Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pimpinan dan tuntunanya penulis dapat menyelesaikan referat Retinopati Diabetika sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata di RSUD Ciawi-Bogor. Melalui ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Saptoyo Argo Morosidi, SpM selaku Kepala Departemen Mata RSUD Ciawi dan juga selaku pembimbing penulis dalam membuat referat ini. 2. dr. Nanda Lessi H.E.P, SpM selaku pembimbing penulis selama menjalani kepaniteraan mata di RSUD Ciawi 3. Bpk. Munajat Harun yang telah banyak membantu penulis selama masa kepaniteraan mata di RSUD Ciwi 4. Teman-teman kepaniteraan Mata periode 4 Juli 2011 6 Agustus juga telah banyak membantu penulis dalam kepaniteraan mata ini. Terimakasih atas semua bantuan, bimbingan dan masukan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ni. Penulis sadar bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga saran, kritik dan masukan sangat diterima dengan tangan terbuka. Semoga referat ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi semuanya.

Ciawi, 19 Juli 2011

Martha Yuanita Loru

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Retinopati diabetes merupakan komplikasi penyakit Diabetes mellitus yang cukup ditakuti pasien dan memusingkan dokter yang merawat. Pandemic diabetes mellitus yang diperkirakan terjadi kapan saja membutuhkan pengetahuan untuk mengerti patofisiologi dan meningkatkan deteksi, pencegahan dan pengobatan retinopati. Kasus retinopati diabetes adalah kasus yang paling banyak pada penderita usia 20-74 tahun yang mengalami kebutaan. Hampir semua pasien diabetes tipe 1 dan >60% pasien diabetes tipe 2 menderita retinopati. Meskipun sudah bertahun-tahun diketahui secara klinis dan dalam penelitian laboratorium, retinopati diabetes menyebabkan gangguan penglihatan dan kebutaan pada pekerja, namun secara mendasar penyebabnya masih belum diyakini. Fotokoagulasi retina untuk mengurangi neovaskularisasi dan edema macula telah dikembangkan sejak tahun 1950 dan masih merupakan standar dalam perawatan utama. Jumlah penduduk yang mempunyai factor resiko untuk menderita gangguan penglihatan karena diabetes diperkirakan akan meningkat dua kali lipat 30 tahun yang akan datang. Penting sekali untuk mengembangkan cara untuk mengidentifikasi, pencegahan, dan pengobatan retinopati pada stadium awal daripada menunggu sampai munculnya kerusakan pada penglihatan.1 Komplikasi diabetes mellitus pada mata ini merupakan penyebab kebutaan yang serius dan di beberapa Negara maju keadaan ini merupakan penyebab utama dari kebutaan. Menurut data WHO, Indonesia merupakan Negara yang menduduki peringkat ke enam dalam jumlah penderita diabetes mellitus sesudah India, Cina, Rusia, Jepang dan Brazil. Data ini menyebutkan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus mencapai angka 4,6%. Tahun 1995, penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 5 juta. Dengan makin meningkatnya populasi penduduk usia lanjut di masa yang akan datang maka diperkirakan jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2025 akan menjadi 12 juta orang. Dengan demikian penderita yang mendapat komplikasi pun akan bertambah dan akan menjadi lebih serius. Gangguan pada jantung, ginjal, stroke dan kebutaan adalah komplikasi yang perlu mendapat perhatian. Dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes maka penderita diabetes mellitus mempunyai resiko 25 kali untuk menjadi buta. Di Amerika Serikat, 12% dari penderita yang mengalami kebutaan disebabkan oleh diabetes mellitus.2 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui definisi, klasifikasi, gejala, pemeriksaan dan penatalaksanaan serta komplikasikomplikasi pada retinopati diabetikum.

2. Mampu memberikan edukasi pencegahan primer, sekunder maupun tersier pada pasien dengan diabetes melitus dengan batasan sebagai dokter umum sebagai lini pertama.

