Anda di halaman 1dari 83

BAB II PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI SOSIAL BAGI PENINGKATAN KEDISIPLINAN SISWA

A. Konsep Kedisiplinan Siswa 1. Pengertian Disiplin Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib. Menurut Moeliono (1993:208) disiplin artinya adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain sebagainya. Disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu system tunduk pada peraturanperaturan yang ada dengan senagng hati. Konsep disiplin berkaitan dengan tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan bersama (yang melibatkan orang banyak). Moeliono dalam (nhowitzer.multiply.com) mengemukakan bahwa disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain sebagainya.

17

18

Robert menjelaskan bahwa, disiplin menimbulkan gambaran yang amat keras, bayangan tentang hukuman, pembalasan dan bahkan kesakitan. Pada sisi lain,"disiplin" mengacu pada usaha membantu orang lain melalui pengajaran dan pelatihan. Contohnya, kata "a disciple" dalam bahasa Inggris berarti seseorang yang mengikuti ajaran orang lain dalam (www.nakertrans.go.id). Istilah disiplin mengandung banyak arti. Goods Dictionary of Education menjelaskan disiplin yaitu : (1) proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan demi suatu citatcita atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif dan dapat diandalkan; (2) pencarian cara-cara bertindak yang tepilih dengan gigih, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun menghadapi rintangan atau gangguan; (3) pengendalian perilaku murid dengan langsung dan otoriter melalui hukuman dan/atau hadiah; (4) secara negatif pengekangan setiap dorongan, sering melalui cara yang tak enak, menyakitkan; (5) suatu cabang ilmu pengetahuan (Sutisna 1989 : 109). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah kepatuhan atau ketaatan seseorang dalam menjalankan peraturan yang ada dengan tegas dan senang hati tanpa ada paksaan dari pihak lain atau dari luar, melainkan timbul dari dalam dirinya sendiri untuk mematuhinya. Sedangkan kedisiplinan siswa dapat diartikan

sebagai kepatuhan atau ketaatan anak dalam belajar yang dilandasi rasa

19

tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi tanpa harus menunggu perintah dari orang lain. Kedisiplinan pada siswa terbentuk apabila siswa sudah dapat bertingkah luhur sesuai dengan pola tingkah laku yang baik menurut norma tingkah laku di sekolah. Siswa dikatakan disiplin dalam belajar apabila tanpa hukuman dan ancaman, siswa telah sadar bahwa belajar merupakan salah satu tanggung jawab bagi seorang siswa. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah.

2. Unsur-Unsur Kedisiplinan Disiplin diharapkan mampu mendidik siswa untuk sesuai berperilaku

denagn standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka. Siswa

hendaknya memiliki empat unsur pokok disiplin seperti yang diungkapkan Hurlack (1978:84-85), yaitu:

a. Peraturan Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk berbuat atau bertingkah laku, tujuannya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi dan kelompok tertentu. Peraturan memiliki dua fungsi penting yaitu: fungsi pendidikan, sebab peraturan

20

merupakan alat memperkenalkan perilaku yang disetujui anggota kelompok kepada anak, dan fungsi freventif karena peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Peraturan dianggap efektif apabila setiap pelanggaran atas peraturan itu mendapat konsekuensi yang setimpal. Jika tidak, maka peraturan tersebut akan kehilangan maknanya. Peraturan yang efektif akan membantu seorang anak agar merasa terlindungi sehingga anak tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak pantas. Isi setiap peraturan harus mencerminkan hubungan yang serasi diantara anggota keluarga, memiliki dasar yang logis untuk membuat berbagai kebijakan, dan menjadi model perilaku yang harus terwujud didalam keluarga. Proses penentuan setiap peraturan dan larangan bagi anak-anak bukan merupakan sesuatu yang dapat dikerjakan seketika dan berlaku untuk jangka panjang, peraturan dapat diubah agar dapat disesuaikan dengan perubahan keadaan, pertumbuhan fisik, usia dan kondisi saat ini didalam keluarga.

b. Hukuman Hukuman berasal dari kata latin Punier yang berarti menjatuhkan hukuman kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau balasan. Hukuman memiliki tiga fungsi yang berperan penting dalam perkembangan anak, (1) menghalangi

21

pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat, (2) mendidik, sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tersebut benar atau salah dengan mendapat hukuman, (3) memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima di masyarakat.

c. Penghargaan Istilah penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan atas hasil yang baik. Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tetapi dapat juga berbentuk pujian, kata-kata, senyuman, atau tepukan di punggung. Penghargaan mempunyai peranan penting yaitu, (1) penghargaan mempunyai nilai mendidik, (2) penghargaan berfungsi motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara social dan (3) penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan perilaku tersebut.

d. Konsistensi Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas, mempunyai tiga fungsi yaitu (1) mempunyai nilai mendidik yang besar, (2) konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat untuk melakuakn tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi tindakan buruk, dan (3) konsistensi membantu perkembangan anak untuk hormat pada aturan-aturan dan masyarakat

22

sebagai otoritas. Anak-anak yang telah berdisiplin secara konsisten mempunyai motivasi yang lebih kuat dan komitmen untuk berperilaku sesuai dengan standar sosial yang berlaku dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara tidak konsisten. Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peraturan berfungsi sebagai pedoman perilaku, hukuman sebagai akibat dari pelanggaran peraturan, penghargaan berfungsi sebagai penguatan positif untuk berperilaku baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta konsisten dalam mentaati peraturan dan cara yang digunakan untuk mengajarkan peraturan dan diwujudkan dengan memiliki komitmen dalam melaksanakan peraturan.

3. Urgensi Kedisiplinan Adanya sikap disiplin yang harus dimiliki oleh setiap anak didik sangat perlu dalam kehidupan mereka, karena ketika mereka mempunyai sifat disiplin maka hidup mereka akan menjadi teratur. Menurut Hurlock (1978: 83) mengemukakan bahwa disiplin itu perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi beberapa kebutuhan tertentu, di antaranya adalah: (1) disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan; (2) dengan membantu anak

menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah, perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian

23

yang buruk. Disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok sosial dan dengan demikian memperoleh persetujuan social; (3) dengan disiplin, anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan. Hal ini esensial bagi penyesuaian yang berhasil dan kebahagiaan; (4) disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai motivasi pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan darinya; (5) disiplin membantu anak mengembangkan hati nurani atau suara dari dalam yang membimbing dalam mengambil suatu keputusan dan pengendalian perilaku.

4. Tujuan Kedisiplinan Kedisiplinan siswa dalam belajar sangatlah penting, oleh karena itu adanya sikap disiplin yang tertanam pada siswa mempunyai tujuan agar dapat menjaga hal-hal yang menghambat atau mengganggu kelancaran proses belajar-mengajar, juga dapat membuat anak didik terlatih dan mempunyai kebiasaan yang baik serta bisa mengontrol setiap tindakannya sehingga akan membentuk pribadi yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda. Setiap tindakan yang dilakukan siswa akan dampak pada perkembangan mereka sehingga mereka akan menyadari bahwa hakikat segala apa yang diperbuat akan kembali pada diri mereka sendiri, sebagaimana firman Allah swt yang berbunyi:

24

Artinya: Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, maka kembali pada dirinya dan barang siapa berbuat kejahatan maka akan menimpah pada dirinya sendiri. Kemudian pada Tuhan kamu akandikembalikan.(Al-Jsiyah:15)

Selain tujuan di atas, Maman Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya. Selain tujuan di atas, masih ada tiga tujuan lain yang berkaitan dengan kedisiplinan ini. Pertama, kedisiplinan mesti diterapkan tanpa menunjukkan kelemahan, tanpa menunjukkan amarah dan kebencian. Bahkan kalau perlu dengan kelembutan agar para pelanggar kedisiplinan menyadari bahwa disiplin itu diterapkan demi kebaikan dan kemajuan dirinya. Kedua, kedisiplinan mesti diterapkan secara tegas, adil dan konsisten. Aturan disiplin diterapkan tanpa pandang bulu dan berlaku bagi masyarakat sekolah. Ketidakadilan dan inkonsistensi dalam menegakkan disiplin hanya akan membuat ketidakjelasan dan kebingungan bagi siswa serta hilangnya kewibawaan dan kepercayaan semua pihak terhadap sekolah. Ketiga, ketika kedisiplinan mulai menampakkan

25

pertumbuhannya, sama seperti biji tanaman yang baru tumbuh, benih itu mesti dijaga dan dirawat dengan penuh kesabaran. Sebaiknya hindari menggunakan ancaman-ancaman dan kekerasan karena hal itu hanya akan menjadi panasnya terik matahari yang akan menghanguskan benih yang sedang tumbuh itu. Perlu dipakai cara-cara yang selaras dengan perkembangan dan kebutuhan siswa sehingga mereka semakin jatuh cinta pada kegiatan belajar.

