Anda di halaman 1dari 14

MENINGITIS PURULENTA

I. PENDAHULUAN Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di antaranya adalah meningitis purulenta yang juga merupakan penyakit infeksi perlu mendapat perhatian kita. Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial. Sedang yang dimaksud dengan meningitis purulenta adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan reaksi purulen pada cairan otak. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak dari pada orang dewasa. (1, 2) Mekanisme penanggulangan terhadap infeksi yang terjadi di susunan saraf pusat diduga kurang efektif dibandingkan dengan infeksi yang terjadi di bagian tubuh lain. Tidak jarang organisme yang relatif memiliki derajat patogenitas rendah dapat menyebabkan meningitis atau abses otak. Demikian pula cairan serebrospinal (CSS) pada beberapa kasus justru merupakan media yang ideal untuk pertumbuhan kuman disamping hambatan antibodi dan sel radang untuk menembus jaringan saraf pusat oleh karena adanya barrier darah otak. Dari segi klinis, infeksi intrakranial seringkali menunjukkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hingga penting untuk mengenal diagnosis secara dini dan memberikan pengobatan yang segera, tepat dan rasional untuk menghindari kematian dan gejala sisa yang menetap. Di samping angka kematian yang masih tinggi, banyak penderita yang menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Pemberian antibiotik yang cepat dan tepat serta dosis yang memadai penting untuk menyelamatkan nyawa serta mencegah terjadinya cacat. Meningitis paling sering menyerang anakanak usia satu bulan sampai dua tahun. Lebih jarang terjadi pada dewasa, kecuali mereka yang memiliki faktor resiko khusus.(1)

II. DEFENISI Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater, araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis. Dimana meningitis menunjukkan reaksi peradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput otak yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang. Dalam arti yang terbatas menunjukkan infeksi difus yang mengenai lapisan piamater dan arakhnoid (lepto meningitis). Pada umumnya infeksi tidak hanya terbatas pada selaput otak namun juga mengenai jaringan otak (ensefalitis) dan pembuluh darah (vaskulitis).(1) III. EPIDEMIOLOGI Meningitis bakterial masih merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Angka serangan di Amerika Serikat pertahun dilaporkan 0.6-4 kasus per 100,000 populasi. Sebelumnya, 3 kasus yang paling pathogen dengan kasus mencapai 80 %, yaitu H influenzae type B (HIB), N meningitidis, dan S pneumoniae. Lebih dari dua decade lalu, epidemologi telah mengalami perubahan secara substansial oleh karena berbagai perkembangan. Insiden meningitis

diperkirakan lebih tinggi pada negara yang sedang berkembang oleh karena kurangnya akses pelayanan pencegahan seperti vaksinasi. Angka insdien 10 kali lipat lebih tinggi terjadi di negara sedang berkembang. Menurut data dari berbagai sumber, angka penderita meningoenscephalitis di Indonesia mencapai 18-40 % dengan angka kecacatan 40-50 %. Meningitis bacterial masih merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. (3,4) Semua ras tanpa terkecuali dapat terkena. Di Amerika Serikat, kulit hitam pria dilaporkan 3.3 kasus per 100,000 populasi dibandingkan dengan 2.6 wanita per 100,000 populasi. Angka serangan untuk meningitis bakterial dilaporkan 3.3 kasus pria per 100,000 populasi sedangkan wanita 2.6 kasus per 100,000 populasi.(3,4)

IV. ETIOLOGI Tiap organisme yang dapat masuk ke dalam tubuh mempunyai kesempatan untuk menimbulkan meningitis.Terdapat bakteri-bakteri tertentu yang mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan meningitis pada umurumur tertentu.(5) Meningitis purulenta disebabkan oleh kuma piogen dan biasanya akut: Neonatus Anak-anak Dewasa : E. coli : H. influenza : H. influenza, N. meningitides. (6)

V. ANATOMI Infeksi-infeksi sistem saraf pusat dapat dibagi kedalam dua kategori yang luas: primer yang meliputi meningen (meningitis) dan yang menyerang parenkim (encephalitis). Meningen adalah membran yang menutupi otak dan medula spinalis. Membran terdiri dari tiga lapisan jaringan ikat membrane yang terletak di bagian luar organ sistem saraf pusat: dura (lapisan luar yang kuat), araknoid (lapisan tengah yang menyerupai jaring) dan ruang subarachnoid (lapisan lembut, lapisan dalam fibrous yang mengandung pembuluh darah yang memberi makan otak dan medula spinalis)(4,7,8)

