Anda di halaman 1dari 27

MODUL

BINTIK-BINTIK MERAH DI KULIT

Skenario

Ani 10 tahun diantar oleh ibunya ke dokter dengan keluhan bintik-bintik merah di kulit disertai

gatal. Keluhan dialami sejak 1 minggu lalu yang makin lama semakin mengganggu. Daerah yang

gatal sudah diberi bedak salisil namun tidak ada perubahan.

Kata Kunci

 Anak Perempuan

 10 tahun

 Bintik-bintik merah di kulit

 Gatal

 1 minggu yang lalu

 Makin berat

 Diberi bedak salisil

Pertanyaan

1. Anatomi, vaskularisasi dan persyarafan pada kulit?

2. Penyebab bintik merah?

3. DD?
1. Anatomi, vaskularisasi dan persarafan Kulit

 Epidermis

a. Stratum korneum

b. Stratum lusidum

c. Stratum granulosum

d. Stratum spinosum

 Dermis

a. Papillaris (syaraf & pembuluh darah)

b. Retikularis (kolagen, elastin,retikulin)

 Subkutis (jar.ikat lemak)


 Rambut

 Medula

 Kortex

 Kutikula

 Kuku

 Kelenjar kulit

 Kel.keringat

 Kel.sebasea

 Persarafan

 panas (badan rufini)

 Dingin (badan krause)


 Rabaan (badan meissner)

 Tekanan (badan vater paccini)

 Vaskularisasi

 Profundal (subkutis)

 Superficial (dermis)

2. Penyebab Bintik-bintik Merah di kulit

 Skabies

 Cutaneus Larva Migran

 Herpes Simpleks

 Herpes Zoster

 Varicella

 Verucca Vulgaris

 Molluscum Contagiosum

 Morbus Hansen

 Infeksi Jamur (mikosis)

3. DD

A. Skabies

 Etiologi 1

Sarcoptes scabei var hominis

 Patomekanisme 1

Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu

antara 8-12 hari. Yang jantan mati setelah kopulasi, yang betina menggali terowongan di
stratum korneum dan bertelur, setelah 3-5 hari menetas menjadi larva, dan 2-3 hari kemudian

menjadi nimfa jantan dan betina.

Kelainan kulit disebabkan tungau scabies dan garukan gatal akibat sensitisasi

terhadap secret dan ekset tungau kurang lebih sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan

kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dll. Dengan garukan

dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.

 Gejala Klinik 1,9

 Gatal

 Papul-vesikel-urtika

 Predileksi: sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan, sebelah

dalam, siku, ketiak, mammae, pusar, perut bagian bawah, genitalia eksterna

dan bokong

Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal:

 Pruritus nokturna ( gatal pada malam hari ) karena aktivitas tungau lebih

tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

 Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai

seluruh anggota keluarga.

 Adanya terowongan/ kunikulus pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih/keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata

panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika

timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi ( pustule, ekskoriasi,

dll ). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu
sela-sela jari tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian

depan, areola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia

eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak

tangan dan kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang

dewasa dapat timbul pada kulit kepala

 Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostic. Pada pasien

yang selalu menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga

diagnosis kadangkala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama,

dapat timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulosis.

Gambaran klinis penderita scabies 10

 Anamnesis tambahan 1

 Pruritus Nokturna?

 Ada anggota keluarga atau lingkungan sekitar yang juga mengalami ?

 Tempat-tempat lesi, di sela-sela jari tangan?

 Diagnosis 1

 Mencari tungau

 Biopsi Irisan

 Biopsi-eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE


 Dilihat pada mikroskop

 Penatalaksanaan 10

 Topikal
Lini Pertama
Permetrin 5 % krim
Lini Kedua
 Lindane (Gamma benzene Hexachloride) 1%
 losio; 0,3% gel
 Sulfur presipitatum 5% krim, 10% krim dan
 ointment
 Benzyl benzoate 10% losio
 Malathion 0,5% losio
 Sulfiram 5% sabun dan 25% solusio
 Keratolitik (contoh: asam salisil)
 Krotamiton 10% losio,krim
 Simptomatik
 Topikal
Kortikosteroid potensi rendah-sedang
Sistemik

 Antihistamin (gol.sedative) à kurangi rasa gatal


 Antibiotik oral (infeksi sekunder)
 Antiparasit : Ivermectin 0,2 mg/KgBB, SD, dapat diulang 2-3 dosis, 10-14
hari kemudian, tidak diindikasikan untuk anak di bawah 5 tahun, ibu hamil,
dan menyusui

 Prognosis 1

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, syarat pengobatan

dan menghilangkan factor predisposisi, penyakit ini dapat diberantas dan member

prognosis yang baik.

