Anda di halaman 1dari 7

Angka PHK di Kota Bekasi Menurun

SABTU, 30/04/2011 - 15:34

BEKASI, (PRLM).- Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Kota Bekasi menunjukkan tren
penurunan dalam tiga tahun terakhir. Keberhasilan penurunan angka PHK tidak terlepas dari
serangkaian upaya yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi.

Kepala Bidang Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Asep Gunawan
mengungkapkan, pada tahun 2009 terdapat 61 kasus. Jumlahnya berkurang pada tahun 2010 hingga
hanya tinggal 39 kasus. Sementara pada tahun 2011, hingga Maret, terdata sembilan kasus yang
dilaporkan ke Disnaker.

Ada dua langkah yang dilakukan Disnaker sebagai upaya menekan angka PHK tersebut. Pertama,
ialah dengan melakukan deteksi dini di perusahaan-perusahaan yang berpotensi akan munculnya
perselisihan dengan pegawai.
"Kami terjunkan langsung petugas untuk turun ke lapangan. Setelah mengetahui permasalahannya
seperti apa kami sarankan penyelesaiannya secara bipartit. Peran kami memberikan masukan demi
terselesaikannya potensi konflik," kata Asep.

Langkah kedua yang dilakukan Disnaker ialah gencar menyosialisasikan serangkaian peraturan yang
terkait dengan hubungan industrial dan langkah-langkah penyelesaian konflik yang biasa terjadi.

Selain permasalahan PHK, hal lain yang muncul di Kota Bekasi ialah permintaan penangguhan
penyesuaian Upah Minimum Kota (UMK) Bekasi tahun 2011. Menurut Asep, ada tiga perusahaan
yang pengajuan penangguhannya telah disetujui Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, yakni
Rumah Sakit Graha Juanda, PT Sinhwa, dan PT Yummi Apparel.

Ketiganya tak sanggup membayar gaji pegawainya sesuai besar UMK Bekasi tahun 2011 sebesar Rp
1.275.000,00. Para pegawainya pun masih digaji sebesar UMK Bekasi tahun 2010 sebesar Rp
1.155.000,00.
"Di ketiga perusahaan itu tak muncul gejolak karena sebelumnya telah disepakati dulu dengan
pegawainya," katanya
DKI Jakarta Peroleh Angka PHK Tertinggi
Data Depnakertrans per 24 April, menyebutkan PHK di Jakarta didominasi sektor manufaktur.
JUM'AT, 1 MEI 2009, 14:52 WIB
Antique, Elly Setyo Rini

Karyawan terkena pemecatan (PHK massal) (acc-tv.com)


BERITA TERKAIT
 Terus Bertambah, PHK Capai 44.757 Orang
 Freeport Indonesia Akan PHK Masal Karyawannya
 Menakertrans Senang Holcim Tak PHK Karyawan
 Freeport Batal PHK 3 Ribu Pekerja
 Caterpillar Pecat 2.454 Pekerjanya
VIVAnews - Provinsi DKI Jakarta memperoleh angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tertinggi
yakni sebanyak 17.150 pekerja. Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi per 24 April 2009
menyebutkan PHK di DKI Jakarta didominasi sektor manufaktur.

Total angka PHK yang terhimpun mencapai 49.175 orang pekerja dari 16 provinsi, di antaranya
Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta,
Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, DI
Yogyakarta, dan Papua.

Jumlah PHK tersebut meningkat dari angka tanggal 17 April 2009, yang sebanyak 44.757 orang. PHK
banyak juga terjadi di Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Boyolali, Sukoharjo, dan Kendal.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Depnakertrans
Myra Maria Hanartani dalam nota dinas yang diterima VIVAnewsmenyebutkan PHK di Jawa Tengah
mencapai 9.732 pekerja.

Ribuan pekerja kena PHK juga terjadi di Provinsi Banten (5.497 pekerja), Provinsi Jawa Barat (3.374
pekerja), Provinsi Riau (1.697 pekerja), Provinsi Sumatera Selatan (1.497 pekerja), dan Provinsi Jawa
Timur (1.374 pekerja).

Sebaliknya, beberapa provinsi belum melaporkan telah terjadi PHK, di antaranya Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Lampung, Bali, NTB, NTT, Gorontalo,
Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya Barat.