5. Jenis Perilaku Kedisiplinan Setidaknya ada dua bentuk disiplin yang perlu dikembangkan oleh sekolah, yaitu preventif dan kuratif. Disiplin preventif, yaitu upaya menggerakkan siswa mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal itu pula, siswa berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan yang ada. Disiplin korektif, yaitu upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada. Menurut Lembaga Ketahanan Nasional (1974 : 14) jenis perilaku disiplin adalah sebagai berikut: (1) takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) kepatuhan dinamis, artinya bukan kepatuhan yang mati dalam mewajibkan seseorang untuk patuh; (3) kesadaran, yang artinya adanya kepatuhan yang sudah menyatu dengan hati dan perbuatan;. (4) rasional,

26

yaitu kepatuhan melalui proses berfikir; (5) sikap mental yang menyatu dalam diri, artinya kepatuhan yang sudah dijabarkan dalam setiap perilaku dan perbuatan, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga yang bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara; (6) keteladanan, artinya setiap orang harus dapat menjadi teladan atau contoh yang baik bagi orang lain; (7) keberanian dan kejujuran, artinya sikap yang tidak mendua, yaitu sikap tegas dan lugas dalam menerapkan aturan atau sanksi. Seseorang yang dalam hatinya telah tertanam kedisiplinan akan terdorong untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku. Sikap dan perbuatan yang selalu taat pada peraturan yang berlaku tersebut merupakan perwujudan dari perilaku disiplin yang akan menyatu dengan seluruh aspek kepribadian seseorang. Untuk mewujudkan perilaku disiplin secara terus-menerus, maka kualitas atau kriteria tersebut di atas harus didukung oleh aspirasi dan kehendak berbuat dari para pelakunya.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Sifat disiplin yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil interaksi berbagai unsur di sekelilingnya. Disiplin juga merupakan sikap yang bersifat lahir dan batin yang pembentukannya memerlukan latihan-latihan yang disertai oleh rasa kesadaran dan pengabdian, dimana perbuatan setiap perilaku merupakan pilihan yang paling tepat bagi dirinya. Hal ini tidak

27

terlepas karena sikap disiplin seseorang sangat relatif tergantung pada dorongan yang ada di sekelilingnya, dimana dorongan tersebut sangat mudah mengalami perubahan, bisa meningkat, menurun bahkan bisa hilang. Itu artinya sikap disiplin yang ada pada diri siswa tergantung dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya sikap disiplin siswa tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi belajar, karena pada dasarnya sikap disiplin adalah tahap belajar siswa dari sikap tidak teratur menjadi sikap teratur. Faktor-faktor itu antara lain:

a. Faktor keluarga Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan utama, tapi juga dapat menjadi penyebab kesulitan disiplin dalam belajar. Itu artinya keluarga adalah salah satu lembaga pendidikan yang pertama kali yang mendidik anak menjadi baik. Dalam keluarga inilah anak didik mendapat pengetahuan pertama kali tentang apapun, begitu juga dengan sikap disiplin harus pertama kali ditanamkan pada anak ketika masih berada dalam lingkungan keluarga, karena keluarga adalah komunitas sosial kecil yang pertama yang di terjuni anak. Ketika disiplin sudah ditanamkan sejak kecil atau dini dalam lingkungan keluarga maka sikap disiplin pada anak akan menjadi suatu kebiasaan ketika mereka berada di luar rumah atau lingkungan keluarga. Hal ini terjadi karena tiap pengaruh

28

lingkungan yang menentukan tingkah laku si anak yang terutama ialah dari keluarga.

b. Lingkungan sekolah Lingkungan sekolah ini menyangkut faktor guru, faktor alat sekolah, faktor kondisi gedung dan faktor waktu sekolah. Semua faktor yang termasuk lingkungan sekolah tersebut dapat berpengaruh terhadap disiplin siswa ketika mereka berada di lingkungan sekolah. Di antara faktor-faktor yang mempengauhi kedisiplinan siswa adalah faktor guru, hal ini disebabkan karena kadang-kadang guru tidak kulifiet, misalnya sebagi berikut: (1) Dalam pengambilan metode yang ia gunakan atau dalam mata pelajaran yang dipegangnya, sehingga dalam penyampaian mata pelajaran kurang pas dengan metodenya yang menyebabkan anak didik malas mengikuti pelajaran atau kurang; (2) Hubungan guru dengan murid kurang baik, yang bermula pada sikap guru yang tidak di senangi oleh murid- muridnya seperti kasar, tidak pernah senyum, menjengkelkan, suka membengkak dan lain- lain; (3) Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar, misalnya dalam bakat, minat, sifat, kebutuhan-kebutuhan anak dan sebagainya; (4) Guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak. Artinya ketika guru menyampaikan pelajaran sedangkan siswa tidak memahaminya, maka guru masih terus melanjutkan pelajaran yang ia sampaikan pada murid

29

karena dia menganggap bahwa pelajaran yang ia sampaikan pada siswa sudah sesuai dengan standar. Padahal materi yang di berikan oleh guru tidak di pahami oleh siswa, sehingga menyebabkan malasnya belajar pada diri siswa.

c. Masyarakat Masyarakat sebagai suatu lingkungan yang lebih luas daripada keluarga dan sekolah turut menentukan berhasil tidaknya pendidikan dan pembinaan disiplin. Situasi masyarakat tidak selamanya konstan atau stabil, sehingga situasi tersebut dapat menghambat atau memperlancar terbentuknya disiplin anggota masyarakat. Masyarakat yang dapat dijadikan medan pembinaan disiplin ialah masyarakat yang mempunyai karakter campuran antara masyarakat yang menekankan ketaatan dan loyalitas penuh,serta masyarakat yang permisif atau terlalu terbuka. Dalam situasi mesyarakat seperti ini, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kebudayaan dan bersikap terbuka namun selektif terhadap pengaruh dari luar. Control yang disertai kelonggaran yang bijaksanan akan mewujudkan pribadi yang semakin matang dan bertanggung jawab. Menurut Brown dan Brown ada beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, dan mengelompokkannya sebagai berikut: (1) Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru; (2) Perilaku tidak disiplin bisa

30

disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin; (3) Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa, siswa yang berasal dari keluarga yang broken home; (4) Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya.

B. Peran Sekolah dalam Menanamkan Sikap Disiplin Siswa Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah.

31

Guru sebagai pendidik mempunyai peranan penting dalam mengembangkan disiplin siswa. Tanggung jawab guru bukan hanya membantu siswa menguasai informasi dan keterampilan baru, namun sebenarnya guru memiliki tanggung jawab yang lebih dari itu. Dalam hal penmgembangan disiplin, guru membimbing siswa agar memiliki pemahaman tentang peraturan atau norma-norma dan dapat berperilaku sesuai dengan peraturan atau norma tersebut. Yusuf (1989:60)

mengemukakan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian guru:

1. Guru hendaknya menjadi model bagi siswa Guru hendaknya berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral, sehingga ia menjadi figure central bagi siswa dalam menterjemahkan nilai-nilai tersebut dalam perilakunya. Guru sebagai model, berarti dia telah menerjemahkan nilai-nilai tersebut pada dirinya, seperti berlaku jujur, berdisiplin diri dalam melaksanakan tugas, rajin belajar, dan bersikap optimis dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup.

2. Guru hendaknya memahami dan menghargai pribadi siswa a. Guru hendaknya memahami bahwa setiap siswa itu memiliki kelebihan dan kekurangannya b. Guru mau menghargai pendapat siswa c. Guru hendaknya tidak mendominasi siswa

32

d. Guru hendaknya tidak mencemooh siswa e. Guru memberikan pujian kepada siswa yang berperilaku atau berprestasi baik. f. Guru memberikan bimbingan kepada siswa

g. Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan dan yang bernuansa membantu perkembangan siswa h. Memberikan informasi tentang cara-cara mengembangkan disiplin i. Mengadakan dialog dengan siswa tentang tujuan dan manfaat peraturan yang ditetapkan sekolah j. Membantu siswa untuk mengembangkan kebiasaan yang baik

k. Membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap disiplin l. Membantu siswa yang mengalami masalah

m. Memberiakn informasi tentang nilai-nilai yang berlaku, dan mendorongnya agar berperilaku sesuai denagn niali-nilai tersebut. Sekolah juga merupakan wahana pendidikan dimana para siswa dibiasakan dengan nilai-nilai tata tertib sekolah dan nilai-nilai

pembelajaran berbagai bidang studi yang dapat meresap kedalam kesadaran hati nuraninya. Sekolah dengan tata tertibnya mempunyai fungsi control social. Tata tertib yang dimiliki sekolah diberlakukan dengan tujuan agar menjadi patoakan perilaku masing-masing siswa, dan juga agar tidak terjadi penyalahgunaan hak antar siswa.

33

C. Konsep Perkembangan Remaja Istilah remaja sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1998). Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 1998) yang menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar.

1. Pengertian dan Makna Masa Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice,1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence). Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja

34

merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and the worst of time. Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja

berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini (sekitar 6 7 th) terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d.14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th). Ditemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja : a. Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif. b. Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi. c. Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa

pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental. d. Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa

pembentukan individu.

sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami

35

e. G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan) Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja. a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah. b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan

36

eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja. c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa. d. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

37

2. Karakteristik Perilaku dan Pribadi Pada Masa Remaja Dengan merujuk pada berbagai ciri-ciri dari aspek perkembangan individu sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, di bawah ini disajikan berbagai karakteristik perilaku dan masa remaja, yang terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun) meliputi aspek : fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan, konatif, emosi afektif dan kepribadian yang dapat dilihat pada table 2.1.