B. Herpes Zoster

 Etiologi 1

Infeksi virus Varisela zoster

 Patomekanisme 1
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit berupa lesi baru yang tetap timbul

berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Virus berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan

ganglion kranialis. Lokasi kelainan kulit setingkat dengan daerah persarafan ganglion. Kadang-

kadang virus menyerang ganglion anterior bagian motorik kranialis sehingga memberikan

gejala gangguan motorik.

 Gejala Klinik 1

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal. Terdapat gejala prodromal

sistemik ( demam, pusing. Malaise) maupun lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal, dll). Setelah

itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar

kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh

atau berwarna abu-abu, dapat menjadi pustule dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung

darah, disebut herpes zoster hemoragik. Dapat timbul infeksi sekunder sehingga menumbulkan

ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.

Disamping gejala klinik dijumpai pemberaan kelenjar getah bening regional.

Lokalisasi penyakit unilateral an bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan. Kelainan motorik

lebih sering berupa kelainan sentral daripada perifer. Terdapat hiperestesi pada daerah yang

terkena kelainan pada muka. Sering disebabkan oleh gangguan nervus trigeminus dengan

ganglion gaseri atau nervus fasialis dan otikus dari ganglion genikulatum.

Pada herpes zoster oftalmikus terjadi infeksi cabang pertama nervus trigeminus yang

menimbulkan kelainan pada mata serta cabang kedua dan ketiga yang menyebabkan kelainan

kulit pada daerah persarafannya. Sindrom ramsay hunt diakibatkan gangguan nervus fasialis dan

otikus sehingga memberikan gejala paralisis otot muka atau disebut paralisis bell, kelainan kulit

sesuai tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistamus dan nausea, juga
gangguan pengecapan. Pada herpes zoster abortif penyakit berlangsung dalam waktu singkat dan

kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritema. Kelainan kulit pada herpes zoster

generalisata adalah unilateral dan segmental ditambah yang menyebar secara generalisata berupa

vesikel soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang

yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada pasien limfoma malignum. Neuralgia pasca

herpetic adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan, dapat berlangsung

sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradiasi nyeri bervariasi dalam kehidupan

sehari-hari. Cenderung dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.

Gambaran klinik penderita Herpes zoster Th. IV-VIII 11

 Anamnesis tambahan 11

 Biasanya diawali gejala prodromal lokal dan sistemik berupa

demam dan nyeri daerah lesi.

 Setelah itu, timbul kelainan kulit dapat berupa eritema, papul dan

vesikel yang cepat membesar dan menyatu membentuk bulla.


 Vesikel berkelompok dan unilateral sesuai dermatom kulit yang

terkena.

 Vesikel awalnya berwarna jernih, setelah beberapa hari menjadi

keruh--- pecah----krusta

 Diagnosis 11

 Pemeriksaan Tzank dapat di temukan sel datia berinti banyak

 Biakan jaringan

 Imunofluoreseni

 Penatalaksanaan 11

 Sistemik

- Simptomatik à Analgetik

- Infeksi sekunder à Anti biotik

- Antiviral à Asiklovir 5 x 800 mg/hari slm 7 hr

Valasiklovir 100 mg tiap 8 jam slm 7 hr

Famsiklovir 200 mg/hari slm 7 hr

-Imonostimulator---------- Isoprenosin

 Topikal

- Talk bismuth subgalat

- Zincum oksida 10 %

- Kalamin lotion

-Erosif dan basah Kkompres

- Salep Anti biotik

- Pada mata diberikan salep mata


 Prognosis 1

Umumnya baik. Pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada

tindakan perawatan secara dimi

C. Herpes Simpleks

 Etiologi 1

Virus Herpes simplesks (VHS) tipe I dan tipe II adalah virus Herpes hominis yang

termasuk virus DNA.

