PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang adil dan makmur. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak
hanya cukup pangan, sandang dan perumahan saja, tetapi justru harus diartikan
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi
dan pemukiman tidak dapat hanya dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi
lebih dari itu, yaitu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan tatanan
Dalam rangka pelaksanaan visi dan misi Presiden dalam Pemilu tahun 2009,
1
Penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman.
1
Universitas Sumatera Utara
pembangunan infra struktur, termasuk di dalamnya masalah pembangunan
perumahan dan pemukiman guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan papan yang
layak dalam lingkungan yang sehat. Dalam rangka mewujudkan visi dan misi
presiden tersebut dilakukan pembangunan ribuan unit rumah sederhana (RS) dan
rumah sangat sederhana (RSS) termasuk pula pembangunan Rumah Susun Sederhana
Sewa (Rusunawa) sebanyak 50 ribu unit dan Rumah Susun Milik (Rusunami)
kebawah, dengan tingkat penghasilan di bawah Rp. 4.500.000 per bulan, melalui
peran serta swasta atau kerjasama pemerintah dan swasta (Public Private
Partnership).2
Guna menindak lanjuti Perpres nomor 6 tahun 2010 tersebut, pemerintah telah
Rusunawa dan Rusunami sebanyak seribu Tower Apartemen Murah untuk Rakyat
(Pro Populis) sampai dengan tahun 2015 dengan mendapatkan subsidi dan insentif
Susun tersebut sangat bijaksana, mengingat kebutuhan perumahan yang layak huni
2
Perumnas, Pengembangan Penyelenggaraan Rumah Susun Sederhana Perum Perumnas
Divisi Usaha, Edisi Kedua, 18 Maret 2009, hlm. 15.
pertumbuhannya, dan perubahan rata-rata jumlah jiwa per keluarga. Hal tersebut
permintaan akan papan yang semakin tinggi.3 Hal ini berkaitan pula dengan
sekitar 50 persen penduduk Indonesia dalam tahun 2020 akan bertempat tinggal
di perkotaan, atau kurang lebih sekitar 120 juta jiwa. Menurut Arie. S. Hutagalung,
kelima kota besar di Indonesia akan memerlukan tanah sekitar 8000 Hektar tiap
tahunnya4 Menurut Perpres Nomor 6 Tahun 2010 tentang RPJM tersebut di atas,
jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah tinggal sebanyak 4.338.864
di tahun 2010. Menurut Majalah Legal Review, ada sekitar enam juta keluarga
di Indonesia yang belum sejahtera papan, ditambah 800 ribu keluarga per tahun yang
membutuhkan rumah.5
masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang sehat. Selain
itu, hal ini juga dijadikan sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah pengadaan
3
AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman dan
Undang-Undang Rumah Susun, Mandar Maju Bandung, 2001, hlm. 91.
4
Arie. S. Hutagalung, Condominium dan Permasalahannya, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok, 1998, hlm. 2.
5
Majalah Legal Review, Edisi Februari 2010, hlm.20.
seperti yang terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang dan Medan. Di samping
itu, pembangunan Rumah Susun juga dapat menjadi solusi bagi penataan kawasan
dari 40.053 hektar pada tahun 1996, menjadi 67.500 hektar pada tahun 2010.
Pembangunan Rumah Susun juga akan membantu mengatasi kemacetan lalu lintas
dan dapat menekan serta menghemat biaya transportasi yang pada akhirnya dapat
layak bagi rakyat terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang
guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian
sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi dan
16.870 unit Rusuna jual dan Rusuna sewa telah dibangun antara lain di Propinsi DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Hal
layak huni dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat seperti yang tercantum
swasta (developer) yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) di Jakarta pada
kenyataan seperti itu perlu adanya jaminan kepastian hukum atas kepemilikan hak
7
Sumber : Perumnas, Pengembangan, Penyelenggaraan Rumah Susun Sederhana Perum
Perumnas, Divisi Usaha, Edisi Pertama, 18 Juli 2003, hlm. 9-10.
