Anda di halaman 1dari 18

Penculikan dan Kejahatan Seksual Anak dibawah Umur

Martha Yuanita Loru

10.2007.036

Mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

SKENARIO

Anda bekerja sebagai dokter di IGD sebuah Rumah Sakit. Pada suatu sore, datang seorang laki-laki
berusia 45 tahun membawa anak perempuannya yang berusia 14 tahun menyatakan bahwa anaknya
tersebut baru saja pulang “dibawa lari” oleh teman laki-laki yang berusia 18 tahun selama 3 hari ke luar
kota. Sang ayah takut apabila telah terjadi sesuatu pada diri putrinya. Ia juga bimbang apa yang akan
diperbuatnya bila sang anak telah “disetubuhi” laki-laki tersebut dan akan merasa senang apabila anda
dapat menjelaskan berbagai hal tentang aspek medikolegal dan hukum kasus anaknya.

PENDAHULUAN

Anak-anak dan kaum perempuan sangatlah rawan menjadi korban dari kejahatan. Berbagai
penelitian dan pembahasan sudah cukup untuk mengaktualkan, merekontruksi, menginterprestasi dan
memberdayakan hak- hak anak dan perempuan pada khususnya. Hak-hak anak dan wanita menjadi
obyek pembahasan seiring dengan beragam persoalan sensitif yang melanda kaum anak dan perempuan
tersebut. Dalam hal anak yang menjadi korban dari adanya tindak pidana yang terjadi maka dapatlah
dipastikan bahwa dalam hal ini terjadi pelanggaran atas hak-hak anak, sehingga anak-anak menjadi
kehilangan hak-hak yang seharusnya dinikmatinya. Masa anak-anak adalah masa di mana seorang anak
mulai mengenal kehidupan, masa di mana terjadi proses pematangan fisik, kecerdasan, emosional, dan
juga sosial. Masa ini juga merupakan masa di mana seorang anak akan melewatkan waktunya untuk
bermain, belajar dan tumbuh berkembang dengan sehat. Selain itu, anak merupakan cikal bakal yang
sangat berpotensi untuk di didik menjadi manusia dewasa yang berintelektual, handal, kreatif dan
produktif. Sebab, anak merupakan generasi yang merupakan asset bagi pembangunan suatu bangsa. 1

Perkosaan menurut konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia (KUHP)


adalah perbuatan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan. Kata-kata “memaksa” dan “dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan” di sini sudah menunjukkan betapa mengerikannya suatu tindakan perkosaan.
menghendakinya akan menyebabkan kesakitan hebat pada korban, apalagi tindakan tesebut disertai
dengan kekerasan fisik. Kesakitan hebat dapat terjadi tidak hanya sebatas fisik saja, tetapi juga dari segi
psikis. Pemaksaan hubungan kelamin pada wanita yang tidak menghendakinya akan menyebabkan
kesakitan hebat pada korban, apalagi tindakan tesebut disertai dengan kekerasan fisik. Kesakitan hebat
dapat terjadi tidak hanya sebatas fisik saja, tetapi juga dari segi psikis. 1

1
Salah satu masalah yang dihadapi remaja dan menjadi masalah bagi lingkungannya adalah
aktivitas seksual yang akhir-akhir ini nampak menjurus pada hal-hal negatif. Dikatakan negatif karena
para remaja bersikap dan bertingkah laku yang menyimpang, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
berbagai macam perilaku seksual disalurkan dengan sesama jenis kelamin, dengan anak yang belum
berumur, dan sebagainya. Selain kondisi psikologi, ada juga faktor yang mendorong terjadinya tindak
pidana pelecehan seksual oleh anak yaitu adanya pengaruh lingkungan yang tidak baik, bacaan-bacaan
yang berbau porno, gambar-gambar porno, film dan VCD prono yang banyak beredar di masyarakat.
Beredarnya buku bacaan, gambar, film dan VCD porno tersebut dapat menimbulkan rangsangan dan
pengaruh bagi yang membaca dan melihatnya, akibatnya banyak terjadi penyimpangan seksual
terutama oleh anak usia remaja.2

Aktivitas memprihatinkan karena telah mengarah pada tindakan kriminal yang secara hukum
pidana telah menyalai ketentuan undang-undang. Pelecehan seksual yang terjadi pada anak-anak
bukanlah suatu kasus baru dalam masyarakat, kebanyakan pelaku kejahatan seksual itu adalah orang
dewasa meski tidak sedikit pelakunya adalah anak-anak usia remaja sampai menjelang dewasa.11
Perilaku seksual anak akhir-akhir ini telah mengganggu ketertiban umum dalam masyarakat, dan
menggelisahkan orang tua. Dalam masyarakat, perilaku anak yang melakukan pelanggaran maupun
kejahatan biasa disebut seksual anak remaja yang menyimpang sangat anak nakal. Hal tersebut ialah
memperoleh pedoman yang baku dalam hokum pidana yang berkaitan dengan kriteria anak yang
melakukan tindakan pidana. Berkaitan dengan kriteria anak nakal yang melakukan tindakan pidana
menurut Pasal 1 butir 2 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, adalah anak yang telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
menikah. Berbeda dengan Pasal 45 KUHP yang menyatakan, bahwa yang belum dewasa adalah anak
yang belum berumur 16 (enam belas) tahun. Sedang berkaitan dengan anak menjadi korban pidana,
KUHP mengatur umur anak belum genap 15 (lima belas) tahun.2

