htm
Oleh: AsianBrain.com Content Team
Normalnya, sistem kekebalan tubuh akan memproteksi tubuh dari daya rusak yang
dilakukan benda asing tersebut, bakteri atau racun. Akan tetapi, jika tubuh
melakukan reaksi berlebihan atas substansi pelemah tersebut,
terjadihipersensivitas.
SIFAT-SIFAT ALERGI :
PENGOBATAN :
Ada beberapa cara untuk mengobati reaksi alergi. Pilihan tentang pengobatan dan
bagaimana cara pemberian disesuaikan dengan gejala yang dirasakan.
A. Untuk jenis alergi biasa, seperti reaksi terhadap debu atau bulu binatang,
pengobatan yang dilakukan disarankan adalah:
1. Prescription antihistamines,
seperti cetirizine (Zyrtec), fexofenadine(Allerga), dan Ioratadine (Claritin),
dapat mengurangi gejala tanpa menyebabkan rasa kantuk. Pengobatan ini
dilakukan sesaat si penderita mengalami reaksi alergi. Jangka waktu
pemakaian hanya dalam satu hari, 24 jam.
2. Nasal corticosteroid semprot. Cara pengobatan ini dimasukkan ke dalam
mulut atau melalui injeksi. Bekerja cukup ampuh dan aman dalam
penggunaan, pengobatan ini tidak menyebabkan efek samping. Alat semprot
bisa digunakan beberapa hari untuk meredakan reaksi alergi, dan harus
dipakai setiap hari. Contoh: fluticasone (Flonase),mometasone (Nasonex),
dan triamcinolone (Nasacort).
B. Untuk reaksi alergi spesifik. Beberapa jenis pengobatan yang dapat dilakukan
untuk menekan gejala yang mengikuti :
1. Epinephrine
2. Antihistamines, seperti diphenhydramine (Benadryl)
3. Corticosteroids
Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang
berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas
menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan
mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway dan
Travers merivisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb.
Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi
timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I, alergen yang
masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit
alergi seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi.
Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena dibentuk antibodi
jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi
tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi
ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan
komplemen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH (Delayed Type
Hypersensitivity) yang terjadi melalui sel CD4+ dan T cell Mediated Cytolysis yang
Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi
tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast
melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang
menyebabkan vasodilatasi, sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel
inflamasi lain sebagai bagian dari hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga
mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat
(Rengganis dan Yunihastuti, 2007).
Gejala yang timbul pada hipersensitivitas tipe I disebabkan adanya substansi aktif
(mediator) yang dihasilkan oleh sel mediator, yaitu sel basofil dan mastosit.
- histamin menyebabkan bentol dan warna kemerahan pada kulit, perangsangan
saraf sensorik, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos.
Prosedur penegakan diagnosis pada penyakit alergi meliputi beberapa tahapan berikut.
ASI berisi substansi alamiah yang membantu maturitas usus bayi sehingga melindungi
terhadap reaksi alergi, meningkatkan pertumbuhan postnatal dari epitel intestinal dan
maturasi fungsi mukosa, serta menjaga keseimbangan Th1 dan Th2 yang menyebabkan
penurunan risiko terjadinya alergi.
Anak-anak, terutama bayi, lebih rentan mengalami alergi, karena maturitas barier
imunitasnya belum sempurna, sehingga belum dapat melindungi tubuh dengan
maksimal. Selain itu, sekresi enzim untuk mencerna zat gizi, terutama protein, belum
dapat bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada makanan tertentu, terutama
makanan berprotein. Ada alergi yang dapat membaik, karena maturitas enzim dan
barier yang berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat terjadi
akibat faktor polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu tertentu, sehingga
menentukan kepekaan terhadap alergen tertentu.
Secara umum, hasil pemeriksaan laboratorium normal. Terjadi eosinofilia relatif, karena
disertai dengan penurunan basofil akibat banyaknya terjadi degranulasi. Eosinofil
sendiri menghasilkan histaminase dan aril sulfatase. Histaminase yang dihasilkan ini
berperan dalam mekanisme pembatasan atau regulasi histamin, sehingga pada pasien
dengan kasus alergi yang berat, jumlah eosinofil akan sangat meningkat melebihi
normal.
Ibunya Siti yang mengalami pilek, hidung gatal, bersin-bersin, dan juga menderita
asma, dengan gejala sesak nafas dan mengi, menunjukkan bahwa ibunya Siti juga
memiliki riwayat alergi. Mekanisme alergi pada ibunya Siti juga tetap diperantarai
histamin, namun, alergi pada ibunya Siti bermanifestasi pada saluran pernafasan.
Contohnya, bronkokonstriksi yang menyebabkan sesak nafas dan mengi (ekspirasi
berbunyi) adalah akibat dari kerja histamin yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus. Sedangkan pilek, hidung gatal, dan bersin, adalah upaya mukosa dan
sekretnya untuk menyingkirkan alergen yang masuk ke saluran pernafasan. Asma,
dalam hal ini adalah alergi bronkus yang dikhawatirkan menurun, memang mempunyai
kemungkinan diturunkan. Dengan mempunyai hanya satu orang tua yang memiliki
riwayat alergi saja, anak telah memiliki risiko alergi sebesar 20-40%.
Syok anafilaktik yang terjadi ketika ibunya Siti disuntik merupakan salah satu reaksi
alergi hebat akibat pelepasan histamin yang diantaranya ditandai dengan penurunan
kesadaran dan penurunan tekanan darah. Apabila dijumpai syok anafilaktik, hendaknya
pada pasien segera diberikan antagonis fisiologis histamin, yaitu berupa injeksi
adrenalin.
Apabila dijumpai pasien dengan kecurigaan penyakit alergi, maka pertama kali
dilakukan anamnesis, kemudian pemeriksaan fisik dan laboratorium, kemudian tes kulit
yang sederhana. Apabila belum ditemukan penyebab yang pasti, barulah dilakukan tes
provokasi.
Dalam kasus, kemungkinan besar pasien alergi terhadap makanan tertentu seperti
udang dan kepiting, karena gejala-gejala alergi yang ada timbul setelah pasien makan
makanan tersebut. Penatalaksanaan yang paling baik untuk alergi adalah menghindari
alergennya. Namun apabila diperlukan, dapat digunakan antihistamin, obat-obat
kortikosteroid, serta imunosupresan yang seluruhnya digunakan untuk menekan respon
sistem imun yang berlebihan yang terjadi pada reaksi alergi.