Sudah umum persepsi yang melekat di otak sebagian besar kita bahwa untuk
beriman kepada Allah itu sungguh sangat sulit sekali. Begitu kita ingin berbicara
tentang iman kepada Allah, maka yang muncul kemudian adalah berbagai teori,
definisi, dan tata cara yang kadangkala membuat kita kesulitan untuk
menjalankannya. Sehingga didalam benak kita sering muncul kata-kata tak
terucapkan: "Oh…, betapa sulitnya iman itu. Ah…, nggak mungkin rasanya saya
untuk beriman seperti itu. Aa…, iman itu rasanya seperti berada di puncak
menara gading yang tak akan pernah tersentuh oleh orang-orang biasa seperti
saya…, dan berbagai keluhan lainnya".
Kalau dilihat dengan seksama, kadangkala antara berbagai teori, definisi dan tata
cara untuk mendapatkan iman itu satu dengan yang lainnya susah untuk
ditemukan benang merah yang saling menghubungkannya. Padahal yang sedang
dibicarakan dan dipelajari itu adalah hal yang sama dan sangat sederhana sekali,
yaitu tentang Iman Kepada Allah, misalnya. Dan dasar pijakan berfikirnya juga
selalu didengung-dengungkan dari dua pokok yang sama, yaitu Al Qur'an dan Al
Hadist. Akan tetapi begitu ilmu tentang Iman kepada Allah itu sampai kepada
kita, yang kita dapatkan adalah ilmu olah pikir, ilmu olah gatuk-gatuk, ilmu olah
katanya-katanya, ilmu olah hafalan… dan sebagainya, sehingga yang kita
dapatkan sungguh membuat sebagian besar kita menjadi bingung… ngung…,
ngung untuk memilih mana yang pas buat kita. Kita jadi saling rancu satu sama
lainnya untuk satu hal yang sama, yaitu IMAN kepada Allah…
Keadaan seperti ini persis sama dengan saat kita diminta untuk memahami
tentang batang sebuah pohon mangga, kita malah asyik masyuk membahas
tentang cabang, ranting, daun, bahkan kuncup dari pohon mangga tersebut. Kita
asyik membahas dan mengolah kata bahwa ada daun yang hijau, ada daun yang
kuning, ada daun yang mengering, dan berbagai ada-ada lainnya. Akhirnya yang
kita bahas, kita diskusikan, kita seminarkan, dan yang kita pahami hanyalah
sebatas ilmu olah kata tentang daun. Sedangkan batang pohon mangga itu tetap
menjadi sebuah misteri yang tak terkuakkan bagi kita. Karena memang kita tidak
pernah membuka, menguliti, dan mengamati pohon mangga itu dari dekat. Kita
tidak pernah mengeksplorasi pohon mangga ini bagain perbagian.
Kalau dalam membahas pohon mangga itu hanya sebatas memakai ilmu olah
kata itu tadi, maka kita akan bertabrakan dengan ilmu olah-olah kata yang
dimiliki oleh orang lain. Sebab setiap orang bisa memandang sebuah pohon
1 |Page
mangga dari sisi yang berbeda sesuai dengan isi otak mereka pula. Dan itu akan
ramai sekali….
Sementara Rasulullah Muhammad shalallahu `alaihi wasallam sudah terlebih
dahulu ketemu dan masuk kedalam keadaan Iman kepada Allah itu, lalu
keluarlah ajakan Beliau: "wahai sahabatku, marilah masuk kedalam keadaan
iman kepada Allah. Iman itu enak…, iman itu bahagia, iman itu nikmat…!. Wahai
sahabatku, mari beriman kepada Allah…, singgahlah untuk beriman kepada
Allah… Singgahlah untuk masuk kerumahku, rumah iman yang penuh dengan
kesukacitaan".
Yang ada adalah begitu Beliau mendapatkan wahyu dari Allah, Beliau DUDUK
dalam suasana wahyu itu, kemudian Beliau kabarkan wahyu beserta keadaannya
itu kepada para sahabat Beliau. Kabar dari Beliau itulah yang kemudian
dinamakan orang sebagai Al Hadist. Beliau-beliau hanya tinggal melakukan…,
melakukan…, dan melakukan apa yang diperintahkan Al Qur'an sesuai dengan
lingkungan yang ada saat itu. Jadi Al Hadist itu bukanlah sekedar perkataan dan
perbuatan Beliau saja. Tapi Al Hadist itu adalah DUDUK Beliau dengan sangat
sempurna pada sebuah KEADAAN yang diterangkan oleh Al Qur'an. Beliau
hanya Just do it…, dan hasilnya adalah sebuah keniscayaan peradaban yang
cemerlang ditengah-tengah kegelapan disaat itu…
Kalau bagi kita saat ini sungguh sangat berbeda. Kita lebih banyak memberi
makan otak kita dengan berbagai bacaan dan kajian, tapi minus keadaan atau
suasananya. Kita tahu dan hafal banyak istilah agama, tapi saat melaksanakan
aturan agama itu dada kita garing. Semakin otak ini kita isi dengan berbagai
kajian dan tafsiran terhadap Al Qur'an dan Al Hadist, maka semakin agama ini
terasa berat. Kita kadangkala tidak tahu lagi mana aturan agama ini yang harus
kita jalankan terlebih dahulu dan mana yang kemudian.
Misalnya saja, pengetahuan agama yang paling umum dan paling dasar yang kita
2 |Page
dapatkan adalah bahwa untuk bisa beriman kepada Allah dengan mudah,
terlebih dahulu kita haruslah berhati-hati dengan makanan, minuman dan
pakaian yang kita lekatkan ketubuh kita. Karena makanan dan minuman serta
pakaian itu akan mempengaruhi segumpal daging didalam tubuh kita yang
disebut sebagai HATI. Terutama, kalau makanan dan minuman kita adalah
barang yang baik dan halal, maka dikatakan hati kita juga akan menjadi bersih
dan mudah untuk beriman kepada Allah. Akan tetapi kalau makan dan minuman
kita dari barang yang haram dan yang tidak baik, maka kita diminta untuk
percaya bahwa hati kita pastilah akan hitam, gelap, dan tidak mudah untuk
beriman kepada Allah.
Sementara dinegara kita ini, hampir tidak ada wilayah atau area yang benar-
benar bersih dari hal-hal yang diharamkan seperti itu. Misalnya semua uang
yang beredar saat ini nyaris berasal dari bank convensional, baik dari dalam
maupun luar negeri, yang konon katanya itu adalah peredaran uang yang tidak
syar'i. Dan kita membeli makanan, minuman dari hasil peredaran uang yang
dianggap sebagai non syar'i itu. Akhirnya kita menjadi ragu-ragu kembali dengan
kualitas keimanan kita kepada Allah.
Dari hal makanan, minuman, dan hati ini kemudian lahirlah berbagai ilmu
tentang tata-cara agar kita bisa menyucikan harta benda dan hati kita. Ada fatwa
ini dan fatwa itu dari otoritas ulama tentang bagaimana ekonomi ala islami dan
bagaimana ekonomi ala kafirin. Ditambah dengan ancaman neraka dan iming-
iming syurga, akhirnya kita lebih sibuk mengingat, membicarakan, dan
berpolemik dengan istilah-istilah yang dibumbui dengan kata syariah versus non
syariah. Kita dipaksa untuk saling bercerita dan berdebat tentang ekonomi
syariah versus ekonomi konvensional. Gegap gempita sekali...
Di sisi lain, agar kita bisa membersihkan hati kita, maka tubuh dan hati tersebut
kemudian dibelah-belah orang pula menjadi bagian-bagian kecil dengan nama-
nama yang keren, yaitu lathaif. Kemudian lathaif-lathaif itu harus pula kita
sucikan dengan dzikir-dzikir tertentu (lihat buku Membuka Ruang Spiritual, by
Deka). Maka sibuk pulalah kita bersih-bersih hati itu, sehingga kadangkala iman
kepada Allah yang kita harapkan malah tidak muncul. Kita jadi sibuk sendiri
dengan segala dzikir dan wasilah yang kita lakukan disetiap saat itu.
Untuk melakukan sebuah perbuatan atau aktifitas apapun juga, terutama yang
berkaitan dengan agama, pertanyaan standar yang ditanamkan ke dalam otak
3 |Page
kita oleh para ulama adalah: Ada contohnya nggak dari Nabi? Ada hadistnya
nggak? Hadistnya shahih nggak? Dan setelah itu pastilah muncul argumen-
argumen yang kadangkala dari dulu, dari zaman ke zaman, rasanya hanya itu ke
itu saja.
Baru dari topik sederhana tentang bagaimana agar kita bisa beriman kepada
Allah, ternyata telah muncul dengan menggurita topik-topik lain yang sepertinya
tidak habis-habisnya untuk kita perbincangkan. Pantas saja akhirnya kita jadi
bingung sendiri. Boro-boro iman kita kepada Allah bisa meningkat, malah
sebaliknya kita terjerembab kepada ketidak harmonisan hubungan antar sesama
muslim, maupun sesama manusia.
Dengan bekal ilmu "bingung dan merasa tidak bisa" seperti itulah yang
menyebabkan munculnya dengan subur orang-orang atau kelompok-kelompok,
yang kita anggap bisa membuat kita beriman kepada Allah. Tanpa orang-orang
atau kelompok-kelompok tersebut, kita pikir, kita tidak akan mungkin atau tidak
akan pernah bisa beriman kepada Allah. Makanya dengan semangat 45 kitapun
mengikuti pengajian demi pengajian, pelatihan demi pelatihan, dzikir khusus
demi dzikir khusus yang dibimbing oleh orang-orang atau kelompok-kelompok
tertentu tersebut.
Apalagi pada pelatihan pertama bonusnya ada, yaitu ada perubahan yang sangat
berarti yang kita dapatkan setelah kita mengikuti cara-cara tertentu dari mereka
itu. Misalnya bagi seseorang yang sakit bisa merasa sembuh seketika setelah dia
dido'akan atau meminum air yang telah dido'akan oleh seseorang. Dengan itu
kita seakan-akan bisa merasakan sebuah metamorphosis spiritual karena ada
bantuan dan peran dari mereka yang kita anggap bisa membantu kita.
Akan tetapi kesalahan umum yang kita lakukan kemudian adalah bahwa untuk
besok-besoknya, saat kita sendirian di rumah, kita tidak bisa lagi mengulangi
capaian kita seperti saat kita dido'akan atau dibantu oleh orang lain sebelumnya.
Ada sebuah ketidakpercayaan kita terhadap diri kita sendiri. Bahwa tanpa peran
orang tersebut kita tidak akan pernah bisa mengulangi keberhasilan kita tempo
hari.
Tambahan pula, karena hasilnya juga ada, dimana keadaan kita berubah, kita
menjadi sedikit lebih tenang, masalah kita seakan-akan sudah teratasi, dan
sebagainya, maka kepercayaan kita akan menjadi semakin kuat bahwa hanya dan
hanya atas adanya peran Sang Guru yang sangat besarlah yang menyebabkan kita
baru bisa beriman kepada Allah. Dan kepercayaan seperti itu terjadi disetiap
saat, disetiap waktu. Tanpa kita mengingat dan mengikatkan kesadaran kita
kepada Sang Guru sebelum kita melakukan aktifitas agama, rasa-rasanya kita
tidak akan pernah percaya diri untuk bisa beriman kepada Allah...
Padahal sebenarnya, kalaupun ada Sang Guru itu, peran beliau tidak lebih
hanyalah sekedar sebagai penunjuk arah kesadaran yang PAS saja bagi kita pada
SAAT AWAL perjalanan kita agar kita bisa keluar dari wilayah ketidaksadaran
yang telah kita tempati sekian lamanya. Beliau hanyalah menunjukkan agar kita
bisa duduk "di rumah" kita sendiri dengan sadar, sekali lagi dengan sadar...
Dulu, saat saya punya masalah, saya juga pernah datang kepada pak Haji Slamet
Utomo dan utdz Abu Sangkan untuk minta dido'akan agar masalah saya teratasi.
Sambil tersenyum arif Beliau berkata: "Allahmu manaaa..?. Suatu saat saya
gelisah dan khawatir tentang sesuatu hal, lalu saya datang kepada Beliau untuk
minta dido'akan, Beliau kembali hanya berkata lembut dan mengena sekali: "ada
masalah apa engkau dengan Allah?, sehingga Allah tidak berkenan kepadamu..".