ASPEK DAN PROSEDUR MEDIKO-LEGAL

Kadang-kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh orang tua untuk
memeriksakan anak perempuannya karena merasa sangsi apakah anaknya masih perawan, atau karena
merasa curiga kalau-kalau atas diri anaknya baru terjadi persetubuhan. 3

Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dahulu maksud dari pemeriksaan, apakah sekedar ingin
mengetahui saja atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila dimaksudkan akan melakukan
penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu. Jelaskan kepada orangtua nahwa
pemeriksaan baru dapat dilakukan berdasarkan permintaan polisi dan biasanya dilakukan di Rumah
Sakit Pemerintah. Mungkin ada baiknya juga bila dokter menjelaskan kepada orangtua, bahwa jika umur
anaknya sudah 15 tahun dan jika persetubuhan terjadi tanpa paksaan, maka menurut undang-undang
laki-laki tersebut tidak dapat dituntut. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan anaknya. Lebih baik
lagi jika orangtua diajurkan untuk minta nasehat dari seorang pengacara. 3

Jika orangtua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan pemeriksaan.
Tetapi jelaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat dalam bentuk surat keterangan

2
karena kita tidak mengetahui untuk apa surat keterangan itu. Mungkin untuk melakukan penuntutan
atau untuk menuduh seseorang yang tidak bersalah. Dalam keadaan demikian umumnya anak tidak mau
diperiksa, sebaliknya malah orangtua yang memaksa anak melakukan pemeriksaan. Sebaiknya dokter
meminta ijin tertulis untuk memeriksanya dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orangtua. 3

Kewajiban Dokter Membantu Peradilan4


KUHAP Pasal 133
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(1) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(2) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu
jari kaki atau bagian lain badan mayat.
KUHAP Pasal 134
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin
lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud
dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu
diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
KUHAP Pasal 179
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.

3
Bentuk Bantuan Dokter bagi Peradilan dan Manfaatnya 4
KUHAP Pasal 184
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
KUHAP Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
KUHAP Pasal 187
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan
tegas tentang keterangannya itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat
oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi tanggungjawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang
lain.
KUHAP Pasal 65
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang
mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.

4
Rahasia Jabatan dan Pembuatan SKA/ V et R4
Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter
Saya bersumpah/berjanji bahwa:
Saya akan membuktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat
pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur kedokteran.
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dank arena keilmuan
saya sebagai dokter…..dst.

Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran


Pasal 1 PP No 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.

KUHP Pasal 322


(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut
atas pengaduan orang itu.

ASPEK DAN PROSEDUR HUKUM

Agar kesaksian seorang dokter pada perkara pidana mencapai sasarannya yaitu membantu
pengadilan dengan sebaik-baiknya, maka dokter harus mengenal undang-undang yang bersangkutan
dengan tindak pidana itu dan seharusnya dokter mengetahui unsure-unsur mana yang dibuktikan secara
medic atau yang memerlukan pendapat medic. 3

Kejahatan Susila4

KUHP pasal 285

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan
dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.

5
KUHP pasal 286

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita
itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun.

KUHP pasal 89

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

KUHP pasal 287

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas,
bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun
atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.

Undang-undang Perlindungan Anak no.23 tahun 2003 pasal 81

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah)”.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang
dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

KUHP pasal 288

(1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seormig wanita yang diketahuinya atau
sepatutnya harus didugunya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin,
apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

KUHP pasal 289

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang
kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

6
KUHP pasal 290

Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:


(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya;
(2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya
tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin:
(3) Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas yang bersangkutan
atau kutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

KUHP pasal 291

(1) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 288 dan 290 itu
berakibat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.
(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam apsal 285, 286, 287, 289 dan 290 itu
berakibat matinya orang, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.

Penculikan4

KUHP pasal 328

Barang siapa membawa pergi seorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara
dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau
kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena
penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

KUHP pasal 330

(1) Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang
menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang
berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau
bilamana anaknya belum berumur dua belas tahun, dijatuhkan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.

KUHP pasal 330


Bersalah melarikan wanita diancam dengan pidana penjara;
(1) paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita yang belum dewasa,
tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya. dengan
maksud untuk memastikan penguasaan tezhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar
perkawinan;
(2) paling lama sembilan tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita dengan tipu
muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan
penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan.