Sementara itu, pekerja dirumahkan tercatat sebanyak 21.740 pekerja dari Provinsi Sumatera Selatan,
Sumatera Barat, Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, dan Kalimanta Timur. Angka tersebut meningkat dari sebelumnya pada tanggal 17 April
2009 yang sebanyak 21.043 pekerja.

Perumahan karyawan terbanyak terjadi di Kabupaten Semarang yakni sebanyak 3.807 pekerja,
Kabupaten Purbalingga sebanyak 2.849 pekerja, dan Kabupaten Perajam Pasir Utara sebanyak 1.800
pekerja.
bisnis.vivanews.com/.../54088-dki_jakarta_peroleh_angka_phk_tertinggi
Dampak Krisis Global ; Potensi PHK di Jakarta, 10.000 Karyawan
 
Ketua Dewan Pengurus Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta, Soeprayitno
mengatakan, potensi karyawan yang akan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jakarta
mencapai sekitar 10.000 dalam bulan Desember 2008 hingga Januari 2009.

"Pada bulan Desember (2008) sudah 4.000 karyawan yang di-PHK," katanya di sela seminar "Strategi
Antisipasi PHK Massal dan Situasi Ekonomi 2009" dan Rapat kerja DPP Apindo DKI Jakarta, di Jakarta,
Selasa (27/2).

Sementara itu pada Januari 2009, potensi karyawan yang di-PHK sekitar 6.000 orang, katanya.
Namun demikian, belum ada perusahaan yang tercatat bangkrut pada periode tersebut.

Soeprayitno mengatakan, PHK tersebut antara lain karena adanya pembatalan kontrak sehingga
karyawan yang tidak permanen atau karyawan kontrak dipotong jumlahnya.

Ia mengatakan, sektor yang terpukul akibat krisis ekonomi saat ini adalah otomotif (suku cadang)
dan elektronik.

Pada kesempatan itu, Soeprayitno juga mengharapkan agar krisis ekonomi tidak diikuti krisis pemilu.

Ia berharap, jika terjadi perubahan pemerintahan maka jangan sampai terjadi perubahan regulasi
terutama yang menyangakut dunia usaha. "Kalau berubah regulasi akan ada biaya sosial yang
mahal," katanya.

Ia mengatakan, saat ini kebutuhan pengusaha adalah kepastian usaha dan kepastian stabilitas atau
keamanan.

Sementara itu Ketua Umum Apindo, Sofyan Wanandi, mengatakan, stimulus ekonomi yang
dijanjikan pemerintah masih memerlukan persetujuan dari DPR.

Namun demikian, Sofyan berpendapat kegiatan pemilu 2009 akan sedikit membantu pengusaha
agar tidak mem-PHK karyawannya.
www.gatra.com/artikel.php?id=122489

 
PHK di Jakarta Tembus 40 Ribu Orang
Pemutusan hubungan kerja terbesar di sektor konstruksi dan otomatif.

VIVAnews - Pemutusan hubungan kerjadi Provinsi DKI Jakarta mencapai lebih dari 40 ribu orang.
Data itu dikumpulkan Asosiasi Pengusaha Indonesia  DKI Jakarta hingga 28 Februari 2009. 

Angka tersebut terdiri dari sektor otomotif (10 ribu orang), konstruksi (15 ribu orang), elektronik (5
ribu orang), dan sisanya untuk sektor lain seperti supermarket atau tekstil.

"Sektor otomotif dan elektronik cukup besar PHK-nya karena kenaikan upah sektoral yang cukup
tinggi," kata Ketua Umum Apindo DKI Jakarta Soeprayitno di Jakarta, Rabu 11 Maret 2009.

Upah sektoral, dia menambahkan, merupakan upah minimum provinsi (UMP) yang ditambahkan
sekian persen tergantung sektor. "Untuk otomotif ditambahkan 15 persen dan elektronik
ditambahkan 11,5 persen, jadi upah karyawan masing-masing naik 25 persen dan 21,5 persen karena
UMP naik 10 persen," kata Soeprayitna.