 Patomekanisme 2

Infeksi terjadi pada pejamu yang rentan melalui pajanan virus pada kulit/permukaan

mukosa yang terkelupas oleh virus. Setelah inokulasi, virus menuju ke ganglion sensorik

dimana virus bereplikasi dan menetapkan latensi. Rekurensi terjadi jika virus kemudian

berimigrasi sepanjang saraf snsoris, bereplikasi dan menghasilkan suatu lesi local yuang khas;

latensi seumur hidup dan rekurensi periodic adalah cirri khas dari infeksi. Reaktivasi dapat

disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet, stress, perubahan hormonal, imunosupresi, dan

infeksi lainnya. Histology dari lesi kulit menunjukkan degenerasi balon selular, kondensasi

kromatin nuklir dan pembentukan giant sel multinuclear.

Infeksi yang menyebarterjadi ketika pejamu tidak mampu untuk mengendalikan

replikasi virus yang mengarah ke viremia dan keterlibatan multi organ. Hal ini biasanya terlihat

pada neonates dan pada orang yang terganggu sistem kekebalannya dan sangat jarang pada

pejamu yang stabil sistem imunnya. Beberapa factor imunologi bertanggung jawab untuk

kekebalan terhadap virus herpes simpleks belum sepenuhnya dipahami. Baik antibody maupun
imunitas seluler mempengaruhi keparahan dan frekuensi dari rekurensi. Virus herpes simpleks

juga diyakini menekan imunitas bawaan dengan menekan produksi interferon alfa dan

interferon beta. Selain itu, titer antibody yang memediasi antibody dependent cellular

cytotoxicity berbanding terbalik dengan infeksi neonatal..

 Gejala Klinik 1,3

Masa inkubasi umumnya berkisar anara 3-7 hari, tapi dapat lebih lama. Distribusi

dibagian kulit mana saja,pslinh drtinh fi mulut, termasuk lidah, palatum, mukosa pipi, gingival,

penyakit rekuren. Infeksi primer berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala

sistemik misalnya demam, malaise, anoreksia,dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar

getah bening regional. Gambaran dapat berupa vesike, pustule dan papul.

Fase laten tidak ditemukan gejala klinis, tapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan

tidak aktif. Penularan dapat terjadi pada fase ini akibat pelepasan virus terus berlangsung

meskipun dalam jumlah sedikit.

Infeksi yang rekurens terjadi jika reaktivasi VHS pada ganglion dorsalis menvapai

kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Dapat dipicu oleh trauma fisik, demam, infeksi,

kurang tidur, hubungan seksual dll, trauma psikis seperti gangguan emosional, obat-obatan

kortikosteroid dan imunosupresif, menstruasi dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan

minuman yang merangsang.

Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira-

kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodormal local sebelum timbul vesikel berupa rasa

panas, gatal dan nyeri. Dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain atau disekitanya.
Vulvovaginitis in a
child

 Anamnesis tambahan 1,3

 Vesikel, pustul pada lidah, mulut dan tempat predileksi lainnya

 Demam, malaise

 Pembengkakan kelenjar getah bening

 Tergantung pada fasenya

 Diagnosis 4, 12

 Percobaan Tzanck à sel datia berinti banyak & badan inklusi

intranuklear.

 Pemeriksaan antibody dengan teknik fluoresensi langsung

 Kultur jaringan

 Penatalaksanaan 12

 Terapi episode klinis pertama dari herpes genital:

 Asiklovir 400 mg,3x seharià7-10 hari

atau

 Asiklovir 200 mg,5x seharià7-10 hari

atau
 Valasiklovir 1g,2x seharià7-10 hari

atau

 Famsiklovir 250mg,3x seharià7-10 hari

 Terapi episode rekuren dari herpes genital:

 Asiklovir 400 mg,3x seharià5 hari

atau

 Asiklovir 200 mg,5x seharià5 hari

atau

 Asiklovir 800 mg,2x seharià5 hari

atau

 Famsiklovir 125mg,2x seharià5 hari

atau

 Valasiklovir 500mg,2x seharià5 hari

 Terapi tambahan agar imunitas meningkat

 Prep. lupidon H à VHS 1

 Prep. Lupidon G à VHS 2.

 Isoprinosin

 Prognosis 1

Prognosis baik bila Pengobatan dilakukan secara dini dan tepat, yakni masa

penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih jarang.