7
(3) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan.
Pengaduan dilakukan:
a. jika wanita ketika dibawa pergi belum dewasa, oleh dia sendiri atau orang lain yang
harus memberi izin bila dia kawin;
b. jika wanita ketika dibawa pergi sudah dewasa, oleh dia sendiri atau oleh suaminya.
(4) Jika yang membaiva pergi lalu kawin dengan wanita yang dibawa pergi dan terhadap
perkawinan itu berlaku aturan aturan Burgerlijk Wetboek, maka tak dapat dijatuhkan pidana
sebelum perkawinan itu dinyatakan batal.

ANAMNESIS

Pada umumnya anamnesis yang diberikan oleh orang sakit dapat dipercaya, sebaliknya
anamnesis yang diperoleh dari korban tidak selalu benar karena terdorong oleh berbagai maksud dan
perasaan seperti maksud untuk memeras, rasa dendam, menyesal atau karena takut pada orangtua
maka korban mungkin mengemukakan hal yang tidak benar. 3

Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga
bukan merupakan suatu pemeriksaan yang objektif dan tidak dimasukkan ke dalam Visum et Repertum.
Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada Visum et Repertum dengan judul “Keterangan yang
diperoleh dari korban”. Dalam mengambil anamnesis, dokter meminta kepada korban untuk
menceritakan segala sesuatu tentang kejadian yang dialaminya dan sebaiknya terarah. Anamnesis terdiri
dari bagian yang bersifat umum dan khusus. 3

Anamnesis umum meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal dan tempat lahir, status
perkawinan, siklus haid (untuk anak yang tidak diketahui umurnya), penyakit kelamin, penyakit
kandungan dan penyakit lainnya seperti epilepsy, katalepsi, sincope. Dokter diharapkan juga mencari tau
apakah korban sebelumnya pernah bersetubuh atau tidak, kapan persetubuhan terakhir dan apakah
menggunakan kondom atau tidak. 3

Hal khusus yang perlu diketahui dalam melakukan anamnesis adalah: 3

1. Waktu Kejadian
Waktu kejadian yang ditanyakan adalah tanggal dan jam kejadian. Bila waktu antara kejadian
dan pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari/minggu, dapat diperkirakan
bahwa peristiwa itu bukan pemerkosaan, tetapi persetubuhan yang pada dasarnya tidak
disetujui oleh wanita yang bersangkutan yang karena berbagai alas an, misalnya: perempuan itu
merasa tertipu, cemas akan menjadi hamil atau selang beberapa hari diketahui oelh orangtua
dank arena ketakutan maka korban mengaku telah disetubuhi dengan paksa. Jika korban benar
telah diperkosa biasanya akan segera melapor. Tetapi saat pelaporan yang terlambat mungkin
juga disebabkan karena korban diancam untuk tidak melapor kepada polisi. Dari data ini, dokter
dapat mengerti mengapa ia tidak dapat menemukan spermatozoa atau tanda-tanda lain dari
persetubuhan.

8
2. Tempat kejadian
Tempat kejadian perlu ditanyakn sebagai petunjuk dalam mencari Trace of evidence yang
berasal dari tempat kejadian, misalnya: rumput, tanah dan sebagainya yang mungkin melekat
pada pakaian atau tubuh korban. Sebaliknya, petugaspun dapat mencari trace evidence yang
ditinggalkan oleh pelaku atau korban.
3. Perlawanan korban
Jika korban melawan maka pada pakaian korban mungkin ditemukan robekan, pada tubuh
korban mungkin ditemukan tanda-tanda kekerasan dan pada alat kelamin mungkin ditemukan
tanda-tanda bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit
dan darah yang berasal dari pemerkosa/penyerang.
4. Kesadaran korban
Dokter diharapkan mencari tau apakah korban pingsan atau tidak. Ada kemungkinan korban
menjadi pingsan karena ketakutan tetapi mungkin juga korban dibuat pingsan oleh laki-laki atau
pelaku dengan menggunakan oabat tidur atau obat bius. Dalam hal ini, jangan lupa mengambil
sampel darah amaupun urin untuk dilakukan pemeriksaan toksikologik.
5. Tanyakan juga dalam anamnesis kepada korban mengenai apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi
atau tidak. Apakah setelah kejadian tersebut korban mandi/mencuci/mengganti pakaian atau
tidak.