Sungguh dua kalimat inilah yang paling dalam menancap kedalam pikiran dan
5 |Page
perasaan saya sampai saat ini. Kalimat tauhid banget...
Dalam pertemuan demi pertemuan saya selanjutnya dengan orang tua saya yang
sangat saya hormati Pak Haji Slamet Utomo dan Utdz Abu Sangkan seringkali
Beliau hanya mengajak saya untuk duduk didalam benteng Allah "laa ilaha
illalhah..., DERR..., DERR..., DERR!", lalu beliau berpesan kepada saya:
Ulang-ulang lah kamu duduk dirumahmu sendiri. Sebab kalau tidak diulang-
ulang, nanti kamu akan lupa dan bingung untuk masuk kembali kerumahmu
sendiri. Kamu jangan lupa lagi rumahmu ini...
Aku juga punya rumah sendiri. Aku juga akan duduk dirumahku sendiri. Syukur-
syukur kamu bisa mampir dan singgah kerumahku, sehingga kamu bisa menjadi
temanku, teman seperjalananku".
Sederhana sekali yang Beliau ajarkan. Beliau sampaikan dulu ilmunya melalui
sebuah wejangan singkat dan tidak rumit, tentu saja ada dasarnya didalam Al
Qur'an dan Al Hadist. Lalu Beliau "mengajak" saya berlatih memasuki suasana
atau keadaan dari ilmu tersebut... DERR. Kemudian saya duduk bersama Beliau
beberapa saat, bisa 10 menit atau bisa pula 1 jam atau lebih, diwilayah realitas
ilmu tersebut. Jadi ada ilmunya dan ada pula realitasnya. Ilmu itu ternyata
mewakili sebuah realitas. Saya jadi yakin bahwa Al Qur'an itu adalah dari Allah,
dan Muhammad SAW adalah memang Rasulullah.
Alhasil saya bisa pulang kerumah dengan lengkap dan utuh, walau kadang-
kadang saya ada TELMInya juga. Sebab adakalanya ilmu dan wejangannya sudah
saya dapat, tapi realitas keadaan dan suasananya baru saya pahami beberapa jam
kemudian, atau beberapa hari kemudian, atau bisa pula beberapa bulan atau
6 |Page
bahkan beberapa tahun kemudian. Tapi kegagalan itu tidak menjadi masalah
bagi saya, karena memang bukan Beliau kok yang berhak untuk mengajari saya.
Hanya Allah lah yang berhak mengajari dan menuntun saya untuk memahami
apa-apa yang tidak saya ketahui.
Dengan Beliau, Al Qur'an Al Hadist itu tidak ditafsirkan atau tidak dibahas
panjang lebar. Ilmu itu tidak dibahas menurut tafsiran imam ini, imam itu,
ulama ini ulama itu. Tidak dibahas sanadnya, tidak dibahas fiqihnya, tidak
mutar-mutar nggak karuan dalam permainan kata dan kalimat. Sebab Al Qur'an
itu memang hanya memuat hal-hal yang sederhana saja. Al Qur'an adalah
BENIH ILMU. Bahwa apapun ayatnya, kita akan selalu dibawa untuk MEYAKINI
atau MENGIMANI ALLAH. Kalau tidak beriman kita akan hidup sengsara
didalam alam kepedihan, atau sebaliknya kalau beriman kita akan hidup didalam
alam kesukacitaan dan berkelimpahan.
Kalau kebanyakan kita kan nggak begitu, walau kita seringkali membaca Al
Qur'an namun kita tidak sampai TERBAWA masuk ke wilayah IMAN dan YAKIN
kepada ALLAH. Kita juga seringkali membahas Al Hadist sampai berjam-jam,
namun kita nyaris tidak melakukan apa-apa untuk memperkaya peradaban di
zaman kita. Kita ada dan hidup di zaman sekarang, namun kita seperti tiada. Kita
seperti entah sedang berada dimana...
Demikianlah..., berbilang hari dan tahun berlalu. Satu persatu KEADAAN demi
7 |Page
KEADAAN, SUASANA demi SUASANA yang mewakili AYAT PERAYAT didalam
Al QUR'AN, seperti menyata. Misalnya, untuk sepotong ayat Al Qur'an tentang
kata IMAN kepada ALLAH saja, yang dulunya saya sangka akan sangat begitu
sulit untuk saya dapatkan dan pahami maknanya, ternyata memahami dan
memaknai kata IMAN itu sama mudahnya dengan memahami dan memaknai
kata KAFIR atau TIDAK IMAN.
Ya..., ternyata untuk BERIMAN dan TIDAK BERIMAN (KAFIR) kepada Allah itu
sama mudahnya. Karena masing-masing kata itu punya KEADAANNYA sendiri-
sendiri. IMAN punya KEADAANNYA sendiri dan KAFIR juga punya
KEADAANNYA sendiri. Jadi untuk beriman atau tidak itu hanya dan hanya ada
dua keadaan saja, yaitu KEADAAN IMAN dan KEADAAN KAFIR. Namun dua
keadaan itu tidak akan pernah bisa bersatu sepanjang masa. Kitapun ternyata
tidak bisa pula hidup dikedua keadaan itu sekaligus. Kita hanya bisa hidup dalam
suasana kafir saja atau dalam suasana beriman saja pada waktu tertentu. Hanya
satu saja pilihan kita dari dua keadaan itu pada suatu saat tertentu. Keadaan
Beriman saja ATAU Keadaan Kafir saja.
Atau kalau didalam otak kita kata "kafir" itu sangat menakutkan dan sadis amat,
kata itu bisa kita ganti dengan kata "tidak beriman", atau "ragu-ragu", atau "was-
was". Walaupun kata-kata itu berbeda, tapi keadaannya tetap SAMA, yaitu
TIDAK YAKIN. Jadi tidak ada itu yang namanya separo iman dan separonya lagi
was-was atau ragu-ragu. Kita tinggal nyemplung saja kedalam suasana IMAN
atau masuk kedalam keadaan KAFIR (atau TIDAK YAKIN).
DERR..., tiba-tiba saja kita sudah nyemplung berada dalam keadaan IMAN
kepada Allah yang sangat pekat dan penuh dengan rasa SUKACITA dan
BERKELIMPAHAN. Atau DESS..., tiba-tiba saja sudah tercebur kedalam
keadaan KAFIR, TIDAK IMAN, RAGU-RAGU, WAS-WAS kepada Allah yang
akibatnya adalah hidup dan kehidupan kita akan dipenuhi oleh rasa
KEPEDIHAN dan KESEMPITAN.
Perbedaan antara keadaan Iman dan keadaan Kafir itu nyaris sama dengan
perbedaan antara keadaan saat kita hidup di daratan yang penuh dengan udara
segar dengan keadaan saat kita menyelam tanpa bantuan alat apa-apa di dalam
air. Saat kita berada di daratan, kita bisa dengan bebas dan nyaman menghirup
nafas, hidup, berjalan, dan juga berkarya dengan sangat mudah dan leluasa.
Akan tetapi saat kita berada di dalam air tanpa bantuan alat apa-apa, kita bisa
bertahan hidup dan berkarya hanya dalam hitungan detik atau menit saja. Dalam
8 |Page
sejekap dua kejap kemudian kita akan megap-megap. Kita akan tersiksa...
Kalau batas antara udara dan air masih bisa kita lihat. Namun sayangnya antara
keadaa IMAN dan keadaan KAFIR itu keduanya hanya dibatasi oleh selapis
LABIRIN yang sangat tipis dan tidak kelihatan oleh mata, tidak terdengar oleh
telinga, dan tidak terwakili oleh kata dan aksara. Dan memang disinilah
umumnya letak kekeliruan kita umat islam ini ketika kita ingin memahami
tentang IMAN dan KAFIR ini. Yaitu kita ingin memahaminya melalui olah pikir,
olah intelektual, olah mata, dan olah telinga. Artinya disini kita salah dalam
memakai alat untuk mengolahnya, sehingga hasilnya juga tidak maksimal dan
bahkan sering salah.
Padahal Al Qur'an paling tidak di lima ayat berikut ini sudah menyatakannya
dengan sangat terang benderang:
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-
orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati
mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia
menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah,
maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. (Az Zumar 23).
Orang-orang Arab Badwi itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada
mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk patuh
(aslamna)", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu ta`at
kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala)
amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al
Hujuraat 56).
9 |Page
Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (Al Fath 4).
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-
ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal, (al Anfaal 2)"
Muatan kelima ayat ini sebenarnya sangat sederhana sekali. Bahwa kita hanya
tinggal bersedia menghadap kepada Allah dengan tepat dan lurus (hanif), lalu
Allah sendiri yang akan membuka dan menyinari SUDUR (dada) saya sehingga
dada kita menjadi lembut, lunak, dan cair. Dada yang seperti inilah yang akan
mampu menangkap, dan menerima turunnya petunjuk dari Allah. Yaitu untuk
menerima KEADAAN atau SUASANA yang sebenarnya dari perkataan-perkataan
Allah, ilham-ilham Allah, yang dari dulu sampai sekarang dan masa datang yang
tetap akan sama dan tidak berubah.
Keadaan Iman itu dari dulu ya begitu itu. Keadaan iman yang bisa ditangkap dan
dimengerti oleh Rasul-Rasul Allah, para sahabat Nabi dulu, serta wali-wali Allah
disetiap zaman, akan persis sama dengan keadaan iman yang bisa kita tangkap
saat ini. Keadaan Kafir juga begitu. Keadaan kafir yang bisa ditangkap dan
dimengerti dengan tepat dan pas oleh Fir'aun, sama persis dengan yang bisa
ditangkap dan dimengerti dengan akurat oleh Namrud, Abu Lahab, Abu Jahal,
dan bahkan juga oleh kita-kita yang hidup saat ini. Tidak ada perbedaan
sedikitpun.
Dan ternyata keadaan iman yang sebenarnya seperti yang dialami oleh
Rasulullah ini tidak bisa dipaksa-paksakan. Kita hanya dan hanya bisa menerima
KEADAAN IMAN itu DITURUNKAN oleh Allah sendiri kedalam dada kita.
Keadaan Iman itu hanya bisa kita baca dengan DADA (SUDUR) kita. Karena
memang alat penerimanya bukanlah panca indra kita yang bermuara pada olah
otak kita semata. Alat penerima keadaan iman itu adalah berupa DADA yang
lembut, lunak dan hidup. Bukan dada yang keras membatu, mati dan gelap.
Boleh jadi secara lahiriah kita bisa memaksa-maksa orang untuk beriman kepada
Allah, dan dengan paksaan itu orang tersebut bisa pula melakukan setiap amalan
yang diperintahkan oleh Allah dengan semangat yang tinggi. Akan tetapi
kebenaran keadaan iman kita yang seperti ini dibantah sendiri oleh Allah di
dalam Al Qur'an dengan menyamakan keadaan iman orang tersebut sama
10 | P a g e
dengan keadaan iman seorang badwi dizaman Rasulullah dulu. Bahwa kita
sebenarnya belum beriman, tapi baru hanya sekedar patuh saja. Karena keadaan
iman itu hanya bisa menyentuh hati kita.
Namun begitu, saat dada kita diberi cahaya oleh Allah, maka dada kita yang
tadinya keras membatu dan gelap gulita akan berubah seketika, ya seketika...!.
Dada kita berubah menjadi dada yang lembut, lunak, dan hidup. Dada orang
beriman. Dada yang dilunakkan, dilembutkan, dihidupkan, dan disucikan sendiri
oleh Allah dengan cara Dia menyinari dada kita dengan sinar-Nya.
Kenapa harus ada aktifitas Allah untuk mengubah keadaan dada kita ini?. Karena
memang ada seribu satu cara-cara artificial (buatan) lainnya yang SEAKAN-
AKAN dapat melunakkan, melembutkan, dan menghidupkan dada kita ini.
Misalnya kita seakan-akan merasa dada kita menjadi lembut dengan cara
mendengarkan irama musik yang lembut dan mendayu-dayu, atau dengan
mendengarkan gelombang suara dengan frekuensi tertentu, atau bisa juga
dengan mengingat-ingat penderitaan orang lain, atau dengan cara memaksa-
maksakan diri untuk menangis dan meratap. Jadi proses melunaknya hati kita
itu tidak lebih dari hasil aktifitas olah pikir dan olah emosi kita saja. Bahkan
bentuk dzikir-dzikir tertentu yang sering dilantunkan oleh umat islam, juga lebih
mengarah kepada bentuk artificial seperti ini.
