Anda di halaman 1dari 8

AGROGEOLOGI

Oleh :

NAMA : FENDY PRABOWO

NIM : CAC 108 003

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

2010
2004

Tsunami di Aceh

Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU dan 95,6 BT di
kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh
Darussalam). Gempa itu disertai gelombang pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas
pantai di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa
dan Thailand.

Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland,


jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13 negara (hingga minggu 2/1) mencapai 127.672 orang.
Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak
akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB memperkirakan sebagian
besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Pasalnya, sebagian besar bantuan kemanusiaan
terhambat masuk karena masih banyak daerah yang terisolir.

Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan
menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan
korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka
sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh dan Sumatera Utara.

2006

Banjir dan Longsor

Pada awal tahun 2006, tepatnya tanggal 2 Januari Indonesia dikejutkan dengan banjir yang
terjadi di Jember yang menyebabkan jatuhnya ratusan korban. Selang beberapa hari terjadi longsor di
Banjarnegara yang menyebabkan korban meninggal hampir 100 jiwa. Setelah itu, peristiwa banjir dan
longsor terjadi di tanah air. Pada pertengahan Desember 2006 terjadi bencana “galodo” di Solok
Sumatera Barat. Bencana alam tersebut ditengarai oleh ulah manusia baik dalam tataran praktis dan
kebijakan yang belum memperhatikan aspek lingkungan.

Darurat Sampah di Bandung dan Bencana Bantar Gebang

Selanjutnya pada bulan April – Juni 2006, muncul suatu fenomena menarik yaitu kota
Bandung mengalami kondisi darurat sampah atau diistilahkan sebagai Bandung Lautan Sampah.
Permasalahan ini, menarik perhatian Presiden RI untuk memberikan arahan bagi penanganannya.
Kejadian tersebut merupakan rangkaian dari longsor Sampah yang menewaskan hampir 200 jiwa pada
bulan Februari 2005. Hal ini menjadi pembelajaran bagi otoritas lokal dalam penanganan
permasalahan sampah.

Semburan Lumpur Panas Sidoardjo

Pada akhir Mei 2006, terjadi peristiwa yang sangat fenomenal dan belum pernah terjadi dalam
sejarah permasalahan lingkungan hidup, yaitu munculnya semburan lumpur panas di lokasi tempat
pengeboran yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas. Hingga detik ini, semburan tersebut belum
dapat juga dihentikan. Dengan debit 150.000 meter kubik perhari, lumpur panas tersebut sudah
menenggelamkan ratusan hektar sawah dan pemukiman penduduk, beberapa industri dan fasilitas
publik lainnya terutama jalan tol porong. Kerugian material dan immateril yang terjadi sangatlah
besar, sehingga perlu diambil hikmah dari peristiwa mencengangkan dunia tersebut

Gempa Bumi Yogyakarta.


Gempa bumi Yogyakarta Mei 2006 adalah peristiwa gempa bumi tektonik kuat yang
mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul
05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States
Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter[1].

Letak Indonesia yang berada di antara tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia,
lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta berada di posisi Ring of fire menjadikan Indonesia kerap
kali diterpa bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi. Sebelumnya gempa terjadi di Sumatra
pada 28 Maret 2005 menewaskan 361 orang serta gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 26
Desember 2004 yang menewaskan 129.498 orang dan 37.606 lainnya hilang.

Meskipun pada saat bersamaan Gunung Merapi yang juga berada di sekitar daerah tersebut
sedang meletus, namun para pakar menyatakan kedua peristiwa ini tidak saling berhubungan sebagai
sebuah sebab-akibat. Peningkatan aktivitas di gunung api tersebut tidak berhubungan dengan kejadian
gempa. Hal ini ditunjukkan oleh tidak terdapatnya anomali aktivitas yang mencolok sesaat setelah
gempa.

Illegal Dumping Limbah B3

Pada bulan Juni 2006, masyarakat dikagetkan dengan banyaknya jiwa yang jatuh pingsan,
yaitu sebanyak 200 warga, di Cikarang-Bekasi, setelah menghirup gas beracun yang berasal dari
kegiatan illegal dumping limbah B3. Berdasarkan data di lapangan, sekitar 4000 meter kubik limbah
B3 telah dibuang secara illegal diatas lahan terbuka yang dekat dengan lokasi pemukiman. Limbah B3
tersebut mengandung kandungan senyawa volatile organic dan logam berat yang berbahaya bagi
kesehatan manusia.

