Anda di halaman 1dari 10

Benda hitam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa

Dalam fisika, benda hitam (bahasa Inggris black body) adalah obyek yang menyerap seluruh
radiasi elektromagnetik yang jatuh kepadanya. Tidak ada radiasi yang dapat keluar atau
dipantulkannya. Namun demikian, dalam fisika klasik, secara teori benda hitam haruslah juga
memancarkan seluruh panjang gelombang energi yang mungkin, karena hanya dari sinilah energi
benda itu dapat diukur.

Meskipun namanya benda hitam, dia tidaklah harus benar-benar hitam karena dia juga
memancarkan energi. Jumlah dan jenis radiasi elektromagnetik yang dipancarkannya bergantung
pada suhu benda hitam tersebut. Benda hitam dengan suhu di bawah sekitar 700 Kelvin hampir
semua energinya dipancarkan dalam bentuk gelombang inframerah, sangat sedikit dalam panjang
gelombang tampak. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak energi yang dipancarkan dalam
panjang gelombang tampak dimulai dari merah, jingga, kuning dan putih.

Istilah "benda hitam" pertama kali diperkenalkan oleh Gustav Robert Kirchhoff pada tahun 1862.
Cahaya yang dipancarkan oleh benda hitam disebut radiasi benda hitam

[sunting] Penjelasan

Ketika temperatur berkurang, puncak dari kurva radiasi benda hitam bergerak ke intensitas yang
lebih rendah dan panjang gelombang yang lebih panjang. Grafik radiasi benda hitam ini
dibandingkan dengan model klasik dari Rayleigh dan Jeans.
Dalam laboratorium, benda yang paling mendekati radiasi benda hitam adalah radiasi dari
sebuah lubang kecil pada sebuah rongga. Cahaya apa pun yang memasuki lubang ini akan
dipantulkan dan energinya diserap oleh dinding-dinding rongga berulang kali, tanpa
mempedulikan bahan dinding dan panjang gelombang radiasi yang masuk (selama panjang
gelombang tersebut lebih kecil dibandingkan dengan diameter lubang). Lubang ini (bukan
rongganya) adalah pendekatan dari sebuah benda hitam. Jika rongga dipanaskan, spektrum yang
dipancarkan lubang akan merupakan spektrum kontinu dan tidak bergantung pada bahan
pembuat rongga. Pancaran radiasinya mengikuti suatu kurva umum (lihat gambar). Berdasarkan
hukum radiasi termal dari Kirchhoff kurva ini hanya bergantung pada suhu dinding rongga, dan
setiap benda hitam akan mengikuti kurva ini.

Spektrum yang teramati tidak dapat dijelaskan dengan teori elektromagnetik klasik dan
mekanika statistik. Teori ini meramalkan intensitasi yang tinggi pada panjang gelombang rendah
(yaitu, frekuensi tinggi); suatu ramalan yang dikenal sebagai bencana ultraungu.

Masalah teoretis ini dipecahkan oleh Max Planck, yang menganggap bahwa radiasi
elektromagnetik dapat merambat hanya dalam paket-paket, atau kuanta .Gagasan ini belakangan
digunakan oleh Einstein untuk menjelaskan efek fotolistrik. Perkembangan teoretis ini akhirnya
menyebabkan digantikannya teori elektromagnetik klasik dengan mekanika kuantum. Saat ini,
paket-paket tersebut disebut foton.

Insulasi termal
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Artikel ini tidak memiliki referensi sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa diverifikasi.
Bantulah memperbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak.
Artikel yang tidak dapat diverifikasikan dapat dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus.

Insulasi termal adalah material yang berguna untuk mengurangi laju perpindahan panas, atau
metode atau proses untuk mengurangi laju perpindahan panas. Panas bisa dipindahkan dengan
cara konduksi, konveksi, dan radiasi atau ketika terjadi perubahan wujud. Mengenai insulasi
termal, hanya dibicarakan perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Aliran
panas dapat dikendalikan dengan proses ini, tergantung pada sifat material yang dipergunakan.
Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Jenis aliran panas


o 1.1 Radiasi termal dan pelindung radiasi
o 1.2 Konduksi termal dan pelindung konduktif
o 1.3 Konveksi termal dan pelindung konvektif
 2 Aplikasi
o 2.1 Pakaian
o 2.2 Bangunan
o 2.3 Perjalanan luar angkasa
 3 Pranala luar