Gambar 01. Meninges Dikutip dari kepustakaan 9


3

a. Dura mater Dura mater sebenarnya terdiri atass dua lapisan jaringan ikat padat yang bergabung menjadi satu lapisan. Lapisan yang lebih luar berfungsi sebagai periosteum dan secara kuat melekat pada tulang. Lapisan yang lebih dalam adalah selaput otak yang sebenarnya dan menghadap rongga subdural yang sangat sempit. Kedua lapisan duramater ini pada umumnya melekat menjadi satu lapisan, kecuali dibeberapa tempat tertentu, kedua lapisan ini terpisah untuk membentuk sinus durae matris yang merupakan pembuluhpembuluh dariah berisi dsarah venosa yang berasal dari venae cerebri superficiales. (7,8) b. Araknoid Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura mater. Lapisan araknoid terdiri dari membran selular luar dan lapisan jaringan ikat dalam, di mana melekat jaringan longgar trabekula yang tipis. Jaringan ini melintasi rongga subaraknoid seperti sarang laba-laba (araknoidea). (4,8) c. Pia mater Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Pia terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endotelium. Memberan ini menutupi semua permukaan otak dan medula spinalis, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi kecuali permukaan ventrikel. (4,8)

VI. PATOFISIOLOGI Secara umum invasi kuman ke susunan saraf pusat (SSP) terjadi setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba di SSP melalui lintasan-lintasan berikut: kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke SSP perkontinuitatum. Sutura memberikan kesempatan untuk invasi secara ini. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke SSP secara langsung. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal terkena radang dahulu. Dari arteritis itu kuman dapat tiba di liquor dan meningens serta otak. Saraf-saraf tepi juga dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman-kuman untuk tiba di SSP melalui perineurium. Sebenarnya ada penjagaan otak
4

khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau Blood Brain Barrier. Pada toksemia atau septikemia blood brain barrier (BBB) terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus, sehingga protein plasma, leukosit serta kuman dapat masuk ke SSP. Dengan demikian proses radang dan reaksi imunologi dapat berkembang di SSP. Pada meningitis purulenta paling sering terjadi akibat penyebaran kuman secara hematogen, berasal dari tempat infeksi yang jauh; bakteriemia sering mendahului atau terjadi bersamaan dengan meningitis. (4) Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN) ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke dua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit PMN dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, udem otak, dan degenerasi neuron-neuron. Dengan demikian meningitis purulenta dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibropurulen menyebabkan kelainan nervi kranialis (Nn. III, IV, VI, VII, dan VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorpsi CSS, sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikan (4) Mikroorganisma menginvasi ke jaringan selaput otak hanya apabila telah memasuki ruang subaraknoid. Biasanya, bakteri atau agen yang menginvasi ini tersebar ke bagian otak melewati pembuluh darah setelah berlakunya proses kolonisasi akibat infeksi di traktus respiratorius bagian atas.(3) Kuman dapat mencapai selaput otak dan ruang subaraknoidea melalui : 1. Luka terbuka di kepala. 2. Penyebaran langsung dari proses infeksi di telinga tengah dan sinus paranasalis. 3. Pembuluh darah pada keadaan sepsis. 4. Penyebaran dari abses ekstradural,abses subdural dan abses otak. 5. Lamina kribosa osis etmoidalis pada keadaan rinorea. 6. Penyebaran dari radang paru.
5

7. Penyebaran dari infeksi kulit.(1,5) Infeksi mencapai selaput otak melalui : 1. Implantasi langsung setelah luka terbuka kepala. 2. Perluasan langsung dari infeksi telinga tengah, sinus para-nasalis dan wajah. 3. Lewat aliran darah (bakteriemia atau sepsis). 4. Perluasan dari tromboflebitis kortikal dan abses otak. 5. Melalui lamina kribrosa pada rinore CSS yang kronis atau rekuren.(5) Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen atau langsung menyebar dari kelainan di nasofaring, paru-paru (pneumonia,

bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis). Selain itu per kontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan thrombosis sinus kavernosus. Invasi kuman-kuman

(meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat mneyebabkan thrombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Dengan demikian meningitis bacterial dapat dianggap sebagai ensefalitis

superficial. Thrombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn.III,IV,VI,VII dan VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superficial dapat menghambat aliran dan absorbs CSS, sehinga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.(2) Perubahan patologik pada semua jenis meningitis purulenta adalah sama. Pada stadium yang awal satu-satunya kelainan yang dapat dilihat adalah bendungan pembuluh-pembuluh darah otak yang superficial dan pembuluh-pembuluh darah pada piameter serta pembesaran pleksus koroideus. Kemudian timbul eksudat pada ruang subaraknoidea, permukaan otak. Eksudat yang purulen bisa juga terdapat pada ventrikel, ruang subaraknoidea medulla spinalis sepanjang otak dan sraf spinalis. Setelah beberapa minggu terjadi pelebaran ventrukel, sering pula terjadi sembab otak yang bila hebat dapat menyebabkan herniasi. Secara mikroskopis tampak ruang subaraknoidea terisi fibrin dan eksudat purulen yang sebagian besar mengandung leukosit PMN dan sedikit limfosit serta monosit.(1)

Sebagian besar pembuluh-pembuluh darah melebar, di dalam beberapa diantaranya terbengtuk trombus, sedang yang lainnya pecah. Kuman dapat ditemukan di dalam dan di luar leukosit.Radang dapat pula mengenai pleksus koroideus dan ependim yang melapisi ventrikel serta terus meluas sapai ke jaringan subependim. Pada neonates ventrukel dapat menjadi sumber bakteri.(1) Agen penyebab Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah Bermigrasi ke lapisan subarachnoid Respon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan cerebrospinal, dan ventrikuler Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal Kerusakan neurologist

VII. GAMBARAN KLINIK Pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah. Disamping itu terdapat hilangnya nafsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung serta sendi. (1, 4) Setelah 12-24 jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk, tanda kernig dan tanda brugzinsky. Bila terjadi koma yang dalam, tanda-tanda rangasangan selaput otak akan menghilang. Penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan. Kejang jarang dijumpai pada orang dewasa dan anak besar, baik keajang
7

umum maupun kejang fokal. Kadang-kadang dijumpai kelumpuhan N.VI, N.VII dan N.VIII. dapat terjadi juga peninggian reflex fisiologik dan timbulnya reflex patologik. Penderita sering gelisah mudah terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif serta halusinasi. Akhirnya pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.(1,4) Oleh karena itu, Gejala klinis meningitis purulenta atau meningitis bakterial pada orang dewasa dibagi atas tiga kelompok yaitu : Kelompok I : Dengan panas, nyeri kepala dan kaku kuduk mendadak di ikuti kesadaran yang menurun. Kelompok II : Dengan panas, nyeri kepala dan kaku kuduk yang berlangsung antara satu sampai tujuh hari, dengan tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas, penderita mengalam somnolen tanpa penurunan kesadaran. Kelompok III : Panas dan nyeri kepala mendadak diikuti dengan syok, hipotensi dan takikardia oleh karena sepsis.(5) Pada neonatus gambaran klinik berbeda dengan anak yang lebih besar dan dewasa. Umumnya meningitis bacterial terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguanpernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangata berkurang, konstipasi, diare. Biasanya disertai septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab hemofilus influenza, 25% oleh strptokok pneumonia, 78% oleh strptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesdadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskularis diseminata. Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Brudzinski dan fontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul.(10,11,12)

VIII. DIAGNOSIS Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tak dapat diterangkan sebabnya, letargi, muntah, kejang dan lain-lainnya, harus dipikirkan kemuingkinan meningitis. Diagnosis pasti ialah dengan pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal.
8

Pada setiap penderita dengan iritasi meningeal, apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang tak diketahui sebabnya, harus dilakukan pungsi lumbal. Kadang-kadang pada pungsi lumbal pertama tak didapatkan kelainan apapun. Keadaan demikian ini dapat dijumpai pada penderita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika, tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun pungsi lumbal merupakan faktor risiko untuk terjadinya meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan.(2,10,12) Pada meningitis purulenta perlu dilakukan pemeriksaan berikut: 1. Pemeriksaan cairan otak a. Tekanan : tekanan meningkat diatas 180 mm H2O b. Warna : keruh-purulen c. Sel : Peningkatan leukosit 200-10.000 dan 95% terdiri dari sel PMN

d. Protein : Peningkatan kadar protein diatas 75 mg/100 ml e. Klorida : Penurunan kadar klorida kurang dari 700 mg/100 ml f. Gula : Penurunan kadar gula kurang dari 40 mg%