"Apindo sudah sampaikan ke pemda kalau tetap dijalankan seperti itu maka akan banyak PHK, tapi
tidak digubris," kata Ketua Bidang Jaminan Sosial dan Pengupahan Apindo Hariyadi B Sukamdani di
saat yang sama. Pasalnya, produktivitas industri otomotif sudah turun 40 persen, begitu pun
elektronik juga turun 30 persen.

Menurut Soeprayitna, jumlah PHK yang dilaporkan ke pemerintah hanya sekitar 15 ribu orang atau
separuhnya. "Sedangkan pekerja tetap yang di-PHK hanya sekitar 5 persen, sisanya pekerja lepas dan
harian," ujarnya.

• VIVAnews
http://dunia.vivanews.com/news/read/39607-phk_di_jakarta_tembus_40_ribu_orang
SEKTOR KONSTRUKSI DAN BIDANG PU DAPAT DIANDALKAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA
PRODUKTIF
Sektor Riil Untuk Menciptakan Lapangan
Kerja
Perhatian Pemerintah Indonesia dalam
mengatasi permasalahan pengangguran
merupakan salah satu prioritas yang
dirumuskan dalam new deal pembangunan
ekonomi sesuai prinsip triple track strategy:
pro-growth, pro-job, dan pro-poor, khususnya
track kedua yang menyatakan perlunya
menggerakkan sektor riil untuk menciptakan
lapangan kerja. Prioritas ini ditetapkan sebagai
salah satu sasaran pokok dalam Agenda
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat yang
dijabarkan ke dalam berbagai prioritas
pembangunan sekaligus menunjukkan perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah terhadap
penurunan tingkat pengangguran terbuka dengan menciptakan lapangan pekerjaan produktif.
Masalah struktural dalam upaya peningkatan kesempatan kerja selama ini masih berkisar pada
kuantitas dan kualitas angkatan kerja. Hal tersebut dapat dilihat dari: i) pertumbuhan ekonomi
nasional belum mampu menyerap seluruh angkatan kerja yang tersedia; ii) kesempatan kerja di
dalam negeri relatif terbatas akibat rendahnya investasi dan banyaknya pemutusan hubungan kerja;
iii) globalisasi yang berdampak terjadinya persaingan yang tidak seimbang antara kualitas tenaga
kerja dalam dan luar negeri; serta iv) sebaran kesempatan kerja yang tidak merata antardaerah yang
diindikasikan dengan berlomba-lombanya para pencari kerja mengadu nasib ke Pulau Jawa
dibandingkan ke pulau-pulau lainnya di Indonesia.
Di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dijelaskan bahwa
peningkatan tingkat pengangguran terbuka yang saat ini mencapai 9,5 persen berpotensi
menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Hal ini diindikasikan oleh terjadinya pergolakan dan
ketidakamanan yang timbul di berbagai daerah yang bersumber dari sulitnya menopang kehidupan
akibat langkanya lapangan kerja bagi masyarakat. Untuk itu, masih menurut RPJMN, Pemerintah
menargetkan angka pengangguran terbuka bisa ditekan setiap tahunnya sehingga tahun 2008 bisa
mencapai 6,6 persen (7,3 juta orang) dan 5,1 persen (5,7 juta orang) pada tahun 2009.
Total angkatan kerja sendiri diproyeksikan meningkat 1,9 persen per tahun yang berarti setiap tahun
sebanyak 2 juta - 2,5 juta angkatan kerja baru masuk ke pasar kerja. Sementara kesempatan kerja
yang ada diproyeksikan Pemerintah meningkat di kisaran 2,9 persen per tahun selama kurun 2005-
2009. Dilihat dari sisi pembangunan sektoral, lapangan kerja di sektor pertanian ditargetkan
meningkat 2 persen per tahun, pada sektor manufaktur ditargetkan tumbuh 3,9 persen per tahun,
dan sektor lainnya (termasuk sektor konstruksi) sebesar 3,7 persen.
Kontribusi Sektor Konstruksi
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 menunjukkan bahwa kontribusi sektor konstruksi dalam
menyerap tenaga kerja pada tahun 2006 mencapai 4.373.950 jiwa, terdiri dari 4.249.018 jiwa
pekerja pria dan 124.932 jiwa pekerja wanita. Secara total, penyerapan tenaga kerja sektor
konstruksi mampu menyerap sebesar 4,60 persen dari total angkatan kerja sebesar 95.177.102 jiwa.