8
Suli Suwarni, Hak Kepemilikan Atas Satuan Rumah Susun Bagi Orang-orang Dihubungkan
Dengan UUPA, Tesis S2 UNPAD, Bandung, 2004, hlm. 5.
membangun rumah susun didorong oleh beberapa faktor.9 Pertama, adanya kepastian
tinggal di rumah susun. Ketiga, besarnya jumlah orang asing (ekspatriat) yang
menginap di hotel berbintang dalam jangka panjang (long stay guest). Rumah susun
dalam hukum Indonesia dewasa ini merupakan rumah yang dibentuk dengan sistem
(PP) Nomor 4 Tahun 1988 tentang rumah susun yang menyebutkan : “sistem
condiminium ini terdapat pemilikan individual dan juga pemilikan bersama.10 Dalam
sistem condominium ini terdapat pemilikan individual atas satuan rumah susun yang
merupakan hak penghuni. Di samping itu terdapat hak pemilikan bersama atas tanah
dimana bangunan tersebut terletak (common areas), hak milik bersama atas sarana-
sarana bangunan (common elements) misalnya corridor, lift, instalasi listrik, kebun,
tempat rekreasi, kolam renang, lobi, garasi dan lain sebagainya yang dapat digunakan
9
Dewan Pengkajian Masalah Perumahan dan Pemukiman Real Estate Indonesia, Era Baru
Bisnis Real Estate, Indonesia, Jakarta, 1995, hlm. 20.
10
Pasal 1 ayat (4), (5) dan (6) UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
rumah susun dengan tanahnya. Oleh karena itu rumah susun termasuk dalam jenis
benda bukan tanah yang sifatnya tetap. Adapun sarana rumah susun yang melekat
pada setiap satuan rumah susun, disini berlaku asas aksesi, sehingga tidak ada satuan
rumah susun tanpa hak atas sarana bersama. UURS juga telah memperkenalkan suatu
lembaga pemilikan baru sebagai suatu hak kebendaan, yaitu Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun (HMSRS) yang terdiri dari Hak Perseorangan Atas Unit Satuan Rumah
Susun yang terdiri dari Hak Perorangan Atas Unit Satuan Rumah Susun (SRS) dan
hak bersama atas tanah, benda dan bagian bersama yang kesemuanya merupakan satu
pemisahan horizontal yang memisahkan hak kepemilikan atas tanah dengan benda-
benda yang berada di atasnya. Dengan kata lain dimungkinkan pemegang hak atas
tanah berbeda dengan pemegang hak atas bangunan atau benda-benda yang berada
di atasnya. Hal ini berbeda dengan asas pelekatan (accessie) sebagaimana yang
dimaksud Pasal 571 KUH Perdata mengatur tentang Hukum Benda, yang
menyatakan hak kepemilikan atas tanah beserta benda-benda yang melekat di atasnya
adalah juga pemegang hak atas benda-benda yang berada di atas tanah tersebut.
Dengan demikian kepemilikan hak atas tanah SRS sebagaimana diatur dalam UURS
11
Pasal 1 Ayat (1) dan (2) jo. Pasal 8 UU Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun.
atas sesuatu benda dimana hak itu memberikan kepada pemegang hak tersebut
kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun
juga. Jadi hak kebendaan adalah hak mutlak (hak absolut). Lawannya adalah hak
nisbi (hak person lijk) atau hak relatif. Kedua-duanya adalah hak kebendaan perdata.