Dengan cara-cara artificial ini, untuk sejenak memang terasa dada kita seperti
berubah menjadi lebih lembut dari biasanya. Kita bisa lebih mudah untuk
menangis, kita lebih mudah tersentuh, kita lebih mudah terharu dari biasanya.
Kitapun merasa lebih mudah untuk berbuat baik kepada orang lain. Kita seperti
punya rasa sosial yang tinggi untuk membantu sesama. Semangat kita untuk
bekerjapun jadi begitu membara. Ini sudah bagus sebenarnya. Namun sayang,
keadaan itu hanya bisa bertahan untuk sementara waktu saja. Tidak berapa lama
kemudian, suasana dada yang lembut tadi berubah kembali menjadi keras.
Tanpa kita melakukan kembali proses olah pikir dan olah emosi seperti diatas,
kita merasa tidak akan bisa mendapatkan kembali suasana hati kita yang lembut
seperti tadinya.
Jadilah kita menjadi orang yang terikat kuat dengan semua alat bantu olah pikir
dan olah emosi itu tadi dalam mengolah keadaan dada kita. Tanpa alat itu
rasanya kita tidak akan bisa membuat suasana dada kita menjadi lembut, lunak
dan hidup. Ini kan bentuk perantara atau avatar juga namanya. Cuma saja
11 | P a g e
avatarnya adalah benda-benda dan suara-suara.
Celakanya lagi, otak kita ini tidak pernah bisa menerima keadaan yang sama
untuk kedua kalinya. Otak kita diciptakan Allah untuk bereaksi lebih sedikit dan
lebih sedikit lagi saat kita melakukan hal sama secara berulangkali. Suasana
pertama yang kita rasakan adalah munculnya Rasa BOSAN kita terhadap
keadaan yang kita alami atau lakukan itu. Kita seperti merasa iman kita menjadi
TURUN. Rasanya menjadi GARING. Tanda-tandanya sederhana saja, yaitu kita
menjadi malas beribadah dengan khusyu kepada Allah. Walaupun ibadah itu
masih kita lakukan, namun tidak ada KESUKACITAAN didalamnya. Kita
beraktifitas ditengah-tengah KEPEDIHAN yang mendalam tanpa kita mampu
untuk menyadarinya.
Padahal yang turun itu adalah emosi kita saja. Sedangkan iman yang sebenarnya
belum kita dapatkan. Yang kita dapatkan barulah pengetahuan tentang iman.
Dan pengetahuan iman kita itu akan ikut pergerakan turun naiknya suasana
emosi kita. Saat emosi kita naik akibat sebuah stimulan, atau dipaksa, atau
ditakut-takuti, kita juga merasa seakan-akan iman kita bisa ikut naik. Sebaliknya
saat emosi kita turun, karena stimulannya sudah tidak kuat, atau kita sudah tidak
mempan lagi untuk dipaksa-paksa dan ditakut-takuti, maka kita merasa iman
kita ikut pula turun. Sesuai sekali dengan hadist Nabi yang mengabarkan suasana
iman yang bisa turun naik itu. Iman yang artificial.
Karena iman yang sebenarnya baru bisa kita dapatkan dengan cara-cara yang
bukan melalui olah otak dan bukan pula olah emosi. Tapi melalui cara dimana
Allah sendiri yang menurunkan iman itu kedalam dada kita. DERR... Utuh iman
itu kita dapatkan...
Saat kita mendapatkan rasa iman kepada Allah itu dengan cara Allah sendiri
yang menaroknya kedalam dada kita, maka hasilnya sungguh sangat berbeda.
Setiap kita membaca nama Allah dan ayat-ayat Allah yang sedang menyata
dihadapan kita, maka iman kita kepada Allah PASTILAH akan selalu bertambah
dan bertambah (lihat Al Anfaal ayat 2 diatas). Saat kita ditimpa oleh musibah
ataupun nikmat apapun juga, rasa iman kita itu tetap kental dan kuat. Malah saat
ditimpa musibah ataupun nikmat itulah kita punya fasilitas untuk segera berlari
kepada Allah, menyungkur dihadapan Allah. Keadaan yang merupakan realitas
dari kalimat "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un". Saat itu kita tinggal datang dan
berlari kehadapan Allah untuk kemudian Allah menambah rasa iman kita
kepada-Nya.
Ketika iman kita tidak bertambah dan bertambah, mbok ya... kita sadari
13 | P a g e
sendirilah posisi kita. Bahwa saat itu kita sebenarnya tengah TIDAK beriman
kepada Allah. Bukan malah dengan tenang mengambil kesimpulan sendiri bahwa
saat itu iman kita sedang turun. Bukan...!. Tidak beriman kok ngaku-ngaku
imannya sedang turun. Keterlaluan sekali memang kita ini dalam memaafkan
ketidakberimanan kita.
Jika tidak bertambah, artinya saat beraktifitas kita mulai rada-rada merasa
GARING, tidak ada rasanya, hambar, maka dengan segera kita duduk bersimpuh
dihadapan Allah untuk minta ampun: "Ya Allah..., salah hamba apa ya Allah. Ya
Allah..., kenapa hamba tidak direspon ya Allah. Mohonlah hamba kembali disapa
ya Allah, nggak nyaman ni ya Allah...!. Karena pada hakekatnya saat itu kita
tengah tidak beriman kepada Allah, sehingga Allah mencabut rasa nikmatnya
iman dari dalam dada kita. Bukan cengar cengir seperti keledai seperti yang
sering kita lakukan selama ini.
Sebagai seorang yang beriman, tatkala dada kita garing, sebagai pertanda awal
lunturnya iman kita kepada Allah, kita akan shalat dua raka'at, kita akan
beristigfar, lalu kita kemudian duduk dengan diam, merendah, sampai Allah
kembali merespon dan menyapa kita. Duduk diam berapa lama?. Ya tergantung
Allah saja. Kita bisa duduk diam dan merendah terus kepada Allah itu hanya
dalam hitungan menit, atau bisa pula dalam hitungan jam-jaman. Bahkan bisa
pula kita dipaksa untuk mengusung sikap itu seharian bahkan bisa bulanan atau
tahunan. Kita bisa berjalan dalam keseharian kita dengan ungkapan penuh
penyesalan dan permintaan ampun.
Suasana penantian ini digambarkan oleh ayat Allah berikut ini: "rabbana
zalamna anfusana wa illam taghfirlana watarhana lanakunanna minal
khaasirin...! Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika
Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya
pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi", (Al A'raaf 23). Yang kita
14 | P a g e
tunggu adalah jawaban Allah yang menghujam kuat kedalam DADA kita: "Ya
sudah...!, bangunlah wahai hamba-Ku...!". DERR..., sungguh sukacita sekali
keadaan kita saat itu....
Jika kita sudah mendapatkan iman itu melalui proses DERR..., setelah itu,
dengan sangat mencengangkan, apa-apa yang dulu kita rasakan sulit ketika kita
ingin menjalankan aktifitas beragama, berubah menjadi mudah. Kita juga jadi
semakin kuat terikat dengan Allah. Antara kita dengan Allah seperti ada KABEL
(HAB, HUB) yang terhubung dengan kuat. Ada rasa sambung yang hebat di
dalam dada kita dengan Allah. Bicara kita apa-apa tentang Allah..., sedikit sedikit
tentang Allah..., sebentar-sebentar tentang Allah, bukan tentang guru kita, bukan
tentang syeikh kita, bukan tentang aliran kita, bukan tentang kelompok kita.
Keyakinan kita akan Kerasulan Nabi Muhammad juga akan ikut menguat. Al
Qur'an menyebutkan keadaan kita seperti ini sebagai keadaan orang yang
bergantung kuat dengan Allah. Keadaan dimana ada KABEL atau TALI ALLAH
yang ditancapkan oleh Allah kedalam dada kita. Wa'tashimu billah..., wa'tashimu
biHABlillah... berpegang teguhlah kepada kabel dari Allah...
Masih segar dalam ingatan saya ditahun delapan puluhan, saat pertama kali saya
memiliki buku-buku tasawuf, seperti Ar-Risalatul Qusyairiyah, dan Al Hikam,
saya bersemangat sekali untuk mencoba mempraktekkan satu persatu tahapan-
tahapan (maqam) para penempuh jalan sufi yang ada dibuku-buku tersebut.
Misalnya didalam kitab Ar Risalatul Qusyairiah saja, sedikitnya ada 49 tahapan
yang harus dijalankan oleh seorang penempuh jalan spiritual. Ada tahapan
Taubat, Mujahadah, Khalwat, Taqwa, Wara', Zuhud, Diam, Khauf, Raja'...,
Ma'rifat, Cinta, Rindu, Menjaga hati Syech, dan Sima'. Belum lagi berbagai
terminologi tasawuf yang sangat-sangat tidak mudah untuk dimengerti dengan
olah pikir saya saat itu, seperti Waktu, Maqam, Qabdh dan Basth..., Warid..., Sirr.
Satu kata saja di dalam Al Hikam, yaitu "istirahatkanlah dirimu/pikiranmu
daripada kerisauan mengatur kebutuhan dunia..., tidak pernah bisa saya lakukan
walau sudah dibantu pula dengan meditasi-meditasi ala sebuah perguruan silat
ternama di tanah air.
15 | P a g e
Baru ditahapan pertama saja, yaitu masalah TAUBAT, saya malah dihinggap rasa
stress yang amat sangat ketika saya mencoba mengingat-ngingat dosa-dosa yang
telah saya lakukan dimasa lalu. Apalagi kemudian saya juga membaca sebuah
buku khusus setebal 272 halaman, yang membahas hanya masalah Taubat itu.
Setelah itu ditambah lagi dengan berbagai bacaan dari Buku Madarijus Salikin,
Minhajul Qashidin, Kimyatus-Saadah, dan puncaknya adalah buku "Sinar
Keemasan" yang saya praktekkan dalam sebuah tarekat. Bahkan tidak
ketinggalan pula untuk sekian tahun lamanya, saya terjun kedalam berbagai
pengajian, diskusi, liqa, dan aktifitas lainnya.
Rasanya lengkap sudah jalan panjang yang saya lewati. Semua itu hanya untuk
menemukan makna hakiki dari sepenggal kata yang sangat sederhana, yaitu
IMAN. Namun hasilnya...?. Ampuuuun...mak, kepala saya rasanya mau pecah.
Iman itu apaan sih...?
Ya..., sebenarnya keinginan saya sederhana saja. Saya hanya ingin untuk beriman
kepada Allah. Namun dengan semua aktifitas menelusuri jejak iman itu melalui
buku-buku yang ada, dan bahkan dengan langsung menceburkan diri ke sebuah
tarekat, malah KEADAAN IMAN itu gagal saya raih. Semua ILMU dan
AKTIFITAS itu tadi malah seperti MENGHIJAB saya dari KEADAAN atau
SUASANA IMAN yang sesungguhnya.
Tanda-tanda kegagalan iman saya itu mudah sekali untuk dibuktikan. Yaitu
betapa lancarnya saya protes kepada Allah atas kejadian dan peristiwa yang
menurut saya itu tidak menguntungkan saya. Hampir setiap hari saya
mengucapkan kata-kata (walau hanya sekedar didalam otak saya):
Dan dengan manis saya bungkus kalimat-kalimat protes saya kepada Allah itu
dalam bentuk do'a-do'a baik dalam bahasa Arabmaupun dalam bahasa
Indonesia. Saya berdo'a dengan lancar, tekun dan panjang, tapi hakekatnya pada
saat itu saya sedang protes berat kepada Allah atas apa-apa yang saya alami. Saya
sedang protes atas QADA dan QADAR Allah, atas AF'AL Allah yang sampai
kepada saya. Namun pada saat yang sama saya masih berani-beraninya berkata
16 | P a g e
bahwa saya telah beriman kepada Allah. Ah..., betapa bohongnya saya kepada
Allah waktu itu.
Malaikat juga pernah berbohong seperti ini, saat dia berkata kepada Allah: Ataj
`alu fiiha man yufsidu fiiha wa yasfikuddimaak wanahnu nusabbihu bihamdika
wanukaddisulak..., ...Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akanmembuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?...".
Namun atas rahmat Allah, Malaikat kemudian bisa memahami AF'AL Allah yang
sedang bekerja membentuk Adam, sehingga akhirnya Malaikat tahu diri dan
tidak meneruskan protesnya untuk sepanjang masa.
