Anda di halaman 1dari 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI 1. AUDIT American Accounting Association Commitee dalam Basic Audit Concept (1991: 2) telah mendefinisikan audit sebagai suatu proses sitematis yang secara objektif memperoleh dan mengevaluasi bukti yang terkait dengan pernyataan mengenai tindakan atau kejadian ekonomi untuk menilai tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan serta

mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pijak yang berkepentingan. Menurut definisi di atas terdapat unsur-unsur penting yang mendasari auditing yaitu (Mulyadi, 2002): a. Proses sistematik Auditing merupakan proses sistematik yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yang logis dan terstruktur dan jelas tujuannya bagi pengambilan keputusan dan audit bukan merupakan proses yang tidak terancang dan asal jadi. b. Pengumpulan dan pengevaluasian bukti secara objektif Audit berkaitan dengan pengumpulan bukti-bukti tentang informasi yang akan mempengaruhi proses keputusan auditor. Bukti diartikan sebagai semua informasi yang digunakan auditor dalam menentukan kesesuaian informasi yang

sedang diaudit dengan kriteria yang telah ditetapkan. Bukti audit dapat diperoleh dalam berbagai bentuk, seperti pernyataan lisan dari pihak yang diaudit (klien), komunikasi tertulis dengan pihak ketiga dan hasil pengamatan auditor. Demi tercapainya sasaran dari kegiatan auditing ini, diperlukan buktibukti mutu dan jumlah yang memadai. Proses penentuan jumlah bahan bukti yang diperlukan dan penilaian kelayakan informasi sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yang merupakan bagian penting dari audit. c. Pernyataan mengenai kejadian atau pernyataan ekonomi Pernyataan mengenai kejadian atau kegiatan ekonomi adalah hasil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran dan penyampain informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang dalam bentuk yang teratur dan logis dengan tujuan menyampaikan informasi keuangan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan. Setiap kali audit dilakuakan ruang lingkup pertanggungjawaban auditor harus dinyatakan dengan jelas, hal terutama yang harus dilakukan adalah menegaskan entitas atau satuan usaha yang dimaksud dengan periode waktunya. d. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan Ketika melakukan proses audit, tujuan auditor adalah apakah pernyataan pihak yang diaudit sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria atau standar yang dipakai sebgai dasar untuk menialai pernyataan (yang berupa proses akuntansi) dapat berupa : (1) Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan tertentu, (2) Anggaran atau ukuran prestasi pemilik satuan usaha (3) Standar

Akuntansi Keuangan (SAK). Pada umumnya auditor bekerja di instansi pajak, di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),dan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggunakan kriteria undang-undang, prinsip akuntansi yang berlaku umum dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, perusahaan swasta, serta instansi pajak yang terkait, jadi kriteria yang dipakai dalam suatu audit tergantung kepada tujuan audit yang dilakukan. e. Penyampaian hasil kepada pihak yang berkepentingan Penyampain hasil ini dilakukan dengan tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report) yang merupakan penyampain hasil-hasil temuan kepada para pemakai laporan. Laporan yang satu dapat berbeda dengan laporan yang lainnya. Tetapi pada dasarnya semaunya harus mampu menyampaikan kepada pihak yang berkepentingan.

2. OPINI AUDIT Menurut Standar Profesional Akuntan Publik SAP seksi 110, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila keadaan

mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat sebagai pihak yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk memihak kepentingan

10

siapapun dan untuk tidak mudah dipengaruhi, serta harus bebas dari setiap kewajiban kliennya dan tidak memilki suatu kepentingan dengan kliennya (IAI, 1994). Auditor dapat memilih tipe pendapat yang akan dinyatakan atas laporan keuangan auditan. Tipe pendapat tersebut adalah pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified opinion with expalanotory langongue), pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion), pendapat tidak wajar (advarse opinion), dan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclamer of opinion) (Mulyadi, 2002: 20). a. Pendapat wajar tanpa pengecualian Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified opinion with explanatory language) yang ditambahkan dalam laporan audit baku diberikan pada keadaan tertentu yang mengharuskan

11

auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam laporan audit meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian. Paragraf penjelasan ini dicantumkan setelah paragraf pendapat. c. Pendapat wajar dengan pengecualian Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar tetapi ada unsur yang dikecualikan, yang pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan: (1) Lingkup audit dibatasi oleh klien, (2) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi yang berada di luar kekuasaan klien maupun auditor, (3) Laporan keuangan tidak disusun sesuai prinsip akuntansi berterima umum, (4) Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. d. Pendapat tidak wajar Pendapat tidak wajar (adverse opinion) diberikan auditor ketika laporan keuangan tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien.