TABEL 2.1 Aspek Perkembangan Remaja


Remaja Awal (11-13 Th s.d.14-15 Th) Fisik 1. Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat. 2. Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seimbang. 1. Laju perkembangan secara umum kembali menurun, sangat lambat. 2. Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang mendekati kekuatan orang dewasa. 3. Siap berfungsinya organ-organ reproduktif seperti pada orang dewasa. Remaja Akhir (14-16 Th.s.d.18-20 Th)

3. Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki. Psikomotor

38

1. Gerak gerik tampak canggung 1. Gerak gerik mulai mantap. dan kurang terkoordinasikan. 2. Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan. 2. Jenis dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada persiapan kerja. Bahasa

1. Berkembangnya penggunaan 1. Lebih memantapkan diri pada bahasa sandi dan mulai tertarik bahasa asing tertentu yang mempelajari bahasa asing. dipilihnya. 2. Menggemari literatur yang 2. Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik dan estetik. nilai-nilai filosofis, ethis, religius. Perilaku Kognitif 1. Proses berfikir sudah mampu 1. Sudah mampu mengmengoperasikan kaidah-kaidah operasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferenlogika formal disertai siasi, komparasi, kausalitas) yang kemampuan membuat bersifat abstrak, meskipun relatif generalisasi yang lebih terbatas. bersifat konklusif dan komprehensif. 2. Kecakapan dasar intelektual 2. Tercapainya titik puncak menjalani laju perkembangan kedewasaan bahkan mungkin yang terpesat. mapan (plateau) yang suatu saat (usia 50-60) menjadi deklinasi. 3. Kecakapan dasar khusus (bakat) 3. Kecenderungan bakat tertentu mulai menujukkan mencapai titik puncak dan kecenderungan-kecende- rungan kemantapannya yang lebih jelas. Perilaku Sosial 1. Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer. 2. Adanya kebergantungan yang 1. Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman dekat). 2. Kebergantungan kepada

39

kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.

kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat. 1. Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai nilai atau normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat ber-buat keliru atau kesalahan. 2. Sudah berangsur dapat menentukan dan menilai tindakannya sendiri atas norma atau sistem nilai yang dipilih dan dianutnya sesuai dengan hati nuraninya. 3. Mulai dapat memelihara jarak dan batas-batas kebebasannya mana yang harus dirundingkan dengan orang tuanya.

Moralitas 1. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua. 2. Dengan sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya. 3. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.

Perilaku Keagamaan 1. Mengenai eksistensi dan sifat 1. Eksistensi dan sifat kemurahkemurahan dan keadilan Tuhan an dan keadilan Tuhan mulai mulai dipertanyakan secara kritis dipahamkan dan dihayati dan skeptis. menurut sistem kepercayaan atau agama yang dianutnya. 2. Penghayatan kehidupan 2. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan keagamaan sehari-hari mulai atas pertimbangan adanya dilakukan atas dasar kesadaran semacam tuntutan yang dan pertimbangan hati memaksa dari luar dirinya. nuraninya sendiri secara tulus ikhlas 3. Masih mencari dan mencoba 3. Mulai menemukan pegangan menemukan pegangan hidup hidup Konatif, Emosi, Afektif dan Kepribadian 1. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, 1. Sudah menunjukkan arah

40

rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya 2. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat 3. Kecenderungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.

kecenderungan tertentu yang akan mewarnai pola dasar kepribadiannya. 2. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosinalnya tampak mulai terkendali dan dapat menguasai dirinya.

4. Merupakan masa kritis dalam rangka meng-hadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.

3. Kecenderungan titik berat ke arah sikap nilai tertentu sudah mulai jelas seperti yang akan ditunjukkan oleh kecenderungan minat dan pilihan karier atau pendidikan lanjutannya; yang juga akan memberi warna kepada tipe kepribadiannya. 4. Kalau kondisi psikososialnya menunjang secara positif maka mulai tampak dan ditemukan identitas kepribadiannya yang relatif definitif yang akan mewarnai hidupnya sampai masa dewasa.

3. Problema pada Masa Remaja Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan

problema tertentu bagi si remaja. pabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal. Problema yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya :

41

a.

Problema berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik. Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang

cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika (ketidaksesuaian keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya

antara body image dengan self picture) dapat

menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.

b. Problema berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa. Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan

kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual,

terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Begitu juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing. Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk

42

menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.

c.

Problema berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan. Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan

sosial), yang ditandai den/gan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat

menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan

43

orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja

ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.

d. Problema emosional.

berkaitan

dengan

perkembangan

kepribadian,

dan

Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif.

44

Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. Selain yang telah dipaparkan di atas, tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbulnya problema remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Agar remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan kearifan dari semua pihak. Upaya untuk memfasilitasi perkembangan remaja menjadi amat penting. Dalam hal ini, peranan orang tua, sekolah, serta masyarakat sangat diharapkan.

4. Tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain : a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. b. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita. c. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif. d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi. f. Memilih dan mempersiapkan karier. g. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.

45

h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara. i. Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial. j. Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/ pembimbing dalam berperilaku. Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya. Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu mereproduksi. Salzman (dalam Syamsu yususf, 2000: 184) mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa

perkembnangan sikap tergantung (dependence), terhadap orangtua kearah

46

kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai- nilai estetika dan isu-isu moral. Berikut mengenai karakteristik aspek-aspek perkembangan remaja : 1. Perkembangan fisik, masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan kehidupan individu, dimana terjadi

pertumbuhan fisik yang sangat pesat yang ditandai dengan matangnya organ-organ seksual. 2. Perkembangan koginitif, menurut Piaget masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal. Remaja secara mental telah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain berpikir operasi formal lebih lebih bersifat hipotetis dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir kongkret. 3. Perkembangan emosi, Secara emosi masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang seksual

tinggi.pertumbuhan

fisik,

terutama

organ-organ

mempengaruhi perkembangan emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-doronganbaru yang dialami sebelumnya. 4. Perkembangan sosial, pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun

47

perasaannya. Pada masa ini juga berkembang sikap comformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Perkembangan sikap konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif maupun yang negatif pada dirinya. 5. Perkembangan kepribadian, masa remaja merupakan saat

berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan identity merupakan isu sentral pada masa remaja sebagai aspek sentral bagi kepribadian yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri, kemampuan mengidentifikasi orang lain dan mempelajari tujuantujuan agar dapat berfartisipasi dalam kebudayaannya. 6. Perkembangan kesadaran beragama, terkait dengan kehidupan beragama remaja, ternyata mengalami proses yang cukup panjang untuk mencapai kesadaran beragamaremaja yang sangat

dipengaruhi oleh kualitas pendidikan atau pengalaman keagamaan yang diterimanya sejak usia dini, terutama dilingkungan keluarga.

D. Konsep Dasar Bimbingan 1. Pengertian Bimbingan Sebelum memahami konsep dari bimbingan dan konseling perlu diketahui dahulu konsep dasar bimbingan dan konsep dasar konseling

48

secara terpisah. Rohman Natawidjaja (Uman, 2002:91) mendefinisikan bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang diberikan secara terus menerus, agar individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya, bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan, sekolah, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian ia dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan optimal sebagai makhluk sosial. Crow & Crow (Uman,2002:91) mendefinisikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan oleh seorang pria maupun wanita yang secara pribadi bermutu tinggi dan terlatih dengan baik, kepada individu dari setiap usia untuk menolongnya dan mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengarahkan pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri dan memikul bebannya. Dapat ditarik kesimpulan, definisi dari bimbingan mengandung beberapa kata kunci, yaitu: a. Proses Bimbingan bukan peristiwa sekehendak, tetapi merupakan suatu sistem mekanisme kerja dalam mencapai satu tujuan. Kegiatan bimbingan diberika secara berkesinambungan, diikuti secara aktif sampai sejauh mana individu telah berhasil mencapai tujuan dan menyesuaikan dirinya.

49

b. Bantuan Bantuan dapat diartikan sebagai bentuk pertolongan, tetapi dalam bimbingan bantuan yang diberikan tidak bersifat memaksa. Bimbingan memberikan bantuan kepada individu dengan cara megarahkan individu ke arah tujuan yang sesuai dengan potensinya secara optimal. Pada akhirnya yang mengambil keputusan atas solusi permasalahan yang ada adalah individu itu sendiri.

c. Individu Bimbingan dapat diberikan kepada setisap individu tanpa mengenal batas usia, perbedaan jenis kelamin, perbedaan agama, suku bangsa, ras, dan budaya.

d. Perkembangan optimal Bimbingan diberikan kepada individu agar individu tersebut dapat memahami, menyadari, mengarahkan, dan mewujudkan dirinya, sehingga ia mampu mengembangkan kapasitasnya secara optimal.

e. Penyesuaian diri Individu yang telah diberikan bantuan diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

50

f. Bimbingan memerlukan personel yang profesional Kegiatan bimbingan konseling tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Mereka harus memiliki kualifikasi tertentu, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, maupun segi kepribadian. Dengan kata lain bimbingan konseling merupakan pekerjaan profesi.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh tenaga profesional (konselor) kepada individu agar individu yang bersangkutan dapat memahami, menyadari, mengarahkan, dan mewujudkan dirinya, sehingga ia dapat mengembangkan kapasitasnya secara optimal serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Bimbingan dan konsleing merupakan kegiatan yang integral, keduanya tidak dapat dipisahkan. Bimbingan itu lebih luas dan konsleing merupakan alat yang paling penting dari usaha pelayanan bimbingan. Rogers (Uman, 2002:94) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian hubungan (kontak) langsung dengan individu yang ditujukan memberikan bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah lakunya. Selanjutnya Mortensen (Uman, 2002:95) mendefinisikan konseling sebagai proses hubungan antar seseorang dimana seorang dibantu oleh yang lainnya untuk meningkatkan pengertian dan kemampuannya dalam menghadapi masalah.