Akan tetapi ada yang tidak pernah sadar sepanjang masa, yaitu IBLIS. Dia selalu
saja protes atas QADA dan QADAR Allah atas penciptaan ADAM. Iblis seakan
bersikukuh:
Ternyata bukti Iman kepada Allah adalah berupa bisanya kita menerima Qada-
Qadar Allah ini dengan ikhlas. Hal ini adalah sebuah aktifitas yang sangat SULIT
untuk kita laksanakan kalau kita hanya berbekal kepada ilmu OLAH PIKIR dan
OLAH EMOSI belaka. Dengan bekal seperti ini, kita tidak akan pernah bisa
beriman kepada Allah dengan utuh. Seperti tidak bisanya Iblis saat dia
menggunakan olah pikir dan olah emosinya untuk menerima kenyataan tentang
adanya ADAM. Bahwa dia pikir dia yang terbuat dari API lebih baik dari ADAM
yang tercipta dari TANAH.
Astagfirullahal azhiim..., sejak dulu entah berapa lama saya pernah terjebak
dalam keadaan protes terus menerus kepada Allah seperti yang dilakukan iblis
kepada Allah. Ah...!, beriman kok masih ada tapinya...!.
17 | P a g e
Dulu Iblis hanya protes untuk satu hal saja, yaitu protes atas Af'al Allah terhadap
penciptaan Adam. Sedangkan saya, dan mungkin juga beberapa orang diantara
pembaca yang budiman, mungkin pernah protes..., protes..., protes..., dan
menolak seribu satu keadaan dan Af'al Allah yang menjambangi saya. Protes itu
saya bungkus dalam bentuk untaian do'a-do'a yang sekilas kelihatannya indah
dan manis, tapi hakekatnya itu tetaplah sebuah bentuk protes kepada Allah. Lalu
masihkah saya bisa mengaku bahwa iman saya kepada Allah lebih baik dari iman
Iblis kepada Allah???.
BENIH IMAN...
Tiba-tiba saja di tahun 2000, saya ditunjukkan oleh Bapak H. Slamet Utomo dan
Ustadz Abu Sangkan sebuah ruangan dimana Beliau berdua selalu berada di
setiap saat. Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Syahadat, dan
shalawat, lalu saya memanggil-manggil Allah dengan lembut dan santun, ya
Allah..., ya Rahman... berkali-kali, tiba-tiba saja saya seperti dituntun, ditarik,
diperjalankan, dibimbing dan diletakkan dengan sengaja oleh Allah kedalam
sebuah KEADAAN, SEBUAH RUANG yang secara sederhana saya sebut sebagai
RUANG SPIRITUAL.
Keadaan Ruang Spiritual itu tidak bisa saya gambarkan, karena memang
didalamnya tidak ada apa-apa. Tidak ada bentuk, rupa, warna dan cahaya yang
bisa saya lukiskan. Karena gambar memang hanyalah permainan bentuk, rupa,
warna dan cahaya semata. Garis setipis serambut dibelah tujuh, atau titik, atau
atom, atau inti atom yang terdiri dari berbagai eletron, proton, quark, dan
sebagainya, walaupun itu sangat-sangatlah kecil, tapi semua itu masih bisa
digambarkan. Kalau ini tidak bisa. Tiba-tiba saja mata saya, walaupun masih
tetap terbuka, dan semua bentuk, rupa, dan benda-benda masih ada di depan
saya, tidak lagi terhalang (terikat) sedikitpun oleh kesemuanya itu. Mata saya
18 | P a g e
seperti terbebas dari bebannya yang sangat berat selama ini. Mata saya seperti
menemukan tempat istirahatnya dan tempat bersandarnya yang Hakiki.
KOSONG, Tidak ada apa-apa.
Ya...
Yang ada hanyalah KEKOSONGAN, TIDAK ADA APA-APA.
Yang ada hanyalah KEHENINGAN, KESENYAPAN, TIDAK ADA APA-APA
Yang ada hanya DIAM..., SUNYI..., TIDAK ADA APA-APA.
Dan yang terpenting sebenarnya bukanlah ruangan spiritual itu sendiri. Tapi
suasana, proses, dan aktifitas diruangan spiritual itulah yang mencengangkan.
Misalnya,
Tidak semua orang diberi tahu tentang ada proses rukuk yang menyembah dan
mendekat ke Allah...
Tidak semua orang diberi tahu tentang proses sujud yang menyembah an
mendekat ke Allah...
19 | P a g e
Tidak semua orang diberi rasa ingin untuk rukuk yang menyembah dan
mendekat ke Allah...
Tidak semua orang diberi rasa ingin untuk sujud yang menyembah dan
mendekat ke Allah...
Tidak semua orang diberi daya untuk rukuk yang menyembah dan mendekat ke
Allah...
Tidak semua orang diberi daya untuk sujud yang menyembah dan mendekat ke
Allah...
Tidak semua orang diberi suasana menyembah dan mendekat ke Allah saat
rukuk...
Tidak semua orang diberi suasana menyembah dan mendekat ke Allah saat
sujud...
Sungguh rukuk, sujud, menyembah, dan mendekat kepada Allah inilah puncak
kerendahan hati manusia dihadapan Sang Penciptanya.
Sebab banyak diantara kita yang sudah diberi tahu bahwa ada perbuatan dan
aktifitas yang baik bagi sesama umat manusia dan bagi diri kita sendiri,
kemudian dialiri rasa ingin untuk berbuat dan berkatifitas yang baik itu, lalu
sudah didorong pula dengan daya untuk beraktifitas untuk mewujudkan
perbuatan baik itu, diberi suasana pula saat kita melakukan aktifitas kebaikan
itu, namun kita DIHALANGI oleh Allah untuk bisa rukuk dan sujud yang
menyembah dan mendekat kepada-Nya...
Banyak sekali kita yang tidak tahu bahwa sebaik apapun perbuatan kita,
secemerlang apapun karya kita, namun saat kita DIHALANGI oleh Allah untuk
rukuk dan sujud yang menyembah dan mendekat kepada-Nya, sebenarnya saat
itu kita sedang tidak disukai oleh Allah. Saat itu sebenarnya kita sedang
DITENDANG oleh Allah dari sisi-Nya. Saat itu kita sedang DIUSIR oleh Allah
dari sisi-Nya.
Dan semua orang yang dihalangi, ditendang, dan diusir oleh Allah dari sisi-Nya
itu tidak lain hanyalah AYAT-AYAT Allah belaka bagi hamba-hamba Allah yang
lain. Saat itu Allah sebenarnya sedang berkata-kata kepada hamba-Nya yang
sudah DITUNTUN-Nya untuk bisa rukuk dan sujud yang menyembah dan
20 | P a g e
mendekat kepada-Nya...
Namun ...
Untuk kebaikannya...
Aku masih berkenan mengingatkannya...
Ku-beri dia rasa sakit, agar rasa sombongnya bisa copot...
Ku-beri dia rasa tersiksa, agar rasa sombongnya bisa copot...
Ku-beri dia rasa takut kelaparan, agar rasa sombongnya bisa copot...
Ku-beri dia rasa khawatir akan masa depannya, agar rasa sombongnya bisa
copot...
Kadangkala...
Ku-rendahkan derajatnya serendah-rendahnya, agar rasa sombongnya bisa
copot...
Ku-ambil apa-apa yang dicintainya, agar dia kembali bergantung kepada-Ku...
Ku-singkirkan tempat bergantungnya selain-Ku, agar dia bisa kembali
bergantung kepada-Ku saja...
21 | P a g e
Entah dengan cara apa lagi dia bisa Ku-ingatkan...
Akan tetapi...
Jika dengan semua peringatan-Ku itu dia masih tetap mengkhianati-Ku...
Aku masih punya peringatan-Ku yang terakhir...
Akan Ku-ambil semua apa-apa yang Ku-berikan kepadanya selama ini.
Karena semuanya memang adalah Milik-Ku...
Sejenak, cobalah bandingkan peristiwa yang Beliau alami dengan apa-apa yang
kita alami. Sebenarnya apa yang kita alami dalam hidup kita sekarang ini belum
ada seujung kukupun atas kejadian yang Beliau hadapi.
Perbedaan yang sangat menyolok antara Ibu Situ Hajar dengan kita adalah:
• Beliau memang sedang dipersiapkan Allah untuk menjadi seorang ibu dan
seorang istri bagi orang-orang yang nantinya akan menjadi tonggak ketauhidan
umat manusia sepanjang masa. Yaitu ibu bagi Nabi Ismail dan istri bagi Nabi
Ibrahim. Untuk itu Allah sengaja membentuk karakter spiritual Beliau dengan
cara yang sangat-sangat extrim, sehingga mau tidak mau akhirnya Beliau hanya
punya tempat bergantung tunggal, yaitu kepada Allah.
• Sedangkan yang kita saat ini alami lebih banyak hanyalah jeweran atau sentilan
22 | P a g e
Allah belaka untuk menyadarkan kita atas kesombongan dan pengkhianatan kita
kepada Allah. Seberat apapun cobaan, hukuman, dan siksaan yang kita hadapi
saat ini, sebenarnya kualitasnya hanyalah sekelar jeweran saja dibandingkan
dengan apa yang dialami oleh Ibu Siti Hajar. Namun itu sajapun kita tidak kuat
menghadapinya. Makanya kualitas kita juga jadi biasa-biasa saja di zaman kita
sekarang. Sehingga kitapun tidak bisa melepas rasa kebergantungan kita
kebanyak tempat bergantung selain Allah. Kualitas bergantung total kita kepada
Allah menjadi begitu rendahnya.
Proses perubahan spiritual Ibu Siti Hajar itu terjadi saat Beliau ditinggalkan oleh
Nabi Ibrahim ditengah-tengah lembah (BAKKAH) bersama anak Beliau Nabi
Ismail. Saat itu Bakkah yang sekarang dikenal sebagai Mekkah tidak lebih dari
hanya sebuah tempat kosong yang sangat mengerikan. Ditengah kegarangan
padang pasir yang panasnya memanggang bebatuan, Beliau bersama bayinya,
Ismail, ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim. Tidak ada rimbun tetumbuhan tempat
berteduh. Tidak ada setetes airpun untuk meredakan rasa dahaga. Tidak ada
sebiji bebuahan yang bisa dijadikan pengganjal perut yang melilit lapar. Tidak
ada hewan jinak yang bisa dijadikan makanan. Lapar dan dahaga menjadi begitu
pasti dihari esok. Dan itu menumbuhkan rasa takut yang amat sangat...!. Takut
akan lapar dan haus diesok hari.
Dinginnya udara malam seperti memeluk tulang. Cahaya bulan yang terhambat
oleh gerombolan awan hitam seperti membentuk bayangan menakutkan. Entah
binatang buas padang pasir macam apa yang tengah mengintai Beliau dari balik
bebatuan. Suasananya begitu menakutkan.
Dalam pagutan rasa takut yang amat sangat itu, tidak ada apa-apa yang bisa
Beliau jadikan tempat berpegangan. Suami yang selama ini jadi tempatnya
bersandarpun telah meninggalkannya dengan langkah pasti. Yang ada hanyalah
kesendirian yang ganjil. Kesendirian yang menakutkan. Kesendirian yang tak
mampu lagi otak Beliau untuk memikirkannya. Otak Beliau akhirnya berhenti
berfikir, karena tidak ada lagi logika berfikir yang bisa Beliau pakai...
Beliau TIDAK melalui tahapan tidak berfikir itu melalui cara-cara olah pikir
seperti yang sering dilakukan oleh orang yang bermeditasi yang dinamakan
orang sebagai ZERO MIND. Peristiwa yang Beliau alami bukanlah proses Zero
Mind dengan cara meninggalkan alam pikiran tentang nikmat kehidupan. Sebab
zero mind adalah proses yang berasal dari praktek yang dilakukan oleh
23 | P a g e
pemimpin ibadah agama tertentu. Mereka melepaskan diri dari pikiran-pikiran
tentang istri dan keluarga, tentang kepemilikan harta, tentang pengetahuan,
tentang tentang kenikmatan hidup. Semua itu mereka angap sebagai
penghambat diri mereka untuk mendapatkan ketenangan pikiran dan hati. Agar
pikiran dan hati mereka tenang, maka semua pikiran tentang kenikmatan hidup
itu harus disingkirkan sehingga dengan otomatis hati merekapun akan kosong
pula. Akhirnya mereka hidup dengan cara meninggalkan keduniaan. Mereka
hidup dalam keprihatinan yang kental.