12

e. Tidak memberikan pendapat Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) diberikan auditor jika terjadi pembatasan yang luar biasa terhadap lingkup audit sehingga auditor tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau karena auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien.

3. GOING CONCERN Going concern merupakan asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan, suatu perusahaan diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya (Standar Akuntansi Keuangan, 2002). Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi yang sebaliknya, entitas tersebut menjadi bermasalah. Dengan adanya going concern maka suatu usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Seorang auditor ketika memeriksa kondisi keuangan suatu perusahaan dalam audit tahunan, auditor harus menyediakan laporan audit untuk digabungkan dengan laporan keuangan perusahaan. Salah satu dari hal-hal penting yang harus diputuskan adalah apakah perusahaan dapat

mempertahankan hidupnya (going concern). Audit report dengan modifikasi

13

mengenai going concern, mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Di lain pihak, perusahaan yang sehat memperoleh opini standard atau unqualified (Komalasari, 2004). Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan pembayaran hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang.

4. OPINI AUDIT GOING CONCERN Opini audit going concern adalah opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya. Termasuk dalam opini audit going concern ini adalah opini going concern unqualified /qualified dan going concern disclaimer opinion. Opini audit going concern unqualified / qualified adalah opini audit yang diberikan kepada auditee dimana selain terdapat opini atas laporan keuangan, juga dimodifikasi dengan pertimbangan auditor terhadap ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan. Sedangkan going concern disclaimer opinion adalah opini audit dimana auditor tidak memberikan opini atas laporan keuangan auditee dikarenakan pertimbangan auditor terhadap ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan.

14

Walaupun

auditor

mempunyai

tanggung

jawab

untuk

menilai

kelangsungan hidup entitas, namun auditor tidak bertanggungjawab untuk memprediksi kondisi atau peristiwa yang akan datang. Fakta bahwa satuan usaha kemungkinan akan berakhir kelangsungan hidupnya setelah menerima laporan dari auditor yang tidak memperlihatkan kesangsian besar. Bahkan dalam jangka waktu satu tahun setelah tanggal laporan keuangan, tidak berarti menunjukkan kinerja auditor tidak memadai. Oleh karena itu, tidak dicantumkannya kesangsian besar dalam laporan audit tidak seharusnya dipandang sebagai jaminan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya. Arens dan Lobbecke (2003: 52) menyatakan beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan adalah kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja, ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek, kehilangan pelangan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa bumi, banjir atau masalah perburuhan yang tidak biasa, perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi. Secara umum, beberapa hal yang dapat mempengruhi auditor dalam menerbitkan opini audit going concern adalah sebagai berikut (PSA No. 30 paragraf 6): a. Trend negatif, misalnya kerugian operasi yang berulang kali

15

b. Kekurangan modal kerja, arus kas negatif, rasio keuangan penting yang jelek c. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, misalnya kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penjualan sebagian besar aktiva. d. Masalah internal, misalnya pemogokan kerja, ketergantungan besar atas suksesnya suatu proyek. e. Masalah luar yang terjadi, misalnya pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang yang mengancam keberadaan perusahaan, kehilangan franchise, lisensi atau paten yang penting, bencana yang tidak diasuransikan, kehilangan pelanggan atau pemasok utama. PSA No. 30 paragraf 03 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut: 1) Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaan atau peristiwa yang secara keseluruhan manunjukkan adanya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Mungkin diperlukan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa

16

beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor. 2) Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, auditor harus: a) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut. b) Menetapkan kemungkian bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan. c) Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya dalam jangka waktu pantas.

5. KUALITAS AUDIT Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu adalah self intrest maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai

mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen sangat diperlukan, dalam hal ini auditor independen. Investor akan cenderung yakin pada akuntansi yang dihasilkan dari kualitas audit yang tinggi.