Hak kebendaan itu mempunyai zaaksgevolg atau droit de suit (hak yang
mengikuti). Artinya hak itu terus mengikuti bendanya dimanapun juga (dalam tangan
Kepemilikan suatu benda oleh lebih dari satu orang dapat ditemukan
pengaturannya dalam Pasal 526 dan 527 KUH Perdata. Ketentuan Pasal 526 KUH
Perdata mengatur tentang kepemilikan suatu benda secara bersama yang terikat,
sedangkan Pasal 570 KUH Perdata mengatur tentang kepemilikan suatu benda secara
Hak milik bersama yang terikat (onvrije / geboneden mede eigendom) yaitu
jika beberapa orang menjadi pemilik (eigenaar) bersama-sama atas suatu benda
sebagai akibat adanya hubungan yang memang telah ada lebih dahulu diantara para
Hak milik bersama yang bebas (vrije mede eigendom) yaitu jika hubungan
antara para pemilik satu sama lain hanyalah semata-mata hubungan sesama pemilik
(eigenaar) bersama-sama atas suatu benda contohnya, dalam KUH Perdata diatur hak
1. Bagaimanakah status kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun ?
2. Apakah kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun sesuai dengan asas
3. Bagaimana prosedur hukum perjanjian jual beli atas satuan rumah susun ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
1. Untuk mengetahui status kepemilikan hak atas tanah satuan rumah susun.
2. Untuk mengetahui apakah kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun
3. Untuk mengetahui prosedur hukum perjanjian jual beli satuan rumah susun.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
perpustakaan.
ilmu pengetahuan hukum perdata tentang hukum benda dalam kaitannya dengan
hak kepemilikan atas tanah dan bangunan satuan rumah susun, juga sebagai
penambah wawasan bagi peneliti sendiri dan masyarakat luas yang berminat
E. Keaslian Penelitian
penelitian yang menyangkut judul “Analisis Yuridis Kepemilikan Hak Atas Tanah
Dengan demikian maka secara akademis penelitian adalah asli adanya dan dapat
dipertanggung jawabkan.
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses
tertentu terjadi13. Teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang
diadakan penelitian ini tidak salah arah sebelumnya diambil rumusan landasan teori
13
DJJ. M. Wuisman, Penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid 1, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hlm. 203.
14
Ibid, hlm. 216.
adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai
pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan
Teori itu sendiri adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang saling
berhubungan dengan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu
berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling berhubungan
digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana
dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan
penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.
Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun, sebagai kaidah hukum atau
15
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80.
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 125.
17
Maria SW Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta,
1989, hlm. 12.
harus berjalan dengan teratur dan diikuti dengan pembentukan norma-norma sehingga
dapat berlangsung secara harmonis. Perubahan hukum dalam kerangka hukum benda
dalam mengatur masalah Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun terjadi
pada sub bab sebelumnya merupakan bagian dari Hukum Perdata, khususnya Hukum
Benda sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUHPerdata, yaitu dalam hal : 19
1. Persoalan macam serta status benda yang menjadi objek hukum yang
bersangkutan, yang dalam hukum kondominium ini tentunya ialah segala macam
yang dimiliki lebih dari seorang atau lebih dari satu pemilik dengan suatu
milik bersama yang objeknya meskipun terwujud dalam suatu konstruksi namun
18
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni Bandung, 2006, hlm. 18.
19
A. Ridwan Halim, Sari Hukum Hak Milik, Kondominium dan Rumah Susun, Puncak
Karma, Jakarta, 1990, hlm. 138-139, 146.
lain.
diterbitkan tanda bukti hak berupa Sertifikat HMSRS berdasarkan Pasal 9 ayat (2)
PP No. 24 Tahun 1997 yang merupakan revisi atas PP No. 10 Tahun 1961
tentang Pendaftaran Tanah sebagai peraturan pelaksanaan dari UUPA (UU No.5
Tahun 1960) tentunya menggambarkan akan menganut asas hukum adat dalam hal ini
pelekatan vertikal seperti yang dianut KUHPerdata dulu, yang telah dinyatakan tidak
Menurut Pasal 9 ayat (2) UURS Jo Pasal 31 PP No. 24 Tahun 1997 terlihat
jelas bahwa Undang-Undang Rumah Susun No. 6 Tahun 1985 masih menggunakan
asas pelekatan vertikal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 571 KUHPerdata,
sehingga SRS tidak jelas pemilikan atas tanahnya tetapi tetap diperhitungkan
berdasarkan hak atas tanah dimana SRS itu berdiri satu pemegang hak bersama atas
Pada tahun 1992 terbit UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman dan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang berbeda
seperti tampak dari ketentuan Pasal 6 menganut asas pemisahan horizontal, dengan
horizontal, dengan menyatakan secara tegas bahwa setiap orang atau badan hukum
bangunan gedung atau bagian bangunan gedung. Kepemilikan atas bangunan gedung
dan bagian gedung. Kepemilikan atas bangunan gedung dan bagian bangunan gedung
UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung). Dalam Pasal 8 ayat (1) UU
tentang bangunan gedung disebutkan bahwa setiap bangunan gedung tersebut harus
memenuhi persyaratan administratif yang meliputi status hak tanah dan atau izin
pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung
dan IMB.