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tindakan pidana harus dilakukan


dengan teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin dengan semua bukti-bukti yang ditemukan karena
berbeda dengan di klinik, pemeriksa tidak lagi mempunyai kesempatan untuk melakukan pemeriksaan
ulang guna memperoleh lebih banyak bukti. Tetapi dalam melaksanakan tugasnya itu, dokter tidak boleh
meletakkan kepentingan korban dibawah kepentingan pemeriksaan, terutama bila korban masih anak-
anak maka hendaknya pemeriksaan tidak sampai menambah trauma psikis yang sudah dideritanya. 3

Sebagai ahli klinis yang perhatian utamanya tertuju pada kepentingan pengobatan korban, maka
memang agak susah melakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan kejahatan. Sebaiknya korban
kejahatan seksual diangggap sebagai orang yang telah mengalami cedera fisik dan/atau mental,
sehingga sebaiknya pemeriksaan ditangani oleh dokter di klinik. Penundaan pemeriksaan dapat
memberikan hasil yang kurang memuaskan. 3

Ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan terhadap
korban kejahatan seksual yaitu: 3

 Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan laporan tertulis dari penyidik yang
berwenang.
 Korban harus diantarkan oleh polisi karena tubuh korban merupakan barang bukti. Jika korban
dating sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi maka korban jangan diperiksa
tetapi meminta korban kembali kepada polisi.

9
 Setiap Visum et Repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didaptkan pada tubuh
korban waktu permintaa Visum et Repertum diterima oleh dokter.
Bia dokter telah memeriksa seorang korban yang dating ke Rumah Sakit atau ke tempat praktek
atas inisiatif sendiri dan bukan atas permintaan polisi dan setelah beberapa waktu kemudian
polisi mengajukan permintaan dibuatkan Visum et Repertum, maka dokter harus menolak
karena segala sesuatu yang diketahui oleh dokter mengenai korban sebelum ada permintaan
tertulis untuk membuat Visum et repertum adalah rahasia kedokteran yang wajib disimpan
kerahasiannya (KUHP pasal 322). Dalam keadaan seperti ini, dokter dapat meminta kepada polisi
agar korban dibawa kembali dan Visum et Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang
ditemukan saat Visum et Repertum diajukan. Hasil pemeriksan yang lalu tidak diberikan dalam
bentuk Visum et Repertum tetapi dalam bentuk surat keterangan. Hasil pemeriksaan sebelum
diterimanya surat permintaan pemeriksaan terhadap korban bukan sevagai barang bukti.
 Ijin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri. Atau jika korban
adalah seoran anak, maka ijin pemeriksaan dapat dimita kepada orangtua atau wali.
Jelaskan terlebih dahulu tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan pada korban dan
hasil pemeriksaan akan disampaikan ke pengadilan. Hal ini perlu diketahui meskipun
pemeriksaan dilakukan atas permintaan polisi, karena belum tentu korban menyetujui
permintaan tersebut dan menolaknya. Selain itu, bagian yang akan do=iperiksapu
merupakan bagian yang paling privasi dari tubuh seorang wanita.
 Seorang perawat atau bidan harus mendampingi korban saat pemeriksaan dilakukan.
 Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dan jangan ditunda terlampau lama. Hindarkan
korban dari menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar periksa, apalagi
bila korban adalah anak-anak. Semua yang ditemukan harus dicatat, jangan tergantung
pada ingatan semata.
 Visum et Repertum dibuat secepat mungkin. Dengan adanya Visum et Repertum maka
perkara dapat dengan cepat diselesaikan dan seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan
dari tahanan, bila ternyata ia tidak bersalah.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti. Pakaian diteliti helai demi helai untuk melihat
apakah terdapat:

 Robekan lama atau robekan baru


 Kancingyang terputus akibat tarikan
 Bercak darah
 Bercak air mani
 Bercak lumpur dll yang mungkin berasal dari tempat kejadian

Perlu juga dicatat pakaian dalam dalam keadaan rapi atau tidak, benda-benda lain yang melekat pada
tubuh pasien yang mengandung trace evidence dikirim ke laboratorium kriminologi untuk pemeriksaan
lebih lanjut.

10
Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan tubuh korban termasuk didalam pemeriksaan umum yang meliputi: 3

 Inspeksi dari penampilan korban (rambut dan wajah) apakah terlihat rapi atau kusut
 Segi emosional korban
 Tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur/bius, apakah ada needle
mark atau tidak. Bila ada, jangan lupa untuk mengambil sampel urin dan darah untuk
pemeriksaan lanjutan
 Tanda-tanda bekas kekerasan seperti memar atau luka lecet pada daerah mulut, leher,
pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan pinggang.
 Perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, reflex cahaya, pint point pupil, tinggi dan berat
badan, tekanan darah, kondisi jantung,paru dan abdomen.
 Trace evidence yang melekat pada tubuh korban.

Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan bagian khusus (genitalia) meliputi: 3

 Ada atau tidaknya rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu karena air mani yang
mongering. Bila ada maka digunting dan dikirim ke laoratorium untuk pemeriksaan lanjutan.
 Bercak air mani disekitar alat kelamin. Bila ada, maka dikerok dengan sisi tumpul scalpel atau
swab dengan kapas lidi yang dibasahi dengan larutan fisiologis.
 Pada vulva, lakukan pemeriksaan teliti untuk melihat tanda-tanda kekerasan seperti hyperemia,
edema, memar dan luka lecet (goresan kuku)
 Introitus vagina dilihat apakah ada hyperemia atau udema atau tidak. Dengan kapas lidi diambil
bahan untuk pemeriksaan sperma dari vestibulum.
 Jenis selaput dara
Pemeriksaan selaput dara yang pertama dilihat adalah apakah selaput dara rupture atau
tidak. Bila rupture maka ditentukan rupture baru atau rupture lama dan catat lokasi rupture
tersebut sambil diperiksa apakah rupturnya sampai ke insersio atau tidak. Setelah itu tentukan
besar orifisium, apakah sebesar jari kelingking, jari telunjuk atau 2 jari. Sebagai gantinya boleh
juga ditentukan ukuran lingkaran orifisium dengan cara, jari kelingking atau telunjuk dimasukkan
hati-hati kedalam orifisium sampai terasa tepi selaput dara menjepit ujung jari, lalu beri tanda
pada sarung tangan dan lingkaran pada titik itu diukur. Ukuran pada seorang perawan kira-kira
2,5cm. Lingkaran yang memungkinkan persetubuhan dapat terjadi menurut Voight adalah
minimal 9cm.
Perlu juga diingat bahwa persetubuhan tidak selalu disertai dengan deflorasi. Pada
rupture lama, robekan menjalar sampai ke insertion disertai dengan adanya parut pada jaringan
dibawahnya. Ruptur yang tidak sampai ke insertion, bila sudah sembuh tidak dapat dikenali
lagi.Ruptur akibat persetubuhan biasa ditemukan dibagian posterior kanan atau kiri dengan
asumsi bahwa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan.

11
 Periksa frenulum labiorum pudenda dan commisura labiorum posterior utuh atau tidak. Periksa
vagina dan serviks dengan speculum, bila keadaan alat genital memungkinkan.
 Memeriksa tanda-tanda penyakit kelamin.

Dugaan kekerasan seksual (suggestive of sexual abuse)


Temuan pada anak yang telah memiliki riwayat abuse, mungkin ada abuse, tetapi tidak cukup data
yang menunjukkan bahwa abuse adalah satu-satunya penyebab. Riwayat sangat krusial dalam
menentukan makna keseluruhannya :

 Pelebaran anus (notch atau cleft) selaput dara di daerah posterior, mencapai dekat dasar (sering
merupakan artefak pada posisi pemeriksaan tertentu, tetapi bila konsisten pada beberapa
posisi, maka mungkin akibat kekerasan tumpul atau penetrasi sebelumnya)
 Lecet akut, laserasi atau memar labia, jaringan sekitar selaput dara atau perineum (mungkin
akibat trauma aksidental, keadaan dermatologis seperti lichen sclerosus atau hemangioma)
 Jejak gigitan atau hisapan di genitalia atau paha bagian dalam
 Jaringan parut atau laserasi baru daerah posterior fourchette tanpa mengenai selaput
dara( dapat akibat trauma aksidental)
 Jaringan parut perianal (jarang, mungkin akibat keadaan medis lain seperti chron’s disease atau
akibat tindakan medis sebelumnya)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Untuk pemeriksaan laboratorium maka diambil bahan pemeriksaan yang berupa air mani dan
sel sperma dalam lender vagina menggunakan pipet Pasteur atau diambil dengan oase batang gelas atau
dengan swab. Bahan diambil dari forniks posterior dan bila mungkin dengan speculum. Pada anak-anak
atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan pemeriksaan sebaiknya dari vestibulum saja. 3

Pemeriksaan terhadap kuman N. Gonorrhea dari secret uretra dapat dipulas dengan pewaraan
gram. Pemeriksaan dilakukan pada hari I, III, V dan VI. Jika dari pemeriksaan didaoatkan kuman N.
Gonorrhea berarti terbukti adanya kontak seksual dengan penderita, bila pada pria tersangka juga
ditemukan kuman N. Gonorrhea. Jika terdapat ulkus, maka secret perlu diambil untuk pemeriksaan
serologic dan bakteriologik. 3

Pemeriksaan kehamilan dan juga pemeriksaan toksikologi perlu dilakukan juka ditemukan
adanya indikasi. 3

12
INTERPRETASI HASIL

Dalam scenario diatas, jika anak dari bapak tersebut dalam pemeriksaan menunjukkan hasil
pemeriksaan berupa:

 Tanda-tanda bekas kekerasan seperti memar atau luka lecet pada daerah mulut, leher,
pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan pinggang.
 Bercak air mani disekitar alat kelamin.
 Pada vulva, terlihat tanda-tanda kekerasan seperti hyperemia, edema, memar dan luka lecet
(goresan kuku)
 Introitus vagina terlihat ada hyperemia atau udema.
 Robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5 sampai 7, luka lecet, memar sampai
luka robek baik di daerah liang vagina, bibir kemaluan maupun daerah perineum.
 Gangguan emosional pada korban

Maka dapat ditetapkan kesimpulan bahwa korban telah melakukan persetubuhan. Dalam hal ini,
sebagai dokter tidak dapat menentukan apakah ini merupakan kasus pemerkosaan atau persetubuhan
yang dilakukan atas dasar suka sama suka. Yang dapat dilaporkan oleh dokter hanyalah dari hasil
pemeriksaan korban terbukti telah melakukan persetubuhan. 3

ASPEK PSIKOSOSIAL

Anak-anak korban perkosaan (chield rape) adalah kelompok yang paling sulit pulih. Mereka
cenderung akan menderita trauma akut. Masa depannya akan hancur, dan bagi yang tidak kuat
menanggung beban, maka pilihan satu-satunya akan bunuh diri. Aib, perasaan merasa tercemar dan
kejadian yang biadab itu akan terus menerus mengahantui korban, sehingga tidak jarang mereka
memilih menempuh jalan pintas untuk melupakan serta mengakhiri semua penderitaannya63.Tindak
kekerasan seksual yang terjadi dalam realita kehidupan sehari-hari mengakibatkan dalam diri
perempuan timbul rasa takut, was-was dan tidak aman. Apalagi ditunjang dengan posisi korban yang
seringkali tidak berdaya dimata praktek peradilan pidana. Artinya, derita korban tidak dijembatani oleh
penegak hukum, dalam hal ini hakim, yang berkewajiban menjatuhkan vonis. Terbukti, putusan-putusan
yang dijatuhkan tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukan pada korban. Pentahapan
penderitaan korban tindak pidana perkosaan dapat dibagi sebagai berikut: 5
1. Sebelum Sidang Pengadilan
Korban tindak pidana perkosaan menderita mental, fisik dan sosial karena ia berusaha
melapor pada polisi dalam keadaan sakit dan terganggu jiwanya. Kemudian dalam rangka
pengumpulan data untuk bukti adanya tindak pidana perkosaan, ia harus menceritakan
peristiwa yang menimbulkan trauma kepada polisi. Korban juga merasa ketakutan dengan
ancaman pelaku akibat melapor sehingga akan ada pembalasan terhadap dirinya.
2. Selama Sidang Pengadilan
Korban tindak pidana perkosaan harus hadir dalam persidangan pengadilan atas ongkos
sendiri untuk menjadi saksi. Korban dalam memberikan kesaksian harus mengulang cerita
mengenai pengalaman pahitnya dan membuat rekonstruksi peristiwa perkosaan. Ia dihadapkan
pada pelaku yang pernah memperkosanya sekaligus orang yang dibencinya. Selain itu ia harus
menghadapi pembela atau pengacara dari pihak pelaku yang berusaha menghilangkan
kesalahan pelaku. Jaksa dalam peradilan pidana, mewakili pihak korban. Tetapi dapat terjadi