BAB II ISI
DEFINISI
Retinopati diabetika adalah komplikasi diabetes melitus yang menyebabkan suatu kelainan retina karena perubahan pembuluh darah retina, sehingga mengakibatkan gangguan nutrisi pada retina. Kelainan yang ditemukan pada retinopati diabetika bisa berupa kebocoran atau kenaikan permeabilitas kapiler dengan akibat edema retina, eksudat keras (berwarna kuning karena eksudasi plasma yang lama berlangsung) serta timbulnya perdarahan retina akibat gabgguan permeabilitas mikroaneurisme, cotton wool patches yang berwarna putih, tak berbatas tegas dan terkait dengan iskhemia retina. Selain itu terjadi juga obstruksi kapiler yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina. Pirau (Shunt) arteri-vena bisa berbentuk sebagai akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler. Akhirnya daerah yang iskhemik pada retina memicu proses neovaskularisasi retina dengan pembuluh darah yang sangat rapuh. Jika neovaskularisasi terjadi sampai di vitreus maka mudah terjadi perdarahan vitreus yang kemudian akan menjadi sikatriks. Sikatriks di vitreus dapat menyebabkan ablasia retina tipe tarikan.3

PATOGENESIS
Beberapa teori dikatakan dapat menyebabkan terjadinya retinopati diabetika salah satunya yaitu teori Enzim katalisis aldose reduktase. Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa intraselular meningkat, hal ini akan meningkatkan pula kadar sorbitor intraselular yang kemudian akan menghambat sintesis mio-inositol yang terdapat pada glomerular dan jaringan saraf. Penurunan kadar mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme fosfo-inositidin, yang kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-ATPase dan memperburuk kerusakan mikrovaskular. Tingginya kadar gula darah akan menyebabkan beberapa jaringan mengalami glikolisis yang tidak sempurna sehingga metabolismenya bergeser ke jalur aldosa reduktase menghasilkan produk-produk alkohol, termasuk sorbitol, galaktosa, hingga dulcitol. Zatzat tersebut akan melemahnya dinding kapiler sehingga lama-kelamaan akan terjadi penggembungan pembuluh darah (mikroaneurisma) yang diiringi penyumbatan kapiler sehingga akan mudah ruptur.4 Pada DM,produksi insulin tidak ada atau berkurang, menyebabkan tingginya kadar gula dalam darah. Dinding pembuluh darah berusaha menyesuaikan keadaan hiperosmolaritas darah tersebut dengan melakukan proses glikosilasi disekeliling pembuluh darah rapuh sehingga semakin mudah untuk ruptur. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan eksudasi cairan 4

dan protein serum yang secara klinis terdeteksi sebagai penebalan retina dan eksudat. Edema yang terjadi pada makula merupakan penyebab utama turunnya penglihatan pada pasien retinopati diabetik nonprolifelatif. Kadang terjadi juga di retinopati diabetik proliferatif. Edema makula juga bisa terjadi akibat peningkatan Diasilgliserol (DAG) akibat glukosa berlebih yang mengaktifkan protein kinase C (PKC) yang mempengaruhi aktivitas dinamis kapiler retina, terutama mengubah permeabilitas, sehingga jadilah kebocoran cairan, edema, dan penebalan retina. 4 Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati sebagai akibat dari gangguan metabolik yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai ketinggian tertentu akan mengakibatkan keracunan sel-sel tubuh terutama darah dan dinding pembuluh darah yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan irreversibel dari molekul glukosa dengan protein yang disebut proses glikosilase protein .Dalam keadaan normal, proses glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada penderita diabetes mencapai 20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran darah, yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil kemudian disusul dengan gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan yang diurusnya. Kelainan-kelainan ini didapatkan juga didalam pembuluh darah retina.4 Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler maka akan menonjol membentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar makula yang tampak sebagai titik-titik merah pada oftalmoskop. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika. Pada keadaan lanjut, mikroaneurisma didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun arteri. Baik kapiler yang abnormal maupun aneurisma dapat menibulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema, eksudat dan perdarahan di sekitar kapiler dan mikroaneurisma.5 Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila terdapat di daerah makula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan berlangsung dalam waktu relatif lama akan menyebabkan degenerasi kistoid. Bila hal ini terjadi di daerah makula maka ketajaman penglihatan yang terganggu tak dapat dikembalikan kepada keadaan semula meskipun dilakukan fotokoagulasi pada pengobatan. Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh karena pecahnya mikroaneurisma. Kebocoran lipoprotein tampak sebagai eksudat keras yang menyerupai lilin berkelompok yang berbentuk lingkaran di daerah makula yang disebut bentuk sirsiner berwarna putih kekuning kuningan . Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang gemuk dengan kadar lemak darah yang tinggi. 4 5

Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah maka dapat menimbulkan penyumbatan yang dimulai di kapiler, ke arteriola, dan pembuluh darah besar sehingga timbul hipoksi, disusul dengan daerah iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral. Hipoksi mempercepat timbulnya kebocoran, neovaskularisasi dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksi timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool patch yang merupakan bercak nekrose. Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Juga disini terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga didapatkan perdarahan sepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau rete mirabile dan letaknya intraretina dan menjalar menjadi preretina. Neovaskularisasi ini diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskular ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan dan tarikan pada retina sehingga menyebabkan ablasi retina dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan. Perdarahan yang timbul didalam badan kaca dapat menyebabkan glaukoma hemoragik yang sangat sakit dan menimbulkan kebutaan. Perdarahan di dalam badan kaca juga diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik yang disertai neovaskularisasi yang juga dapat mengkerut dan menyebabkan ablasi retina dan kebutaan. Dengan demikian, bila tidak diambil tindakan maka retinopati diabetika cepat atau lambat akan berakhir dengan kebutaan. Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris yang disebut rubeosis iris, yang dapat menimbulkan glaukoma akibat tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru tersebut dan juga akibat perdarahan karena pecahnya rubeosis iris. 1 Gangguan penglihatan pada pasien dengan diabetes paling sering dihubungkan dengan edema makular, iskemi makular, membran epiretinal yang mengubah atau menaikkan makula, perdarahan vitreous yang mengaburkan media ocular. Sebagai contoh, kebocoran kapiler retina akan menyebabkan edema makular dan diketahui secara klinis kebocoran ini menyebabkan gangguan penglihatan. Bagaimana mekanisme seluler edema makular bisa menyebabkan gangguan penglihatan belum bisa dijelaskan. Dari perspektif optik, sista makular menghamburkan cahaya yang masuk ke retina tetapi tidak bisa fokus ke fotoreseptornya, sehingga menurunkan kualitas image. Dari bahasan seluler, fungsi penglihatan akan menurun jika cairan terakumulasi dalam retina.1 1. Mengubah konsentrasi ion ekstraseluler membutuhkan potensial aksi 2. Secara fisik menekan neuron retina, 3. Pengaruh pertukaran glutamat dan glutamin secara normal antara sel glia dan neuron membutuhkan neurotransmitter

4. Neuron semakin lemah terhadap adanya excitotoxicity asam amino, antibodi, atau sel inflamasi yang mencapai retina karena adanya kebocoran. Sumbatan kapiler dekat fovea juga menyebabkan neuron retina terjadi kerusakan iskemi. Tabel 1. Mekanisme Gangguan Penglihatan pada Diabetes1 Defek Seluler Meningkatnya permeabilitas kapiler Gejala: Gejala Klinis Efek pada fungsi penglihatan

menurunnya Cahaya menyebar dalam retina mengaburkan

ketajaman penglihatan ; gambar ; Light scattering within retina blurs edema macular sistoid, glutamate ; siklus glutamine antara sel glial dan neuron ; meningkatnya kerentanan neuron terhadap plasma-derived toxic factor ; iskemi neuron mungkin terjadi.

kapiler, non perfusi tanda: penebalan retinal, image; sista menekan neuron; kehilangan exudat lipid

Gangguan neuronal

primer Gejala:

menurunnya Berkurangnya sensitivitas kontras, adaptasi

penglihatan saat malam gelap, pembedaan warna, respon ERG dan warna ; tanda:defek lapisan serat saraf, tanda depresi retinal, kelihatan retina yang masih normal

Kerusakan diabetes yang langsung ke sel glial atau metabolisme neuronal akan secara langsung memberi dampak neurotransmisi dan juga terjadi apoptosis neuron retinal dan defek lapang pandang. Lebih lanjut lagi, axon retinal hilang sebelum lesi vaskuler terlihat. Penelitian yang terbaru juga memperlihatkan respon local yang terganggu pada pemeriksaan electroretinogram diperkirakan merupakan perkembangan dari lesi vaskuler. Penglihatan tergantung pada fungsi neuronal, sehingga pada akhir analisis semua bentuk gangguan penglihatan dengan media ocular (edema macular, iskemi macular, traksi retinal) terjadi disfungsi neuronal. Lebih jauh lagi untuk membandingkan kerusakan di vaskuler, glial, mikroglial dan interkasi sel neuronal mengurangi kualitas penglihatan.1

Gambar 1. Retinopati Diabetika FAKTOR RESIKO


Beberapa faktor sistemik yang dapat mempengaruhi terjadinya retinopati diabetika antara lain adalah:3,6 1. Lamanya menderita diabetes melitus 2. Hipertensi Beberapa penelitian mendapatkan bahwa baik pada retinopati DM non-proliferativa maupun proliferativa, progesifitas retinopati berhubungan dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. 3. Pengendalian gula darah Pengendalian gula darah yang baik akan memperlambat terjadinya perubahan pembuluh darah. 4. Kehamilan 5. Nefropati (kelainan ginjal) 6. Obesitas, hiperlipidemia dan merokok