Kalau Siti Hajar kan tidak begitu. Tidak dengan cara-cara olah pikir. Saat anak
Beliau, Ismail, menangis menahan rasa haus dan lapar, Siti Hajar tambah merasa
tidak bisa berbuat apa-apa. Beliau kemudian berlari kecil menuju bukit safa dan
kemudian ke bukit marwa untuk melihat kalau-kalau ada air yang bisa diambil
untuk anak Beliau yang tengah kelaparan dan kehausan. Tujuh kali putaran
Beliau melakukan itu, akhirnya habislah harapan Beliau untuk mendapatkan
bantuan dari alam semesta sekalipun. Alam tidak pernah memperlihatkan wajah
bersahabatnya kepada Beliau. Sungguh tidak ada siapa-siapa tempat bergantung
Beliau. Tidak ada apa-apa lagi yang bisa Beliau akui sebagai yang bisa membantu
Beliau. Tidak ada juga yang bisa diakui sebagai milik Beliau. Habislah segala
daya dan upaya Beliau... Habis...
Dengan begitu, lengkap sudah prasyarat bagi Siti Hajar untuk bermetamorfosis
menjadi makhluk spiritual. Tidak ada tempat bergantung lagi. Tidak ada apa-apa
dan siapapun juga. Tidak juga pada kemurahan alam semesta. Tidak ada lagi
yang bisa Beliau pikirkan. Diam...
Dalam kelelahan yang amat sangat, Beliau duduk dengan tulang-tulang yang
luruh. Beliau pandang sang Ismail kecil yang sedang tertidur berbalut lapar dan
haus. Nafas halusnya beralun lembut keluar dan masuk kedalam paru-parunya.
Ismail sedikitpun tidak berbuat apa-apa, namun ternyata ada Wujud yang sedang
sibuk memberi nafas kepadanya. Wujud yang sedang sibuk memberikan
kehidupan kepada Ismail kecil. Yaitu Sang Hidup...
24 | P a g e
Siti Hajar kemudian mengamati pula nafas yang sedang bergerak halus keluar
masuk paru-paru Beliau. Sebentuk benih kesadaran mengalir kedalam dada
Beliau. Bahwa nafas Ismail maupun nafas Beliau dipegang oleh Wujud yang
sama. Wujud Sang Hidup....!. Beliau mencoba untuk mengikuti aliran nafas itu
buat sejenak. Walau paru-paru Beliau punya keterbatasan dalam menampung
volume udara yang mengalir kedalam paru-paru itu, namun daya yang
menggerakkan Nafas itu seperti mampu bergerak melampaui batas dinding paru-
paru Beliau untuk terus bergerak memenuhi alam semesta raya.
Beliau telah menemukan muara dari nafas. Beliau telah menemukan rumah dari
nafas, yang tak lain adalah alam semesta raya... Rumah Nafas...
Karena Beliau sudah dibekali oleh Nabi Ibrahim dengan sebuah nama dari Dzat
yang Maha Meliputi Segala sesuatu, yaitu Allah...!, maka dengan santun Beliau
lalu berpegangan dengan teguh kepada Wujud Sang Maha Meliputi. Sang
Tunggal..., Sang Ahad..., Sang Satu..., Allah...
DERR.... Beliaupun duduk dengan Pas di suasana surat Al Ikhlash ayat 1-2:
Qulhuwallahu AHAD...
Allahush shamad...
Ada tali yang menghubungkan dada Beliau dengan Wujud Yang Maha Meliputi...
Ada kable yang menghubungkan dada Beliau dengan Wujud Sang Ahad...
Lalu Beliau berpegangan teguh dengan tali itu, dengan kabel itu..., dengan hub
itu...
25 | P a g e
Wa'tashimu billah...
Wa'tashimu bihablillah....
Beliau menghaturkan sembah dan sujud kepada Dzat yang memiliki "rumah ini".
DERR...
Dan..., dengan seketika dari tanah yang Beliau injakpun memancarlah air dengan
deras. Air yang bukan sembarang air. Tapi air yang mampu melepaskan rasa
lapar dan dahaga. Air yang mampu menggantikan peran makanan, daging, dan
buah-buahan. Sehingga Beliau dan anak Beliau, Ismail, pun bisa hidup berhari-
hari, berbulan-bulan, dengan hanya berbekal air itu. Seluruh mineral dan zat-zat
yang dibutuhkan oleh tubuh untuk hidup sudah tersedia didalam air itu. Air itu
adalah air zam-zam. Air yang kualitasnya setara dengan air INFUS..., bahkan
lebih.
Dengan seketika Beliau keluar dari keadaan JU' (kelaparan). Beliaupun merasa
aman, karena Ada Wujud Sang Maha Meliputi tempat Beliau bersandar dan
bergantung disetiap saat. Tidak ada lagi rasa takut (KHAUF) pada diri Beliau,
walau Beliau hanya berdua dengan anak Beliau di padang pasir tandus tersebut...
Dan Beliaupun mengecap suasana atau dari keadaan ayat berikut ini dengan
tepat:
26 | P a g e
kafilah-kafilah dari berbagai penjuru Jazirah Arab. Sejak itu, sebuah cikal bakal
peradaban tauhid telah ditorehkan oleh Ibu Siti Hajar dan Nabi Ismail...
Kita selalu saja sering berfikir tentang kejadian-kejadian yang telah lalu, kejadian
yang tengah menimpa kita saat ini, dan apa-apayang akan terjadi dimasa depan.
Kita sering terbetot dan terikat kembali oleh semua pengalaman dan kejadian-
kejadian yang telah menimpa kita dimasa lalu. Peristiwa dua-tiga menit yang lalu
entah kenapa sering kita pikirkan kembali. Kejadian-kejadian sebulan dua bulan
yang lalu ataupun tahunan yang lalu seperti melambai-lambai kepada kita untuk
kembali kita masuki. Dan anehnya peristiwa dan kejadian masa lalu yang
memanggil-manggil itu selalu saja kejadian yang tidak memuaskan dan peristiwa
duka cita saja.
Yang tak kalah serunya adalah bahwa kita terlalu sering berfikir tentang orang
lain. Kita ingin tahu isi pikiran orang lain. Bahkan kita seringkali ingin ikut
campur pula dengan isi pikiran orang lain. Dan ini pasti akan menimbulkan
"perang pikiran" diantara sesama manusia. Tidak cukup sampai disitu, perang
pikiran ini tidak jarang akhirnya memunculkan perang fisik sungguhan.
Peristiwa berdarah-darah yang hampir saja berulang dan berulang diberbagai
pelosok dunia, adalah hasil yang logis saja tatkala kita tidak bisa memaknai
fikiran itu dengan cerdas dan cerdik.
Nanti dibagian akhir tulisan ini kita akan melihat bahwa sebenarnya perbedaan
kita satu sama lain dalam segala hal hanyalah akibat dari perbedaan isi pikiran,
arah berfikir, arah kesadaran, dan arah ingatan kita saja. Berbeda ARAH DZIKIR
saja sebenarnya. Walau perbuatan atau aktifitas kita sama, namun saat arah
dzikir kita berbeda, maka kualitas perbuatan atau aktifitas kita itu tetaplah
dianggap tidak sama.
27 | P a g e
Bumm..., Duar...!.
Begitu juga saat arah dzikir kita mengarah ke berbagai peristiwa duka cita yang
pernah kita alami dimasa lalu, peristiwa itu seperti ingin menarik-narik kita
untuk kembali masuk kedalam suasana kedukaan itu. Dengan seketika dengan
mudahnya muncul rasa MALU, PENYESALAN, RASA BERSALAH,
KEKESALAN, dan KEMURUNGAN didalam keseharian kita.
Apalagi pada saat yang sama dzikir kita juga bisa dibayang-bayangi oleh
harapan-harapan, gambaran-gambaran, dan cerita-cerita masa depan baik yang
menjanjikan angin syurgawi maupun hawa seram NERAKA. Dengan keadaan
kita saat ini yang hanya sebegini-begininya saja, jauh panggang dari api, jauh
dari kesempurnaan iman, maka ujung-ujungnya kita selalu dibayangi oleh
KECEMASAN, KEGELISAHAN, KETAKUTAN akan masa depan kita itu. Dengan
mudahnya berbagai betuk kalimat PENYESALAN akan bergaung liar didalam
otak kita. "AH COBA KALAU DULU saya begini, nggak begitu...!. ADUH...
kenapa dulu saya...".
Begitu pula, ketika kita menyangkan bahwa kita sudah beragama dengan
semangat spiritualitas yang tinggi, namun tidak ada makhraja (jalan keluar) dari
permasalahan-permasalahan yang kita hadapi, misalnya tentang rezki dan
keperluan kita yang lainnya, maka yang muncul kemudian adalah keluhan demi
keluhan kita kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Ya..., dalam puncak
keluhan kita itu biasanya kita malah melontarkan berbagai kalimat protes kepada
Allah. Kita bukannya takluk dan menyerah habis kepada Allah.
Semua arah dzikir yang keliru itu tadi memberikan dampak yang sangat buruk
bagi kesehatan tubuh kita. Karena BENCI, KECEWA, IRI HATI, MARAH, MALU,
PENYESALAN, RASA BERSALAH, KEKESALAN, KEMURUNGAN,
KECEMASAN, KEGELISAHAN, KETAKUTAN dan emosi-emosi NEGATIF
lainnya akan mengacaukan keteraturan kerja seluruh sistem hormonal, aliran
darah, serta jaringan syaraf dan otot yang ada ditubuh kita. Berbagai macam
penyakit akan sangat mudah menghinggapi tubuh kita. Sebenarnya keadaan ini
merupakan sebuah peringatan awal kepada kita bahwa ada yang salah dengan
POSISI kita dihadapan Allah saat itu.
28 | P a g e
sistem alam semesta kecil yang ada ditubuh kita berantakan, kita merasa itu
adalah hal yang wajar saja. Itu kita anggap sebagai peristiwa alamiah belaka,
sehingga tindakan kita juga hanya sebatas hal-hal yang bersifat alamiah saja.
Misalnya kita datang ke dokter, ke penyembuh herbal, ke penyembuh alternatif,
atau bahkan ke dukun.
Saat kita belum pernah merasakan suasana SENANG, IKHLAS, RIDHO, RELA,
SABAR, BAHAGIA, SUKACITA, CERIA, TENANG, AMAN, TENTERAM, dan
emosi-emosi POSITIF lainnya yang langsung diturunkan Allah sendiri kedalam
dada kita, maka emosi-emosi negatif seperti diataslah yang akan lebih kuat
bercokol didalam relung dada kita. Seakan-akan emosi negatif itulah diri kita
yang sebenarnya. Kita akan berjalan dengan emosi-emosi negatif itu dalam
keseharian kita.
Hal ini akan berbeda saat suasana dada kita PERNAH DIBALIKKAN oleh Allah
dari dada yang penuh dengan emosi NEGATIF menjadi dada yang penuh dengan
emosi POSITIF. Begitu suasana dada kita yang penuh dengan emosi POSITIF
tiba-tiba jatuh, muncullah BENIH emosi NEGATIF menyeruak dari relung dada
kita. Perubahan suasana itu begitu terasa. DUUKKK..., DESSS..., seperti ada
beban yang menimpa dada kita. Rasa luas dan lapang yang sebelumnya ada, tiba-
tiba hilang dari relung dada kita. Dada kita menciut menjadi sempit dan tidak
nyaman. Nafas kita memburu dan terengah-engah. Dan dengan tergopoh-gopoh
kita akan datang merendah kepada Allah. Kita segera minta ampun..., minta
dilapangkan kembali dada kita..., sampai Allah kembali menarok emosi POSITIF
dan mengambil emosi NEGATIF dari dalam dala kita.
Jadi kerjaan kita setiap saat sebenarnya sederhana saja, yaitu mengamati
perubahan-perubahan suasana yang ada didalam dada kita dalam setiap aktifitas
dan waktu. Karena memang dada ini adalah sebuah sistem deteksi dini (early
warning sistem) untuk memantau keadaan kita. Untuk mengamati keadaan kita
yang sedang diapakan oleh Allah. Disenangi Allah akan terasa. Dijauhi Allah
akan terasa. Ditendang Allah akan lebih terasa lagi...
Tapi yang dialami oleh Bunda Siti Hajar kan nggak seperti kita begitu. Beliau
didudukkan sendiri oleh Allah pada keadaan dimana Beliau sudah tidak mampu
lagi untuk berfikir, untuk menyesal, dan untuk berharap...
29 | P a g e
DIAM.