[sunting] Jenis aliran panas


[sunting] Radiasi termal dan pelindung radiasi

Radiasi termal terdiri dari seluruh jenis panjang gelombang cahaya, tetapi sebgian besar energi
yang diradiasikan pada temperatur ruangan berbentuk gelombang inframerah. Radiasi tidak
membutuhkan medium untuk mengalirkan kalor karena panas diradiasikan dalam bentuk
gelombang elektromagnetik. Besarnya energi yang diradiasikan berbanding lurus dengan luas
permukaan dan emisivitas. Setiap objek bertemperatur di atas nol mutlak pasti meradiasikan
energi.
Pelindung radiasi menunjuk pada sifat emisivitas dan penyerapan yang rendah, dan reflektivitas
yang tinggi. Pada jenis benda tersebut, energi yang diserap jauh lebih kecil dari pada energi yang
dipantulkan. Logam yang disemir dengan sangat baik memiliki sifat pelindung radiasi yang baik.
Kebalikannya, benda gelap akan memiliki emisivitas dan penyerapan yang tinggi, serta
reflektivitas yang rendah. Pada material jenis ini, energi yang diserap akan lebih tinggi dari pada
yang dipantulkan (lihat benda hitam).

[sunting] Konduksi termal dan pelindung konduktif

Konduksi termal terjadi jika panas mengalir melalui medium dan tidak disertai perpindahan
molekul penyusun material tersebut. Laju kalor yang mengalir berbanding lurus dengan
ketebalan, perbedaan temperatur, dan konduktivitas termal.
Sebagian besar gas, termasuk udara, adalah konduktor yang buruk, insulator yang baik.
Pelindung konduktif pada umumnya adalah lapisan material yang mampu menahan laju transfer
panas. Sebagai contoh, styrofoam yang memiliki banyak rongga yang diisi udara.

[sunting] Konveksi termal dan pelindung konvektif

Konveksi termal terjadi ketika panas mengalir melalui medium dan disertai perpindahan molekul
penyusun material tersebut. Perpindahan molekul tersebut terjadi karena perbedan massa jenis
akibat pemuaian akibat panas sehingga terjadi suatu aliran. Konveksi bisa diredam dengan cara
membagi medium konvektif menjadi beberapa bagian untuk mencegah terbentuknya aliran.

[sunting] Aplikasi
[sunting] Pakaian

Pakaian dipergunakan untuk mempertahankan temperatur tubuh manusia.


Untuk memungkinkan dipergunakannya pakaian di lingkungan yang panas, bahan pakaian harus
memungkinkan bagi keringat untuk menguap. Antisipasi yang baik ketika cuaca panas adalah
dengan menyediakan aliran udara dalam pakaian sehingga udara dapat masuk dan pendinginan
oleh keringat dapat terjadi. Keringat menguap karena menyerap panas tubuh, sehingga jika uap
jenuh di dalam pakaian, tubuh akan semakin panas. Untuk melawan dingin, mengaplikasikan
beberapa lapis pakaian mungkin berguna untuk mempertahankan panas tubuh. Dalam cuaca yang
dingin, panas tubuh dapat menghilang dari pakaian karena angin, perbedaan temperatur, dan
radiasi. Hal ini juga berlaku untuk aksesoris pakaian lainnya (sepatu, topi, dan sebagainya).

[sunting] Bangunan

Mempertahankan temperatur bangunan pada tingkat kenyamanan umumnya menggunakan


banyak energi karena konsumsi energi dipakai untuk pendinginan atau pemanasan ruangan.
Ketika bangunan diinsulasi dengan baik, manfaat yang dapat diambil diantaranya:

 Lebih efisien dalam penggunaan energi.


 Menyediakan temperatur yang cenderung seragam di dalam ruang. Perbedaan temperatur
secara horisontal maupun vertikal sangat kecil , menciptakan lingkungan yang nyaman untuk
ditinggali meski temperatur udara di luar sedang dalam keadaan panas ataupun dingin.
 Tidak seperti alat pemanas atau pendingin, insulasi cenderung permanen dan hampir tidak
membutuhkan perawatan, penyimpanan ataupun pengaturan.

Beberapa jenis insulasi termal juga menyerap kebisingan dan getaran yang datang dari dalam dan
luar ruangan sehingga menciptakan kenyamanan dalam bertempat tinggal. Insulasi pipa juga
bermanfaat dalam bangunan untuk pipa yang menyalurkan fluida panas ataupun dingin.