KLASIFIKASI
Secara klinis, retinopati diabetika dibagi menjadi 2 yaitu:3,7 1. Retinopati Diabetika Non-Proliferativa Retinopati diabetika non-proliferativa terjadi akibat dari hiperpermeabilitas pembuluh darah yang memiliki tanda-tanda yaitu mikroaneurisme yang berupa tonjolan dinding kapiler terutama daerah kapiler vena, eksudat keras dan lunak, perdarahan retina dan bisa disertai dengan atau tanpa edema makula. 3 Perkembangan retinopati diabetika non proliferatif adalah sebagai berikut :5 Kelainan mula-mula adalah rusaknya barier (sawar ) darah retina ( sel endotel kapiler retina dan sel epitel pigmen ). Kebocoran ini akibat kenaikan kadar gula darah. Secara histologis terjadi penebalan membrane basalis kapiler dan hilangnya perisit ( dalam keadaan normal satu perisit ). Terjadi microaneurisma, dimulai sebagai dilatasi kapiler pada daerah yang kehilangan perisit dengan dinding tipis, mula-mula pada sisi vena kemudian juga pada sisi arteri. Selanjutnya endotel mengalami proliferasi sehingga terjadi akumulasi material pada membrane basalis sekitar mikroaneurisma. Meskipun membrane basalis tebal, tetapi karena permeable terhadap air dan molekul besar, maka terjadi timbunan air dan lipid pada retina. Apabila kerusakan barier ringan akan terjadi timbunan cairan pada retina terutama macula ( bintik kuning ) dengan demikian terjadi penurunan visus dan kelainan persepsi warna. Terjadi pula dilatasi vena, yang kadang-kadang ireguler. Apabila dinding kapiler lemah, maka akan menyebabkan perdarahan intra retina. Perdarahan bisa berbentuk apabila letaknya dalam, atau berbentuk seperti nyala ( frame shaped ) apabila letaknya superfisial atau perdarahan subhyaloid apabila terletak antara retina dan badan kaca. Selain terjadi perubahan retina vascular seperti yang disebutkan di atas juga terjadi abnnormalitas koriokapilaris yang berupa penebalan membrane basalis. Gejala klinik : Makula edema Mikroaneurisma Penimbunan air dan lipid Haemorhage intra retinal Daerah hipoksia atau iskemia dan eksudat lunak 9

2. Retinopati Diabetika Proliferativa Retinopati diabetika proliferativa terjadi akibat dari adanya iskhemia retina yang memacu timbulnya Vascular Endothelial Growth Factors (VEGF) yang mengakibatkan terjadinya proliferasi endotel sehingga timbul jaringan fibrovaskular. Pembuluh-pembuluh darah baru yang terbentuk tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok. Mulamula terdapat pada retina, kemudian menjalar ke depan retina dan dapat masuk kedalam badan kaca. Bila pecah dapat menyebabkan perdarahan vitreus, perdarahan retina dan dapat memicu timbulnya jaringan fibrous vitreo-retina yang selanjutnya dapat menarik lepas retina dari tempat perlengketannya yang disebut dengan ablasi retina tarikan. Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris yang disebut dengan rubeosis iridis. Hal ini dapat menimbulkan glaukoma karena tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru dan juga akibat perdarahan karena pecahnya rubeosis iridis. diabetika proliferatif terbagi dalam 3 stadium yaitu:
5 3

Retinopati

Stadium 1 : Aktif : Disebut stadium florid, basah, kongestif dekompensata lesi intra retina menonjol, peradarah retina, eksudat lunak, neovaskularisasi progresif cepat, proliferasi fibrosa belum ada atau minimal, dapat terjadi perdarahan vitreus tetapi permukaan belakang vitrus masih melekat pada retina bisa progresif atau menjadi type stabil.

Stadium 2 : Stabil : Disebut stadium kering atau quiescent, lesi intra retina minimal, neovaskularisasi dengan atau tanpa proliferasi fibrosa, bisa progresif lambat atau regresi lambat.

Stadium 3 : Regresi : Disebut juga stadium burned out, lesi intra retina berupa perdarahan, eksudat atau hilang, neovaskularisasi regresi, yang menonjol adalah jaringan fibrosa.