DERR..., seketika ada SUASANA KEABADIAN, SUASANA KELANGGENGAN.
Suasana dimana tidak ada lagi ketakutan
Tidak ada lagi kekhawatiran
Dada Beliau penuh dan berkelimpahan dengan emosi POSITIF.
Beliau menjalani hari-hari bersama Ismail dengan parasaan aman dan penuh
sukacita..
Dulu dalam pelatihan sebuah ilmu silat, suasana seperti inilah KONON yang
ingin saya dapatkan. Saya menyangka suasana ini adalah suasana yang bisa
dilatih dan diolah dengan cara olah nafas, olah tubuh, olah getaran, olah pikir
dan olah emosi. Tapi dengan semua cara-cara itu tadi, ternyata saya hampir tidak
pernah bisa mendapatkannya. Sulit sekali. Paling banyak baru sekali atau dua
kali saja saya bisa merasakannya saat itu. Dan itupun dengan berbagai pengolah
fisik, olah nafas, olah getaran pribadi maupun getaran alam, dan olah objek fikir
yang rumit dan melelahkan. Fisik dibuat lemah sampai pada batas bawah
kekuatannya. Frekuansi keluar masuk nafas diatur selambat mungkin dengan
jeda waktu sekian hitungan. Objek fikirnya adalah berbagai "titik konsentrasi"
yang bertebaran disekujur ditubuh saya maupun dialam semesta. Melatihnya
pun dalam waktu tahunan kalau tidak mau disebut belasan tahun.
Saya juga jadi ingat beberapa buku yang saya baca tentang berbagai ilmu
meditasi dari India, China, dan dari Jepang, dan bahkan dalam ilmu tarekat.
Bahwa bertemu keadaan seperti ini, masuk kedalam keadaan kosong, senyap,
hening, diam, abadi, langgeng, adalah PUNCAK PENCAPAIAN pendakian rohani
seseorang. Puncak suasana meditasi dan dzikir seseorang. Apalagi setelah
terlatih dan mahir masuk kedalam keadaan diatas, banyak orang yang
memberikan kesaksian bahwa mereka merasa berubah menjadi lebih baik, lebih
bahagia, lebih sabar, lebih bersemangat, lebih dermawan, dan lebih dalam
berbagai aktifitas kebaikan lainnya.
Banyak orang islam yang ikut pelatihan meditasi tersebut juga merasakan hal
yang sama seperti yang dirasakan oleh orang-orang beragama lainnya. Seakan-
30 | P a g e
akan meditasi itu telah menjadi sebuah agama universal yang bisa diikuti oleh
semua orang dan semua agama.
Bahkan sekarang ini ada cara meditasi yang katanya modern dengan cara olah
gelombang otak melalui bantuan suara-suara berfrekuensi tertentu. Dengan
mendengarkan audio tersebut otak seseorang bisa dibawa kegelombang Alfa,
Beta, dan Teta. Hasilnya tentu saja ada. Sehingga akhirnya tidak aneh kalau
kemudian muncul istilah istilah seperti: semua agama pada hakekatnya adalah
sama, hanya cara beribadahnya saja yang berbeda; kalau kita sudah berbuat
kebaikan di dunia ini, itu sudah cukup. Dan kitapun dikepung oleh berbagai
istilah yang mengaburkanan kebeningan nilai-nilai agama islam.
Namun tidak banyak yang tahu bahwa, kalau hanya dalam tataran olah otak,
bahkan juga dalam tataran olah emosi, memang peran agama yang satu dengan
agama lainnya ataupun peran teknologi sudah tidak bisa dibedakan lagi dengan
jelas. Semua kelihatan hampir mirip, kalau tidak mau dikatakan sama.
Lalu dimana letak ketinggian islam, seperti yang dikatakan oleh Nabi dalam
sebuah Hadist: "Islam adalah ya'lu wa yu'la alaihi, islam adalah tinggi dan tidak
ada yan mengalahkan ketinggiannya". Lha..., letak tingginya dimana...?
Dalam hal ini, saya sama sekali tidak meniadakan dan tidak membantah tentang
manfaat dari olah nafas, olah tubuh, olah getaran, olah pikir dan olah emosi dan
berbagai proses meditasi yang ada didunia saat ini. Semuanya punya efek yang
sangat positif bagi kesehatan dan kekuatan tubuh, ketenangan emosi, dan
bahkan kecerdasan bagi para pemrakteknya. Tentu saja kelebihan ini berlaku bila
dibandingkan dengan orang lain yang tidak pernah melakukannya sama sekali.
Misalnya, saat saya dulu kuliah di USA tahun 1993-1995, beberapa lama saya
pernah melatih Kuji-kiri – The Nine Levels of Power Ninja - yaitu Rin, Kyo, Toh,
Sha, Kai, Jin, Retsu, Zai, Zen. Dengan mengatur irama nafas, menyatukan posisi
jemari tangan dalam bentuk-bentuk tertentu, dan berkonsentrasi dengan fokus
tertentu, ternyata pengaruhnya luar biasa sekali dalam hal mengontrol pikiran
saya. Saya dulu juga sering melakukan Proses Mirrorring, proses pengacaan,
dengan membayangkan apa-apa yang saya inginkan dimasa depan dengan jelas
dan bersikap seolah-olah semua bayangan dan impian itu telah terjadi. Ditambah
31 | P a g e
lagi dengan sikap do'a dimana apa-apa yang saya do'akan itu saya masukkan
kedalam "bola prana" yang saya bentuk diantara kedua telapak tangan yang
saling saya dekatkan, tapi tidak sampai bersentuhan. Lalu bola prana yang sudah
saya isi dengan do'a saya itu saya antarkan keatas kearah langit. Dan anehnya
hampir semua yang saya bayangkan dan do'akan dulu itu bisa terealisir.
Alhamdulillah..., tapi DUKK...
Aku.........., ah sombong sekali rasanya saya ini ketika saya menyebut saya atau
aku... itu.
Pak Haji Slamet Otomo dan Ustadz Abu Sangkan kemudian mengantarkan saya
untuk meruntuhkan keangkuhan, kesombongan, dan keakuan saya itu. Mulanya
sedikit bingung, tapi akhirnya begitu nyata. Sehingga sedikit banyaknya saya bisa
mengerti dan paham duduk saya ketika saya membaca kembali apa yang dulu
ditulis oleh An Nafiri, di dalam bukunya "Melihat Allah", tentang sebutan aku ...
Sebutan "AKU"...
"Tidak akan diucapkan kalimat "aku", melainkan oleh orang yang berkawan
dengan kelengahan dan oleh orang yang terhijab oleh hakekat;
Engkau berani mengatakan "aku" sedangkan engkau masih terhijab daripada-Ku,
pesona dunia masih mencekam dirimu; masing-masing akan menyambar dirimu
dengan seruan kepada zat dirinya, engkau masih saja dalam kegaiban yang kelam
32 | P a g e
dari-Ku.
Maka apabila engkau telah melihat "Aku", dan "Aku" pun telah bernyata
dihadapanmu, tetapkan keteguhamu; maka tiada Aku lagi melainkan "Aku".
"Telah Kuciptakan (Kuadakan) untukmu dan untuk sesuatu menjadi tujuan,
antara lain tujuan itu ialah "cintamu kepada dirimu sendiri" itulah tetesan
waham (kalimat) yang engkau warisi, kata-katamu "aku" adalah egomu sendiri
(AKU berlepas diri dari anggapan yang demikian)... dan tidak lain Zat itu
melainkan kepunyaan-Ku, dan tidak lain "Aku" itu kecuali untuk-Ku semata...
AKULAH yang DIA itu AKU... adapun hakikatmu, bukanlah zat dan bukan pula
persoalan, hanya sesungguhnya engkau berada pada pembagian yang bersifat
wahami (dugaan), hal ini disebabkan karena caramu berfikir dan pencapaianmu
pada pendakian jiwa dan persoalan.
Engkau dalam setiap saat terbagi kepada "menyaksikan dan disaksikan", dua
menjadi satu dalam bentuk perjodohan... jiwa yang mencapai dan persoalan yang
dicapai... adapun hakekatmu sendiri tersembunyi jauh dibalik perjodohan ini,
meninggi atasnya, jauh dari segala itu semua... engkau bukan lagi zat dan
perjodohan, tetapi engkau hanyalah roh dari Roh-Ku, tiada nisbat bagimu
melainkan pada-Ku".
"engkau tidak mengungkapkan hakikat ini, kecuali di kala terangkat daripadamu
tirai penutup dan engkau memandang-Ku, ketika itulah lenyap daripada dirimu
yang berjodohan, perjodohan yang bersifat serba duga (wahami), lalu engkau
menyadari atas hakikat dirimu dan engkau dapati dirimu yang sebenarnya yang
bukan zat dan bukan pula dari persoalan, tetapi hanya semurni-murninya roh;
yang sederhana (Basithah) sesuatu yang tidak terbagi, (Jauhar), tunggal,
meninggi, tiada nisbat melainkan kepada-Ku..., maka engkau tidak lagi
mengulangi mengatakan "Aku" tetapi mengatakan "Engkaulah Tuhanku"... dan
telah engkau ketahui, bahwa "Aku" adalah untuk-Ku semata, dan bahwa engkau
adalah hamba-Ku".
Seruan Allah kepada si Arif: "Hai hamba-Ku !" Jika engkau sudah tiba kepada
melihat-Ku, maka tiada lagi engkau... dan apabila engkau telah tiada, maka tiada
pula ada tuntutan, dan apabila tiada tuntutan hilanglah sebab, dan kalau sebab
telah lenyap tiada lagi nisbah, sampai disini sirnalah hijab".... (An Nafiri)
Ya Allah…, DERR…
Bahwa proses berimannya kita kepada Allah baru akan terjadi saat mana otak
kita sudah tidak ramai. Otak kita sudah tidak riuh rendah dengan berbagai
pertanyaan, berbagai teori, berbagai sengketa, berbagai rebutan, berbagai
tuduhan, berbagai pengakuan, berbagai goresan dan bayangan. Juga saat itu kita
sudah bisa KELUAR atau TERPISAH dari sergapan berbagai suara-suara
simpang siur didalam otak kita. Kita terpisah, tapi tidak meninggalkan pikiran-
pikiran itu. Pikiran-pikiran itu tetap ada, namun kita sudah tidak dibawah
pengaruh pikiran-pikiran itu lagi.
Kalau baru sampai ke keadaan ini, laa ilaha..., DIAM, semua orang bisa dan
nyaris sama kualitasnya. Ya..., tentu saja bisa sama. Karena yang membedakan
islam dengan sistem kepercayaan atau agama-agama yang lainnya adalah
sambungan dari kalimat tersebut, yaitu Illa Allah...!. Bahwa Kekosongan,
Kesenyapan, Keheningan, Diam, Keabadian, dan Kelanggengan itu DILIPUTI
oleh WUJUD, DILIPUTI oleh AF'AL, DILIPUTI oleh DZAT yang mengenalkan
Diri-Nya dengan nama ALLAH.
"Innani ana Allahu, laa ilaha illa ana, FA'BUDNI, wa aqimishshalata lizikrii…!.
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku (mengabdilah hanya pada-Ku), dan dirikanlah shalat untuk
34 | P a g e
mengingat Aku... (QS: Thaha 14).
Sebenarnya...,
Kalau sudah begini barulah kita diperbolehkan untuk menyebut nama Allah.
Barulah kita pantas untuk memanggil nama Allah.
Cobalah...
Ya Allah..., Ya Allah..., Ya Allah...
DERR..., DERR..., DERR...
Akan tetapi selama ini saat kita menyebut KA, arah kesadaran kita kan belum
tepat.
MU kita selama ini adalah PIKIRAN kita.
Makanya yang menuntun kita adalah PIKIRAN kita...
Makanya hasilnya KACAU BALAU..., KACAU SEKALI...
35 | P a g e
Padahal kita tinggal:
Laa ilaaha..., diam, hening, langgeng, senyap, abadi, kosong..., WUQUF...
Illaa Allah..., Ooo... Ada Allah ya...; Hhooohh... Ada Allah...
ADA ALLAH...
Ya, Ada Allah...!. Kalau tidak percaya mari kita buktikan...
