebanyak mungkin para guru mencontohkan pelajaran-pelajarannya, tdak
hanya pandai menyuruh saja.
24. Diusahakan supaya pelajar mempunyai darah ksatria, berani karena benar.
25. Mempunyai jiwa konsentrasi.
26. Pemeliharaan (Perawatan) sesuatu usaha.
27. Menepati janji.
28. Sebelum pekerjaan dimulai dibiasakan membimbingnya dulu sebaik-
baiknya; kewajiban harus dipenuhi.
29. Hemat.

Sejak didirikan, tujuan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam adalah:


1. Mendidik rakyat kearah kemerdekaan.
2. Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat.
4. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung
jawab.
5. Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
b. Usaha-Usaha Ruang Pendidikan Kayu Tanam
Terdapat berbagai usaha yang dilakukan oleh Mohammad Sjafei dan
kawan-kawan dalam mengembangkan gagasan dan berupaya mewujudkannya,
baik yang berkaitan dengan Ruang Pendidikan INS maupun tentang pendidikan
dan perjuangan/pembangunan bangsa Indonesia pada umumnya. Beberapa
hal yang perlu dikemukakan adalah memantapkan dan menyebarluaskan
gagasan-gagasannya tentang pendidikan nasional, pengembangan Ruang
Pendidikan INS (kelembagaan, sarana/prasarana, dll), upaya pemberantasan
buta huruf, penerbitan majalah anak-anak, dan lain-lain.
Beberapa usaha yang dilakukan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam yang
dalam bidang kelembagaan antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang
pendidikan, seperti ruang rendah, ruang dewasa, dan sebagainya.

c. Hasil-Hasil yang Dicapai Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam


Sebagaiman Taman Siswa, Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam juga
mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya
pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang
persekolahan), dan sejumlah alumni.
Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam juga diharapkan melakukan
penyegaran dan dinamisasi, seiring dengan perkembangan masyarakat dan
iptek. Disamping itu, upaya-upaya pengembangan Ruang Pendidikan INS Kayu
Tanam tersebut seyogianya dilakukan dalam kerangka pengembangan
sisdiknas, sebagai bagian dari usaha mewujudkan cita-cita Ruang Pendidikan
INS, yakni mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pemikiran tentang pendidikan sejak dlu, kini, dan masa yang akan datang terus
berkembang. Hasil-hasil dari pemikiran itu disebut aliran dan/atau gerakan baru dalam
pendidikan. Aliran/Gerakan baru tersebut mempengaruhi pendidikan diseluruh dunia,
termasuk pendidikan di Indonesia. Dari sisi lain, di Indonesia juga muncul gagasan-gagasan
tentang pendidikan, yang dapat dikategorikan sebagai aliran pendidikan, yakni Tman Siswa
dan INS Kayu Tanam.
Kajian tentang berbagai aliran dan/atau gerakan pendidikan itu akan memberikan
pengetahuan dan wawasan historis kepada tenaga kependidikan. Hal itu sangat penting,
agar para pendidik dapat memahami, dan pada gilirannya kelak dapat memberi kontribusi
terhadap dinamika pendidikan itu. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bahwa dengan
pengetahuan dan wawasan historis tersebut, setiap tenaga kependidikan diharapkan
memiliki bekal yang memadai dalam meninjau berbagai masalah yang dihadapi, serta
pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan atau tindakan sehari-hari.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah

BAB II Pembahasan
A. Aliran Klasik dan Gerakan Baru dalam Pendidikan
1. Aliran-Aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap
Pemikiran Pendidikan di Indonesia
a. Aliran Empirisme
b. Aliran Nativisme
c. Aliran Naturalisme
d. Aliran Konvergensi
e. Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek
Pendidikan di Indonesia
2. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan
Di Indonesia
a. Pengajaran Alam Sekitar
b. Pengajaran Pusat Perhatian
c. Sekolah Kerja
d. Pengajaran Proyek
e. Pengaruh Gerakan Baru dalam Pendidikan terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia
B. Dua “Aliran” Pokok Pendidikan di Indonesia
1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
a. Asas dan Tujuan Taman Siswa
b. Upaya-Upaya Pendidikan yang Dilakukan Taman Siswa
c. Hasil-Hasil Yang Dicapai
2. Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam
a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam
b. Usaha-Usaha Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam
c. Hasil-Hasil Yang Dicapai

BAB III Penutup


Kesimpulan

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, inayah,
dan hidayahnya sehingga kami dapat merampungkan makalah kami yang berjudul “Aliran-
Aliran Pendidikan”
Makalah ini kami susun untuk memudahkan kami dan teman-teman mahasiswa lainnya
memahami materi yang diberikan. Materi ini berasal dari buku Pengantar Pendidikan yang
disusun oleh Prof.Dr.Umar Tirtarahardja dan Drs.La Sulo

Anda mungkin juga menyukai