disebutkan dengan tegas bahwa setiap bangunan gedung harus didirikan pada tanah
yang status kepemilikannya jelas, baik milik sendiri maupun milik pihak lain.
Penganutan asas pemisahan horizontal dari ke-2 (dua) UU tersebut adalah sejalan
dengan ketentuan Pasal 5 UUPA di atas, yang menganut asas hukum adat.
dengan menggunakan sistem Strata Title yaitu sistem yang mengatur tentang bagian
tanah yang terdiri dari lapisan-lapisan (strata), yaitu lapisan bawah dan atas dengan
strata. Strata adalah bentuk plural dari stratum diartikan sebagai berikut20 : stratum
means any part of land consisting of a space of any shape below on or above the
hukum di negara bagian New South Wales, Australia yang dimaksud dengan “Strata
title” adalah21 :
the land upon which it is erected is subdivided into lots or lots and common property,
the lots (units as they area commonly called) having separate title, the transfer of
which is not inherently, restricted, the common property being used by the occupiers
of the lots but owned by a body corporate as agent for the owners of the lots in
specified proportions.”
Strata title yang dimaksudkan di atas adalah suatu pengaturan hukum dimana
suatu gedung dan tanah dibagi ke dalam unit-unit dan kepemilikan properti/benda
bersama mempunyai hak milik yang terpisah, pengalihan haknya tidak sama atau
dibatasi, kepemilikan properti atau benda bersama digunakan oleh para penghuni
20
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang
Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Land Strata Act.
Singapura, hlm. 342.
21
Arie S. Hutagalung, Membangun Condominium (Rumah Susun) Masalah-masalah Juridis
Praktis dalam Penjualan, Pemilikan, Pembebanan serta Pengelolaannya, Hukum dan Pembangunan,
FHUI No. 1 Tahun XXIV, Februari 1994, hlm. 15.
bangunan SRS dipisahkan secara tegas dengan tanah dimana bangunan Rumah
Menurut Maria S.W. Sumardjono,22 Strata Title adalah suatu sistem yang
memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut satuan
pemilikan secara individual itu dikenal pula adanya tanah, benda serta bagian yang
Permukiman, common property ini disebut dengan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas
prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial perumahan kepada Pemda
pengaturan tentang hukum benda yang berkaitan dengan pembangunan rumah susun
di masa depan, maka akan lebih bermanfaat apabila menggunakan sistem Strata Title
dari pada menggunakan condominium. Oleh karena itu, perlu direvisi UUR agar
(Reformasi UUPA) oleh Pemerintah dan DPR sesuai dengan tuntutan masyarakat
22
Muhyanto Cs, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Kedudukan Hukum dan Sertifikat
Pemilikan Rumah Susun, BPHN, Depkeh, 1993/1994, hlm. 16.
23
Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal. 341-342.
yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UURS dapat dijadikan jaminan hutang dengan,
sekarang ini, terlebih-lebih para era otonomi daerah, globalisasi perdagangan bebas
kepemilikan hak tanah pada SRS, perlu menerbitkan suatu peraturan perundang-
undangan yang menjamin kepastian hukum kepemilikan hak tanah pada SRS/gedung-
gedung bertingkat dalam kerangka hukum benda dengan konsep strata title tersebut.
satuan rumah susun dalam kerangka hukum benda/benda tanah yang dituangkan
dalam judul : Analisis Yuridis Kepemilikan Hak atas Tanah pada Satuan Rumah
Susun.