51

Melalui penjabaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa: a. Konseling merupakan bentuk bantuan yang paling penting dalam keseluruhan program bimbingan. b. Dalam konseling terlihat adanya pertalian dua orang individu yaitu konselor dan klien. Konselor membantu klien melalui wawancarawawancara konseling dalam serangkaian pertemuan langsung. c. Wawancara merupakan alat utama dalam keseluruhan kegiatan konseling. d. Konseling merupakan kegiatan profesional, artinya dilakukan oleh seorang yang telah memiliki kualitas profesional dalam pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kualitas pribadinya. e. Konseling merupakan proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fundamental dalam diri klien, terutama perubahan dalam tilikan, sikap, dan tindakannya. f. Tanggung jawab utama dalam pengambilan keputusan berada pada tangan klien, melalui bantuin penyuluh.

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Dasar dan tujuan bimbingan dan konseling sama dengan dasar tujuan pendidikan di sekolah, sebab program bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan. Namun demikian, bukan berarti bimbingan dan konseling bisa disamakan dengan pendidikan.

52

Rumusan tujuan dari bimbingan dan konseling lebih didasari oleh konsep dari bimbingan dan konseling itu sendiri. Glanz dalam Uman Suherman (2002:97), merumuskan tujuan bimbingan dan konseling sebgai berikut: a. Untuk membantu seseorang dalam mengungkap, mengembangkan dan mendayagunakan bakat dan kapasitasnya. b. Untuk memberikan pelayanan bagi individualisasi pendidikan. c. Membantu seseorang menemukan realisasi diri (self relation) dan penemuan diri (self fulfilment). d. Membantu seseorang dalam menserasikan masalah realisasi diri dan penemuan diri dengan tuntutan sosial dan budaya. e. Memberikan bantuan untuk mengembangkan keleluasaan dan keefektifan pemanfaatan kebebasan individu. Berdasarkan buku panduan bimbingan dan konseling di sekolah menengah (hasil musyawarah guru bimbingan dan konseling provinsi Jawa Barat dan jurusan PPB FIP UPI) tujuan bimbingan dan konseling di SMA dirumuskan sejalan dengan visi dan misi dari bimbingan dan konseling itu sendiri. Bertitik tolak dari pandangan dan harapan akan layanan bimbingan dan konseling, tuntutan perkembangan, dan

lingkungan masa depan yang lebih kompetitif, maka visi bimbingan dan konseling adalah pengembangan seluruh aspek kepribadian peserta didik, pencegahan terhadap timbulnya masalah yang akan menghambat

53

perkembangan, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi peserta didik. Sejalan dengan visi, maka misi dari bimbingan dan konseling membantu dan memberi kemudahan kepada peserta didik untuk mengembangkan seluruh dimensi kepribadiannya seoptimal mungkin, sehingga terwujud peserta didik yang tangguh menghadapi masa kini dan masa depannya, yaitu peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, sehat jasmani dan rohani, mempunyai kepribadian yang mantap, mandiri serta mempunyai tanggung jawab terhadap diri, masyarakat dan bangsanya. Berdasarkan visi dan misi bimbingan dan konseling, maka tujuan dari bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut: a. Membantu peserta didik memahami, menerima, mengarahkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya seoptimal mungkin. b. Membantu peserta didik menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. c. Membantu peserta didik merencanakan kehidupan masa depannya yang sesuai dengan tuntutan pada saat ini maupun pada saat yang akan datang. Secara khusus, layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik mencapai tugas-tugas perkembangannya, agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

54

a. Mengembangkan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, yaitu mampu bekerjasama dalam kelompok, menerima teman dari lawan jenis, dan tidak memaksakan kehendak pada kelompok. b. Menjalankan peran sosial sebagai pria maupun wanita sesuai dengan norma dalam masyarakat, yaitu mengetahui dan memahami peran sosial pria atau wanita sesuai norma masyarakat, menerima peran sosial sebagai pria atau wanita, mau mengerjakan pekerjaan pria atau wanita, dan mampu mengerjakan pekerjaan pria atau wanita sesuai dengan norma masyarakat. c. Menerima keadaan diri dan menggunakannya secara efektif yaitu menerima keadaan fisiknya, menerima bakatnya, memelihara fisiknya, mengembangkan bakatnya, dan menghargai keadaan dirinya (self esteem). d. Memiliki sikap dan perilaku emosional yang mantap, yaitu tidak cepat putus asa, tidak manja, berani mengambil resiko, menyayangi orangtua dengan tulus, dan menghormati guru dengan tulus. e. Mempersiapkan ke arah kemandirian ekonomi yang penuh perhitungan dalam membelanjakan uang, berusaha untuk

menabung, membantu pekerjaan orang tua, berusaha agar dapat menyelesaikan sekolah dengan tepat waktu, memilih kegiatan ekstrakurikuler yang nantinya dapat menghasilkan nafkah.

55

f. Memilih dan mempersiapkan pekerjaan, yaitu mampu memilih jurusan yang sesuai dengan cita-cita pekerjaannya, mampu memilih kegiatan ekstra kurikuler yang akan mendukung terhadap cita-cita pekerjaannya, memahami program studi yang ada di perguruan tinggi yang sesuai dengan cita-cita pekerjaannya, dan memahami syarat-syarat yang diperlukan untuk pekerjaan yang dicita-citakan. g. Memiliki sikap yang positif terhadap perkawinan dan hidup berkeluarga, yaitu menghargai hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga. h. Memiliki keterampilan intelektual dan memahami konsep-konsep yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang baik yaitu mampu membuat pilihan secara sehat, mampu membuat keputusan secara efektif, dapat menyelesaikan konflik atau masalah lainnya, memahami konsep hukum, ekonomi, politik yang berlaku. i. Memiliki sikap dan perilaku sosial yang bertanggung jawab, yaitu berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial di sekolah, menyantuni fakir miskin, menolong teman yang perlu bantuan, menengok teman yang sakit dan sebagainya. j. Memahami nilai-nilai etika hidup bermasyarakat, yaitu sopan dalam bergaul, jujur dalam bertindak, dan menghargai perasaan orang lain.

56

Berdasarkan uraian tersebut terlihat jelas bahwa tujuan utama dari bimbingan dan konseling adalah untuk membantu siswa mencapai tingkat perkembangan yang optimal sesuai dengan kemampuannya, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3. Prinsip Bimbingan dan Konseling Dalam konsep layanan bimbingan dan konseling manusia dipandang sebagi suatu kesatuan. Jika salah satu aspek pada diri individu terganggu maka akan mempengaruhi aspek keseluruhan pribadinya. Setiap individu memiliki kebebasan dalam memilih jalan hidupnya. Kebebasan ini tentunya harus disertai dengan tanggung jawab, yaitu penerimaan resiko atas akibat yang muncul dari pilihannya sendiri. Tanggung jawab ini tidak hanya berpusat terhadao dirinya tetapi juga menyangkut hubungannya dengan orang lain. Manusia bersifat statis, tidak kaku terhadap pengalamanpengalaman masa lampaunya. Individu akan mengalami proses berpikir dan mengolah pengalaman-pengalamannya untuk memperbaiki pilihannya di masa yang akan datang. Bimbingan dan konseling didasarkan pada kebutuhan dan masalah peserta didik, pengalaman nyata, dan bersifat pengembangan dan komprehensif. Juntika (2004:11), memaparkan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:

57

a. Bimbingan dan konseling berhubungan dengan sikap dan perilaku individu (peserta didik), maka perlu diingat bahwa sikap dan perilaku individu terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan rumit. b. Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individu yang akan dibimbing (pesrta didik), agar dalam memberikan bimbingan tepat, sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh individu yang dibimbing tersebut. c. Bimbingan itu merupakan suatu proses memberikan bantuan kepada individu (peserta didik) untuk dapat membantu dirinya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. d. Bimbingan hendaknya bertitik tolak pada individu (peserta didik) yang dibimbing. e. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh guru pembimbing di SMA, harus diserahkan kepada individu atau lembaga yang mampu dan berwenang untuk memecahkannya. f. Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu (peserta didik) yanga akan dibimbing. g. Bimbingan harus luwes dan fleksibel, sesuai dengan kebutuhan individu (peserta didik) yang dibimbing dan masyarakat. h. Program bimbingan di SMA harus sesuai dengan program SMA tersebut.

58

i. Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan dapat menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada di luar sekolah. j. Program bimbingan harus selalu diadakan penilaian berkala untuk mengetahui sampai dimana hasil yang telah dicapai dan mengetahui apakah pelaksanaan program itu sesuai dengan apa yang telah direncanakan semula.