D. Cutaneus Larva Migrans

 Etiologi 4
Larva Ancylostomata caninum / Ancylostomata braziliense

 Patomekanisme 5

Pada cutaneus larva migrans, siklus hidup parasit dimulai ketika telur yang berasal

dari kotoran hewan menjadi larva di tanah berpasir yang hangat dan lembab. Mereka awalnya

memakan bakteri tanah dan berganti bulu dua kali sebelum tahap infektif yang ketiga. Dengan

menggunakan protease, larva menembus folikel, celah-celah atau kulit utuh dari host baru.

Setelah menembus stratum korneum, larva melepaskan kutikulanya.

Manusia menjadi host secara tidak disengaja, dan larva diyakini kekurangan enzim

koagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi membrane basalis untuk menginvasi dermis. Oleh

karena itu, cutaneus larva migrans masih terjebak pada kulit jika manusia yang terinfeksi.

 Gejala Klinik

 Lokalisasi : terutama punggung tangan, kaki, anus, bokong, paha dan

telapak kaki

 Efloresensi dan sifatnya: garis merah berkelok-kelok, merupakan kumpulan

papul atau vesikel

 Pruritus, eritematous papul / vesikel

 Serpigenous / snake like, sedikit terangkat, terowongan yang eritem dengan

lebar 2-3 mm dan panjang 3-4 cm dari tempat penetrasinya.

 Nonspesifik dermatitis

 Vesikel dengan cairan serous

 Panjang bertambah 1-2 cm/ hari

 Gejala sistemik berupa eosinifilia perifer, imgrasi infiltrate paru dan

meningkatnya IgE, tapi jarang terlihat.


 Anamnesis tambahan 5

 Predileksi?

 Bentuk lesi seperti terowongan?

 Riwayat bermain pasir?

 Diagnosis 5

 Peripheral eosinifilia pada perhitungan CBC

 Peningkatan IgE

 Biopsi sampel pada atas terowongan

 Penatalaksanaan 5, 6

 Tiobendazole topical 10% 4 kali sehari dalam 1 minggu pada kulit normal

sekitar lesi untuk lesi awal

 Solusio tiobendazole 2% dalam DMSO

 Tiobendazol topical + kortikosteroid topical secara oklusi dalam 24-48 jam

 Oral tiobendazole untuk lesi yang menyebar atau kegagalan pada topikal

 Prognosis 6

Penyakit ini akan sembuh sendiri. Sekitar 50% larva mati dalam 12 minggu

tanpa terapi
E. Varicella 6

 Etiologi

Virus Varicella zoster

 Patomekanisme

Virus masuk ke dalam tubuh melalui mukosa traktus respiratorius bagian atas atau

orofaring, kemudian mengalami multiplikasi awal setempat, dan virus yang meyebar ke

pembuluh darah dan saluran limfe (viremia primer). Kemudian virus akan dimakan oleh sel-sel

retikuloendotelial. Disini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (periode inkubasi). Pada masa

ini, infeksi dihambat oleh imunitas nonspesifik. Pada kebanyakan individu, replikasi virus lebih

menonjol atau lebih dominan dibandingkan imunitas tubuhnya sehingga dalam waktu 2 mingg

setelah infeksi, terjadi viremia yang lebih hebat yakni vitemia sekunder. Hal ini menyebabkan

panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh, lewat aliran darah terutama ke kulit

dan membrane mukosa.

 Gejala Klinik

 Masa tunas berkisar antara 8-12 hari

 Pada anak-anak, stadium prodormal jarang dijumpai

 Pada anak yang lebih besar didahului gejala prodormal seperti demam,

malaise, sakit kepala, anoreksia, sakit punggung dan beberapa batuk kering

selama 1-3 hari

 Setelah prodromal, terjadi stadium erubsi dimana terbntuk vesikula yang

khas seperti tetesan embun. Vesikula jadi pustule yang pecah menjadi krusta

yang peralihannya hanya memakan waktu selama 8-12 jam saj.


 Vesikel yang baru timbul di vesikel lama akan memberi kesan stadium

erupsi bergelombang

 Penyebaran lesi terutama di daerah badan lalu menyebar ke muka dan

ekstremits

 Dekrustasi sempurna biasanya terjadi setelah 1-3 minggu

 Anamnesis tambahan

 Gejala prodromal

 Vesikula tetesan embun

 Penjalaran lesi

 Erupsi

 Lesi bergelombang

 Diagnosis

 Pemeriksaan sediaan apus secara Tzanck

 Pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel

 Material biopsy

 Tes serologic
 Penatalaksanaan

 Tidak ada terapi spesifik

 Untuk panasnya dapat diberi asetosal atau antipiretika lainnya

 Bila ada gatal beri antihistamin oral

 Topial diberi bedak

 Bila terjadi infeksi sekunder baru di beri antibiotic

 Istirahat adalah yang terpenting

 Dapat diberi asiklovir

 Prognosis

Dengan perawatan teliti, dan memperhatikan higiene, prognosis penakit lebih baik.