[sunting] Perjalanan luar angkasa

Wahana antariksa memiliki banyak kebutuhan insulasi. Insulasi yang dibutuhkan harus ringan,
karena penambahan massa berarti penambahan biaya peluncuran. Di luar angkasa tidak ada
atmosfer yang melindungi dari sinar matahari sehingga setiap objek akan dipanaskan oleh
matahari dalam sekejap. Di luar angkasa, panas tidak bisa dikonveksikan ataupun dikonduksikan
ke objek lain. Insulasi berlapis, lempengan emas, umumnya menutupi satelit dan kendaraan luar
angkasa, yang berguna untuk mengontrol radiasi termal. Peluncuran dan kembalinya wahana
antariksa ke bumi mengakibatkan tekanan pada wahana antariksa, sehingga ketahanan insulator
sangat dibutuhkan (lihat kasus Pesawat Ulang Alik Columbia). Proses kembalinya wahana
antariksa ke bumi menghasilkan panas yang tinggi ketika menyentuh atmosfer sehingga
membutuhkan insulator dengan sifat termal yang sangat baik, seperti karbon komposit di bagian
hidung dan lapisan silika pada badan pesawat ulang alik.

Mengapa Einstein Mendapat Nobel Dari Efek Fotolistrik?


T. Mart (Fisika UI)

Einstein termashur dengan teori relativitasnya. Hampir semua orang kenal formula E = mc2, namun
sedikit saja yang mengetahui apa itu efek fotolistrik yang mengantarkan Einstein sebagai ilmuwan
penerima hadiah Nobel. Pada tahun 1921 panitia hadiah Nobel menuliskan bahwa Einstein dianugrahi
penghargaan tertinggi di bidang sains tersebut atas “jasanya di bidang fisika teori terutama untuk
penemuan hukum efek fotolistrik”. Sangat mengherankan mengapa ia tidak menerima Nobel dari teori
relativitas yang berdampak filosofis tinggi tersebut. Mungkinkah hanya panitia hadiah Nobel yang tahu,
atau ada alasan pragmatis di balik itu?

Efek fotolistrik merupakan proses perubahan sifat-sifat konduksi listrik di dalam material karena pengaruh
cahaya atau gelombang elektromagnetik lain. Efek ini mengakibatkan terciptanya pasangan elektron dan
hole di dalam semikonduktor, atau pancaran elektron bebas dan ion yang tertinggal di dalam metal.
Fenomena pertama dikenal sebagai efek fotolistrik internal, sedangkan fenomena kedua disebut efek
fotolistrik eksternal.

Einstein menyelesaikan paper yang menjelaskan efek ini pada tanggal 17 Maret 1905 dan
mengirimkannya ke jurnal Annalen der Physik, persis 3 hari setelah ulang tahunnya yang ke 26. Di dalam
paper tersebut Einstein untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah kuantum (paket) cahaya. Pada
pendahuluan paper ia berargumentasi bahwa proses-proses seperti radiasi benda hitam, fotoluminesens,
dan produksi sinar katode, hanya dapat dijelaskan jika energi cahaya tersebut tidak terdistribusi secara
kontinyu.

Pada kenyataanya, inilah ikhwal lahirnya fisika modern yang menampik asumsi teori-teori mapan saat itu.
Salah satunya adalah teori Maxwell yang berhasil memadukan fenomena kelistrikan dan kemagnetan
dalam satu formula serta menyimpulkan bahwa cahaya merupakan salah satu wujud gelombang
elektromagnetik. Jelas dibutuhkan waktu cukup lama untuk meyakinkan komunitas fisika jika cahaya
memiliki sifat granular. Nyatanya dibutuhkan hampir 11 tahun hingga seorang Robert Millikan berhasil
membuktikan hipotesis Einstein. Tidak tanggung-tanggung juga, Millikan menghabiskan waktu 10 tahun
untuk pembuktian tersebut. Pada saat itu Einstein mempublikasikan paper lain berjudul “Teori Kuantum
Cahaya”. Di dalam paper ini ia menjelaskan proses emisi dan absorpsi paket cahaya dalam molekul,
serta menghitung peluang emisi spontan dan emisi yang diinduksi yang selanjutnya dikenal sebagai
koefisien Einstein A dan B. Kedua koefisien ini bermanfaat dalam menjelaskan secara teoretis penemuan
laser di kemudian hari. Tujuh tahun kemudian Arthur Compton berhasil membuat eksperimen yang
membuktikan sifat kuantum cahaya tersebut dengan bantuan teori relativitas khusus.

Ide Einstein memicu Louis de Broglie menelurkan konsep gelombang materi. Konsep ini menyatakan
benda yang bergerak dapat dianggap sebagai suatu gelombang dengan panjang gelombang berbanding
terbalik terhadap momentumnya. Sederhananya, ide de Broglie ini merupakan kebalikan dari ide Einstein.
Kedua ide ini selanjutnya membantu melahirkan mekanika kuantum melalui persamaan Schroedinger
yang menandai berakhirnya masa fisika klasik.