Kebakaran Hutan dan Bencana Asap

Mendekati akhir tahun 2006, Indonesia kembali direpotkan dengan permasalahan klasik yang
selalu terjadi setiap tahun, yaitu kebakaran hutan dan „ekspor asap“ ke negara tetangga. Indonesia
menerima protes dari beberapa Kepala Negara tetangga, Singapura dan Malaysia karena asap yang
berasal dari terbakarnya lahan dan hutan di Indonesia telah mengganggu kesehatan dan roda ekonomi
di negara tersebut. Seiring dengan mulainya musim hujan dan dengan adanya bantuan pesawat
pemadam kebakaran dari Rusia, maka kebakaran hutan dan asap telah dapat teratasi.

Gunung Merapi

Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus
kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh
kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-
tempat yang telah disediakan.

Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa
aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta,
Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4
juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan
semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi. Tanggal 1 Juni, Hujan abu vulkanik
dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota
Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak
Merapi, paling merasakan hujan abu ini. Tanggal 8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB
meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi
panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua
terjadi sekitar pukul 09:40 WIB. Semburan awam panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali
Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah
Kabupaten Sleman.

2009

Peristiwa Situ Gintung

Saat itu hari Jumat (27/3/2009), sekitar pukul 02.00 dinihari di kawasan Situ Gintung,
Cirendeu, hujan selama beberapa jam mengguyur dengan lebat, wargapun banyak yang berlindung di
rumah dan sedang terlelap menikmati tidurnya. Namun tiba-tiba, bencana yang tidak diundang dan
tidak diharapkan datang, tanggul danau situ gintung jebol, air meluap turun mencari jalannya, apa
yang ada di hadapannya diterjang dan dibanjiri, maka rumah wargapun terendam, yang pasti apa yang
ada di dalamnya, termasuk manusiapun dilalap si air banjir ini.
Sungguh menyedihkan, bayangkan saat tertidur, datang air bah secara tiba-tiba, sangat sulit
menyelamatkan diri, apalagi bayi, anak-anak, orang-orang tua, wanita, yang sebagian besar lemah dan
tak berdaya. Mungkin ada yang bertanya kenapa terjadi saat dinihari, kenapa tidak saat siang hari
dimana masyarakat dapat lebih mengantisipasi?
Peristiwa situ gintung menghancurkan wilayah sampai sekitar 5 km, merusak 3 desa. Sampai
malam tadi sudah ditemukan 65 korban tewas, dan sekitar 72 orang hilang dan akan dicari lagi mulai
sabtu pagi ini.
Memang saat ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan, kenapa hal ini terjadi, apakah
memang tidak diperkirakan hal seperti ini? Secara garis besar, ada 2 kemungkinan besar
penyebabnya, apakah karena debit air yang besar sehingga tanggul tidak dapat menahan air yang
besar? Atau memang tanggul danau situ gintung sudah tidak memadai lagi alias sudah harus
diperbaiki?
Namun menurut BKMG, hujan yang turun hanya kecil. Ia menduga bukan hujan yang
menjadi penyebabnya. "Hujannya kecil cuma 29 milimeter di Ciledug. Untuk di wilayah Selatan
hujan yang masuk aliran daerah ciledug 33. Kecil kok," ujar Kepala Sub Bidang Informasi
Meteorologi Publik BMG, Kukuh Ribudiyanto, Jumat (27/3/2009).
Tanggul Situ Gintung, Tangerang, Banten, jebol diduga karena umurnya yang sudah tua.
Jembatan tanggung tersebut ternyata buatan 1933 dan sudah beberapa kali direnovasi. "Setahu saya
itu tanggul buatan 1933 tapi belum tahu pasti. Menurut informasi tahun segitu. Ada di tanggulnya tapi
sudah terhapus," ujar salah satu warga sekitar tanggul, Waci (45) di lokasi kejadian, Cireundeu,
Tangerang, Banten, Jumat (27/3/2009).
Sebenarnya tanggul tersebut sudah pernah rusak dan warga sudah menyampaikan
kekhawatirannya, tapi belum ada respon yang baik. "Indikasi kalau tanggul bermasalah itu sudah
muncul sejak November 2008 waktu itu kan jebol tapi nggak parah. Dan warga sudah khawatir sudah
sejak 2 tahun terakhir ini," kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Slamet Daroyni, Jumat (27/3/2009).
Menurut Slamet, dilihat dari usia, tanggul tersebut memang sudah sangat tua. Sudah seharusnya
pemerintah merenovasi tanggul tersebut.
"Itu kan sudah sejak zaman Belanda, sudah seharusnya ditinjau ulang apakah memang masih
layak," kata Slamet. Jika pemerintah daerah memang belum bisa merenovasi tanggul, setidaknya bisa
memberlakukan early warning system. "Bisa saja kan waktu musim curah hujan tinggi, pemerintah
menginstruksikan warga untuk mengungsi sementara. Tapi itu tidak terjadi," katanya lagi.