13
perwakilannya tidak menguntungkan pihak korban. Tidak jarang terjadi bahwa korban
menghadapi pelaku tindak pidana perkosaan yang lebih mampu mental, fisik, sosial daripada
dirinya. Disini ternyata perlu disediakan pendamping atau pembela untuk pihak korban tindak
pidana perkosaan.
3. Setelah Sidang Pengadilan
Setelah selesai sidang pengadilan, korban tindak pidana perkosaan masih menghadapi
berbagai macam kesulitan, terutama tidak mendapat ganti kerugian dari siapapun.
Pemeliharaan kesehatannya tetap menjadi tanggungannya. Ia tetap dihinggapi rasa takut akan
ancaman dari pelaku. Ada kemungkinan ia tidak diterima dalam keluarganya serta
lingkungannya seperti semula, oleh karena ia telah cacat. Penderitaan mentalnya bertambah,
pengetahuan bahwa pelaku tindak pidana perkosaan telah dihukum bukanlah penanggulangan
permasalahan.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh perempuan korban tindak kekerasan seksual
sangatlah kompleks. Permasalahan yang dihadapi tidak hanya perkosaan yang terjadi pada dirinya,
namun juga terjadi dalam proses hukum terhadap kasus yang menimpanya. Perempuan korban tindak
kekerasan seksual bisa menjadi korban ganda dalam proses persidangan dan bisa juga mendapat
perlakuan yang tidak adil dalam proses untuk mencari keadilan itu sendiri. 5
Berbagai pendapat pakar mengenai akibat perkosaan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penderitaan secara psikologis
Seperti merasa tidak lagi berharga akibat kehilangan keperawanan (kesucian) dimata
masyarakat, dimata suami, calon suami (tunangan) atau pihak-pihak lain yang terkait
dengannya. Penderitaan psikologis lainnya dapat berupa kegelisahan, kehilangan rasa percaya
diri, tidak lagi ceria, sering menutup diri atau menjauhi kehidupan ramai, tumbuh rasa benci
(antipati) terhadap lawan jenis dan curiga berlebihan terhadap pihak-pihak lain yang bermaksud
baik padanya.
2. Kehamilan yang dimungkinkan dapat terjadi.
Hal ini dapat berakibat lebih fatal lagi bilamana janin yang ada tumbuh menjadi besar (tidak ada
keinginan untuk diabortuskan). Artinya, anak yang dilahirkan akibat perkosaan tidak memiliki
kejelasan statusnya secara yuridis dan norma keagamaan.
3. Penderitaan fisik
Akibat perkosaan itu akan menimbulkan luka pada diri korban. Luka bukan hanya terkait pada
alat vital (kelamin perempuan) yang robek, namun tidak menutup kemungkinan ada organ
tubuh lainnya yang luka bilamana korban lebih dulu melakukan perlawanan dengan keras yang
sekaligus mendorong pelakunya untuk berbuat lebih kasar dan kejam guna menaklukkan
perlawanan dari korban.
4. Tumbuh rasa kekurang-percayaan pada penanganan aparat praktisi hukum, bilamana kasus
yang ditanganinya lebih banyak menyita perhatiannya, sedangkan penanganan kepada
tersangka terkesan kurang sungguh-sungguh. Korban merasa diperlakukan secara diskriminasi
dan dikondisikan makin menderita kejiwaannya atau lemah mentalnya akibat ditekan secara
terusmenerus oleh proses penyelesaian perkara yang tidak kunjung berakhir.
5. Korban yang dihadapkan pada situasi sulit seperti tidak lagi merasa berharga dimata
masyarakat, keluarga, suami dan calon suami dapat saja terjerumus dalam dunia prostitusi.
Artinya, tempat pelacuran dijadikan sebagai tempat pelampiasan diri untuk membalas dendam
pada laki-laki dan mencari penghargaan.

14
Sudah diungkapkan bahwa korban perkosaan mengalami penderitaan pada saat perkosaan dan
berlanjut berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan sepanjang sisa hidupnya. Mereka sangat menyesali
dirinya sendiri. Secara sederhana dampak perkosaan dapat dibedakan menjadi: 5

1. Dampak secara fisik


Antara lain: sakit asma, menderita migrain, sulit tidur, sakit ketika berhubungan seksual, luka
pada bibir (lesion on lip caused by scratch), luka pada alat kelamin, kesulitan buang air besar,
luka pada dagu, infeksi pada alat kelamin, kemungkinan tidak dapat melahirkan anak, penyakit
kelamin, inveksi pada panggul, dan lain-lain.
2. Dampak secara mental
Antara lain: sangat takut sendirian, takut pada orang lain, nervous, ragu-ragu (kadang paranoia),
sering terkejut, sangat khawatir, sangat hati-hati dengan orang asing, sulit mempercayai
seseorang, tidak percaya lagi pada pria, takut dengan pria, takut akan sex, merasa bahwa orang
lain tidak menyukainya, dingin (secara emosional), sulit berhadapan dengan publik dan
temantemannya, membenci apa saja, menarik diri/mengisolasi diri, mimpi-mimpi buruk, dan
lain-lain.
3. Dampak dalam kehidupan pribadi dan social
Antara lain: ditinggalkan teman dekat, merasa dikhianati, hubungan dengan suami memburuk,
tidak menyukai sex, sulit jatuh cinta, sulit membina hubungan dengan pria, takut bicara dengan
pria, menbghindari setiap pria, dan lain-lain66.

PERAN LSM

Untuk menangani kasus kekerasan seksual, diperlukan kerjasama antara beberapa lembaga yang
memiliki kepedulian terhadap korban. Dengan berjaringan, kerja yang dilakukan diharapkan akan lebih
bersinergi. Jaringan yang bisa dibangun misalnya antara rumah sakit, LSM, kepolisian, pemerintah
melalui dinas terkait seperti Dinas Kesejahteraan Rakyat Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana (DKRPP-KB), Dinas Kesehatan, Bappeda dan Masyarakat. 6

Pusat krisis terpadu (PKT) bertujuan untuk memberikan pelayanan menyeluruh bagi parakorban
kekerasan terhadap perempuan (KTP) dan anak (KTA), baik dibidang klinik, medikolegal dan psikososial ;
dengan tujuan akhir adalah pemberdayaan perempuan, dalam mencapai derajat kesehatan secara
optimal. 6

Sasaran :

 Korban kekerasan seksual pada perempuan dewasa.