Aplikasi Efek Fotolistrik


Sangat mengherankan jika kita mendengar bahwa aplikasi pertama efek fotolistrik berada dalam dunia
hiburan. Dengan bantuan peralatan elektronika saat itu suara dubbing film direkam dalam bentuk sinyal
optik di sepanjang pinggiran keping film. Pada saat film diputar, sinyal ini dibaca kembali melalui proses
efek fotolistrik dan sinyal listriknya diperkuat dengan menggunakan amplifier tabung sehingga
menghasilkan film bersuara.

Aplikasi paling populer di kalangan akademis adalah tabung foto-pengganda (photomultiplier tube).
Dengan menggunakan tabung ini hampir semua spektrum radiasi elektromagnetik dapat diamati. Tabung
ini memiliki efisiensi yang sangat tinggi, bahkan ia sanggup mendeteksi foton tunggal sekalipun. Dengan
menggunakan tabung ini, kelompok peneliti Superkamiokande di Jepang berhasil menyelidiki massa
neutrino yang akhirnya dianugrahi hadiah Nobel pada tahun 2002. Di samping itu efek fotolistrik eksternal
juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan spektroskopi melalui peralatan yang bernama photoelectron
spectroscopy atau PES.

Efek fotolistrik internal memiliki aplikasi yang lebih menyentuh masyarakat. Ambil contoh foto-diode atau
foto-transistor yang bermanfaat sebagai sensor cahaya berkecepatan tinggi. Bahkan, dalam komunikasi
serat optik transmisi sebesar 40 Gigabit perdetik yang setara dengan pulsa cahaya sepanjang 10
pikodetik (10-11 detik) masih dapat dibaca oleh sebuah foto-diode.

Sel surya yang sangat kita kenal manfaatnya dapat mengubah energi matahari menjadi energi listrik
melalui efek fotolistrik internal. Sebuah semikonduktor yang disinari dengan cahaya tampak akan
memisahkan elektron dan hole. Kelebihan elektron di satu sisi yang disertai dengan kelebihan hole di sisi
lain akan menimbulkan beda potensial yang jika dialirkan menuju beban akan menghasilkan arus listrik.

Akhir-akhir ini kita dibanjiri oleh produk-produk elektronik yang dilengkapi dengan kamera CCD (charge
coupled device). Sebut saja kamera pada ponsel, kamera digital dengan resolusi hingga 12 Megapiksel,
atau pemindai kode-batang (barcode) yang dipakai diseluruh supermarket, kesemuanya memanfaatkan
efek fotolistrik internal dalam mengubah citra yang dikehendaki menjadi data-data elektronik yang
selanjutnya dapat diproses oleh komputer.

Jadi, tanpa kita sadari kita telah memanfaatkan efek fotolistrik baik internal mau pun eksternal dalam
kehidupan sehari-hari. Mungkinkah panitia Nobel telah menyadari hal ini sejak lebih dari 80 tahun yang
lalu?

Sumber : Kompas (26 Agustus 2005)

Nobel Fisika 2005 Untuk Bidang Optika


Terry Mart (Fisika UI)

Jika anugerah Nobel Fisika tahun 2004 diberikan kepada tiga orang
pakar di bidang Fisika Partikel, maka tahun ini anugerah yang bernilai
1,28 juta dollar (sekitar 12,8 milyar rupiah) tersebut dibagikan kepada
tiga orang yang telah berjasa di bidang fisika optik. Ketiga orang
tersebut adalah Roy J. Glauber (80 tahun) dari Universitas Harvard
USA, John L. Hall (71 tahun) dari National Institute of Standards and
Technology USA, serta Theodor W. Haensch (64 tahun) dari Max-
Planck-Institut fuer Quantenoptik, Universitas Munich Jerman. Roy J.
Glauber, seorang professor fisika yang memperoleh gelar doktor pada
usia 24 tahun, telah berjasa dalam meletakkan fondasi dasar teori
optika kuantum. Dengan menggunakan teori Elektrodinamika
Quantum (QED) ia berhasil menjawab pertanyaan bagaimana
memformulasikan teori kuantum (yang semula dirumuskan untuk
partikel masif) untuk menjelaskan proses pendeteksian cahaya. Teori yang selanjutnya dikenal sebagai
Teori Glauber ini berhasil membedakan sifat-sifat cahaya yang berasal dari sumber termal (seperti bola
lampu pijar) dan cahaya koheren yang berasal dari laser atau amplifier kuantum. Untuk menghargai jasa
tersebut, setengah dari hadiah Nobel Fisika akan diberikan kepada professor Glauber awal bulan
Desember ini. Sisanya akan dibagikan secara rata kepada John Hall dan Theodor Haensch yang telah
berjasa dalam mengembangkan spektroskopi akurat menggunakan laser serta "teknik sisir frekuensi
optik". Pada bagian pertama tulisan ini kita akan membahas penemuan Glauber.