Pasal 33 UUD 1945 amandemen ke-4 Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan
UUD 1945 tersebut di atas, telah diterbitkan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
(good governance).
sinkronisasi, dan sinergi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Daerah sesuai peran
Dalam rangka pelaksanan visi dan misi Presiden dalam Pemilu Tahun 2004
masyarakat akan papan yang layak dalam lingkungan yang sehat sebagai bentuk
24
Pasal 2 UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
tersebut di atas.
Susun tersebut sangat bijaksana mengingat kebutuhan perumahan yang layak huni
Pandang. Rumah susun dapat mengurangi penggunaan lahan kota yang semakin
sempit dan kumuh, mengatasi banjir dan kemacetan, penataan ruang kota yang lebih
(traditional society), prasyarat untuk lepas landas (the preconditions for take off,
lepas landas (take off), gerakan ke arah kedewasaan (the drive to maturity), dan masa
Pound tentang law as a tool of social engenering memberikan suatu arahan dalam
pembangunan dibidang hukum, yaitu bahwa hukum harus mampu tampil ke depan
25
Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan, Medan, 1981, hlm. 101 dan Arif Budiman, Teori
Pembangunan Dunia Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hlm. 25-28.
26
Djuhaendah Hasan, Op.cit, hlm. 36
ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan itu merupakan suatu yang
maka hukum menjadi suatu yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.
4. Meniadakan sesuatu yang terdapat dalam sistem lama karena tidak diperlukan dan
27
Djuhaendah Hasan, Ibid, hlm. 2
28
Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, PT. Sofmedia, Medan, 2009, hlm. 60.
pada SRS mutlak dilakukan dalam rangka menjamin kepastian hukum (guna
menghindari sengketa atau conflict of interest kepemilikan hak tanah pada SRS dari
para penghuni SRS). Agar tercapai ketertiban dan kesebandingan hukum dalam
rangka terciptanya keadilan (tidak ada hukum tanpa keadilan), dalam kepemilikan
Kepemilikan hak tanah pada satuan rumah susun merupakan sarana penunjang
dan permukiman serta Rumah Susun, dapat lebih mencapai sasaran untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai sila ke 5 Pancasila dan Pasal
adalah “pre condition for economic change”, “Crucial to the viability of new
political system and as agent of social change”.29 Demikian pula hendaknya dalam
hal kepemilikan hak tanah pada SRS dalam kerangka hukum benda ini.
29
Erman Rajagukguk, Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional,
Membangun Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Makalah Seminar
Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII, BPHN dan HAM, Denpasar, 14-18 Juli 2003,
hlm. 1.
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
bumi di sini adalah benda tanah. Jadi, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ini merupakan
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) disebutkan bahwa
dan menampung dinamika aspirasi, dan peran serta masyarakat serta menyelesaikan
konflik. Pembaruan agraria dan pengelolaan SDA tersebut antara lain harus
Menurut Djuhaendah Hasan31, salah satu aspek yang penting di dalam hukum
tanah adalah tentang hubungan antara tanah dengan benda yanga melekat padanya.
Kepastian akan kedudukan hukum dari benda yang melekat pada tanah itu sangat
penting karena hal ini menyangkut pengaruh yang sangat luas terhadap segala
hubungan hukum yang menyangkut tanah dan benda yang melekat padanya. Dengan
30
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, hlm. 36.
31
Djuhaendah Hasan, Op.cit, Pt. Citra Aditrya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 65.
hukum tanah.