Gejala klinik : Makula edema Eksudat Vitreus haemorhage ( perdarahan vitreus ) Neovaskularisasi Ablasi retina Jaringan ikat vitreo retinal Perdarahan di subhyaloid

10

Gambar 2. Klasifikasi Retinopati Diabetika

Tabel 2. Klasifikasi retinopati diabetika menurut International Clinical Diabetic Retinopathy Disease

Severity Scale::3
Tingkat Keparahan Tidak ada retinopati Retinopati diabetika Non-proliferatif ringan Retinopati diabetika Non-proliferatif sedang Gambaran Kelainan Retina secara Funduskopi Gambaran fundus normal Beberapa mikroaneurisme Lebih berat dari retinopati diabetika non proliferatif ringan tetapi lebih ringan dari retinopati diabetika non-proliferatif berat Retinopati diabetika Non-proliferatif berat Salah satu dari temuan dibawah ini: 1. Lebih dari 20 perdarahan intraretina pada 4 kuadran 2. Venous bleeding pada 2 kuadran 3. Intra retinal mikrovascular abnormality pada 1 kuadran 4. Tidak Retinopati diabetika proliferatif ada tanda-tanda retinopati diabetika proliferatif Bila ditemukan kelainan dibawah ini: 1. Neovaskularisai

11

2. Perdarahan preretina

vitreus

atau

perdarahan

Tabel 3. Klasifikasi Udema Makula Diabetika menurut International Clinical Diabetic Retinopathy

Disease Severity Scale: 3


Klasifikasi Tidak ada udema makula diabetika Udema makula diabetika Bila ada udema makula diabetika dibagi menjadi: 1. Ringan 2. Sedang Penebalan retina atau eksudat keras pada polus posterior tetapi jauh dari makula Penebalan retina atau eksudat keras pada polus posterior mendekati pusat makula tetapi belum melibatkan pusat makula 3. Berat Penebalan retina atau eksudat keras pada polus posterior melibatkan pusat makula Gambaran fundus Tidak didapatkan penebalan retina maupun eksudat keras pada polus posterior Terdapat penebalan retina atau eksudat keras pada polus posterior

GEJALA
Retinopati diabetika dapat muncul tanpa gejala, serta selanjutnya dapat menimbulkan gangguan penglihatan hingga kebutaan Pada tahap awal retinopati diabetika, umumnya tidak ada gangguan penglihatan kecuali bila sudah terjadi edema makula. . Penurunan ketajaman pada penglihatan sentral berlangsung secara perlahan lahan , tergantung dari lokalisasi, luas dan beratnya kelainan. Stadium awal retinopati diabetika ini hanya dapat ditemukan dengan pemerikasaan retina oleh dokter mata.3 Keluhan pasien (sama antara retinopati hipertensif dan retinopati diabetik) umumnya adalah skotoma sentralis yang didahului buta senja karena gangguan fungsi makula. Pada retinopati diabetika tipe proliferatif, penderita akan mengeluh penglihatan kabur, bayangan bintikbintik atau serat seperti sarang laba-laba atau penglihatan menjadi gelap sama sekali, bila terjadi perdarahan di dalam bolamata. Walaupun tidak menimbulkan rasa sakit, retinopati diabetika

12

proliferatif sangat berbahaya bagi penglihatan dan memerlukan penangan segera oleh dokter mata.5 Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan fibrovaskuler, tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat, perdarahan yang terdapat di daerah makula, yang disebut makulopati, cepat menimbulkan gangguan penglihatan. Pada umumnya visus pada stadium ini masih baik, tetapi bila sudah terjadi pembentukan jaringan fibrovaskuler, gangguan visus pasti menyusul.8

PEMERIKSAAN & DIAGNOSTIK


Penangan cepat dan tepat merupakan kunci penyelamatan penglihatan pada retinopati diabetika oleh karena seringkali retinopati diabetika tidak memberikan gejala apapun, sehingga untuk melakukan deteksi dini, penderita diabetes perlu melakukan pemeriksaan mata berkala kepada dokter mata. Retinopati didiagnosa secara klinis dengan tanda-tanda ophthalmoskopik seperti mikroaneurisma, perdarahan dan spot cotton-wool, tetapi defek fungsional akan muncul lebih dahulu. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita Retinopati Diabetika antara lain:7,9 Pemeriksaan tajam penglihatan (visus) Funduskopi Diperiksa seluruh permukaan fundus yaitu sampai belakang penggantung lensa dapat dilihat dengan alat direct maupun indirect oftalmoskop, yang sebelumnya mata pasien ditetes dengan midirasil untuk memperlebar pupil sehingga memudahkan pemeriksaan. Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika : 1. Obstruksi kapiler yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina. 2. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler. Merupakan tanda awal dari retinopati diabetika 3. Eksudat berupa : Hard eksudat: berwarna kuning karena eksudasi plasma yang lama. Pada angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin diluar pembuluh darah. Terutama terdiri dari lipid yang didapatkan pada