4. Komponen Program Bimbingan Ruang lingkup program bimbingan dan konseling pada intinya mengacu pada empat komponen utama yang digagas oleh Gysbers dan Henderson (Muro dan Kottman, 1995: 5) yaitu : a) pelayanan dasar; b) pelayanan responsif; c) perencanaan individual; dan 4) dukungan sistem. Pelayanan dasar bimbingan diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada siswa melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal yang disajikan secara sistematis, dalam rangka membantu perkembangan dirinya secara optimal. Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka dapat mecapai tugas-tugas perkembangnnya.

59

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada siswa yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera. Pelayanan responsif bertujuan untuk membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya, dan memecahkan masalah yang dialaminya, atau siswa yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangnnya. Pelayanan ini diartikan sebagai proses bantuan kepada siswa agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depannya, berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. pelayanan perencanaan indivual bertujuan untuk membantu siswa agar:

a) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya; b) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap

perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir; dan (c) dapat melakukan kegitan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya. Dukungan sistem merupakan komponen pelayanan tidak langsung, yang kegiatannya meliputi pemberian layanan, dan kegiatan manajemen. Pemberian pelayanan menyangkut: a) konsultasi dengan guru-guru; b) konsultasi/kerjasama dengan orang tua/masyarakat; c) berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan-kegiatan sekolah; dan d) melakukan penelitian. Kegiatan manajemen menyangkut berbagai upaya untuk memantapkan,

60

memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui pengembangan program dan staf, pemanfaatan sumber daya masyarakat, dan pengembangan penataan kebijakan.

5. Pengertian Bimbingan Pribadi Sosial Berdasarkan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 29/ 90, Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan

merencanakan masa depan. (Depdikbud,1994). Bimbingan juga dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya. Dengan demikian, dia akan menikmati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masysrakat pada umumnya.Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial. (Rochman Natawidjaya, 1987: 31). Sedangkan pakar yang lain mengatakan bahwa: Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadipribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokok yang

61

hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu: (a) mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana adanya, (b) menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, (c) mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri sendiri, dan (e) mewujudkan diri. (Prayitno, 1983:2 dan 1987:35). Sasaran Utama bimbingan adalah pemahaman dan pengembangan diri hal ini juga dikemukakan oleh Traxler bahwa bimbingan merupakan bantuan yang memungkinkan tiap individu dapat memahami kemampuankemampuan dan minatnya, mengembangkan diri secara optimal, menyesuaikan diri sendiri, sebagai warga yang sesuai dengan harapan masyarakat Bimbingan merupakan layanan khusus yang berbeda dengan bidang pendidikan lainnya. Laksmi (2003: 3) mengemukakan beberapa karakteristik dasar bimbingan dan konseling. Ciri utama dari bimbingan: a. Bimbingan merupakan proses: membantu tiap individu agar dapat membantu dirinya, mengenal dan menggunakan kekuatan-kekuatan yang ada dalam dirinya, merumuskan tujuan, membuat rencana dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam perkembangannya. b. Bimbingan merupakan proses yang berkelanjutan: yang diperlukan sejak masa kanak-kanak, remaja, dewasa, bahkan sampai usia lanjut.

62

c. Pemilihan dan penentuan masalah merupakan focus (kepedulian) utama dari bimbingan, sebab keunikan persepsi dari kehidupan individu saling terkait (berinteraksi) dengan faktor-faktor eksternal di dalam kehidupannya. d. Bimbingan merupakan bantuan terhadap individu dalam proses perkembangannya dan bukan sekedar mengarahkan perkembangan: tujuannya adalah mengembangkan kemampuan untuk mengarahkan diri, membimbing diri sendiri, dan menyempurnakan diri melalui peningkatan pemahaman tentang masalah, kekuatan dan

keterbatasan dalam memecahkan masalahnya. e. Bimbingan merupakan layanan untuk semua: merupakan layanan yang disediakan bagi semua peserta didik pada setiap tahapan usia dan pendidikan, bukan hanya untuk yang terbelakang dan yang memiliki kelainan. f. Bimbingan merupakan layanan yang bersifat umum dan khusus: merupakan layanan umum karena semua tenaga kependidikan seperti guru, tutor, penasihat, kepala sekolah, orangtua turut terlibat dalam pel;aksanaan program. Bimbingan merupakan layanan khusus, sebab para spesialis kependidikan seperti konselor, psikiatris, bekerjasama dalam membantu individu memecahkan masalah yang dihadapi.

63

6. Bimbingan Pribadi Bimbingan dan konseling pribadi merupakan proses bantuan untuk memfasilitasi siswa agar memiliki pemahaman tentang karakteristik dirinya, kemampuan mengembangkan potensi dirinya, dan memecahkan masalah-masalah yang dialaminya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah kepada pencapaian pribadi yang mantap, dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh siswa. (Syamsu Yusuf, 2009 : 53). Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, serta sehat jasmani dan rohani. (Dewa Ketut S, 2002 : 54). Bidang pribadi pokok-pokok yang terkandung adalah: a. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan

pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranannya di masa depan. c. Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif.

64

d. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya. e. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan. f. Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan

keputusan yang telah diambilnya. g. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah maupun jasmaniah.

7. Bimbingan Sosial Bimbingan sosial adalah proses bantuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengembangkan pemahaman dan keterampilan berinteraksi sosial dan memecahkan masalah-masalah sosial yang dialaminya. Bimbingan ini diberikan dengan cara menciptakan lingkungan sosial sekolah yang kondusif, dan membangun interaksi pendidikan atau proses pembelajaran yang bermakna. (Syamsu Yusuf, 2009:55). Dalam bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dil;andasi budi pekerti luhur, tanggung jawab

kemasyarakatan dan kenegaraan. (Dewa Ketut S, 2002 : 55). Dalam bidang sosial pokok-pokoknya sebagai berikut: a. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif.

65

b. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif. c. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata karma, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat, hukum, ilmu, dan kebiasaan yang berlaku. d. Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaanya secara dinamis dan bertanggung jawab. e. Orientasi tentang hidup berkeluarga. Bimbingan pribadi sosial menurut Winkel (1997:142) berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam bantinya sendiri; dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang penyaluran nafsu seksual dan sebagainya. Mendukung pendapat tersebut Juntika (2003:21) mengemukakan bahwa bimbingan pribadi social diarahkan kemampuan untuk memantapkan dalam kepribadian dan mengembangkan dirinya.

individu

menangani

masalah-masalah

Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbnag dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami individu.

8. Tujuan Bimbingan Pribadi Sosial

66

Berkaitan dengan bimbingan pribadi sosial, asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (2007:18-19) merumuskan beberapa tujuan

bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi sosial sebagai berikut: a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Ynag Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan, dengan teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya. b. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing. c. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. d. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis. e. Memiliki sifat positif atau resfek terhadap diri sendiri dan orang lain f. Memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat.

67

g. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. h. Memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam bentuk komitmen, terhadap tugas dan kewajiban. i. Memiliki kemampuan berinteraksi social (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk persahabatan, persaudaraan, atau silaturrahmi dengan sesama manusia. j. Memiliki kemampuyan dalam menyelesaikan konflik baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun orang lain. k. Memiliki kemampuan untuk mengambil keoutusan secara efektif.

E. Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Melalui Bimbingan Sosial Pribadi Meningkatkan kedisiplinan siswa melalui Pendekatan bimbingan dan konseling berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang

68

saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik. Bimbingan sosial pribadi diarahkan untuk memantapkan

kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu. Bimbingan individu diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab,

mengembangkan system pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan sosial pribadi yang tepat. Oleh karena itu dalam penerapan disiplin siswa di sekolah, guru yang baik perlu mengetahui bagaimana hubungan tiap siswa dengan teman-teman sekelasnya dan orang-orang lain. Dengan jalan mengadakan observasi, pembicaraan dengan siswa dan orang tuanya serta sahabatsahabatnya. Dengan cara demikian maka guru akan mampu mengenal siswanya, siapa yang disayangi oleh teman-temannya, siapa yang pemalu atau perasa, siapa yang tidak disukai teman-temannya, siapa yang bersifat agresif, dan siapa yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan.

69

Tingkah laku siswa di depan teman-temannya atau orang lain disebabkan oleh pengalaman-pengalamannya yang telah lampau, oleh keadaan pada waktu sekarang dan oleh cita-cita serta keinginannya (Djumhur, 1975 : 129). Tingkah laku siswa dapat pula merupakan hasil interaksi dengan pihak lain di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Oleh karena itu apabila terdapat kekurangan-kekurangan tingkah laku atau terdapat tingkah laku siswa yang menyimpang maka hal tersebut menjadi tugas guru untuk mencari penyebabnya agar bisa membantu menyelesaikan atau

merubahnya. Pribadi guru memegang peranan penting. Apabila seorang guru kurang percaya pada kekuatan dirinya, atau apabila merasa tidak dapat mempercayai siswanya, maka disiplin dalam kelasnya akan terpengaruh secara tidak menguntungkan. Siswa dapat dengan cepat merasakan bahwa gurunya kurang percaya pada dirinya. Kesadaran dan perasaan bahwa ia mampu mengatasi keadaan adalah sangat penting dalam usaha menegakkan disiplin yang baik. Faktor lain yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan pekerjaan yang efektif dan disiplin yang baik adalah sikap yang menunjukkan respek atau hormat terhadap individualitas tiap siswa dan yang memperhatikan hasil usaha yang paling baik. Kehidupan manusia diatur oleh bermacam-macam tata cara atau aturan agar tidak timbul kekacauan dan kesewenang-wenangan. Tata cara

70

kehidupan manusia itu mengandung inti bahwa tingkah laku seseorang diatur oleh keharusan untuk memperlihatkan suatu tingkah laku yang boleh dilakukan. Seseorang diharapkan dapat memperlihatkan tingkah laku yang sesuai dengan keharusan dan batas-batas dalam lingkungan hidupnya. Tingkah laku tersebut harus mengakar sebagai kebiasaan dan tidak menekan atau menimbulkan ketegangan. Tingkah laku tersebut akan menjadi kebiasaan apabila sudah terbentuk sejak kecil melalui disiplin diri. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan pengertian-pengertian yang berasal dari luar diperlukan suatu proses, yaitu melatih dan mengajarkan siswa bertingkah laku dan bersikap sesuai tata cara yang berlaku. Jika proses ini terjadi atau tercapai, maka usaha untuk mendisiplinkan akan tercapai pula. Sehubungan dengan permasalahan di atas, seorang guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri siswa, terutama disiplin diri. Dalam kaitan ini, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya; setiap siswa berasal dari latar belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula, dalam kaitan ini guru harus mampu melayani berbagai perbedaan tersebut agar setiap siswa dapat menemukan jati dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.