Gempa bumi Sumatra Barat

Gempa bumi Sumatra Barat menjadi gempa bumi kesekaian kali pada tahun 2009 ini. setelah
sebelumnya gempa bumi jawa barat. Tanggal 30-Sep-09 pukul 17:16:09 WIB Indonesia kembali
berduka, gempa bumi dengan kekuatan 7.6 SR di sekitar 57 km arah BaratDaya PARIAMAN-
SUMBAR (0.84 LS - 99.65 BT ) pada kedalaman 71 Km kembali mengguncang sumatra barat.
Gempa bumi dasyat itu menurut BMG dirasakan dengan kekuatan VI-VII MMI di Padang; IV MMI
di Sibolga dan Gunung Sitoli; III-IV MMI di Bengkulu, Bukit Tinggi, Tapanuli Selatan, Muko-Muko
dan Liwa; II-III MMI di Duri - Riau dan Pekan Baru sedangkan di Jakarta tercatat sebesar II MMI.

Satkorlak seperti dilansir metronews memperkirakan korban meninggal gempa bumi di


sumatra barat ini mencapai 200 orang dan korban luka2 mencapai 500 orang. Sebuah bangunan i
Jalan Proklamasi yang biasa digunakan untuk bimbingan belajar rusak parah sekitar 11 orang
terjebak. Gempa bumi sumatra barat ini juga memutuskan jalan di wilayah Sicincin sehingga lumpuh
total.

2010

Banjir bandang yang menerjang Kota Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat,
bukan semata-mata karena peristiwa alam. Demikian diungkapkan sejumlah lembaga swadaya
masyarakat (LSM) lingkungan di Jakarta, Jumat (8/10). Bagi LSM Institute Indonesia Hijau, bencana
banjir bandang yang merenggut puluhan korban jiwa itu tak lepas dari kontribusi sektor industri di
Papua. Pasalnya, selain menyisakan puing-puing bangunan dan lumpur yang menyelimuti, ribuan
kayu gelondongan juga tampak tersapu banjir. "Hal itu menegaskan, peristiwa tersebut bukanlah
murni karena murka alam. Kondisi ini adalah bukti nyata terjadinya aksi penebangan pohon di hulu
sungai yang membelah kota ini," jelas kepala Institute Indonesia Hijau Chalid Muhammad. Awal
2010 lalu, LSM Institut Hijau Indonesia mengungkapkan bahwa Papua Barat memiliki kerentanan
terhadap bencana ekologis. Penyebabnya adalah alih fungsi lahan secara masif di kawasan itu. Dalam
rentang waktu antara 2005 hingga 2009 juga dilaporkan terjadinya deforestasi nasional mencapai
lebih dari satu juta hektar per tahun. "Umumnya, ancaman bencana ekologis itu disumbangkan sektor
industri ekstraktif," tambah Chalid. "Seharusnya Papua tidak boleh diperlakukan sebagai daerah yang
diekploitasi atau dikeruk habis-habisan seperti yang sekarang ini sedang terjadi. Eksploitasi harus
segera dihentikan, termasuk juga penghentian sejumlah izin penambangan, APH, dan pengembangan
hutan untuk perkebunan."Pernyataan senada diungkapkan para aktivis Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi) beberapa hari lalu [baca: Kerusakan Hutan Penyebab Banjir Wasior]. Namun, meski fakta ta
mpak benderang, pemerintah seolah menutup mata jika kawasan hutan di hulu sungai yang membelah
kota Wasior telah rusak. "Sekarang ini, illegal logging sangat sulit dideteksi. Meski begitu, pihak
kepolisian dan para pejabat setempat telah berkomitmen untuk tidak memberikan toleransi terhadap
para pelaku jika tertangkap," kilah Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Yang pasti, bencana telah
menerjang Kota Wasior. Empat sungai yang mengalir dari hulu melintasi Kota Wasior tak mampu
menahan air dan meluap. Tsunami kecil itu meninggalkan duka yang mendalam.

Anda mungkin juga menyukai