hiperlipoproteinemia .
Cotton wool patch: berwarna putih, tidak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskemik retina. 4. Shunt arteri vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler 13

5. Pelebaran vena, lumennya tidak teratur, berkelok kelok, terjadi akibat kelainan sirkulasi. Dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma. 6. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler. 7. Akibat proliferasi sel sel endotel, timbul neovaskularisasi, tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok kelok, yang merupakan tanda awal dari penyakit yang berat . Mula mula terdapat pada retina, kemudian menjalar ke preretina untuk kemudian masuk kedalam badan kaca. Bila neovaskularisasi ini pecah dapat menimbulkan perdarahan di retina, preretina dan juga didalam badan kaca 8. Neovaskularisasi preretina diikuti pula dengan proliferasi sel glia . Edema makula , kondisi ini merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan pada pasien pasien diabetes . Foto Fundus Dilakukan foto fundus dengan foto-polaroid, sehingga akan nampak optikus, retina dan pembuluh darah diretina, sebelumnya penderita ditetesi midriasil. Foto Flourescein Angiografi Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit yang mengenai retina dan khoroid. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aliran darah yang khas dalam pembuluh darah saat cairan fluoresein yang disuntikkan intra vena mencapai sirkulasi darah di retina dan khoroid. Angiongrafi fluoresein akan merekam gambaran rinci yang halus dari fundus pada bagian yang berukuran lebih kecil dari kemampuan daya pisah ( minimum separable ) penglihatan mata masih dapat diperiksa dengan pembesaran rekaman angiografi fluoresein. Gambaran retinopati diabetika dengan angiografi fluoresein adalah sebagai berikut: Retinopati non-proliferatif Disini ditemukan proliferasi dan hipertrofi venula retina disertai pelebaran cabang-cabang vena berbentuk kantong dan aneurisma kapiler. Terdapat area iskemik terbatas. Terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintik-bintik. Endapan lemak pada polus posterior, kadang tersusun dalam bentuk rangkaian bunga ( retinopati circinata ), biasanya pembuluh darah retina beraneka ragam dan dindingnya terlihat menebal ( sklerosis ). Pada retinopati ini akan terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintik-bintik dan bercak, eksudat keras berwarna kuning yang terdiri atas protein dan lipid yang terdapat di lapisan pleksiform luar yang dikemudian hari juga terjadi makulopati. Jika pasien mengidap hipertensi kardiovaskular, bercak yang mirip kapas timbulnya akan lebih awal. 14

Gambar 3. Retinopati Diabetika Non-Proliferatif Retinopati proliferatif Pada stadium ini terdapat pembentukan pembuluh darah baru yang mengakibatkan neovaskularisasi yang tumbuh menonjol di depan retina terutama pada permukaan belakang badan kaca yang mengalami ablasi.

Gambar 4. Retinopati Diabetika Proliferatif Elekroretinografi Pada pemeriksaan ini dilakukan perekaman kegiatan listrik retina yang sangat berguna untuk memperoleh gambaran yang tepat mengenai fungsi retina yang masih tersisa. Pemeriksaan tekanan bola mata Pemeriksaan tekanan bola mata ini bertujuan untuk menilai komplikasi lanjut dari retinopati diabetika yaitu glaukoma yang dapat disebabkan oleh peningkatan TIO akibat perdarahan maupun rubeosis iridis yang menggangu aliran dari humor aquos.