71

b. Membantu siswa meningkatkan standar perilakunya karena siswa berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, jelas mereka akan memiliki standard perilaku tinggi, bahkan ada yang mempunyai standard perilaku yang sangat rendah. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh setiap guru dan berusaha

meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam pergaulan pada umumnya. c. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk

mendisiplinkan siswa; di setiap sekolah terdapat aturan-aturan, baik aturan-aturan khusus maupun aturan umum. Perturan-peraturan tersebut harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan dengan sebaikbaiknya, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang

mendorong perilaku negatif atau tidak disiplin. Sementara itu, Reisman dan Payne (E. Mulyasa, 2003)

mengemukakan strategi umum merancang disiplin siswa, yaitu : a. konsep diri; untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga siswa dapat berperilaku disiplin, guru disarankan untuk bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka; b. keterampilan berkomunikasi; guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima perasaan dan mendorong kepatuhan siswa;

72

c. konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; guru disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa dalam mengatasinya; dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah; d. klarifikasi nilai; guru membantu siswa dalam menjawab

pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri; e. analisis transaksional; disarankan agar guru belajar sebagai orang dewasa terutama ketika berhadapan dengan siswa yang menghadapi masalah; f. terapi realitas; sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab; dan g. disiplin yang terintegrasi; metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan; (modifikasi perilaku; perilaku salah disebabkan oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif. Menurut Singgih D. Gunarso (1986 : 82), cara cara mendisiplinkan siswa ada tiga cara yaitu cara otoriter, cara bebas, dan cara demokratis. a. Cara Otoriter

73

Pada cara otoriter, guru menentukan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati oleh siswa. Siswa harus patuh dan tunduk serta tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Jika siswa tidak memenuhi tuntutan, maka akan diancam dan dihukum. Siswa akan cenderung merasa ketakutan, bukan karena kesadaran dalam melakukan peraturan. Guru menentukan peraturan dan kebijakan, tidak memperhatikan keadaan, keinginan dan sifat-sifat pada diri siswa. Guru beranggapan bahwa sikap keras harus dilakukan, karena dengan kekerasan siswa akan menjadi penurut. Cara otoriter dan sikap keras yang disertai ancaman dan hukuman, hanya akan membuat siswa patuh di hadapan guru saja, tetapi dibelakang siswa akan memperlihatkan reaksi-reaksi seperti menentang dan melawan. Reaksi menentang dan melawan tersebut akan ditampilkan dalam bentuk tingkah laku yang melanggar norma dan menimbulkan persoalan atau kesulitan, baik pada dirinya maupun pada lingkungan sekolah dan pergaulannya. Cara otoriter dapat diterapkan pada permulaan usaha menanamkan disiplin pada siswa, tetapi hanya untuk hal-hal tertentu saja. Cara otoriter dapat diterapkan dengan pertimbangan bahwa melalui cara tersebut siswa merasa lebih sadar bukan menyebabkan siswa ketakutan, kecewa, menderita sakit karena dihukum secara fisik.

74

b. Cara Bebas Pada cara bebas guru memberi kebebasan kepada siswa untuk mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan tingkah lakunya. Guru baru akan bertindak apabila siswa dianggap sudah keterlaluan. Pada cara bebas, pengawasan siswa sangat longgar. Siswa sudah biasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggap baik. Akibat cara bebas, guru tidak dapat bergaul dengan siswa, sehingga hubungan guru dengan siswa tidak akrab karena siswa harus merasa tahu diri. Akibatnya perkembangan kepribadian siswa menjadi tidak terarah dan siswa kurang dapat bertanggung jawab terhadap suatu tugas yang diberikan kepadanya atau siswa malah menjadi kurang disiplin.

c. Cara Demokratis Pada cara demikratis sangat menghargai kebebasan siswa, namun kebebasan yang tidak mutlak, yaitu kebebasan yang diikuti dengan bimbingan yang penuh pengertian antara guru dengan siswa. Keinginan dan pendapat siswa sangat diperhatikan dan

dipertimbangkan. Keinginan dan pendapat yang sesuai dengan norma-norma yang ada pada guru/sekolah akan disetujui untuk

75

dilakukan. Sebaliknya keinginan dan pendapat yang tidak sesuai, kepada siswa diterangkan secara rasional dan objektif dengan meyakinkan perbuatannya, jika baik menurut norma yang berlaku perlu dibebaskan dan jika tidak baik hendaknya tidak dilakukan. Dengan cara demokratis, siswa akan tumbuh rasa tanggung jawabnya untuk selalu memperhatikan tingkah laku yang baik dan dapat memupuk rasa percaya dirinya, siswa akan mampu bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan norma-norma dan kebebasan yang ada pada dirinya, untuk memperoleh kepuasan dan untuk menyesuaikan diri pada lingkungannya. Apabila tingkah lakunya ternyata tidak sesuai dan tidak berkenan bagi orang lain, ia akan mampu menunda dan menghargai tuntutan lingkungan pada dirinya. Ia menyadari bahwa sesuai yang ada di lingkungannya dapat berbeda dengan keinginan pribadinya. Untuk kepentingan pendidikan siswa sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, cara demokratis merupakan cara yang paling baik dalam usaha menanamkan disiplin pada siswa, dibandingkan dengan cara otoriter maupun cara bebas. Dengan cara demokratis dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Ketiga cara tersebut di atas membutuhkan peran aktif dari guru dalam usaha mendisiplinkan siswa, terutama peran guru bimbingan konseling. Guru dapat berperan aktif sebagai tokoh model untuk diamati

76

oleh siswa. Semua tingkah laku guru atau orang lain dapat dijadikan objek untuk ditiru siswa. Oleh karena itu, guru perlu memperlihatkan sikap dan konsekuensinya yang baik dalam bertingkah laku agar dapat ditiru oleh siswa. Selain peran guru, kedisiplinan bisa diciptakan apabila lingkungan sekolah tercipta dengan kondusif. Sayangnya disiplin di sekolah sering didefinisikan dengan prosedur yang terfokus. pada konsekuensi pemberian hukuman. Perspektif disiplin secara tradisional ini kurang sempurna sebab tidak memperhatikan perkembangan dan tidak mendukung perilaku prososial yang ditunjukkan siswa. Riset menunjukkan bahwa memberikan hukuman saja tidak cukup untuk menekan perilaku menyimpang dan mengembangkan perilaku pro-sosial siswa. F. Bimbingan Konseling Perkembangan 1. Hakekat dan Tujuan Bimbingan dan Konseling Perkembangan Bimbingan merupakan sebuah istilah yang sudah umum digunakan dalam dunia pendidikan. Ada beberapa pengertian bimbingan yang banyak dikemukakan oleh beberapa sumber. Berikut ini adalah beberapa definisi bimbingan yang dimaksudkan untuk memberikan pengertian yang lebih jelas tentang makna bimbingan itu sendiri. Bimbingan pada dasarnya merupakan upaya bantuan untuk membantu individu mencapai perkembangan yang optimal. Mortensen & Schmuller (Nurihsan : 2002) menyatakan sebagai berikut :

77

Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in term of democratic idea.