g. Pemeriksaan antigen (Imuno elektroforesis arus kontra, aglutinasi lateks, uji imun enzim, tes pembengkakan, lisat amebosit limulus) (1,5,10,11) 2. Pemeriksaan darah tepi Biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit dan pada hitung jenis tedapat pergeseran ke kiri. (1,2,5,10,11) 3. Pemeriksaan elektrolit darah Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Disamping itu, hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH. (1,2,5,10,11) 4. Biakan dan test kepekaan sumber infeksi Bila dari biakan cairan otak tidak dapat ditemukan kuman penyebab meningitis purulenta, maka mungkin penyebab ini dapat ditemukan dari biakan darah atau sumber infeksi. (1,2,5,10,11) 5. Pemeriksaan radiologik Pada foto thoraks mungkin dijumpai sumber infeksi misalnya radang paru atau abses paru. Pada foto tengkorak mungkin dijumpai sinusistis, mastoiditis. Sutura yang melebar pada anak mencurigakan akan adanya efusi subdural atau abses otak. (1,2,5,10,11)
9

6. Pemeriksaan EEG Pemeriksaan dengan elektroensefalografi akan menunjukkan

perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan beratnya radang.( 1,2,5,10,11)

IX. DIAGNOSIS BANDING 1. Meningitis Tuberkulosa Pada pemeriksaan cairan otak didapatkan warna yang jernih, sel yang meningkat tidak lebih dari 500/mm3 dengan sel mononuklear yang lebih banyak, bila didiamkan akan terbentuk pelikula yang berbentuk sarang labah-labah dan pada pemeriksaan mikroskop dan biakan akan ditemukan kuman tuberkulosis. (1,5,10) 2. Meningitis karena Virus Pada pemeriksaan cairan otak didapatkan warna yang jernih, jumlah sel antara 10-1000 /mm3 dengan kadar protein yang normal atau naik sedikit, kadar gula normal, kadar klorida normal, dan untuk menemukan virus dapat dilakukan pemeriksaan cairan otak langsung dengan mikroskop, biakan, maupun pemeriksaan serologic serum dan cairan otak. (1,5,10) 3. Meningismus Pada meningismus juga terjadi iritasi menigeal, nyeri kepala, kaku kuduk, tanda kernig, kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan anak yang lebih besar, dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsillitis, pneumonitis, pielitis. Dapat terjadi bersamaan dengan apendisitis akut, demam tifoid, erysipelas, malaria dan batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat kuman, sedangkan jumlah sel dan kadar glukosa normal. Umumnya gejala hilang dalam beberapa hari dan tidak meninggalkan gejala sisa. (1,5,10)

X. TERAPI 1. Penanganan prehospital


Evaluasi dan penanganan pasien shok atau hipotensi dengan infus kristaloid Penanganan kejang sesuai protokol
10

Proteksi jalan nafas pasien yang mengalami penurunan kesadaran.

Untuk pasien sadar dengan kondisi stabil dengan tanda vital normal, berikan oksigen, akses intravena dan kirim cepat ke bagian emergensy.(mj) 2. Penanganan umum Penderita di rawat di rumah sakit Mula-mula cairan secara infuse dalam jumlah cukup Bila gelisah diberi sedativa seperti fenobarbital atau penenang Nyeri kepala diatasi dengan analgetika Panas diturunkan dengan kompres es, parasetamol, asam salisilat (pada anak 10 mg/kg BB tiap 4 jam per oral) Kejang diatasi dengan diazepam (10-20 mg iv dewasa, 0,5 mg/kg BB iv pada anak), fenobarbital, difenilhidantoin Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan obat-obatan atau dengan operasi Kenaikan TIK diatasi dengan manitol (1-1,5 mg/kg BB iv dalam 30-60 menit dan dapat diulang 2 kali dengan jarak 4 jam), kortikosteroid (dosis awal 10 mg lalu diulangi 4 mg tiap 6 jam) Bila ada hidrosefalus obstruktif dapat dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting) Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25-30 cc setiap hari selama 2-3 minggu, bila gagal dilakukan operasi. Fisio terapi untuk mencegah cacat. (kapita,buku ajar) 3. Antibiotika Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementra menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut:

Kombinasi ampisilin 12-18 gram, kloramfenikol 4 gram, intravena dalam dosis dibagi 4 kali perhari. Dapat ditambahkan campuran trimetoprim 80 mg, sulfametoksazol 400 mg intravena atau seftriaxon 46 gram intravena.

