Anda di halaman 1dari 5

Air Tuba dibalas dengan Air Susu

Jika kejahatan di balas kejahatan, maka itu adalah dendam. Jika kebaikan dibalas
kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan dibalas kejahatan, itu adalah
zalim. Tapi jika kejahatan dibalas kebaikan, itu adalah mulia dan terpuji.

Kita mungkin biasa mendengar ungkapan “air susu dibalas dengan air tuba”, artinya
kebaikan dibalas dengan kejahatan, itu biasa kita lihat sehari-hari, karena banyak orang didunia
ini yang telah menjadi zalim. Tapi jika kebalikannya, “ air tuba dibalas dengan air susu “, artinya
kejahatan dibalas kebaikan. Itu adalah sesuatu yang mulia dan sangat susah untuk dilakukan.
Maka terpujilah orang yang bisa melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada dua kisah dibawah ini yang akan saya jadikan sebagai pembuka untuk membahas ungkapan
ini.
1. Kisah Nabi Muhammad SAW dan seorang Yahudi Buta
Di sudut pasar Madinah al-Munawarah, ada seorang pengemis Yahudi buta yang
mangkal. Hari demi hari, apabila ada orang yang mendekatinya, ia selalu berkata, "Wahai
saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir,
apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya."
Sementara itu, tanpa disadarinya, setiap pagi Nabi Muhammad saw. mendatanginya
dengan membawa makanan, lalu tanpa berkata sepatah kata, Beliau menyuapkan makanan
yang dibawanya kepada pengemis itu, walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak
mendekati orang yang bernama Muhammad.
Nabi Muhammad melakukan hal itu hingga menjelang Beliau wafat. Setelah Beliau
wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi
buta itu.
Suatu hari sahabat Abu Bakar ra. berkunjung kerumah istrinya Rasulullah, Aisyah ra.
Beliau bertanya kepada istrinya Rasulullah,
Abu Bakar ra : Wahai Aisyah, adakah sunnah Rasulullah yang belum aku kerjakan?
Aisyah ra : Wahai Abu Bakar, engkau adalah seorang ahli sunnah. Hampir tidak ada satu
sunnah pun yang belum engkau lakukan kecuali satu sunnah saja.
Abu Bakar ra : Apakah itu?
Aisyah ra :Setiap pagi Rasulullah saw. selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan
makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana.
Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke pasar untuk memberi makan seorang Yahudi buta
yang sering diberi makan oleh Rasulullah saw. Ketika Abu Bakar menyuapkan makanan kepada
seorang pengemis Yahudi buta itu, pengemis itu marah sambil berteriak,
Pengemis Yahudi Buta : Siapakah engkau?
Abu Bakar ra : Aku orang yang biasa datang memberimu makan.
Pengemis Yahudi Buta : Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku. Apabila ia
datang kepadaku, tidak perlu tangan ini memegang dan tidak
perlu mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu
selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan
tersebut, setelah itu baru ia suapkan padaku.

Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya. Ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu,
Abu Bakar ra : Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah
salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia telah tiada. Ia
adalah Muhammad Rasulullah saw.
Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar, ia pun menangis sambil berkata,
Pengemis Yahudi Buta : Benarkah demikian? (kata pengemis tua itu terkejut). Selama ini aku
selalu menghinanya, memfitnahnya, namun ia tidak pernah
memarahiku sedikit pun. Ia mendatangiku dengan
membawa makanan setiap pagi. Sungguh, ia begitu mulia....(kata pengemis
Yahudi buta itu sambil menangis tersedu-sedu).
Akhirnya, pengemis Yahudi itu bersyahadat di hadapan Abu Bakar. Ya, pengemis buta itu masuk
Islam berkat kemuliaan ahlak Nabi Muhammad saw. yang luar biasa dan berkat kekuasaan Allah
SWT.
2. Kisah Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Seorang Arab Badui
Pada suatu hari Rasulullah saw bertamu ke rumah Abu Bakar Ash-Shidiq. Ketika sedang
ngobrol dan temu kangen dengan Rasulullah, tiba-tiba datang seorang Arab Badui bergaya
preman dan langsung mencela Abu Bakar. Makian kotor serta umpatan-umpatan kasar keluar
dari mulut orang itu. Namun, Abu Bakar tdk menghiraukannya. Ia melanjutkan perbincangan
dengan Rasulullah. Melihat hal ini, Rasulullah memberikan senyum terindahnya kepada Abu
Bakar.
Merasa tidak berhasil dan dicuekin, orang Arab Badui itu kembali memaki Abu Bakar.
Kali ini, makian dan hinaannya lebih kasar. Namun, dengan keimanan yang kokoh serta
kesabarannya, kembali Abu Bakar  tidak menghiraukannya dan tetap membiarkan orang
tersebut memaki. Rasulullah kembali memberikan senyum terindahnya. Merasa makin
dikacangin, maka semakin menjadi-jadi lah kemarahan orang Arab Badui ini.
Untuk ketiga kalinya, ia mencerca Abu Bakar dengan makian yang lebih menyakitkan.
Kali ini, selaku manusia biasa yg memiliki hawa nafsu, Abu Bakar tidak dapat menahan
amarahnya. Dibalasnya makian orang Arab Badui itu dengan makian pula. Terjadilah perang
mulut, seketika juga nama-nama satu isi kebun binatang keluar semua, dari mulai kucing, kelinci
sampai onta. Seketika itu juga, Rasulullah beranjak dari tempat duduknya dan langsung
meninggalkan Abu Bakar tanpa mengucapkan salam.
Melihat hal ini, selaku tuan rumah, Abu Bakar sadar dengan kesalahannya dan langsung
berlari mengejar Rasulullah yg sudah sampai halaman rumah. Kemudian, Abu Bakar berkata,
“Wahai Rasulullah, jika aku berbuat kesalahan, mohon jelaskan dan maafkan kesalahanku.
Jangan biarkan aku dalam kebingungan.” Rasulullah lalu menjawab, “Sewaktu org Arab Badui
itu datang lalu mencelamu dan kamu tidak mnanggapinya, aku tersenyum karena banyak
malaikat di sekelilingmu yang akan membelamu di hadapan Allah.”
Beliau melanjutkan, “Begitu pun yang kedua kali ketika ia terus menghinamu dan kamu
tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya di sisimu.
Oleh sebab itu, aku semakin tersenyum. Namun, ketika yang ke-tiga kali ia menghinamu dan
kamu menanggapinya serta kamu membalas makiannya, maka seluruh malaikat pergi
meninggalkanmu. dan hadirlah iblis di sisimu untuk semakin memanasimu. Oleh karena itu, aku
tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepada kamu.”