Mekanika Kuantum dan Elektrodinamika Kuantum

Di akhir abad ke 19 pengamatan spektrum-spektrum radiasi sudah cukup akurat untuk menggugat teori
fisika yang berlaku saat itu. Salah satu model teori yang sangat terkenal di masa itu adalah model
"radiasi benda hitam". Dengan menggunakan pengetahuan yang ada pada saat itu, model ini ternyata
menghasilkan spektrum intesitas radiasi yang tidak cocok dengan data eksperimen. Adalah Max Planck
yang pertamakali membuka jalan untuk memecahkan masalah ini. Dengan mengasumsikan bahwa pada
kesetimbangan termal pertukaran energi antara material dan radiasi di dalam "benda hitam" terjadi
secara diskret, dengan kata lain jumlah energi merupakan perkalian antara bilangan bulat dengan suatu
energi minimal, ia berhasil mendamaikan prediksi radiasi benda hitam dengan data eksperimen. Meski
demikian, Planck kurang mengetahui persis efek fisika apa yang mendasari asumsi tersebut.

Beberapa tahun kemudian Albert Einstein menyadari bahwa teori Planck tersebut dapat diinterpretasikan
sebagai sifat granular (seperti partikel) dari radiasi. Dengan dasar sifat diskret energi radiasi, Einstein
membangun teori efek fotolistrik. Dalam teori ini Einstein mempostulatkan bahwa radiasi disusun oleh
sekumpulan paket-paket yang selanjutnya disebut foton. Sebuah elekton yang berinteraksi dengan
radiasi tersebut hanya dapat menyerap satu paket energi. Jika elektron tersebut terikat pada sebuah
metal, maka elektron akan memiliki energi kinetik yang dapat membebaskannya dari ikatan tersebut.
Dengan demikian jumlah elektron yang keluar dari metal akan sama dengan jumlah paket radiasi yang
diserap dan, sebagai akibatnya, energi setiap paket dapat dihitung secara eksperimen. Teori Einstein
menyatakan bahwa energi satu paket radiasi merupakan perkalian antara konstanta Planck dengan
frekuensi radiasi tersebut. Baik Planck maupun Einstein mendapatkan hadiah Nobel Fisika setelah efek
fotolistrik berhasil diobservasi. Penemuan keduanya merupakan dasar dari lahirnya Mekanika Kuantum
yang merupakan bagian dari Teori Fisika Modern.

Teori kuantum menyatakan bahwa radiasi gelombang elektromagnetik bersifat granular (partikel). Namun
seperti kita ketahui dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari penggunaan radio, telefon selular, hingga
oven microwave, tampaknya gelombang elektromagnetik tersebut lebih memperlihatkan sifat gelombang
dibandingkan sifat partikelnya. Akan semakin jelas jika kita membahas cahaya yang merupakan salah
satu spektrum gelombang elektromagnetik. Teori Maxwell, yang memanifestasikan cahaya dalam
persamaan gelombang, ternyata merupakan dasar yang sangat sukses dalam bidang elektronika dan
teknik listrik. Sementara itu kuantisasi cahaya telah dimapankan oleh eksperimen efek fotolistrik. Kedua
gambaran ini jelas tampak kontradiktif, meski para pakar pendiri kuantum tidak terlalu
mempermasalahkannya dengan menganggap bahwa kedua gambaran tadi bersifat komplementer (saling
melengkapi).

Setelah mekanika kuantum dikembangkan oleh Werner Heisenberg, Erwin Schroedinger, serta kolega
mereka, terlihat bahwa medan elektromagnetik pun harus dikuantisasi. Adalah Paul Adrien Maurice Dirac
yang pertamakali berhasil memetakan teori elektromagnetik ke dalam sekumpulan osilator harmonis dan,
dengan menggunakan metode ini, ia berhasil menghitung laju emisi spontan yang merupakan efek
kuantum. Teori medan elektromagnetik yang terkuantisasi ini selanjutnya dikembangkan oleh fisikawan
lain seperti Wolfgang Pauli dan Lev Davidovich Landau, yang kemudian dikenal sebagai teori
Elektrodinamika Kuantum. Namun teori ini mengalami kesulitan yang merupakan "penyakit bawaan” dari
fisika klasik; medan elektromagnetik menyebabkan massa elektron menjadi tak berhingga. Problem ini
baru terselesaikan setelah Perang Dunia kedua oleh Sin-Itiro Tomonaga, Julian Schwinger, serta Richard
P. Feynman melalui suatu program yang mereka sebut sebagai renormalisasi.
Optika Kuantum