F. Moluskum Kontangiosum

 Etiologi 6

Molluscum contagiosum virus (pox virus)

 Patomekanisme 6

Virus masuk melalui luka kecil, kemudian merusk epidermis dan masuk ke

sitoplasma sel stratum malphigi dan stratum granulare. Sel yang terinfeksi, di antaranya sel-sel

normal, akan tumbuh lebih cepat disbanding sel normal dan akan menembus epidermis bagian

atas.

Antigen virus terdapat di dalam sel yang terinfeksi dan 90% pendeita mengalami

penyebaran antibody terhadap antigen ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan

imunofluoresensi.

 Gejala Klinik 6
 Lesinya berupa papula kecil berukuran antara 3-6 mm

 Lokalisasi biasanya dimana saja, muka leher lengan, badan, genitalia

 Lesi dapat bergerombol atau tersebar, berwarna putih seperti lilin atau

merah muda, dome shaped, sering dengan dele pada bagian sentralnya dan

terletak di atas dasar kulit berwarna kemerahan.

 Papula tersebut berisi benda putih, seperti nasi, yang tidak lain adalah badan

moluskum

 Anamnesis tambahan 6

 Lesi ukuran 3-6 mm

 Benda moluskum

 Dasar lesi kemerahan

 Diagnosis 1

Secara histopatologis dijumpai badan moluskum yang mengandung partikel virus

 Penatalaksanaan 1

 Mengeluarkan massa badan moluskum dengan alat seperti ekstraktor

komedo, jarum suntik atau karet

 Bedah beku dengan karbon dioksida

 Periksa pula pasangan seksual

 Perbaiki hiegenitas
 Prognosis 1

Baik. Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini tidak jarang residif.

G. Infeksi Jamur

 Etiologi 7

Trycophyton, Microsporum, Epidermophyton

 Patomekanisme 1

Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya di dalam jaringan

keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke dalam jaringan

epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhan jamur dengan pola radial di

dalam stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit sirsinar dengan batas yang jelas dan

meninggi yang disebut ringworm..

 Gejala Klinik 7

 Bervariasi, ergantung tempat dan respon imun


 Biasanya ada sisik pada permukaan dan eritem yang paling ditandai pada bagian
ujung yang aktif ( active edge )
 Jika terdapat reaksi inflamasi, maka terdapat formasi pustule yang jika berat akan

bertransformasi menjadi boggy swelling


 Anamnesis tambahan 7

 Sisik pada permukaan lesi


 Eritem pada permukaan lesi ujung Pustule
 Diagnosis 7

Jamur dapat terlihat pada lapisan atas kulit bersama dengan neutrophils pada

pewarnaan PAS

 Penatalaksanaan 1

Kebanyakan infeksi berespon dengan terbinafine krim 1% . infeksi lebih dalam dan

reaksi inflamasi lebih baik diobati secara sistematik

 Prognosis 1

Kebanyakan infeksi berespon dengan baik. Biasanya dibutuhkan steroid topical lemah

untuk mengatasi reaksi inflames. Relaps biasa terjadi.

H. Verucca vulgaris

 Etiologi 6

Human papiloma virus

 Patomekanisme 6

Veruka merupakan lesi hiperplastik epithelial. Di sini terjadi akantosis irregular dan

hiperkeratosit. Bagian fokal sel yang mengalami vakuolisasi secara irregular menembus stratum

granulosum dan menimbulkan penonjolan parakeratotik di stratum korneum, yang terdiri atas

bahan inklusi basofilik di dalam inti. Sel stratum spinosum bagian bawah dan stratum basalis

tidak terkena.

 Gejala Klinik 6

Bentuk ini paling sering ditemukan pada anak-anak, tetapi dapat pula pada dewasa

dan orang tua. Tempat predileksi utamanya adalah ektremitas bagian ekstensor. Pada anak,
lesinya timbul multiple dan cepat meluas, karena autoinokulasi/garukan fenomena koebner,

sedang pada orang dewasa lesi ini jarang didapatkan dalam jumlah banyak.