Dalam artikel 15/19 sampai dengan artikel 18/19 ini masih tergolong pada OLAH
ILMU (olah pikiran dan olah emosi). Tapi disini sudah bukan hanya sekedar olah
ilmu semata, tapi sudah masuk kepada olah ilmu yang dibarengi dengan olah
aktifitas. Sedangkan di artikel 19/19 sebenarnya sangat berbeda. Prosesnya kita
lakukan dulu, lalu muncul keadaan atau suasananya, dan kemudian barulah kita
bercerita tentang suasana dan keadaan yang kita alami itu....
Kalau diceritakan seperti diatas mungkin terlihat agak sulit. Tapi dengan cara
yang sangat sederhana berikut ini bisa lebih mudah. Cobalah..., walau hanya
sejenak...
• Anda duduklah atau bisa juga berdiri dengan rileks. Tapi sebaiknya duduklah
dikursi ...
• Tutuplah mata anda sejenak agar pandangan anda tidak terhenti dibenda-
benda (nanti-nantinya mata itu anda sudah tidak perlu lagi ditutup).
36 | P a g e
seirama.
• Mungkin sesekali masih muncul rasa kagum anda terhadap keindahan tugu itu.
• Tapi lama kelamaan tidak ada rasa apa-apa lagi saat anda menyebut nama
monas itu.
• Sekarang mari kita sebut nama-nama yang sangat kita muliakan dalam hidup
kita.
• Misalnya panggillah Ibu...
• Dengan seketika pikiran anda akan terbang menuju sesosok wanita yang sangat
anda hormati.
• Bagi anda yang sudah lama tidak berjumpa dengan Beliau, ada muncul
sebentuk rasa rindu, rasa sayang, rasa hormat yang menggumpal didalam dada
anda.
• Untuk sesaat anda akan berada dalam suasana dimana ucapan anda, pikiran
atau rasa ingat anda, dan rasa anda berada dalam keadaan yang sangat sinkron.
Sebuah suasana dzikir yang tepat.
37 | P a g e
• Begitu juga ketika anda menyebut nama yang sangat anda agungkan dan
sangat-sangat anda muliakan. Yaitu Tuhan...
• Panggillah..., Tuhan..., Allah..., God...
• Lalu amatilah kemana arah pikiran dan arah kesadaran anda beranjak.
• Amati pulalah bagaimana rasa anda berubah saat menyebut nama Allah itu.
• Kalau saat menyebut Allah, Tuhan, God, itu kesadaran anda segera terhenti di
bentuk, gambar, patung Yesus, maka anda adalah seorang yang beragama
kristen. Walau ditambah dengan berbagai irama lagu yang sangat syahdu
sekalipun, kesadaran dan arah pikir anda tetap saja akan terhenti hanya sampai
di bentuk gambar atau patung Yesus tersebut. Dan rasanyapun akan ada. Saat itu
ucapan anda, arah pikiran anda, arah kesadaran anda, dan rasa anda sejalan dan
seirama terhadap segala atribut Yesus dan kekristenan lainnya yang telah anda
ketahui sebelumnya.
• Bentuk ucapan, arah pikiran, arah kesadaran, dan rasa ini pulalah yang akan
membedakan apakah anda itu seorang beragama Hindu, Budha, Konghucu, atau
bentuk-bentuk aliran kepercayaan lainnya.
• Kalau kita umat islam saat menyebut nama Allah, kesadaran dan arah
pikirannya juga terhenti pada Huruf Arab ALLAH, maka hakekatnya saat itu
dzikir kita juga hanya berhenti sampai di Huruf Arab tersebut. Diolah
bagaimanapun emosi dan pikiran kita, maka kita hanya akan tetap terhenti di
Huruf Allah dalam bahasa arab tersebut.
• Sekarang mari kita lanjutkan eksplorasi kesadaran dan arah pikiran kita...
• Peganglah dada anda dengan kedua telapak tangan, dan rasakan bahwa
kesadaran anda saat itu otomatis beralih kedada. Secara mengejutkan seketika
itu anda buat sejenak sudah keluar dari ruang otak anda. Anda sudah keluar dari
ruang pikiran anda yang sebelumnya begitu liar. Ini namanya anda baru saja
masuk keruangan dimana anda tanpa perlu berfikir lagi. Anda duduk diwilayah
dimana anda siap untuk merasakan.
• Kesadaran anda sekarang berada didalam dada anda.
38 | P a g e
alam rasa. Bukan alam fikiran lagi.
• Ya..., anda hanya dan hanya menjadi seorang pengamat. IQRAA...
• Iqraa..., amati dan rasakanlah...
• Sekarang amati dan rasakanlah pikiran dan tahu anda dengan seksama...
• Pikiran dan tahu anda tentang apapun juga seperti "ada" yang meletakkannya
kedalam otak anda.
• Pikiran dan tahu itu seperti "ada" yang menempelkannya kedalam otak anda.
• Sehingga anda merasa bisa berfikir.
• Sehingga anda merasa tahu...
40 | P a g e
• Amati dan rasakanlah "ada" itu untuk beberapa saat...
• Tahap selanjutnya cobalah amati dan rasakan RASA INGIN yang ada didalam
dada anda.
• Anda sebenarnya tidak bisa membuat rasa ingin.
• Rasa ingin itu sesungguhnya hanya seperti diletakkan didalam dada anda.
• "Ada" yang meletakkan rasa ingin itu didalam dada anda.
• Sehingga tiba-tiba anda seperti ingin akan sesuatu.
• Lalu anda seperti "ada" yang maksa agar anda segera memenuhi rasa ingin itu.
Sampai disini, semua orang sebenarnya masih sama. Yaitu menjadi seorang
41 | P a g e
pengamat dan perasa atas diri anda, atas nafas anda, atas rasa anda, atas pikiran
anda, dan atas tahu anda. Bahkan anda sudah bisa pula mengamati seperti "ada"
yang menarok, mengalirkan, menempelkan, menggerakkan semua itu melewati
anda. Ya...., "ADA". Siapa saja yang mau melakukan pengamatan seperti ini,
maka kualitas kesadarannya akan sama tingkatan kesadarannya.
Untuk mencapai keadaan seperti ini sebenarnya masih banyak cara yang lain.
Misalnya didalam dunia sufi, dzikir sambil berputar-putar akan membuat kita
merasakan jiwa kita seperti melambung tinggi keangkasa lepas. Dzikir seperti ini
terkenal sebagai dzikir "Jalaludin Rummi". Pada awalnya kita bisa terjatuh dan
berguling-guling, tapi saat otak kita sudah bisa menerima keadaan tubuh yang
berputar-putar itu, maka pergerakan kita akan seirama dengan musik yang
mengiringi kita saat menari berputar-putar itu. Ada sensasi dimana kita sudah
tidak terpengaruh lagi oleh perputaran tubuh kita yang bergerak seperti gasing
itu. Ditahun 2001 kami bersama-sama beberapa teman patrapis juga pernah
merasakannya. Kami melakukannya di taman pramuka Cibubur. Tapi hanya
beberapa kali saja. Setelah tahu dan mengalaminya ya sudah...
Atau ada cara lain yang sangat kasar untuk masuk kedalam keadaan ini, yaitu
melalui alam PENDERITAAN dan KEPEDIHAN. Dipuncak penderitaan dan
kepedihan anda, saat anda tidak bisa apa-apa lagi, saat anda tidak punya tempat
bergantung lagi, saat anda sudah tidak ada harapan lagi, saat itu akan ada yang
sadar dan hidup. Ada kesadaran anda yang murni muncul. Diri anda yang hakiki
akan mengeliat. Hal ini persis seperti yang dialami oleh FIR'AUN ketika dia mau
tenggelam. Akhirnya Dia berkata: "Aku percaya kepada Tuhannya Musa dan
Harun...". Tapi kan sayang sekali kalau kita ikut contoh FIR'AUN ini. Karena
ternyata ada cara lain yang lebih sederhana dan mencengangkan. Cara yang
bukan melalui alam penderitaan dan kepedihan.
Hasil sementara yang sangat menakjubkan dari proses IQRAA ini adalah bahwa
sekarang anda menjadi seperti terpisah dengan diri anda. Anda terpisah dengan
nafas anda. Anda terlepas dengan rasa anda. Anda terputus dengan pikiran anda
dan dengan tahu anda. Anda semata-mata hanyalah seorang pengamat dan
perasa atas semua itu. Anda berada diatas kesemuanya itu. Anda bahkan mulai
bisa pula menyadari akan "ADA" yang sedang beraktifitas pada pikiran, tahu,
rasa, dan nafas anda. Anda berada dalam Posisi Bashirah... yang merupakan
realitas keadaan dari surat Al Qiyamah ayat 14
42 | P a g e
Balil insanu `ala nafsihi Bashirah..., bahkan pada manusia itu, diatas dirinya ada
yang tahu (bashirah). (al Qiyamah 14).
Dengan anda ketahui dua pokok utama kesadaran seperti diatas, bahwa anda
tahu siapa diri anda yang sejati, dan anda tahu pula alamat pengembalian atas
segala atribut yang ada miliki, serta anda paham tempat bergantung dan
mengikatkan diri anda selama hidup anda, maka selanjutnya anda akan tahu apa
tugas-tugas dan misi anda sehingga anda diturunkan kemuka bumi ini. Anda
akan tahu kenapa anda harus ada dimuka bumi ini.
Boleh jadi dengan berbagai sebab seperti yang telah diterangkan diatas, anda
telah berhasil menyadari diri anda sebagai sang BASHIRAH. Namun beda anda
satu dengan yang lainnya adalah, apakah setelah anda menyadari bahwa anda
sejatinya adalah Bashirah, sang pengamat dan sang perasa, anda kemudian
kembali menjadi seorang yang tercover (KAFIR), atheis, atau kristen, budha,
hindu, atau apakah anda kemudian berhasil bermetamorfosis sempurna menjadi
seorang mukmin yang tidak hanya patuh kepada hukum-hukum Allah tetapi juga
yang beriman dan berihsan.
Untuk memahami "posisi" diri anda saat ini, amatilah dan rasakanlah langkah
langkah-langkah berikut ini:
• Saat anda kembali mengaku bahwa "ada" itu adalah diri anda sendiri, maka
jadilah anda kembali menjadi seorang yang tercover (kafir) dari "ada" yang
hakiki. Maka anda akan mengakui bahwa semua itu adalah milik anda.
43 | P a g e
Yang gembira adalah anda.
Yang susah adalah anda.
Yang senang adalah anda.
Yang sukacita adalah anda.
Yang dukacita adalah anda.
Semua itu tadi anda akui sebagai milik anda.
Lalu akhirnya anda akan mengaku bahwa rasa itu adalah anda sendiri.
Sehingga anda tidak akan pernah sadar bahwa anda telah menjadi orang yang
selalu dipermainkan oleh rasa-rasa itu sepanjang masa. Karena memang anda
telah menjadi rasa itu sendiri. Inilah bentuk siksa neraka atau nikmat syurga
yang ada di dunia saat ini. Anda akan merasa ikut terbolak-balik dibuai oleh rasa
itu.
Saat tercover...
Anda juga akan mengaku bahwa yang berfikir dan tahu itu adalah anda sendiri.
Dan anda akan berubah jadi pikiran dan tahu anda itu.
Anda akan mengaku bahwa yang hebat dan yang tahu adalah anda.
Yang cerdas dan yang tahu adalah anda.
Yang ahli dan yang tahu itu adalah anda.
Yang ingin adalah anda.
Yang ingat adalah anda.
Sehingga andapun akan merasa bahwa anda adalah pikiran dan tahu anda itu
sendiri.
Anda akan merasa bahwa anda adalah rasa ingin dan rasa ingat anda itu sendiri.
Anda akan menjadi orang yang merasa sangat hebat.
Anda merasa sangat hebat, tapi hanya sebatas sehebat pikiran dan tahu anda itu
saja.
Diwilayah pengakuan ini sangat ramai sekali dengan berbagai pikiran dan
persepsi.
Karena setiap orang akan bisa mengaku bahwa dia hebat dan tahu.
Setiap orang akan bisa mengaku lebih hebat dan lebih tahu dari yang lain.
Setiap orang akan bisa mengaku bahwa dialah yang paling hebat dan yang paling
tahu.
Ramai sekali..., riuh rendah sekali...,
Dan tentu saja melelahkan.
• Inilah keadaan yang terjadi saat anda mengakui "ada" itu adalah anda, yang
sebenarnya bukan hak anda untuk mengakuinya.
