Di Susun oleh
A . Pengertian Mikoriza
Mikoriza berasal dari kata Miko (Mykes = cendawan) dan Riza yang berarti
Akar tanaman. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan
memperlihatkan spektrum yang sangat luas baik dalam hal tanaman inang, jenis
cendawan maupun penyebarannya. Nahamara (1993) dalam Subiksa (2002)
mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan
adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan tertentu
dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Secara umum mikoriza
merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman
tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan rizoid (akar semu) jamur.
Mikoriza merupakan simbion yang obligat dan memerlukan akar tanaman untuk
melengkapi daur hidupnya.
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jenis jamur
tertentu dengan perakaran tanaman (Brundrett 1996). Simbiosis ini terdapat hampir
pada semua jenis tanam. Kabirun (1994) mengelompokkan jamur mikoriza ini dalam
dua jenis, yaitu endomikoriza dan ektonikoriza. Namun pada umumnya mikoriza lebih
banyak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu dengan adanya penambahan kelompok
mikoriza yang merupakan bentuk peralihan dari kedua jenis tadi, yaitu ektendomikorisa
(Harley and Smith 1983).
Ektomikoriza kebanyakan bersimbiose dengan tanaman tahunan atau tanaman
pohon. Beberapa diantaranya yang sempat tercatat adalah: sengon, jati, beberapa
tanaman buah seperti mangga, rambutan, jeruk dsb. Bentuk simbiose ini dapat terlihat
secara morfologis berupa jalinan miselia pada bagian rambut-rambut akar. Pada
pengamatan mikroskopis dengan perbesaran 400 x dengan perlakuan staining
menggunakan salah satu stain seperti LTB (Lactophnol Trypan Blue), nampak gambar
yang cukup jelas dimana miselia mikoriza menempel dan pada bagian ujungnya
menginfeksi permukaan akar tanaman. (Anton Muhibuddin, 2005). Beberapa jenis
mikoriza tampak jelas secara mikroskopis tanpa proses pewarnaan pada bagian
permukaan rambut akar tanaman. Jamur ektomikoriza memasuki akar dan mengganggu
sebagian lamela tengah di antara sel korteks. Susunan hifa di sekeliling sel korteks ini
disebut jaring Hartig. Ektomikoriza biasanya juga menyusun jaringan hifa dengan
sangat rapat pada permukaan akar, yang disebut selubung. Selubung ini sering disebut
dengan selubung Pseudoparenkim (Kabirun 1994). Kebanyakan jamur yang
membentuk mikoriza adalah Basidiomycetes (famili Amanitaceae, Boletaceae,
Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rhizopogonaceae, dan
Sclerodermataceae). Beberapa ordo dari Ascomycetes, terutama Eurotiales, Tuberales,
Pezizales, dan Helotiales, mempunyai spesies yang diduga membentuk ektomikoriza
dengan pohon.
Endomikoriza banyak ditemukan pada tanaman semusim, seperti tanaman kacang-
kacangan, padi, jagung, beberapa jenis sayuran, tanaman hias, dsb. Pengamatan
mikroskopis pada perbesaran 100 x dengan perlakuan staining jelas menunjukkan
adanya vesikel dan kadang tampak pula arbuskula dalam sel tanaman yang terinfeksi
oleh mikoriza. Infeksi mikoriza dalam sel tanaman yang ditunjukkan dengan
terbentuknya vesikula dan arbuskula sangat penting dalam simbiose antara mikoriza
dan tanaman. Dengan terbentuknya vesikel dan arbuskula dalam sel tanaman, berarti
simbiose telah terjadi dengan sempurna dan tanaman sudah dapat menikmati hasil kerja
mikoriza berupa unsur hara yang diserap dari dalam tanah (Anton Muhibuddin, 2006).
Jamur endomikoriza masuk ke dalam sel korteks dari akar serabut (feeder roots). Jamur
ini tidak membentuk selubung yang padat, namun membentukmiselium yang tersusun
longgar pada permukaan akar. jamur juga membentuk vesikula dan arbuskular yang
besar di dalam sel korteks, sehingga sering disebut dengan VAM (Vesicular-Arbuscular
Miccorhizal), sebagai contoh jenis Globus dan Acaulospora (Thorn 1997).
Pada dasarnya simbiosis tanaman dengan mikoriza vesikula – arbuskula terdiri dari
tiga komponen penting yaitu :
1. Akar tanaman sendiri
2. Struktur jamur dalam sel akar
3. Misselium ekstramatrikal dalam tanah ( Harley and Smith, 1983)
Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga cocok untuk
perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kindisi edafik yang dapat mendorong
pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Jamu mikoriza mempenetrasi
epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim, yang selanjutnya tumbuh
menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari
korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung
sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa
eksternal berfungsi mendukung funsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara
lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk
digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001)
1. Suhu
Suhu yang relatif tinggi akan meningkatka aktifitas cendawan. Untuk daerah
tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukkan MVA
melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel
akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar. Suhu optimum untuk
perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Beberapa Gigaspora yang
diisolasi dari tanah Florida, diwilayah subtropika mengalami perkecambahan paling
baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies Glomus yang berasal dari wilayah
beriklim dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20°C. Penetrasi dan
perkecambahan hifa diakar peka pula terhadap suhu tanah. Pada umumnya infeksi
oleh cendawan MVA meningkat dengan naiknya suhu. Schreder (1974) dalam
Atmaja (2001) menemukan bahwa infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang
diisolasi dari tanah Florida terjadi pada suhu 30-33°C. Suhu yang tinggi pada siang
hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis MVA. Peran
mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40°C. Suhu bukan merupakan faktor
pembatas utama dari aktifitas MVA. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman inang. MVA mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu
tinggi pada tanah bertekstur berat dari pada di tanah berpasir.
- adanya mikoriza resitensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transfer
iar ke akar meningkat.
- Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang
lebih ekonomis.
3. pH tanah
4. Bahan organik
Bahan organic merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting
disamping air dan udara. Jumlah spora MVA tampaknya berhubungan erat dengan
kandungan bahan organic didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada
tanah-tanah yang mengandung bahan organic 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah
berbahan organic kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah (Pujianto,
2001). Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan MVA, karena serasah akar yang
terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi MVA
dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung
hifa,vesikel dan spora yang dapat menginfeksi MVA. Disamping itu juga berfungsi
sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya.
Pada percobaan dengan menggunakan tiga jenis tanah dari wilayah iklim
sedang didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan karena adanya MVA menurun
dengan naiknya kandungan Al dalam tanah. Aluminium diketahui menghambat
muncul jika ke dalam larutan tanah ditambahkan kalsium (Ca). Jumlah Ca didalam
larutan tanah rupa-rupanya mempengaruhi perkembangan MVA. Tanaman yang
ditumbuhkan pada tanah yang memiliki derajat infeksi MVA yang rendah. Hal ini
mungkin karena peran Ca2+ dalam memelihara integritas membran sel.
7. Fungisida