Anda di halaman 1dari 2

Aku tak punya TUHAN

Makhluk(nya) TUHAN atau TUHAN(nya) Makhluk?

Abdul Hakim

Manusia yang dianugerahi Tuhan kehendak bebas, mencapai titik obsolut hingga manusia
mengklaim memiliki Tuhan…

Suatu ketika seorang guru bertanya kepada muridnya, “Apakah Anda punya Tuhan?” Dengan
sedikit kheranan si murid menjawab, “Ya, saya punya Tuhan!” Kemudian sang guru berujar,
“Kalau saya tidak punya Tuhan.” Si murid makin heran, padahal selama ini gurunya selalu
mengajarkan tentang Tuhan. Bahkan menurut keteranga gurunya, seluruh keberadaan ini
merupakan manifestasi dan kehadiran dari Tuhan itu sendiri. Tapi, kenapa malah dia berkata
seperti itu. “Apakah sang guru sudah menjadi ateis?” gumam si murid di dalam hatinya.

Dengan nada masygul si murid berkata kepada gurunya, “Apa maksud pernyataan guru tidak
punya Tuhan itu?” Sang guru dengan tenang kemudian menjawab, “Betul bahwa kita tidak
punya Tuhan, tetapi sebaliknya Tuhanlah yang memiliki kita.” Melalui penjelasan yang singkat
itu, sekarang si murid mulai paham dan lebih tenang pikirannya. Selanjutnya sang guru
mengatakan, kalau kita yang mmemiliki Tuhan berarti Dia yang tak terbatas itu bisa kita
kuasai dan kita atur sesuai dengan kemauan kita. Jadi yang berkuasa bukan Tuhan, tetapi
kita. Padahal kita meyakini bahwa Tuhan itu Maha Kuasa dan Maha Berkehendak atas segala
sesuatu. Dengan demikian berarti Dialah yang memiliki Anda dan bukan sebaliknya!

Dalam filsafat irfan Tuhan disebut Ada (wujud) dan selain Ada adalah ketiadaan. Jadi yang
ada hanya Ssang Ada. Dan segala ssuatu tak lain adalah manifestasinya, sehingga tak layak
menyatakan dirinya ada di hadapan Sang Ada. Apalagi mengklaim sebagi pemilik Sang Ada itu,
padahal keberadaannya diadakan dan bergantung sepenuhnya kepada Sang Ada.

Dengan memahami konsep ini, bahwa selain Ada adalah Tiada, tak mungkin lagi kita akan
berbangga dan bermegah diri dengan harta, jabatan, dan kekuasaan yang ada pada kita.
Karena pada dasarnya, jangankan harta benda dan yang lainnya, bahkan tubuh dan diri kita
sendiri ukan kita yang punya. Lantas, apalagi yang bisa dibanggakan dari diri kita? Apakah
karena kita telah belajar dengan sungguh-sungguh dan menjadi ‘alim, kita berhak mengklaim
bahwa itu ilmu kita. Apakah karena kerja keras dan kepintaran kita dalam bisnis maka harta
yang kita peroleh itu adalah kekayaan kita? Apakah karena wibawa dan pengaruh kita berarti
kekuasaan itu milik kita?

Jawabannya, “Bukan!”

Dialah sumber segala sesuatu. Dan karenanya Dia pula yang punya segala sesuatu. Dialah yang
berilmu dan Dialah yang berkuasa. Karena itu, selain Dia harus tunduk dan patuh kepadanya
semata. Selain Dia harus menjadi sahayanya. Dan selain Dia harus lenyap di hadapan
kebesarannya. Sehingga tidak ada lagi kesombongan, kebanggaan, kedengkian, dan pemujaan
diri. Karena yang ada hanya Dia. Ketika kita menganggap diri kita ada, berarti kita telah
menuhankan diri kita sendiri. Dan, ketika hal itu terjadi, maka kita akan menganggap segala
sesuatu adalah milik kita dan merasa berhak untuk berlaku dan memperlakukan sesuatu
sekehendak kita sendiri.

Dari titik inilah keswenangan dan kezaliman dimulai. Kepemimpinan ilahi disingkirkan, ilmu
para nabi dan awliya diabaikan, harta rakyat dirampas, dan yang berkuasa adalah para
begundal pemuja materi dan pengikut iblis yang merasa dirinya lebih baik daripada Adam
Sang Citra Tuhan yang kepadanya seluruh malaikat bersujud.

Sekali lagi, kita tidak punya Tuhan, tetapi Tuhanlah Sang Empunya dan Pemilik segala
sesuatu. [Teofani]

Anda mungkin juga menyukai