17

Kualitas audit menurut Deangelo (1981) dalam Schwartz (1997) didefinisikan sebagai probabilitas error dan irregularities yang dapat dideteksi dan dilaporkan. Probabilitas pendeteksian dipengaruhi oleh isu yang merujuk pada audit yang dilakukan oleh auditor untuk menghasilkan pendapatnya. Isu-isu yang berhubungan dengan isu audit adalah kompetensi auditor, persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit dan persyaratan pelaporan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil. Economics of scale yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut. Kantor akuntan publik diklasifikasi menjadi dua yaitu kantor akuntan publik yang berafiliasi dengan KAP Big Four dan kantor akuntan publik lainnya. Barnes dan Huan (1993) menyatakan bahwa perusahaan yang gagal dan tidak menjelaskan going concern pada opini auditnya menunjukkan bahwa auditor tersebut lebih mementingkan aspek komersial, hal ini berdampak buruk pada citra auditor dan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan auditan.

18

6. DEBT DEFAULT Dalam PSAK 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya (default). Debt default didefinisikan sebagai kegaglan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan atau

bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Chruch, 1992). Chen dan Chruch (1992), melakukan penelitian tentang pengaruh pemeringkatan obligasi yang gagal bayar (default) dengan penerimaan opini going concern pada perusahaan penerbit obligasi. Chen dan Chruch menyatakan perusahaan yang bermasalah setidaknya memenuhi salah satu dari kriteria sebagai berikut : (1) Ekuitas yang negatif, (2) Arus kas yang negatif, (3) Laba operasi yang negatif, (4) Modal kerja yang negatif (5) laba bersih yang negatif atau (6) Laba yang ditahan yang negatif.

7. KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode / kurun waktu tertentu. Kondisi keuangan merupakan gambaran atas kinerja sebuah perusahaan. Media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi,

19

ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan. Laporan keuangan adalah hasil akhir proses akuntansi. Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan sesungguhnya (Ramadhany, 2004). Mc Keown dkk (1991) menemukan bahwa auditor hampir tidak pernah memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang tidak mengalamai kesulitan keuangan. Krishnan (1996) menyatakan bahwa auditor lebih cendrung untuk mengeluarkan opini going concern ketika kemungkinan kebangkrutan berada di atas 28 % dengan menggunakan model prediksi Zmijeski. Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Badingatus (2007), dalam penelititan ini digunakan model prediksi kebangkrutan untuk

mengukur kondisi keuangan perusahaan yaitu Revised Altman Model. Model Revisi Altman adalah sebagai berikut: = 0,717 + 0,874 2 + 3,107 3 + 0,4204 4 + 0,998 5

Keterangan : Z1 = working capital/total asset Z2 = retained earnings/total asset Z3 = earnings before interest and taxes/total asset Z4 = book value of equity/book value of debt Z5 = sales/total asset

20

Definisi model yang dikembangkan Altman tersebut adalah: a. Rasio X1 = Modal kerja terhadap total harta / ratio working capital to total assets digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya. Aktiva liquid bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat dari pada total aktiva menyebabkan rasio ini turun. b. Rasio X2 = Laba ditahan terhadap total harta / ratio retained earnings to total assets digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Bias yang menguntungkan perusahaan perusahaan yang lebih berumur ini tidak mengherankan, karena pemberian tingkat kegagalan yang tinggi kepada perusahaan yang lebih muda merupakan hal yang wajar. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai laba ditahan dan rasio X2 akan menjadi negatif. c. Rasio X3 = Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta / ratio earning before interest and tax to total assets digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan.

21

Rasio ini juga dapat digunakan untuk mengukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Bila rasio ini lebih besar dari rata rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak dari pada bunga pinjaman. d. Rasio X4 = Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang / ratio market value of equity to book value of total debt digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah utang lebih besar dari pada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Nilai pasar ekuitas adalah jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga pasar per lembar sahamnya. e. Rasio X5 = Penjualan terhadap total harta / ratio sales to total assets digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam

menghadapi kondisi persaingan. Untuk menghitung Z Score dapat dilakukan dengan

menghitung angka-angka kelima rasio yang diambil dari laporan keuangan. Dengan cara mengalikan angka-angka tersebut dengan koefisien yang diturunkan Altman, kemudian hasilnya dijumlahkan (Sawir, 2005 : 24).

