Subejo
Dosen Fak. Pertanian UGM, PhD Student The University of Tokyo, Ketua IASA Pusat jepang
-1-
dikembangkan di Brasil untuk tebu dan juga kelapa sawit di Indonesia diindikasikan
justru berdampak pada pemanasan global karena emisi gas buang yang sangat besar.
Pemilihan biofuel sebagai alternatif sumber energi baru di tengah
membumbungnya harga minyak dunia serta indikasi dampak negatif dan
kemungkinan ancaman kelangkaan dan kenaikan harga pangan menjadi isu yang
sangat strategis.
Kebijkan nasional akan energi alternatif perlu dikaji dan diimplementasikan
secara komprehensif sehingga pengembangan biofuel di masa mendatang bisa
dipromosikan secara otimal tanpa mengorbankan kepentingan lainnya.
-2-
Beberapa pihak menengarai perlunya kehati-hatian dalam implementasi program
pengembangan biofuel di Indonesia. Implikasi yang ditimbulkan bisa sangat fatal
apabila tidak dilaksanakan dengan pertimbangan yang komprehensif. Penggunaan
tetes tebu yang masif juga potensi mengurangi bahan baku gula sehingga pada
gilirannya mengancam stok dan membahayakan produksi gula nasional.
Selain itu penggunaan kelapa sawit secara besar-besaran akan mengancam
produksi minyak goreng sebagai salah satu produk tradisionalnya. Ketidaktepatan
strategi dan implementasinya bisa menyulut krisis minyak goreng nasional seperti
yang pernah terjadi tahun lalu.
-3-
Ternyata ada indikasi keterkaitan yang sangat erat antara membumbungnya
harga pangan dunia dengan kontribusi kebijakan pengembangan biofue. Informasi
terkini sebagaimana dilansir oleh The Guardian Newspaper edisi 4 Juli 2008 sangat
mengejutkan. Mendasarkan pada laporan World Bank yang tidak dipublikasikan
untuk umum, diketahui bahwa biofuel yang telah menyebabkan kenaikan harga
pangan dunia sampai dengan 75 persen.
Menurut The Guardian, laporan sebenarnya telah selesai pada bulan April 2008,
namun tidak dipublikasikan dengan alasan yang tidak jelas. Tanpa adanya konversi
penggunaan jagung dan gandum secara besar-besaran untuk bahan baku biofuel, stok
untuk dua komoditas tersebut diperkirakan tidak akan mengalami penurunan yang
signifikan dan kenaikan harganya hanya akan pada tingkat yang moderate.
Dengan melonjaknya harga jagung, gandum dan kedele juga diprediksi
menyulut spekulasi petani produsen besar di Amerika Serikat untuk semakin intensif
dan berkonsentrasi mengelola komoditasnya sebagai pasokan bahan baku biofuel.
Laporan juga mengestimasi bahwa kenaikan energi dan pupuk hanya
menyebabkan kenaikan 15 persen atas harga pangan dunia, sedangkan biofuel yang
diestimasikan bertanggungjawab atas kenaikan sampai dengan 75 persen terhadap
melonjaknya harga pangan.
-4-
mempertimbangkan potensi sumber daya nasional termasuk dalam merancang bahan
baku biofuel akan satu menjadi solusi krisis energi di tanah air.
Pemanfaatan sumber bahan baku yang tersedia melimpah seperti biomasa atau
promosi pengembangan komoditas sumber minyak nabati di lahan-lahan marginal
nampaknya akan menjadi pilihan yang baik dalam pengembangan biofuel serta
mempunyai potensi yang sangat rendah untuk berkompetisi dengan sumber pangan.
Kebijakan ini akan memacu produksi energi alternatif biofuel tanpa mengancam
ketersediaan pangan nasional.
Dampak krisis energi dan krisis pangan mestinya juga dapat menjadi momentum
dan peluang bagi kebangkitan pertanian nasional jika kita mampu mewujudkan
kebijakan-kebijakan yang berpihak dan menggairahkan petani untuk meningkatkan
produktivitas usaha tani serta memanfaatkan potensi sumber daya yang tersedia secara
bijaksana dan produktif. Kita tunggu kebijakan dan implementasi pengembangan
biofuel yang mulai berjalan, apakah akan menjadi solusi energi alteratif yang
terbarukan ataukah justru menjadi ancaman ketahanan pangan nasional.
-5-