Apabila dicermati dari data year-to-year, penyerapan tenaga kerja pada sektor ini mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2005. Dari data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pada
tahun 2005 tercatat sektor ini mampu menyerap sebanyak 4.299.495 jiwa pekerja pria dan 117.592
jiwa pekerja wanita atau total menyerap 4.417.087 jiwa. Dengan demikian terjadi penurunan
sebanyak 43.137 jiwa (tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2005).
Sebagai salah satu instansi yang bertanggung iawab dalam peningkatan lapangan kerja di bidang
konstruksi, Departemen Pekerjaan Umum perlu mengoptimalkan kontribusinya secara signifikan
terhadap target pengurangan tingkat pengangguran nasional. Dari hasil Studi Pusat Kajian Strategis
(Pustra) tahun 2007, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja pada proyek-proyek di lingkungan
Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2006 mampu berkontribusi sebesar 7,54 persen dari total
tenaga kerja sektor konstruksi yang terserap.
Studi Pustra tersebut menunjukkan pula bahwa dari tenaga kerja yang terserap dalam kegiatan
pembangunan infrastruktur pekerjaan umum tahun 2000-2007, ditemukan adanya hubungan
empiris antara alokasi pendanaan Departemen Pekerjaan Umum dengan tingkat penyerapan tenaga
kerja. Hubungan empiris tersebut mengindikasikan bahwa setiap kenaikan sebesar Rp. 1 triliun
alokasi anggaran Departemen Pekerjaan Umum, maka tambahan tenaga kerja yang terserap secara
langsung mencapai sekitar 27.273 jiwa dan tenaga kerja tidak langsung sebanyak 5.198 jiwa.
’Pekerjaan Rumah’ Pemerintah
Studi Pustra tersebut menyimpulkan bahwa pada tahun 2006 sektor konstruksi mampu menyerap
tenaga kerja secara total sekitar 4,82 persen dari total angkatan kerja atau sekitar 5,12 juta orang.
Angka tersebut termasuk ’sumbangan’ dari bidang ke-PU-an, yang mampu menyerap sekitar 7,54
persen tenaga kerja konstruksi. Secara agregat bidang ke-PU-an mampu menyerap 660.032 jiwa
(6,49 persen) yang disumbangkan oleh kegiatan konstruksi ”Tidak Padat Teknologi” pada tahun
2007. Bidang Sumber Daya Air, Bidang Bina Marga, dan Bidang Cipta Karya menyumbang
penyerapan tenaga kerja cukup signifikan, tercatat masing-masing berkontribusi 32,43 persen, 37,18
persen, dan 26,49 persen pada tahun 2006. Sementara tahun 2007 ketiga bidang tersebut
menyumbang masing-masing 27,36 persen, 35,51 persen, dan 33,53 persen. Diprediksi tahun 2008
kenaikan kontribusi Bidang Cipta Karya meningkat dari 122.548 jiwa (2006) menjadi 221.293 jiwa
(meningkat sebesar 80,58 persen). Dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat, penerimaan
pendapatan tenaga kerja di sektor konstruksi tersebut bisa mencapai Rp. 10.162.535 perkapita
pertahun.
Mengingat penerimaan pendapatan tenaga kerja pada sektor ini didorong oleh kegiatan konstruksi
“Tidak Padat Teknologi”, maka sudah selayaknya kegiatan-kegiatan seperti ini perlu dikembangkan
lebih lanjut di masa depan. Salah satunya melalui Bidang Cipta Karya yang memiliki alokasi anggaran
Rp 6,526 triliun pada tahun 2008, terutama terkait dengan program pembangunan skala kawasan
dan skala komunitas seperti antara lain melalui program pembangunan perdesaan (desa tertinggal).
Secara keseluruhan, Departemen Pekerjaan Umum yang pada tahun ini memiliki alokasi dana sekitar
Rp. 36,108 triliun (catatan: angka sebelum kebijakan penghematan anggaran tahun 2008)
diharapkan dapat menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 965.332 jiwa atau meningkat sebesar
46,27 persen dibandingkan tahun 2007 yang hanya menyerap 660.032 jiwa. Secara agregat tahun
2008 Departemen PU akan dapat menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 1.149.327 jiwa.
Peningkatan yang lebih baik diharapkan terjadi pula pada tahun 2009 yang merupakan tahun
terakhir RPJMN 2004-2009.