Di dalam hukum tanah dikenal ada dua asas. antara asas yang satu dengan
asas yang lain ternyata bertentangan, yaitu yang dikenal dengan asas pelekatan
sebagaimana dapat ditemukan pengaturannya di dalam Pasal 571 KUH Perdata dan
tanah/hukum agraria yang bersumber kepada hukum adat sebagaimana yang diatur
Pasal 5 UUPA menyatakan dengan tegas bahwa : Hukum agraria yang berlaku
atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa,
dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan yang tercantum dalam undang-
Asas pelekatan vertikal yaitu asas yang mendasarkan pemilikan atas tanah dan
segala benda yang melekat padanya sebagai suatu kesatuan yang tertancap menjadi
satu (Gambar a). Asas pemisahan horizontal justru memisahkan tanah dari segala
Rumah
Benda tidak
susun
bergerak
TANAH
Gambar b
SRS
Rumah
susun
Asas adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, dasar, tumpuan, pokok
bukanlah peraturan hukum konkret melainkan merupakan pikiran dasar yang umum
sifatnya, atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat
dalam atau di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
Jadi, asas pemisahan horizontal merupakan alas atau dasar pemikiran yang
hukum adat dan asas ini dianut oleh UUPA. Asas pelekatan vertikal merupakan alas
Dewasa ini pengaruh asas pelekatan vertikal yang merupakan dasar hukum
Misalnya, SRS selalu menyatu dengan tanah (tanah bersama) merupakan pengaruh
alam pikiran KUHPerdata dan bukan alam pikiran UUPA ataupun hukum adat.
adat, dimana pemilikan rumah terpisah dari pemilikan atas tanah. Dengan demikian,
32
Djuhaendah Hasaan, Ibid, hlm. 66.
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi antara abstraksi dan
operasional.33 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini
harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil
dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Konsep
merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain-lain seperti asas dan
standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu
dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi
mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran
beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi yaitu sebagai berikut :
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-
33
Sumadi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 3.
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 7.
yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.35
Satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya
Hak kebendaan adalah hak mutlak atas sesuatu benda dimana hak itu
memberikan kepada pemegang hak tersebut kekuasaan langsung atas sesuatu benda
Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak
rumah susun.38
Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun,
tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.39
Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara
tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam
35
Pasal 1 Ayat (1) UURI Nomor16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun.
36
Pasal 1 Ayat (2), Ibid.
37
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 2000, hlm. 24.
38
Pasal 1 Ayat (4) UURI No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun
39
Pasal 1 Ayat (5), Ibid.
40
Pasal 1 Ayat (6), Ibid.
dasarnya pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya,
kecuali itu maka diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum
Penelitian ini bersifat yuridis normatif, disebut demikian karena penelitian ini
merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan
hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.42 Di dalam
menjawab dan membahas permasalahan dalam penelitian ini, maka sifat penelitian
sekaligus menganalisa tentang kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun
dengan semua aspek hukumnya yang terkait. Jenis penelitian yang ditetapkan adalah
hukum normatif) yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang
yang berasal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus.
41
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 13.
42
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 13.
dan sejarah hukum. Dengan kata lain kepemilikan bangunan SRS dipisahkan secara
tegas dengan tanah dimana Bangunan Rumah Susun (SRS) tersebut dibangun.
oleh Indonesia melalui UUPA nomor 5 Tahun 1960 dimana tanah terpisah dari segala
sesuatu yang melekat pada tanah tersebut atau pemilik atas tanah terlepas dari benda
yang berada di atas tanah ini, sehingga pemilik hak atas tanah dapat berbeda dengan
bahwa kepemilikan atas tanah tidak harus selalu sama dengan kepemilikan atas
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
berhubungan dengan telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-
43
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.cit, hlm. 12.
44
Arie S. Hutagalung, Op.cit, hlm. 67.
1. Bahan hukum primer yang terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan
hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar
dan internet.
bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum
4. Analisis Data
Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian
ini akan dimulai dengan mengidentifikasikan hukum positif dibidang hukum benda
dan rumah susun serta dikaitkan dengan asas-asas dalam hukum pertanahan
yang diperoleh, akan dianalisis secara kualitatif dan kemudian ditarik kesimpulan
dengan menggunakan cara deduktif. Dari data yang dianalisis diharapkan dapat