11

Bila diketahui penyebabnya:

Meningitis yang disebabkan pneumokokus, meningokokkus : Ampisilin 1218 mg intravena dalam dosis terbagi perhari, selama minimal 10 hari atau hingga sembuh.

Meningitis yang disebabkan Haemophylus Influenza : Kombinasi ampisilin dan kloramfenikol seperti diatas,kloramfenikol disuntikkan intravena 30 menit setelah ampisilin.Lama pengobatan minimal 10 hari. Bila pasien alergi pada penisilin, berikan kloramfenikol saja.

Meningitis yang disebabkan oleh enterobacteriaceae : Sefotaksim 12 gram intravena tiap 8 jam. Bila resisten terhadap sefotaksim,berikan: campuran trimetoprim 80 mg dan sulfametoksazol 400 mg per infuse 2 kali 1 ampul per hari selama minimal 10 hari.

Meningitis yang disebabkan Staphylococcus aureus yang resisten terhadap penisilin : Berikan sefotaksim atau seftriakson 6 12 gram intravena, bila pasien alergi terhadap penisilin: Vankomisin 2 gram intravena per hari dalam dosis terbagi.

Bila etiologi tidak diketahui : Pada orang dewasa berikan ampisilin 12 18gram intravena dalam dosis terbagi dikombinasi dengan kloramfenikol 4 gram per hari intravena. Pada anak ampisilin 400 mg/kgBB ditambah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari/intravena.Pada neonates ampisilin 100 200mg/kkBB disertai dengan gentamisin 5 mg/kgBB perhari. (irwan,6bde,cdc,mp)

XI. KOMPLIKASI Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural, empiema subdural, ventrikulitis, abses serebri, skuele neurologis berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi atau produksi CSS yang berlebih, gangguan elektrolit. Pada pengawasan yang lama mungkin akan ditemukan tanda-tanda retardasi mental, epilepsi maupun meningitis berulang.(1,5,6,10)

12

XII. PROGNOSIS Prognosis bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan beberapa penyakit pada permulaannya, umur penderita, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, kecepatan ditegakkannya diagnosis, antibiotika yang diberikan, serta adanya kondisi patologik lainnya yang menyertai meningitis. Jika segera diberikan pengobatan, maka jumlah penderita yang meninggal mencapai kurang dari 10%. Tetapi jika diagnosis maupun pengobatannya tertunda, maka bisa terjadi kerusakan otak yang menetap atau kematian, terutama pada anak yang sangat kecil dan pada usia lanjut.Sebagian besar penderita bisa sembuh sempurna, tetapi beberapa penderita sering mengalami kejang. Gejala sisa lainnya adalah kelainan mental yang menetap serta kelumpuhan. (2,5,10)

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Yoes,R. Meningitis Purulenta. Dalam : Harsono. Kapita Selekta

Neurologi.Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2003. Hal: 169-79 2. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 1999. Hal : 161-8 3. Muller,ML. Pediatric Bacterial Meningitis Treatment and Management. Available at http://emedicine.medscape.com/article/961497-treatment accessed (29-03-12) 4. Anonim. Meningitis Bacterial. Available at

http://newsmedicalupdate.blogspot.com/2011/06/meningitisbakterial.html#!/2011/06/meningitis-bakterial.html accessed (29-03-12) 5. Ashari,I. Meningitis Bakterial. Available at accessed

http://www.irwanashari.com/458/meningitis-bakterial.html (29-03-12)

6. Usman,M. Catatan Kuliah Neurologi. Fakultas Kedokteran Unhas. Makassar. 2001. Hal : 55-6 7. Sukardi,E. Neuroanatomia Medica. Universitas Indonesia. Jakarta.1993. Hal : 325 8. Duus,P. Diagnostik Topik Neurologi. Edisi 2. Penerbit Buku ECG. Jakarta.1996. Hal : 246-9 9. Rohkamm,R. Color Atlas of Neurology. George Thieme Verlag. Germany.2003. Hal : 15 10. Anonim. Meningitis Purulenta. available at

http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/meningitis-purulenta/ accessed (29-03-12) 11. Anonim. Bacterial Meningitis. Available at

http://www.cdc.gov/meningitis/bacterial.html accessed (29-03-12). 12. Mardjono M. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 2003. Hal : 318-9

14

Anda mungkin juga menyukai