Elektrodinamika Kuantum yang berhasil "dibersihkan" dari problem inherennya oleh Tomonaga,
Schwinger, dan Feynman, mayoritas hanya dibahas pada proses-proses hamburan fisika partikel
berenergi tinggi. Dapat dimaklumi bahwa pada saat itu, pun hingga sekarang, fisika partikel energi tinggi
sangat menantang dan menjanjikan fenomena baru dalam fisika. Konflik antara teori Maxwell dan teori
Planck saat itu dianggap tidak akan memiliki efek signifikan dalam fisika optik. Namun hal ini tidak
berlangsung lama. Pada tahun 1956 dua astronomiwan, Robert Hanbury Brown dan Richard Q. Twiss,
memublikasikan hasil eksperimen mereka dalam sebuah paper yang berjudul A test of a new type of
stellar interferometer on Sirius pada majalah Nature. Pada percobaan ini dua buah detektor yang terpisah
sejauh 6 meter diarahkan pada bintang Sirius. Kedua detektor tersebut menghasilkan arus elektron
(listrik) dan dihubungkan dengan peralatan yang mencatat korelasinya. Diluar dugaan, kedua ilmuwan ini
menemukan bahwa keluaran kedua detektor memiliki korelasi meski keduanya diletakkan pada posisi
yang berlainan. Hasil eksperimen ini menimbulkan perdebatan serius dalam komunitas fisika karena
dianggap tidak konsisten dengan termodinamika dan menyalahi ketidak-pastian Heisenberg. Hanbury
Brown dan Twiss menyelesaikan masalah ini dengan menganggap bahwa foton dari dua berkas cahaya
koheren yang datang dari Sirius berkorelasi. Korelasi ini selanjutnya ditransfer pada saat proses emisi
fotolistrik dalam detektor. Dengan demikian foton secara individu terdeteksi dalam dunia optik! Pada
tahun yang sama Edward M. Purcell menunjukkan bahwa hasil eksperimen tersebut masih memiliki
interpretasi klasik, namun ia masih mengasumsikan bahwa efek tersebut merupakan indikasi sifat
kuantum dari cahaya. Penemuan serta penjelasan korelasi antara dua berkas cahaya koheren ini
merupakan pemicu perhatian ilmuwan pada efek kuantum yang dapat diobservasi secara optis. Hal ini
juga diperkuat oleh penemuan laser pada tahun 1960 yang melengkapi para ilmuwan dengan sumber
cahaya koheren yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan sumber cahaya termal. Eksperimen-
eksperimen selanjutnya hanya menyibak kegagalan pendekatan semi-klasik yang dijelaskan di atas.
Teori yang benar baru muncul pada tahun 1963.

Pada tahun 1963 Roy Glauber menghadirkan dasar-dasar teorinya pada sebuah paper singkat yang
dipublikasikan dalam jurnal Physical Review Letters. Detail dari teori tersebut ia jelaskan dalam dua
paper panjang berikutnya yang dipublikasi pada tahun yang sama dalam jurnal Physical Review. Dalam
teori ini Glauber menyatakan bahwa penjelasan eksperimen korelasi foton harus berlandaskan pada
aplikasi konsisten dari Elektrodinamika Kuantum. Glauber memperkenalkan konsep kuasi-distribusi
dalam Optika Kuantum yang merupakan penggambaran kuantum dari satu keadaan, namun memiliki
hubungan langsung dengan distribusi ruang fase klasik. Meski demikian, konsep ini menghadirkan juga
sifat non-klasik, misalnya peluang distribusinya tidak positif. Jika distribusi positif, maka kita dapat
memberikan interpretasi klasik. Glauber memperlihatkan bahwa sumber cahaya termal berhubungan
dengan distribusi Gaussian sehingga teori fluktuasi dapat digunakan untuk sumber jenis ini. Kasus laser
ideal tidak memperlihatkan korelasi Hanbury Brown dan Twiss. Dalam papernya, Glauber menjelaskan
analisis dari formalisme untuk pendeteksian foton yang berdasarkan fungsi korelasi normal yang kini
dikenal sebagai fungsi-P atau representasi Glauber-Sudarshan. Glauber mencatat bahwa statistik
absorpsi foton untuk sebuah laser tidak dapat dijelaskan dengan sifat stokastik sederhana, Gaussian atau
Poissonian, namun membutuhkan informasi detail keadaan kuantum dari peralatan. Keadaan-keadaan
koheren ini direpresentasikan oleh osilator harmonis. Metode ini juga cocok untuk penjelasan sinyal
klasik, karena osilator tersebut memiliki amplitudo dan fase. Dengan demikian baik efek klasik maupun
fluktuasi kuantum dapat muncul secara simultan.