Sementara itu, Supriadi (2002) menyatakan bahwa bimbingan adalah : Proses bantuan yang diberikan oleh konselor/ pembimbing kepada klien agar klien dapat : (1) memahami dirinya, (2) mengarahkan dirinya, (3) memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, (4) menyesuaikan diri dengan lingkungannya (keluarga, sekolah, masyarakat), (5) mengambil manfaat dari peluang-peluang yang dimilikinya dalam rangka mengembangkan diri sesuai dengan potensi-potensinya, sehingga berguna bagi dirinya dan masyarakatnya. Adapun yang dimaksud dengan Bimbingan dan Konseling adalah sebagai berikut : upaya pemberian bantuan kepada individu (peserta didik) dengan menciptakan lingkungan perkembangan yang kondusif, dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan tugas-tugas perkembangan. Bimbingan dan Konseling yang berkembang saat ini adalah bimbingan dan konseling perkembangan, yang menitikberatkan upaya pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara

berkesinambungan, supaya dapat memahami dirinya sehingga sanggup bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan, keluarga dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya. Bimbingan

78

membantu mereka mencapai tugas perkembangan secara optimal sebagai makhluk Tuhan, sosial dan pribadi (Nurihsan & Sudianto, 2005). Kebutuhan akan layanan bimbingan di Perguruan Tinggi muncul dari karakteristik dan masalah-masalah perkembangan peserta didik (mahasiswa). Pendekatan perkembangan dalam bimbingan dan konseling merupakan pendekatan yang tepat digunakan di Perguruan Tinggi karena pendekatan ini lebih berorientasi pada pengembangan ekologi

perkembangan peserta didik. Konselor yang menggunakan pendekatan perkembangan melakukan identifikasi pengalaman dan keterampilan yang diperlukan mahasiswa agar berhasil dalam stusi dan kehidupannya. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling perkembangan, konselor dapat melibatkan tim kerja atau berbagai pihak, sehingga akan lebih efektif ketimbang bekerja sendiri. Bimbingan dan konseling perkembangan dirancang secara sistem terbuka, dengan demikian penyempurnaan dan modifikasi dapat dilakukan setiap saat sepanjang diperlukan. Bimbingan dan konseling perkembangan mengintegrasikan berbagai pendekatan, dan orientasinya multi budaya, sehingga tidak mencabut klien dari akar budayanya. Tidak fanatik menolak suatu teori, melainkan meramu apa yang terbaik dari masing-masing teori dan yang lebih penting lagi mengkaji bagaimana masing-masing terapi bermanfaat bagi perkembangan klien atau keluarganya.

79

Dalam konteks remaja, bimbingan dan konseling dapat diartikan sebagai suatu upaya mengoptimalkan perkembangan remaja ( usia 11- 20 tahun) melalui penyediaan perlakuan dan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan remaja serta pengembangan berbagai kemampuan dan keterampilan hidup yang diperlukan remaja. Mengingat bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan, maka tujuan pelaksanaan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan pendidikan. Tujuan Pendidikan Nasional adalah menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan GBHN 2003, yaitu : a. beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, b. berakhlak mulia, c. memiliki pengetahuan dan keterampilan, d. memiliki kesehatan jasmani dan rohani, e. memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta f. memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang

mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pelayanan bimbingan menurut Rambu-Rambu

80

Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal adalah agar konseli dapat : a. merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; b. mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; c. menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan

masyarakat serta lingkungan kerjanya; d. mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Apabila ditinjau dari pihak peserta didik secara khusus, tujuan bimbingan dan konseling ialah agar peserta didik, dapat : a. Mengembangkan seluruh potensinya seoptimal mungkin;

b. Mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri; c. Mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya, yang meliputi lingkungan sekolah, kebudayaan; d. Mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalahnya; e. Mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan, minat dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan pekerjaan; keluarga, pekerjaan, sosial-ekonomi, dan

81

f.

Memperoleh bantuan secara tepat dari pihak-pihak di kampus untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan

kesempatan untuk : a. mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya, b. mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, c. mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, d. memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri e. menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, f. menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan g. mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal. Terdapat beberapa ide pokok menyangkut hakikat dan tujuan bimbingan dan konseling untuk remaja yang diadaptasi dari pendapat Solehuddin (2005), yaitu sebagai berikut : Pertama, bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan aktivitas yang terarah ke optimalisasi perkembangan remaja. Aktivitas

82

atau perlakuan yang sifatnya mendukung, mempermudah, memperlancar, dan bahkan sampai batas tertentu memperpecat proses perkembangan remaja adalah bimbingan dan konseling. Sebaliknya, kegiatan-kegiatan yang sifatnya memaksa, menghambat, menghalangi, dan atau mempersulit proses perkembangan remaja, maka itu bukan kegiatan bimbingan dan konseling. Kedua, tercapainya perkembangan remaja yang optimal adalah sasaran akhir dari bimbingan dan konseling yang sekaligus juga dapat merupakan sasaran akhir dari proses pendidikan secara keseluruhan. Ketiga, dalam konteks bimbingan dan konseling, upaya membantu remaja dalam meraih keberhasilan penguasaan tugas perkembangan remaja dilakukan melalui tiga aktivititas pokok sebagai berikut : a. Menyerasikan perlakuan dan lingkungan pendidikan dengan kebutuhan perkembangan remaja serta dengan mempertimbangkan tuntutan nilainilai keagamaan dan kultural yang dianut. b. Menyelenggarakan layanan untuk mengembangkan berbagai

kemampuan dalam keterampilan pribadi-sosial, belajar dan karir remaja yang diperlukan untuk keperluan perkembangan dan belajarnya seperti keterampilan belajar, bergaul, menyelesaikan konflik, asertive dan sejenisnya. c. Menyelenggarakan layanan intervensi khusus bagi remaja yang memerlukan perhatian dan bantuan khusus.

83

Adapun tujuan bimbingan dan konseling bagi remaja adalah untuk membantu remaja dalam : a. Mengembangkan cara pemahaman dan sikap hidup yang sehat baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya. b. Menguasai berbagai keterampilan pribadi sosial dan belajar yang diperlukan sesuai dengan taraf dan kebutuhan perkembangannnya. c. Mengekspresikan diri (pikiran dan perasaan) secara tepat dan bertanggung jawab tanpa merasa terancam atau tertekan. d. Mengendalikan dan menyalurkan dorongan-dorongan dan keinginankeinginannya secara wajar sesuai dengan konteks dan suasana lingkungan yang dihadapi. e. Berperilaku interaksional dan sosial yang tepat, baik selama kegiatan pembelajaran di kelas maupun dalam suasana interaksional lainnya. f. Memanfaatkan sarana dan prasarana belajar secera efektif dan efisien. g. Mengembangkan motivasi dan gairah yang tinggi. h. Memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada serta

mengembangkan berbagai potensi, minat dan harapan-harapannya. i. Mengatasi masalah-masalah dan kesulitan perkembangan dan belajar yang dihadapi. Bertolak dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling perkembangan adalah upaya pemberian bantuan yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan, kekuatan, minat,

84

dan isu-isu yang berkaitan dengan tahapan perkembangan individu dan merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program pendidikan.

2. Asumsi Bimbingan dan Konseling Perkembangan Model bimbingan dan konseling perkembangan memungkinkan konselor untuk memfokuskan tidak sekedar terhadap gangguan emosional klien, melainkan lebih mengupayakan pencapaian tujuan dalam kaitan penguasaan tugas-tugas perkembangan, menjembatani tugas-tugas yang muncul pada saat tertentu, dan meningkatkan sumberdaya dan kompetensi dalam memberikan bantuan terhadap pola perkembangan yang optimal dari klien (Blocher, 1974). Menurut Myrick (Muro dan Kottman, 1995): "developmental guidance and counseling are based on the premise that human nature moves individuals sequentially and positively toward self-enhancement". Pendekatan ini juga memiliki asumsi bahwa potensi individu merupakan aset yang berharga bagi kemanusiaan. Dorongan dari dalam ini memerlukan kesepakatan dengan kekuatan dari lingkungan.

Pengembangan kemanusiaan merupakan interaksi individual tempat ia berpijak dengan peraturan, perundangan, dan nilai-nilai yang saling melengkapi.

85

Menurut Blocher (1974) asumsi dasar bimbingan dan konseling perkembangan, yaitu perkembangan individu akan berlangsung dalam interaksi yang sehat antara individu dengan lingkungannya. Asumsi ini membawa dua implikasi pokok bagi pelaksanaan bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi : a. Perkembangan adalah tujuan bimbingan. Oleh karena itu, para petugas bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi (konselor, wali tingkat dan Penasehat Akademik) perlu memiliki suatu kerangka berpikir konseptual untuk memahami perkembangan mahasiswa sebagai dasar perumusan isi dan tujuan bimbingan dan konseling. b. Interaksi yang sehat merupakan suatu iklim perkembangan yang harus dikembangkan oleh petugas bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, petugas bimbingan dan konseling perlu menguasai pengetahuan dan keterampilan khusus untuk mengembangkan interaksi yang sehat sebagai pendukung sistem peluncuran bimbingan dan konseling di jalur pendidikan formal (Sunaryo Kartadinata, 2004).

3. Prinsip dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Perkembangan Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling, terdapat beberapa prinsip bimbingan dan konseling sebagai pijakan atau fundasi dalam bertindak yang berasal dari konsep-konsep filosofis tentang

86

kemanusiaan. Muro & Kottman (l995 : 50-53) mengungkapkan secara terinci bahwa bimbingan dan konseling perkembangan adalah program bimbingan dan konseling yang di dalamnya mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Bimbingan dan konseling dibutuhkan oleh semua mahasiswa termasuk mahasiswa yang mengalami kesulitan. b. Bimbingan dan konseling perkembangan memfokuskan pada pembelajaran mahasiswa. c. Konselor, wali tingkat dan Penasehat Akademik merupakan

fungsionaris bersama dalam program bimbingan dan konseling perkembangan. d. Kurikulum yang diorganisasikan dan direncanakan merupakan bagian penting dalam bimbingan dan konseling perkembangan. e. Program bimbingan dan konseling perkembangan peduli dengan penerimaan diri, pemahaman diri, dan pengayaan diri (selfenhancement). f. Bimbingan dan konseling perkembangan memfokuskan pada proses mendorong perkembangan (encouragement). g. Bimbingan dan konseling perkembangan mengakui pengembangan yang terarah ketimbang akhir perkembangan yang definitif. h. Bimbingan dan konseling perkembangan sebagai tim oriented menuntut pelayanan dari konselor profesional.