44 | P a g e
• Selanjutnya, boleh jadi anda sudah tidak tercover lagi dengan diri anda seperti
diatas. Anda sudah bisa terlepas atau copot dari alam rasa dan alam pikiran anda
sendiri. Itu terjadi baik melalui PERUBAHAN KESADARAN yang DISENGAJA
(dengan berserah diri) atau melalui PERUBAHAN KESADARAN karena dipaksa
oleh sebuah PENDERITAAN dan KEPEDIHAN PEKAT yang menjambangi anda
(hal ini akan dibahas dibagian terpisah).
Namun..., masalah utama yang muncul adalah saat anda hendak mengembalikan
dan menghentikan kesadaran itu kesuatu alamat yang anda sangat hormati.
Anda ingin menghentikan dan mengembalikan kesadaran tentang rasa, pikiran,
tahu, ingin, dan tahu itu kepada sesuatu yang sangat anda agungkan, pada arah
dan alamat tertentu. Bahwa anda akhirnya sadar bahwa ternyata nafas dan rasa
itu "ada" yang meletakkannya didada anda. Bahwa fikiran dan tahu itu "ada"
yang menaroknya diotak anda. Lalu "Ada" itu siapa dan dimana...?
• Kalau anda kembali berhenti dikesadaran bahwa semua itu hanyalah peristiwa
alamiah biasa saja, maka anda akan menjadi orang yang atheis. Anda tidak akan
pernah mampu untuk masuk kewilayah agama-agama yang ada. Sehingga anda
tidak akan pernah mau melakukan ritual-ritual sesuai dengan ritual salah satu
agama-agama yang ada saat ini.
• Saat anda kembali berhenti dikesadaran bahwa semua itu adalah karena "ada"
Tuhan... Bahwa "ada" itu adalah Tuhan. Bahwa "ada" itu adalah Allah, maka
anda telah masuk kewilayah agama-agama yang ada didunia ini. Semua orang
beragama pastilah mengenal istilah Tuhan, Allah, God, atau istilah-istilah lainnya
yang melambangkan sesuatu yang sangat diagungkan dan dihormati oleh para
penganut agama tertentu. Sampai disini, semua agama masih bisa disebut sama
saja sebenarnya. Bahwa para penganutnya mengakui bahwa "ada" Wujud yang
mendominasi diri mereka disetiap saat.
Kalau anda berhenti disini saja, maka anda akan menjadi seorang PLURALIS
tulen dalam urusan iman anda. Bahwa anda akan menyamaratakan iman semua
45 | P a g e
agama dan kepercayaan yang ada diseantoro dunia ini. Anda akan berfikiran
bahwa semua agama adalah sama baik dan sama benarnya belaka. Anda hanya
akan menyimpulkan bahwa semua agama akan mengajak penganutnya kepada
perbuatan baik. Mengajak para penganutnya kepada kebaikan buat sesama dan
kepada alam semesta. Hanya cara dan ibadahnya saja yang berbeda-beda. Tapi
tujuannya sama saja, yaitu ingin beribadah kepada Tuhan. Pluralis sekali anda
dalam masalah iman dan ibadah. Apalagi saat anda menyebut nama Tuhan,
menyebut nama Allah itu, anda hanya merasa biasa-biasa saja. Anda akan
semakin tidak bisa membedakan hakikat agama-agama yang ada didunia ini.
Anda akan menjadi seorang yang berfikiran pluralisme tulen dibidang iman dan
ibadah agama-agama...
Bagi anda yang tidak ingin berhenti dikesadaran pluralisme dalam hal iman dan
ibadah ini, mari lanjutkan perjalanan anda. Saya sarankan anda jangan berhenti
dulu disini. Teruslah berjalan buat sejenak, karena anda hampir menemukan
jawaban yang anda cari-cari selama ini.
Menjelang Penentuan...
Kalau jawabannya:
• Bahwa saat itu kesadaran anda bergerak dan kemudian kembali terhenti ke
gambar atau patung Yesus dengan berbagai ekspresi wajah, atau ke rosario, atau
46 | P a g e
ke salib, atau ke patung bunda maria, dan atribut-atribut kekristenan lainnya,
maka anda akanmenjadi seorang yang beragama Kristen. Betapapun teguh dan
kerasnya anda mengucapkan kata Allah atau Tuhan itu, maka KESADARAN anda
akan tetap TERHENTI disemua gambar, patung, dan benda-benda itu. Semua
pencapaian kesadaran, iman, pikiran, rasa, dan ritual anda akan tetap terhenti
kembali di keatributan YESUS. Dzikir anda hanya terhenti sampai di gambar
Yesus. Anda pasti akan mengatakan bahwa hanya agama kristen lah yang terbaik
dan terbenar.
• Kalau saat itu kesadaran anda bergerak dan kemudian terhenti di patung-
patung atau gambar-gambar makhluk dengan berbagai wajah yang menakutkan,
maka boleh jadi saat itu anda sedang menjadi seorang beragama Hindu. Anda
akan berpikiran bahwa hanya agama Hindu lah yang terbaik dan terbenar.
• Begitu juga kalau saat itu kesadaran anda kemudian berhenti dipatung Budha,
maka saat itu anda sebenarnya adalah menjadi penganut agama Budha. Anda
akan menyatakan bahwa agama Budha lah yang terbaik dan terbenar.
• Bahkan bagi umat islam, huruf Allah dalam bahasa arab atau Ka'bah sekalipun
bisa menjadi penghalang dzikir kita kepada Dzat-Nya, Sang Pemilik Nama, Sang
Pemilik Ka'bah. Kalau pikiran, kesadaran, dan pandangan kita terhenti dihuruf
Allah atau bentuk Ka'bah itu, dampaknya akan sama saja.
• Semua keadaan tadi sebenarnya serupa dan sebangun. Bahwa saat itu pikiran
anda, kesadaran anda, tahu anda, dan rasa anda, anda kembalikan, anda tautkan
kepada sesuatu yang punya bentuk dan rupa. Walau dalam pengakuan anda,
seringkali anda menyangkalnya, bahwa anda bukan menyembah benda-benda
itu, namun pada hakekatnya anda tidak dapat berkilah sedikitpun bahwa pada
hakekatnya pikiran, kesadaran, rasa, dan tahu anda berhenti dan berlabuh di
benda-benda itu dalam setiap aktifitas anda. Dzikir anda utuh kepada bentuk-
bentuk dan rupa-rupa itu. Dan disitu pulalah semua kebaikan dan kebenaran
anda berlabuh.
47 | P a g e
Akibatnya anda akan dibuat sibuk untuk bercerita, untuk membahas, untuk
berpolemik, untuk saling rebutan, untuk saling membantah, saling menghujat,
saling meyakinkan tentang bentuk-bentuk dan rupa-rupa itu. Ramai sekali...,
karena memang saat itu anda sedang berada diwilayah keramaian dan wilayah
keriuhrendahan...
Akhir Perjalanan...
• Sekarang cobalah anda amati kembali nafas anda untuk beberapa kali tarikan
nafas.
• Sampai kemudian anda kembali menyadari bahwa:
• "ADA" yang menggerakkan nafas itu keluar dan masuk paru-paru anda.
• Anda sebenarnya hanya diam...
• Anda tidak bisa membuat nafas.
• Panggillah... ya Allaaaaaaaaah...
• Lembut sekali...
• Ya Allaaaaaaaah..., Ya Allaaaaaaah..., Ya Allaaaaaah...!.
• Lembut sekali...
• Panggillah nama Allah seperti itu untuk beberapa kali dengan sungguh-
sungguh.
• Pasti anda sedang mengalami suasana direspon dan dijawab oleh Allah...
• Jangan takut...
49 | P a g e
• Hantarkan dengan niat anda bahwa "ADA" itu adalah milik Allah.
• Sampaikanlah:
• Semua ini adalah milik-Mu ya Allah...
• "ADA" ini adalah milik-Mu...
• Panggillah... ya Allaaaaaaaaah...
• Ya Allaaaaaaaah..., Ya Allaaaaaaah..., Ya Allaaaaaah...!.
• Ya Allaaaah, ya Rahmaan...., Ya Allaaaaaah..., Ya Rahmaaaan...
• Ikuti saja apa yang anda dapatkan saat itu, jangan anda lawan sedikitpun.
• Tetaplah panggil Ya Allaaaahhh, ya Rahmaan...., Ya Allaaaaaah..., Ya
Rahmaaaan...
• Ikuti saja apa yang anda dapatkan saat itu, jangan anda lawan sedikitpun.
• Ikuti saja...
• Ikuti...
• Karena anda akan bertemu dengan suasana demi suasana...
• Anda akan masuk kedalam keadaan demi keadaan...
•-
•-
Pada saatnya..., dengan sangat pasti kesadaran anda hanya akan tertuju kepada
Allah...
Kesadaran anda akan ditarik..., DERR
Kesadaran anda akan dituntun..., DERR
Tidak ada rupa dan bentuk lagi yang akan menghentikan gerak kesadaran anda..
Tidak ada kata dan aksara lagi yang akan menghalangi gerak kesadaran anda...
Tidak ada nada dan irama lagi yang akan menghentikan gerak kesadaran anda...
50 | P a g e
Maka kesadaran anda jadi utuh tanpa halangan...
Pikiran anda akan diam tak bergeming...
Karena memang anda sudah tidak punya siapa-siapa lagi, kecuali hanya Allah...
Anda tidak akan mau lagi menghentikan pikiran dan kesadaran anda dibenda-
benda...
Saat menyebut nama Allah..., pikiran anda, kesadaran anda, tahu anda, rasa
anda, ingin anda akan bermuara kepada Allah..., dzikir anda adalah kepada
Allah...
Maka anda akan dipahamkan tentang sesuatu yang sudah ratusan tahun
DILUPAKAN oleh umat manusia:
Sehingga:
DERR..., Dzikir anda menjadi dzikir yang hidup.
DERR..., Dzikir anda menjadi dzikir yang utuh.
DERR..., Shalat anda menjadi shalat yang utuh.
51 | P a g e
DERR..., Anda akan diberi RASA INGIN oleh Allah,
Sebagai tanda bahwa DIA mengizinkanmu untuk mewakili-Nya...
Bahwa DIA mempersilahkanmu untuk beraktifitas dalam hidupmu...
Namun...
Kadangkala daya itu juga mengantarkan anda menuju kesulitan hidup...
Kadang daya itu juga menumpangkan anda menuju penderitaan hidup...
Kadangkala daya itu juga mengapungkan anda menuju kesusahan hidup...
Akan tetapi....
Anda seperti terpisah dengan kesulitan, penderitaan, dan kesusahan itu.
Kesulitan, penderitaan, dam kesusahan itu tetap terjadi pada diri anda...
Anda seperti disiapkan untuk bisa menghadapi kesemuanya itu.
Anda dibuat siap...
Dalam kesulitan itu anehnya tidak ada kedukacitaan...
Dalam penderitaan itu anehnya tidak ada kepedihan...
Dalam kesusahan itu anehnya tidak ada keperihan...
Yang ada tetaplah kesukacitaan..., dan tentu saja RIDHA, IKHLAS...
Suasana tanpa protes dan tanpa penolakan...
52 | P a g e
DERR..., DERR..., DERR...
Sehingga..., dari waktu ke waktu tiada lain yang bisa anda lakukan....
Dengan mengucap "Bismillahirrahmanirrahim", Atas nama Allah, mewakili
Allah, bersama Allah..., Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang:
DERR..., Anda akan mengasihi dan menyayangi sebagai seorang hamba Allah.
DERR..., Anda akan memarahi dan menghukumi sebagai seorang hamba Allah.
53 | P a g e
Karena memang anda adalah Milik-Nya.
Karena anda telah menjadi orang yang sudah percaya utuh kepada Allah...
Anda telah menjadi Mukminin...
Secara otomatis anda juga akan banyak bercerita tentang Nabi Muhammad
SAW...
Karena ilmu yang anda dapatkan saat ini adalah Warisan Beliau, dan warisan
Nabi Ibrahim...
54 | P a g e
Kama shallai ta`ala Ibrahim wa `ala ali Ibrahim...
Wa barik `ala Muhammad wa `ala ali Muhammad...
Kama barak ta `ala Ibrahim wa `ala ali Ibrahim...
Fil `alamina innaka hamiidum majiid...
Assalamu `alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh...
Ah..., masih adakah realitas Iman yang lebih indah dan lebih mesra dari ini...?
Entahlah..., saya sungguh tidak tahu...
Ternyata BERIMAN atau TIDAK BERIMAN kepada Allah itu sebenarnya sama
mudahnya...
Mau pilih yang mana...?
Wallahu a'lam...
Wassalam
Deka
55 | P a g e