Dalam limit intensitas cahaya yang sangat rendah jumlah foton akan sangat sedikit, sehingga efek
kuantum akan dominan. Keadaan ini dapat digunakan untuk komunikasi kuantum dengan tingkat
keamanan tinggi, komputasi kuantum, serta untuk merekam sinyal-sinyal super lemah pada eksperimen
dengan ketelitian tinggi. Aplikasi lain dari Optika Kuantum adalah dalam penelitian aspek fundamental
mekanika kuantum. Bukan rahasia lagi jika interpretasi mekanika kuantum belum dapat disepakati semua
fisikawan. Dengan demikian kemungkinan menguji teori ini pada daerah kuantum dengan menggunakan
Optika Kuantum sudah terbuka. Masih banyak aplikasi Optika Kuantum yang tidak dapat dijelaskan pada
tulisan ini. Tidak dapat disangkal, jasa Glauber sudah sepatutnya dihargai dengan hadiah Nobel.
Sejarah perkembangan fisika memperlihatkan bahwa salah satu pemicu penemuan baru adalah
meningkatnya akurasi pengukuran. Penemuan partikel-partikel baru hampir selalu terjadi setelah adanya
akselerator partikel berenergi lebih tinggi dan detektor yang lebih akurat, dengan kata lain sebuah
mikroskop partikel dengan resolusi lebih tinggi. Dalam bidang fisika atom (juga fisika nuklir dan partikel)
salah satu cara untuk menyibak rahasia strukturnya adalah melalui spektroskopi. Spektroskopi adalah
pengukuran spektrum-spektrum yang dihasilkan oleh atom (nukleus atau pun partikel) akibat transisi-
transisi kuantum. Jarak antar garis-garis spektrum serta ketebalannya dapat memberikan informasi
struktur tingkat-tingkat energi serta peluang transisi. Dengan demikian spektroskopi yang sangat akurat
akan benar-benar membantu usaha untuk mengetahui struktur penyusun dasar alam semesta.

Nobel fisika tahun ini sebagian diberikan untuk menghargai jasa dua ilmuwan yang berhasil
mengembangkan spektroskopi atom super akurat berbasiskan laser. Mereka adalah John L. Hall
(warganegara Amerika) dan Theodor Haensch (warganegara Jerman). Spektroskopi akurat ini pada
dasarnya dikembangkan saat kedua fisikawan tersebut sedang berusaha menjawab dua pertanyaan
paling mendasar di dalam fisika, yaitu berapa panjang sebenarnya satu meter serta berapa lama selang
waktu satu detik.

Dahulu di dalam buku pelajaran fisika untuk SMP dan SMA kita diperkenalkan dengan satuan SI dengan
konvensi satu meter yang diberikan oleh panjang sebuah batang pengukur standar yang disimpan di
Paris. Konvensi ini sudah ditinggalkan ilmuwan sejak tahun 1960, karena definisi satu meter yang lebih
akurat dapat diperoleh dari sejumlah panjang gelombang garis spektum tertentu dalam atom krypton.
Beberapa tahun kemudian diperkenalkan juga definisi waktu satu detik yang lebih akurat yang sama
dengan sejumlah tertentu osilasi frekuensi resonansi dalam atom cesium. Kedua definisi ini membuka
jalan untuk menentukan kecepatan cahaya dalam ruang vakum secara akurat melalui perkalian antara
panjang gelombang dan frekuensi.

John Hall adalah ilmuwan yang berjasa dalam mengembangkan laser dengan tingkat kestabilan frekuensi
ekstrim tinggi. Dengan menggunakan laser tersebut bersama koleganya ia berhasil mengukur kecepatan
cahaya tanpa cacat (koreksi), yaitu 299.792.458 meter per detik. Sebagai konsekuensinya, satu meter
dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh cahaya selama 1/299.792.458 detik. Namun angka-
angka tersebut akurasinya sangat bergantung pada definisi ukuran satu meter. Selain itu, pengukuran
yang menggunakan frekuensi optik sekitar 1015 Hertz (satu juta GigaHertz) ini ternyata sangat sulit,
karena jam atom cesium sendiri memiliki osilasi sekitar 100.000 kali lebih lambat. Saat itu disimpulkan
perlunya metode pengukuran yang lebih sederhana tanpa mengorbankan akurasi.