Pada keadaan awal, ukurannya biasanya hanya sebesar pentol jarum dengan

permukaan halus dan mengkilat. Dalam waktu beberapa minggu ata bulan kian membesar dan

permukaannya menjadi kasar, berwarna abu-abu, kecoklatan atau kehitaman. Kadang-kadang

berupa lesi bergabung satu sama lain, menimbulkan plak verukosa.

 Anamnesis tambahan 6

 Lesi yang multiple dan cepat meluas

 Membesar

 Awal sebesar pentul jarum

 Warna abu-abu atau kecoklatan atau kehitaman

 Diagnosis 4

 Hiperkeratosis, parakeratosis, papilomatosis, akantosis pada epidermis

 Pelebaran pembuluh darah dan sebukan sel-sel radang kronik pada dermis

 Penatalaksanaan 4
 Kuret dan elektrodesikasi ringan

 Bedah krio atau cryosurgery dengan nitrogen cair

 Asam trikloroasetat 50-80%

 Keratolitik asam salisilat 20%, asam laktat 10%

 Prognosis 4

65% sembuh spontan dalam 2 bulan

I. Morbus Hensen Tipe akut

 Etiologi

Mycobacterim leprae

 Patomekanisme

 Transmisi belum diketahui pasti à kulit, sal. napas, sal. cerna.

 Sebagian besar infeksi subklinis à sembuh spontan.

 Sebagian kecil à timbul gejala klinis.

 Tipe ditentukan à imunitas seluler.

 Predileksi kuman à saraf tepi (sel Schwann).

 Gejala Klinik

 Nyeri lengan dan tungkai

 Nodus eritem

 Cardinal sign:

1. Hilang rasa (anastesi).

2. Pembesaran saraf tepi.

3. Lesi kulit yang khas.

4. Adanya M.leprae pada sediaan hapus kulit.


 Anamnesis tambahan

 Lesi Hipopigmentasi

 Riwayat lepra

 Riwayat pengobatan

 Diagnosis

 Pemeriksaan BTA

 Penatalaksanaan

 Mb

 Rifampisin : 600 mg sekali sebulan

 Klofasimin :

300 mg/bln (pengawasan)

50 mg/hari (tanpa pengawasan)

 DDS : 100 mg/hr atau 1-2 mg/kgbb tanpa pengawasan

 Pengobatan selama 1 thn atau 12 dosis dlm 12 – 18 bln

 PB

 Rifampisin & DDS à seperti diatas

 Lesi kulit 2 – 5 diberikan 6 dosis dalam 6-9 bln

 Lesi tunggal : Rifampisin 600 mg, Ofloxasin 400 mg & Minocin 100

mg dosis tunggal (ROM)


DAFTAR PUSTAKA

1. Kapita Selekta kedokteran Jilid 2. Arif Mansjoer, dkk. 2000. Jakarta : Media Aesculapius

2. “Pediatric Herpes Simplex Virus Infection” dalam “Medscape reference”.

http://reference.medscape.com/medicalstudent . Swetha G Pinniti, M.D. Maret, 8, 2011.

(4/30/2011).

3. Dermatologi praktis. Beth G. Goldstein, dkk. 2001. Jakarta : Penerbit hipokrates

4. Atlas Berwarna, Saripati Penyakit Kulit. Siregar DTM. 1996. Jakarta : ECG

5. “Cutaneus Larva Migrans” dalam “Medscape Reference”.

http://reference.medscape.com/medicalstudent . Lydia Ajuzych, MD. November 2009 .

(4/30/2011)

6. Ilmu Penyakit Kulit. Prof Dr. Marwati Harahap. 2000. Jakarta : Hipokrates

7. An atlas of diagnosis and management “General Dermatology”. John, SC. 2007. UK:

Oxford

8. “Skin Anatomy” dalam http://emedicine.medscape.com/article/1294744.overview .

Bardia Amirlak, MD. 2005

9. Bahan kuliah scabies dr. A. M Adam, sp KK (K)


10. Slide Kuliah Skabies

11. Slide kuliah A.M Adam. 2009

12. Slide Kuliah herpes simpleks A. M Adam

Anda mungkin juga menyukai