Anda di halaman 1dari 2

Cinta dan Pernikaha (Dari Status FB-ku)

Wah wah wah.... saya tidak mengerti cinta kodong. Saya hanya merasakannya. Hi hi
hi... sesuatu yang kita rasakan tidak perlu terlalu dipikirkan. Ketika rasa itu
hadir, nikmati saja. Ketika rasa itu pergi, lepaskan saja. Kalau mau menunggu r
asa itu kembali, silahkan. Kalau mau mencari rasa yang lain, boleh.
--
Tapi men-cinta-i tidak sama dengan me-nikah-i. Satu berada dalam wilayah rasa. Y
ang lain bersemayam di alam logika. Satu didasari rasa yang lain didasari janji
dan transaksi. Waaa....! Nanti pi lagi deh dilanjukan...
Ada pasangan yang mendasari perjanjian/transaksi (nikah) mereka di atas cinta (a
tas nama cinta). Saya ingin mendasari perjanjian (pernikahan) saya atas dasar lo
gika. Cinta dapat pupus, berkurang, melemah, bahkan hilang menguap. Logika itu t
etap, kokoh, adil dan yang paling penting, "abadi".
Saya memandang berbahaya sebuah perjanjian (pernikahan) yang didasari atas cinta
, yang by nature tidak stabil. Akan ada satu pihak yang "tereksploitasi" karena
tidak ada kata SALING (dalam pengertian imbang kadarnya) mencintai. Yang ada ada
lah ada satu pihak yang LEBIH mencintai. Entah istri yang LEBIH mencintai suami
atau sebaliknya. Ini in my humble opinion lho....
Argumentasi dasar bahwa tidak ada kondisi SALING mencintai antara suami istri sa
ya dasarkan atas pemahaman terhadap ayat AlQuran yang selalu diangkat ketika ber
bicara soal poligami: Quran Surah An-Nisa/4 : 003 DAN 129. Terjemahan ayat 129:
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu c
enderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-ka
tung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Quraish Shihab secara singkat menyatakan "Keadilan yang dimaksud oleh ayat ini,
adalah keadilan di bidang imaterial (cinta)" [http://media.isnet.org/islam/Qurai
sh/Wawasan/Nikah2.html]
Perasaan itu SULIT diukur untuk menghindari mengatakan mustahil diukur. Di sampi
ng sulit diukur, perasaan pun labil. Kuat-melemah, bertambah-berkurang, hadir-hi
lang. Hemat saya, dengan dua sifat alamiah ini, sangat riskan membangun perjanji
an (pernikahan) di atas fondasi perasaan...
Saya memilih membangun perjanjian (pernikahan) di atas dasar logika. Perjanjian
(pernikahan) yang disusun berdasarkan logika akan memuat hal-hal berikut: tujuan
, impian, target hidupmu, hal-hal yang kamu sukai/tidak sukai (ini dinamakan pre
ferensi), pilihan-pilihanmu dan kecenderungan-kecenderungannya (minat), hak-hakm
u sekaligus kewajibanmu, serta hal-hal lain yang ingin kamu tambahkan atau rinci
kan.
Perjanjian ini dapat berfungsi sebagai guidance/pedoman dalam mengarungi bahtera
rumah tangga. Ia menjadi rujukan takkala badai/prahara menerjang dalam perjalan
an. Perjanjian itu pula yang mengikat kita berdua dalam masa-masa senang, bahagi
a dan jaya...
[saya akan menghubungkannya dengan Allah nanti...pada paragraf2 berikutnya... an
yway, thanks Ani Hudji]
Bentangkanlah atau hidangkanlah poin-poin yang kamu inginkan atau tawarkan dalam
perjanjian. Untuk bagian "hak dan kewajiban" misalnya, blueprint kontraknya sud
ah diatur oleh Islam. Buku-buku fiqh banyak memuat dan mengulas tentang hak dan
kewajiban suami-istri. Kamu bisa mengambil dasarnya dari situ dan bila ingin men
ambahnya silahkan
ceritakanlah preferensimu; hal-hal yang kamu sukai/tidak sukai yang berkaitan de
ngan hubungan, keuangan, pendidikan, kesehatan, keluarga/sanak famili dan lain s
ebagainya. Jangan ragu, malu atau takut. Karena ini perjanjian ini dasarnya adal
ah logika bukan perasaan. Perasaan itu "condong. miring, berat sebelah". Logika
menjamin keadilan dan kesetaraan.
Dengan membentangkan preferensimu (yang kamu suka dan tidak suka), maka kesenang
an dan kebahagiaanmu TERJAMIN karena ia termuat dalam perjanjian yang mengikat p
asanganmu untuk memenuhinya (demikian pula sebaliknya).
masalah dapat muncul bila kamu TIDAK TAHU apa saja preferensimu. Rumuskan prefer
ensimu sebelum pernikahan, bukan setelahnya. (If you do not know how, I can teac
h you).
Setelah menyajikan preferensimu, tuangkanlah tujuan, impian, target hidupmu dala
m perjanjian itu. Pastikan tujuan hidupmu inklusif: material dan immaterial, dun
iawi dan ukhrawi, jangka pendek dan panjang....
Jadi, dengan mengadakan perjanjian (pernikahan) atas dasar logika, maka hal-hal
berikut telah termaktub:
Tujuan, impian, target hidupmu (duniawi-ukhrawi) untuk saya bantu wujudkan.
Preferensimu dan pilihan-pilihanmu yang akan saya gunakan sebagai panduan untuk
membuatmu senang dan bahagia sehingga timbul atau menguatkan cinta kasih sayang
(mawaddah & rahmah).
Hak-hak yang engkau ingin saya penuhi dan serangkaian kewajiban yang ingin kamu
tunaikan sebagai "rule of the game" supaya hubungan kita berdua sehat, setara da
n interdependent (SALING berbagi dan bertanggungjawab).
Ayo bicara; ayo bernegosiasi. Mari duduk setara dan mendiskusikan perjanjian ini
.
Apa kamu bisa?
Untuk setiap perjanjian, sebelum memulainya, terlebih dahulu diajukan tawaran ut
ama/pokok yang dapat menarik pihak lain untuk mengadakan perjanjian (pernikahan)
. Tawaran utama saya adalah saya mau dan mampu membawamu kepada RIDHA Allah swt.
Ridha Allah swt levelnya, menurut saya, lebih tinggi/berharga dibanding surga (
pelajari Quran Surah Al-Fajr/89: 27-30). Banyak pria muslim yang entah tidak mau
atau tidak sanggup membawamu kepada Ridha Allah swt., saya sebaliknya. Plus, pe
menuhan atas tujuan/impianmu, preferensimu (kesenangan dan kebahagiaan) dan hakm
u.

24 Maret 2011

Anda mungkin juga menyukai