PHK di Jakarta, Tiga Ribu Orang Kehilangan Pekerjaan


Selasa, 19 Mei 2009 | 11:55 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Jakarta yang terjadi selama 2009
menyebabkan 3000 orang kehilangan pekerjaan. "PHK terbesar terjadi pada bulan Februari lalu," kata Deded
Sukendar, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Selasa (19/5). 

Menurut Deded, pada Februari lalu, ada empat perusahaan yang mengajukan PHK besar-besaran. "Keempat
perusahaan tersebut adalah perusahaan yang bergerak di bidang garmen," kata dia. Deded menjelaskan,
perusahaan melakukan PHK terhadap pekerjanya karena terimbas krisis global. "Bahan baku mereka berasal
dari luar negeri dan harganya menjadi sangat mahal," ujarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, jumlah pengangguran di Jakarta meningkat
sebanyak 67 orang. Pada Februari 2008, tercatat pengangguran sebanyak 504 ribu orang, sedangkan pada
Feberuari 2009 jumlahnya menjadi 571 ribu orang. Aliman Aat, Ketua Komisi B Bidang Perekonomian, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mengusulkan agar dinas tenaga kerja tetap memberdayakan
Balai Latihan Kerja (BLK). Dia juga menyarankan agar lulusan BLK diberi alat dengan sistem piinjam pakai agar
bisa memulai usaha sendiri.

Deded menambahkan, bulan Juni hingga Juli mendatang, pengangguran diperkirakan meningkat karena
banyaknya lulusan sekolah menengah. "Sedangkan, perusahaan rata-rata belum membuka lowongan baru,"
kata dia. Untuk mengatasi pengangguran, kata Deded, pihaknya akan tetap memberdayakan Balai Latihan Kerja
(BLK). Tahun ini, lulusan BLK lebih dari 6000 orang.

Deded menambahkan, para lulusan BLK tidak diberi alat pinjam pakai seperti yang diusulkan anggota dewan.
"Tapi kami memberikan kemudahan peminjaman modal yang ada di kelurahan," kata dia. Hingga saat ini,
tambah Deded, belum ada perusahaan yang mengajukan lagi PHK besar-besaran. "Sebab gubernur DKI Jakarta
sudah melakukan sosialisasi agar perusahaan-perusahaan tidak melakukan PHK besar-besaran," kata dia.

Namun, tambahnya, PHK memang masih terjadi dengan jumlah yang tidak banyak. "Seperti yang terjadi di
Jakarta Pusat, PHK biasa, hanya ratusan orang yang terkena PHK," kata dia.

http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2009/05/19/brk,20090519-177065,id.html

Solusi Untuk Perusahaan ketika Menghadapi Krisis

Ketika resesi, banyak diantara kita khususnya para pengusaha, business department ataupun
marketing department bingung harus berbuat apa ketika harga bahan baku naik, ingin
menaikkan harga jelas bukan keputusan tepat, mau menggunakan harga lama tetapi ongkos
produksi sudah naik, apalagi ditambah dengan para karyawan yang ingin naik gaji karena semua
harga barang naik (pusing banget ya..). 
Dengan artikel ini saya mencoba untuk mengingatkan lagi bahwa idola saya, Pak Hermawan
Kartajaya dalam ebook Hermawan Kartajaya on Marketing Mix telah memberikan beberapa
solusi. Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan : 
1. Price:
- Bundling price
- Subsidy pricing
- Diffeerentiated pricing
- Customized pricing
- Activity based pricing
2. Place :
- Discount store
- Penjualan secara banyak (like makro)
- Category killer (focus kepada satu produk di toko)
- Direct distribution
- Kurangi just in time logistic
- Direct marketing
- Multilevel marketing
3. Promosi:
- Advertorial (karna masyarakat sdh tidak percaya iklan)
- Inovasi produk 
- Event publicity (pameran, company visit, pagelaran event,dll) 
- Couponing discount (agar konsumen kembali lagi)
- Personal communication
- Word of Mouth
- Cooperative promotion (bareng-bareng promosinya, kayak bundling gitu)

Anda mungkin juga menyukai