Pengukuran frekuensi dengan akurasi ekstrim tinggi membutuhkan sebuah laser yang dapat
memancarkan sejumlah besar osilasi dengan frekuensi koheren. Jika osilasi-osilasi tersebut memiliki
frekuensi sedikit berbeda, interferensi akan menghasilkan pulsa-pulsa yang ekstrim pendek seperti
terlihat pada Gambar 1. Semakin banyak frekuensi yang dapat dikunci, semakin pendek pulsa yang
dihasilkan. Sebuah pulsa sepanjang 5 femto-detik dapat mengunci sekitar satu juta frekuensi berbeda.
Karena pulsa laser memancarkan frekuensi yang sangat tajam, aplikasi dalam spektroskopi laser
beresolusi tinggi jelas tidak mustahil. Hal ini telah menjadi perhatian Theodor Haensch sejak tahun
1970an, namun kemajuan berarti baru terjadi pada tahun 1999 saat ia menyadari bahwa laser dengan
pulsa sangat pendek yang tersedia saat itu dapat dipakai untuk mengukur frekuensi optik terhadap jam
cesium. Hal ini dimungkinkan karena laser tersebut memiliki sisir frekuensi yang mencakup seluruh
daerah cahaya tampak. Sisir frekuensi ini (lihat Gambar 1) berfungsi sebagai batang penggaris dengan
skala ekstrim akurat. Haensch mencoba mengembangkan teknik ini, namun problema pergeseran
frekeuensi baru terselesaikan setelah Hall berhasil menunjukkan solusinya pada tahun 2000. Selanjutnya
Haensch dan Hall bekerjasama dalam menghaluskan teknik ini sehingga terciptalah instrumen pengukur
frekuensi yang sederhana dan tersedia secara komersial.

Mungkin pertanyaan yang muncul adalah apa yang dapat dihasilkan instrumen pengukur frekuensi
dengan akurasi ekstrim ini di masa depan. Contoh sederhana adalah akurasi pengukuran dapat membuat
sistem navigasi berbasis satelit (GPS) menjadi lebih sempurna. Sistem navigasi yang ekstrim akurat
sangat diperlukan dalam perjalanan ruang angkasa yang sangat jauh atau dalam pengukuran gelombang
gravitasi dengan menggunakan sederetan satelit. Pengukuran spektrum ekstrim akurat juga sangat
dibutuhkan oleh penelitian simetri dalam fisika. Simetri dalam fisika menyatakan bahwa sifat-sifat partikel
dan anti-partikel haruslah sama kecuali bilangan kuantum mereka. Beberapa tahun yang lalu atom-atom
anti-hidrogen berhasil diproduksi di laboratorium CERN Eropa. Perbedaan antara spektrum hidrogen dan
spektrum anti-hidrogen, jika berhasil diobservasi, dapat mengkonfirmasi cacat simetri di dalam alam.
Eksperimen semacam ini tentu saja tidak dapat dilakukan tanpa bantuan spektroskopi ekstrim akurat.
Selain itu, penelitian yang luar biasa akurat ini dapat memberi informasi apakah konstanta-konstanta
universal dalam fisika benar-benar konstan atau bervariasi terhadap waktu.

Gambar :

1. Perbedaan antara cahaya koheren (a) dan tidak koheren (b). Cahaya koheren memiliki panjang
gelombang, fase, serta arah yang sama. Cayaha koheren ini misalnya dihasilkan oleh laser.
Cahaya tidak koheren memiliki panjang gelombang, fase, serta arah yang acak. Sumber cahaya
termal seperti lampu pijar menghasilkan cahaya jenis ini.
2. Prinsip dasar dari teknik sisir frekuensi. Gambar bagian atas memperlihatkan secara skematis
bagaimana pulsa-pulsa laser dibangkitkan. Gambar bagian bawah memperlihatkan distribusi
spektral pulsa membentuk sisir frekuensi dengan jarak antar garis yang dapat ditentukan secara
akurat. Meski demikian titik nol frekuensi tersebut, yang dinyatakan dengan pergeseran f0, tidak
diketahui pasti. Dengan menggunakan teknik optik non-linier, frekuensi spektrum dapat
digandakan. Frekuensi terendahnya dapat dibandingkan dengan frekuensi tertinggi dari spektrum
asli, sehingga pergeseran f0 dapat dihitung. Gambar diambil dari situs resmi Nobel.

Sumber : Kompas (10 Oktober 2005)

Anda mungkin juga menyukai