 Korban kekerasan seksual pada anak.
 Korban kekerasan dalam rumahtangga.
 Korban penganiayaan dan penelantaran anak.

Peran Pekerja Sosial


 Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban;
 Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari
kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan
 Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif; dan

15
 Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak
kepolisian, dinas sosial, lembaga social yang dibutuhkan korban.
Pelayanan pekerja sosial dilakukan di rumah aman milik pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat Relawan Pendamping adalah orang yang mempunyai keahlian untuk melakukan konseling,
terapi, dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban kekerasan. Bentuk pelayanannya
adalah: 6

 Menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa
orang pendamping
 Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan
dengan membimbing korban untuk secara objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam
rumah tangga yang dialaminya
 Mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban merasa aman
didampingi oleh pendamping
 Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.

VISUM et REPERTUM

Dalam kasus ini, untuk dapat membuat visum et repertum yang dapat dijadikan barang bukti di
pengadilan maka dokter harus menyarankan kepada orangtua korban untuk melaporkan kepada polisi
yang berupa delik aduan agar polisi membuatkan surat permintaan secara tertulis kepada dokter untuk
membuat visum. Karena tanpa surat permintaan dari polisi untuk membuat visum, maka dokter hanya
dapat melakukan pemeriksaan biasa dan laporan hasil pemeriksaan hanya berupa surat keterangan
medis biasa yang tidak dapat dijadikan barang bukti di pengadilan. 3

Jika dalam kasus ini, orangtua setuju untuk mengajukan delik aduan kepada tersangka, maka
visum repertum yang dibuat adalah hanya berupa identitas dan hasil pemeriksaan tubuh korban. Hasil
anamnesis tidak dimasukkan ke dalam visum et repertum karena ada kemungkinan apa yang
disampaikan korban dalam anamnesis tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Hasil
anamnesis dokter dan korban hanya dilampirkan bersama dengan visum et repertum dengan juduk
keterangan yang didapatkan dari korban. 3

Contoh Visum et Repertum pada contoh kasus ini:

Rumah Sakit Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utata No 6 Jakarta Barat 11510, Telp 56942061 Fax 5531731
Nomor : Jakarta, 12 Januari 2011
Lampiran :
Perihal :

PRO JUSTITIA

16
VISUM ET REPERTUM
Yang bertanda tangan di bawah ini, ….. dokter ….. pada ….., menerangkan bahwa atas
permintaan tertulis dari Kepolisian ….. No….. tertanggal ….. pukul, bertempat di ….. telah melakukan
pemeriksaan jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah:

Nama : X
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 14 tahun
Kebangsaan : Indonesia
Agama :
Alamat :

-------------------------------------------------------- HASIL PEMERIKSAAN------------------------------------------------------

I. Pemeriksaan Luar--------------------------------------------------------------------------------------------------------
o Dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya luka lecet pada daerah mulut, leher,
pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan pinggang.----------------------------------
II. Pemeriksaan alat kelamin----------------------------------------------------------------------------------------------
Dari hasil pemeriksaan ditemukan:----------------------------------------------------------------------------------
o Bercak air mani disekitar alat kelamin.-------------------------------------------------------------------
 Pada bibir vagina, terlihat tanda-tanda kekerasan berupa pembengkakan, luka lecet dan tampak
kemerahan.----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 Pada lubang vagina tampak pembengkakan dan tampak memerah.---------------------------------------
 Robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5 sampai 7, luka lecet, memar sampai
luka robek baik di daerah liang vagina, bibir kemaluan.--------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------KESIMPULAN--------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan wanita berusia 14 tahun ditemukan adanya luka lecet pada daerah mulu, leher, tanga
dan paha bagian dalam. Dari hasil pemeriksaan alat kelamin ditemukan luka lecet pada vagina dan
lubang vagina serta ditemukan tanda-tanda telah terjadi persetubuhan--------------------------------------------

Demikianlah telah saya uraikan dengan sejujur-jujurnya dan menggunakan keilmuan saya sebaik-
baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Dokter yang memeriksa
…………………………………….

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Tyastuti. Betty Fitrianing. Studi komparasi Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan.
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2009.
2. Triyono. Fajar. Pelecehan Seksual Antar Anak dalam Perspektif hokum Pidana. Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2008.
3. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik . Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.Cetakan ke-2.1997.
4. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP). Aturan Utama. Buku I. Diunduh dari:
http://www.jsmp.minihub.org/English/webpage/reso/KUHP%20indo..pdf
5. Dwiati. Ira. Perlindungan Hukum terhadap Korban tindak Pidana Perkosaan dalam Sidang
Pidana. Fakultas Hukum Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.2007.
6. Sulaiman Zuhdi Manik .Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Anak dalam Rumah Tangga.
Diunduh dari www.kabarindonesia.com. 2007.

18

Anda mungkin juga menyukai