15

PENATALAKSANAAN
Retinopati yang ditemukan pada stadium awal, seringkali tidak memerlukan terapi tetapi cukup dengan pengawasan secara berkala. Pengobatan dianjurkan untuk menghentikan proses kerusakan retina dan bila mungkin memperbaiki tajam penglihatan. Beberapa penatalaksanaan pada retinopati diabetika yaitu:3,7,9 1. Sinar Laser Sinar Laser bermanfaat untuk mengobati retinopati diabetika. Sinar laser adalah sinar berkekuatan tinggi yang difokuskan pada retina yang rusak. Beberapa tembakan halus sinar laser dapat menutup kebocoran pembuluh darah sekita makula dan mengurangi edema makula. Pada retionopati diabetika proliferatif dengan neovaskularisasi, diperlukan tembakan laser secara luas dengan intensitas dan jumlah tembakan yang tinggi. Untuk mencapai jumlah tembakan yang cukup (antara 2000 4000 tembakan) kadang diperlukan terapi laser beberapa kali. Efek samping terapi laser dalam jumlah besar antara lain: Rasa sakit dan mual Silau, penurunan tajam penglihatan Penyempitan lapangan pandang dan kesulitan melihat pada malam hari. Umumnya efek samping ini akan berkurang setelah beberapa waktu. Laser tetap merupakan pengobatan retinopati diabetika yang terbaik, walaupun efek sampingnya kadang cukup mengganggu. Retinopati diabetika proliferatif yang tidak ditangani dengan laser hampir selalu akan berakhir dengan kehilangan tajam penglihatan yang berat. Pada kasus retinopati diabetika proliferatif dengan perdarahan vitreus, sinar laser mungkin tidak tembus, dalam keadaan demikian kryoterapi dilakukan untuk mengatasi neovaskularisasi tersebut.

Gambar 5. Fotokoagulasi Laser

16

2.

Vitrektomi Pada kasus retinopati diabetika proliferatif lanjut, vitrektomi mungkin dianjurkan oleh dokter mata. Vitrektomi adalah tindakan bedah mikro yang dikerjakan dengan bius umum di kamar operasi, dalam hal ini vitreus yang penuh darah akan dikeluarkan dan diganti dengan cairan jernih. Sekitar 70% penderita yang menjalani operasi vitrektomi akan mengalami perbaikan penglihatan. Harapan perbaikan penglihatan setelah operasi vitrektomi lebih besar pada kasus yang pernah menjalani laser, dan pada kasus dengan makula masih melekat. Pada kasus dengan makula sudah terlepas, umumnya tajam penglihatan setelah vitrektomi tidak akan lebih baik dari menghitung jari pada jarak antara 1 dan 3 meter. Pada sekitar 20% kasus yang belum pernah menjalani terapi laser, tindakan vitrektomi akan menghasilkan komplikasi yang justru akan memperburuk tajam penglihatan. Nyata bahwa terapi laser yang cukup awal sangat berperan dalam menyelamatkan penglihatan penderita retinopati diabetika.

Gambar 6. Vitrektomi 3. Peranan Penderita. Keberhasilan penangan retinopati diabetika juga tergantung kepada perhatian penderita terhadap diet dan obat-obatan. Penting bagi penderita diabetes untuk menjaga kadar gula darah, mengawasi tekanan darah dan tidak merokok. Olahraga umumnya tidak merupakan masalah bagi penderita retinopati diabetika awal. Kadang kala penderita retinopati diabetika tipe proliferatif akan diminta untuk mengurangi gerakan yang mungkin akan menyebabkan pendarahan.

17

Secara garis besar penanganan retinopati diabetika ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Umur penderita 2. Riwayat penyakit 3. Pola hidup 4. Kerusakan retina 5. Tipe retinopati diabetika Untuk tipe nonproliferatif berat, ada baiknya terapi diberikan sebelum penyakit berkembang menjadi proliferatif. Untuk edema makular, cukup dimonitor ketat tanpa terapi laser fotokoagulasi; kecuali jika sudah cukup besar. Edema fokal memerlukan terapi laser fokal dan edema difus memerlukan laser grid. Untuk edema makular sering dipakai laser argon. Untuk tipe proliferatif, neovaskularisasi dapat dicegah dengan injeksi triamsinolon atau anti-VEGF (penghambat pembentukan pembuluh darah baru) secara intravitreal (khususnya yang sudah perdarahan intravitreal). Setelah itu, dilakukan fotokoagulasi laser panretinal (PRP). Tindakan ini masih merupakan pilihan utama karena dapat menurunkan angka kebutaan akibat retinopati diabetik sampai dengan 50%. Tindakan lanjutan vitrektomi dapat dilakukan kemudian. Selain daripada tindakan-tindakan diatas, edukasi pada pasien dengan diabetes melitus

dengan tujuan mencegah komplikasi DM sangatlah penting. Mereka yang menderita diabetes, harus memeriksakan matanya pada seorang dokter mata (oftalmologis) setiap tahun, bahkan bila mereka tidak memiliki keluhan penyakit mata sekalipun. Asosiasi dibetes Amerika menyarankan tipe 1 dan segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut :3

pemeriksaan setahun sekali (mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes

Seseorang dapat mengidap retinopati diabetik tanpa disadari karena penyakit ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin parah. retinopati berkembang. Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan komplikasi Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.