Dua kisah diatas adalah sebagian kecil dari sikap Rasulullah yang mulia dan terpuji.
Mulia dan terpuji karena beliau adalah manusia yang dengan sabar membalas semua kejahatan
yang datang padanya dengan kebaikan. Islam adalah agama yang damai dan penuh keindahan.
Islam mengajarkan umatnya agar terus menerus berbuat kebaikan kepada sesama manusia
tanpa mempedulikan asal usul, status sosial, agama, jenis kelamin, dsb. Dalam salah satu ayat
Al-Qur’an,“Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil (orang
yang bepergian) dan hamba sahayamu (pembantu).” (QS. An-Nisa [4]: 36).
Hal yang lumrah ada kalanya dalam hidup ini kita menemui tantangan luar biasa yang
tak diinginkan, seperti dibenci banyak orang atas niat tulus dan perbuatan baik yang kita lakukan
atau mungkin “ditusuk” dari belakang oleh teman-teman maupun keluarga dekat kita sendiri.
Ironis bukan? Bagi seorang pelajar atau mahasiswa, mungkin saja ada teman sekelas yang tidak
suka dan berusaha menjatuhkan kita dengan berbagai cara, termasuk mungkin memfitnah atau
menyebar isu yang tidak benar. Bagi seorang karyawan, mungkin saja sesama teman di kantor
saling berusaha menjatuhkan dan dibuat agar nama kita jelek di depan bos dan tidak jadi
dipromosikan. Bagi seorang pebisnis, mungkin saja pesaing kita melakukan cara-cara yang kotor
dan bisnis yang tidak beretika. Setiap orang, tidak peduli apa profesi dan pekerjaannya, pasti
akan menemu hal-hal seperti itu.
Apa yang harus kita lakukan? Tentu saja mencontoh suri teladan kita, Nabi Muhammad
SAW, yang tetap sabar dan terus melakukan kebaikan, walaupun makian, hinaan beliau terima.
Allah Swt telah mengajarkan di dalam Al-Qur’an, “Balaslah perbuatan buruk mereka dengan yg
lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 96).
Hadapi saja semua tantangan dan masalah yang kita hadapi dalam hidup ini dengan penuh
syukur. Karena memang begitulah kehidupan berjalan. Terkadang berada di atas dan di lain
waktu berada di bawah. Terkadang, perbuatan baik yang kita lakukan malah dibalas dengan
kejahatan oleh orang lain. Oleh karenanya, manakala kita melakukan sesuatu, jangan pernah
berharap bahwa kita akan memperoleh sambutan hangat atau balasan yang serupa dari orang
yang bersangkutan. Karena jika itu yg terjadi, bersiap-siaplah kita merasakan kekecewaan yang
dalam.
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Allah SWT juga memiliki
nama lain yang berhubungan dengan keadilan seperti Al-‘Adl (Yang Maha Adil) atau Al-Hakim
(Yang Maha Menghakimi). Di dalam Al-Qur’an sendiri juga dijelaskan bahwa segala perbuatan,
baik ataupun buruk, sekecil apapun, pasti akan mendapat ganjaran dari Sang Maha Kuasa.
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (biji atom), niscaya dia akan
menerima (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah (biji
atom) pun, niscaya dia akan menerima (balasan)nya.” (QS. Al-Zalzalah [99]:7-8)
Jadi, teman-teman sekalian, jangan khawatir untuk selalu berbuat baik. Kita
harus meyakini bahwa Allah Maha Adil dan segala perbuatan kita pasti akan ada balasannya,
baik di dunia ataupun di akhirat nanti. Jika kita berbuat baik, tentunya kebaikan pula balasan
yang akan diberikan oleh Allah Swt. “Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula.”
(QS. Ar-Rahman [55]: 60).
Maka dari itu berbuat baiklah kepada siapapun, bahkan kepada orang yang telah
berbuat jahat kepada kita. Mengapa? Karena kebaikan tersebut dilipatgandakan di sisi-Nya. Hal
ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an, “Mereka itu diberi pahala dua kali lipat disebabkan kesabaran
mereka dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan dan sebagian dari apa yang telah
Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.”(QS. Al-Qashash [28]:54)
Coba perhatikan juga ayat ini, “Siapa yang datang membawa kebaikan, baginya pahala
yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan siapa yang datang membawa kejahatan, tidaklah
diberi balasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan seimbang
dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (SQ. Al-Qashash [28]:84)
Melihat janji-janji Allah SWT dalam kitabNya, maka kita tidak boleh ragu akan kebaikan
yang kita lakukan kepada orang lain. Terserah orang lain akan membalasnya dengan baik atau
jahat. Karena yang kita harapkan hanyalah ridho Allah SWT, habluminannas adalah salah satu
cara menuju keridhaanNya, balasan di Hari Akhir kelak yang abadi.

Anda mungkin juga menyukai