87

i.

Bimbingan dan konseling perkembangan peduli dengan indentifikasi awal akan kebutuhan khusus dari mahasiswa/ remaja.

j.

Bimbingan dan konseling perkembangan peduli dengan penerapan psikologi.

k. Bimbingan dan konseling perkembangan memiliki kerangka dasar dari psikologi remaja, psikologi perkembangan dan teori-teori pembelajaran. l. Bimbingan dan konseling perkembangan mempunyai sifat mengikuti urutan dan lentur. Adapun prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling sesuai dengan Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal adalah sebagai berikut : a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan

(individual). b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan

88

peserta

didik

dibantu

untuk

memaksimalkan

perkembangan

keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan

bimbingannya menggunakan teknik kelompok. c. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan

aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang. d. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork. e. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya,

89

dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan

kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan. f. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan

masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan. Bimbingan dan konseling mengembangkan sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan bimbingan dan konseling dalam setting jalur pendidikan formal. Ada beberapa fungsi bimbingan dan konseling yang dikemukakan oleh Aquino dan Alviar (Thanyawi, 1975) yaitu pencegahan (preventif), perbaikan (kuratif), pengembangan

(development). Penjabaran keempat fungsi itu adalah sebagai berikut : a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu

90

sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik. Pemahaman itu meliputi : 1) Pemahaman tentang diri sendiri; 2) Pemahaman tentang lingkungan; 3) Pemahaman tentang lingkungan dalam arti yang lebih luas (pendidikan, karir, sosial, budaya dan nilai). b. Fungsi preventif, adalah bantuan yang diberikan kepada mahasiswa bertujuan agar mahasiswa terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Hambatan seperti kesulitan belajar, kekurangan informasi, masalah hubungan sosial dan sebagainya. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan yaitu : 1) Program layanan orentasi yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengenal lingkungan kampus; 2) Program kegiatan atau layanan bimbingan klasikal atau kelompok tertentu, seperti diskusi, bermain peran, dinamika kelompok, menyusun program belajar dan teknik-teknik pendekatan kelompok lainnya; 3) Program layanan penempatan dan penyaluran baik yang bersifat individu maupun kelompok. c. Fungsi developmental, yaitu pelayanan yang diberikan dengan tujuan dapat membantu mahasiswa mengembangkan keseluruhan potensinya dengan terarah dan mantap. Layanan ini meliputi :

91

1) Memperoleh kesempatan untuk mendapat pengalaman-pengalaman yang dapat membantu perkembangan sebaik mungkin; 2) Mengenal, memahami serta melatih diri dan melakukan kegiatan tentang cara-cara pengembangan diri, sehingga mereka lebih matang/ dewasa untuk melakukan tugas perkembangannnya, mencapai prestasi yang seoptimal mungkin. 3) Memperoleh latihan membuat dan memiliki alternatif yang paling efisien untuk dilakukan dalam setiap situasi, dengan

mempertimbangan minat, kemampuan dan kesempatan yang tersedia; 4) Mengembangkan bakat dan minat melalui kegiatan seperti olah raga, organisasi, keterampilan, dan sebagainya. d. Fungsi kuratif, adalah layanan yang membantu mahasiswa untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi baik di lingkungan kampus maupun di lingkungan luar kampus. Bantuan yang diberikan amat bergantung pada sifat masalahnya, bentuknya dapat langsung berhadapan dengan mahasiswa atau melalui pihak lain. Fungsi-fungsi tersebut di atas diwujudkan melalui

diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil yang ingin diwujudkan dari masingmasing fungsi tersebut. Adapun fungsi Bimbingan dan Konseling menurut Rambu-Rambu

92

Penyelengaraan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal adalah sebagai berikut :

1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya Berdasarkan (pendidikan, pemahaman pekerjaan, ini, konseli dan norma agama). mampu

diharapkan

mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif. 2. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli. 3. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif. 4. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. 5. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan,

93

kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru/ dosen untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang

pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai peserta didik, pembimbing/konselor dapat membantu para guru/ dosen dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konselor. 6. Fungsi Pencegahan (Preventif), yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahaya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex). 7. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam

94

berpikir,

berperasaan

dan

bertindak

(berkehendak).

Konselor

melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berpikir yang sehat, rasional dan perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendap yang produktif dan normatif. 8. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang

bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching. 9. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini

memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli. 10. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan peserta didik. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork

95

berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.

G. Program Bimbingan Konseling Pribadi Sosial Bagi Peningkatan Kedisiplinan Siswa Uman Suherman dan Dadang Sudrajat (1998:1) mengartikan program sebagai rencana kegiatan yang disusun secara operasional dengan memperetimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaksanaannya. Pengertian tersebut diperkuat oleh Winkel (1997:119) yang menyatakan bahwa program bimbingan adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa program bimbingan adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang direncanakan secara sistematis, terarah, dan terpadu untuk mencapai tujuan selama periode tertentu. Asosiasi Bimbingan dan konseling Indonesia (2007:36) mengemukakan bahwa dalam merumuskan program, struktur atau materi program ini bersifat fleksibel yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa berdasarkan hasil penilaian kebutuhan masing-masing di sekolah.

96

Komponen program bimbingan meliputi rasionel, visi, misi, deskripsi kebutuhan, tujuan, komponen layanan (yaitu layanan dasar, responsif, perencanaan individual, dan dukungan system), rencana operasional, pengembangan tema/topik dan satuan layanan, rencana evaluasi, dan rancangan anggaran.

1. Jenis-Jenis Layanan Bimbingan Berdasarkan jenis layanan dalam bimbingan dan konseling dibedakan dalam empat layanan utama, yaitu: a. Layanan dasar bimbingan adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu para siswa mengembangkan perilaku efektif dan keterampilan-keterampilan hidupnya yang mengacu pada tugas-tugas perkembangannya pada aspek sosial dan pribadi. Layanan dasar bimbinagn ini ditujukan untuk seluruh siswa melalui kegiatan-kegiatan kelas atau di luar kelas, yang disajikan secara sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensi dirinya secara optimal. b. Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh siswa saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventif atau mungkin kuratif. Isi layanan responsif sesuai dengan kebutuhan siswa dalam bidang pribadi dan sosial.

97

c. Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang memberikan bantuan kepada semua siswa agar mampu membuat dan melaksanakan perencanaan masa depannya berdasarkan pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya. Layanan ini bertujuan untuk membimbing seluruh siswa agar: (1) memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan, perencanaan, atau

pengelolaan terhadap pengembangan dirinya yang menyangkut aspek pribadi dan social; (2) dapat belajar memantau dan memahami perkembangan dirinya, dan; (3) dapat melakukan kegiatan atau tindakan berdasarkan pemahamannya atau tujuan yang telah dirumuskan secara pro-aktif. d. Dukungan system adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan professional (hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat).

2. Prinsip-Prinsip Program Bimbingan Ciri-ciri program bimbingan yang baik seperti yang dikemukakan oleh Miller dalam Uman Suherman dan Dadang sudrajat (1998:23), yaitu: a. Disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan nyata siswa. b. Diatur menurut skala prioritas berdasarkan kebutuhan siswa.

98

c. Dikembangkan secara berangsur-angsur dengan melibatkan semua unsure petugas. d. Mempunyai tujuan yang ideal tetapi realistis. e. Mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan diantara semua staf pelaksana. f. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. g. Penyusunannya disesuaikan dengan program pendidikan dan pengajaran di sekolah yang bersangkutan. h. Memberikan kemungkinan pelayanan kepada seluruh siswa. i. Memperlihatkan peran yang penting dalam menghubungkan sekolah dengan masyarakat. j. Berlangsung sejalan dengan proses penilaian baik mengenai program itu sendiri, kemajuan siswa yang dibimbing, dan kemajuan pengetahuan, keterampilan serta sikap para petugs pelaksananya. k. Menjamin keseimbangan dan kesinambungan pelayanan bimbingan dalam hal: 1) pelayanan kelompok individual, (2) pelayanan yang diberikan oleh berbagai guru pembimbing, (3) penggunaan alat ukur yang objektif dan subjektif, (4) penelaahan tentang siswa dan pemberian konseling, (5) pelayanan yang diberikan dalam berbagai jenis bimbingan, dan (6) pemberian konseling umum dan khusus. Suatu program bimbingan perkembangan dititikberatkan pada pengalihan penyelenggaraan bimbingan secara individual menuju

99

penyelenggaraan bimbingan yang menyertakan seluruh siswa melalui aktivitas bimbingan kelas dan pengalaman terstruktur dalam kelompok. Dalam membuat program membuat program bimbingan ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: (1) karakteristik siswa serta kebutuhan akan bimbingan dan konseling; (2) dasar dan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan; (3) kemampuan lembaga dalam

menyediakan dana dan fasilitas yang diperlukan; (4) lingkup sasaran dan prioritas kegiatan; (5) jenis kegiatan dan layanan yang diperlu diprioritaskan; (6) ketersediaan tenaga professional untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling.

Anda mungkin juga menyukai