Dalam edukasi pasien dengan Diabetes Melitus atau bahkan terhadap pasien yang sudah mengalami retinopati diabetika, maka sangat perlu diinformasikan mengenai waktu untuk kontrol ke dokter mata.10

18

Tabel 4. Jadwal Pemeriksaan Mata untuk Penderita Diabetes Melitus Umur awitan DM/Kehamilan 0-30 th >30 th Hamil Waktu Pemeriksaan Pertama Dalam diagnosis 5 tahun Evaluasi Rutin Minimum

setelah Tiap tahun Tiap tahun

Saat diagnosis

Sebelum konsepsi atau awal Tiap 3 bulan atau atas anjuran trimester pertama ofthalmologis

Tabel 5. Jadwal Pemeriksaan Retinopati Diabetika Kelainan Retina Retinopati diabetika Non-proliferatif ringan Retinopati diabetika Non-proliferatif sedang Retinopati diabetika Non-proliferatif berat Clinically Significant Maculae Edema Retinopati diabetika proliferatif Normal / Beberapa mikroaneurisme Waktu Evaluasi yang Disarankan Tiap 9 bulan Tiap 6 bulan Tiap 4 bulan Tiap 2-4 bulan (Saran Fotokoagilasi laser) Tiap 2-3 bulan (Saran Fotokoagilasi laser) Tiap tahun

19

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN
Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena penyakit diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati yang terjadi sebagai akibat gangguan metabolic yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemia. Klasifikasi retinopati diabetika menurut perjalanannya adalah: 1. Retinopati diabetika non proliferatif. 2. Retinopati diabetika proliferatif Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis retinopati diabetika adalah angiografi fluoresein dan elektroretinografi. Terapi retinopati diabetika ada dua yaitu fotokoagulasi sinar laser dan vitrektomi. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam mengurangi risiko kebutaan akibat DM adalah dengan sedisiplin mungkin mematuhi regulasi makan dan olahraga yang baik. Penglihatan penderita diabetes umumnya bisa diselamatkan 1. Karena retinopati diabetika tidak selalu memberikan gejala maka deteksi dini retinopati diabetika adalah cara terbaik untuk mencegah kehilangan penglihatan. 2. Penderita diabetes harus memeriksa retinanya minimal sekali dalam setahun, setelah ditemukan adanya retinopati diabetika, frekuensi pemeriksaannya sebaiknya lebih sering. 3. Dengan pengawasan yang seksama, dokter mata dapat memulai pengobatan sebelum terjadi kehilangan penglihatan. Terapi laser dan operasi sangat efektif pada pengobatan retinopati diabetika.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Diabetic Retinopathy. Dalam: Jurnal American Diabetes Association (ADA). 2006. 2. Epidemiologi Retinopati Diabetika dalam Ilmu Penyakit Mata dalam Majalah Kedokteran Andalas No. 2, Vol.26, Juli Desember 2006 3. Agni Angela N., Widayanti Tri Wahyu, Hernowo A.T., Retina. Dalam: Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UGM. Edisi I. November 2007.103-30. 4. Clark CM, Lee DA . Prevention and treatment of the complication of Diabetes Mellitus. NEJM. Diunduh dari:http://www.freewebs.com/fsumantri/retinopatidiabetika.htm. 5. Harding S, Kohner E. Clinical Evidence of Retinopathy Diabetic : Virectomy in people with maculopathy. E-medicine 2005 6. Retinopati Diabetika Diabetes dan Kebutaan. Diunduh dari: Netra Klinik Mata. 7. Retinopati Diabetes Melitus. Dalam: Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ed III.2007. 8. Retinopati Diabetika. Diunduh dari: http://www.freewebs.com/fsumantri/retinopatidiabetika.htm.2009. 9. Eva. Paul Riordan., Whitcher. Jhon P,. Penyakit Pembuluh Retina. Dalam: Vaughan & Asbury Oftalmologi umum ed 17. EGC.2010. 10. Morosidi. Saptoyo Argo., Paliyama. Margrette F. Retinopati Diabetika. Dalam: Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran UKRIDA. Januari 2011.

21

Anda mungkin juga menyukai