22

8. PERTUMBUHAN PERUSAHAAN Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Sales growth ratio atau rasio pertumbuhan penjualan mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston & Copeland, 1992). Pertumbuhan penjualan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam kondisi persaingan. Pertumbuhan penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan biaya akan mengakibatkan kenaikan laba perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat menentukan perusahaan untuk tetap survive. Sementara perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negatif berpotensi besar mengalami penurunan laba sehingga apabila manajemen tidak segera mengambil tindakan perbaikan, perusahaan dimungkinkan tidak akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunyai rasio pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa Auditee dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern). Penjualan yang terus meningkat dari tahun ketahun akan memberikan peluang Auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Semakin

23

tinggi rasio

pertumbuhan penjualan Auditee,

akan

semakin kecil

kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern (GCAO). Menurut Fabozzi (2000: 881), pertumbuhan penjualan merupakan perubahan penjualan pada laporan keuangan pertahun. Pertumbuhan penjualan yang di atas rata rata bagi suatu perusahaan pada umumnya didasarkan pada pertumbuhan yang cepat yang diharapkan dari industri dimana perusahaan itu beroperasi. Perusahaan dapat mencapai tingkat pertumbuhan di atas rata rata dengan jalan meningkatkan pangsa pasar dari permintaan industri keseluruhan. Pertumbuhan penjualan dapat dirumuskan sebagai berikut : Penjualan bersih t Penjualan bersih t 1 Penjualan bersih t 1

Pertumbuhan Penjualan = Keterangan : Penjualan bersih t Penjualan bersih t-1

= Penjualan bersih sekarang = Penjualan bersih tahun yang lalu

9. OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya atau satu tahun sebelum tahun penelitian. Opini audit going concern tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting bagi auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit

24

going concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini audit goingconcern pada tahun berjalan. Mutchler (1984) dalam Fitri (2010) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini going yang audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Penelitian Setyarno dkk. (2006) serta Santosa dan Wedari (2007) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit tahun going concern pada tahun berikutnya. Hasil penelitian tersebut memberikan bukti bahwa auditor dalam menerbitkan opini audit going concern akan mempertimbangkan opini audit going concern yang diterima perusahaan pada tahun sebelumnya.

25

10. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU Hasil penelitian yang sebelumnya berhubungan dengan opini audit going concern dilakukan oleh Eko. dkk (2006) yang memberikan bukti bahwa kualitas audit, kondisi keuangan, opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Mirna. dkk (2007) memberikan bukti bahwa kualitas audit, deft default, dan opinion shopping berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Ulung (2009) membuktikan bahwa kualitas audit, dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penrimaan opini audit going concern. Penelitian Setyarno (2006) menguji bagaimana bagaimana pengaruh rasio-rasio keuangan (rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage dan rasio pertumbuhan perusahaan), skala auditor dan opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going concern. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa rasio likuiditas dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap opini going concern. Fanny, Margareta dan Sylvia (2005) dan Fitri (2010) membuktikan bahwa kulitas audit, debt default berpengaruh signifikan terhadap opini going concern.

B. RERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN Penelitian ini, dilakukan guna menguji pengaruh kualitas audit, debt default, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan opini audit tahun

26

sebelumnya terhadap opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Variabel independen yang digunakan adalah kualitas audit, debt default, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya. Variabel dependen yang digunakan adalah opini audit going concern. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen

Kualita Audit

Debt Default

Kondisi Keuangan Perusahaan Perumbuhan Perusahaan

Opini Audit Going Concern

Opini Audit Tahun Sebelunya

Gambar 2.1: Rerangka Konseptual Penelitian

27

C. PERUMUSAN HIPOTESIS 1. Pengaruh Kualitas Audit terhadap Opini Audit Going Concern Auditor berskala besar dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan auditor berskala kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala auditor, akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. Choi et al. (2010) menggolongkan KAP besar adalah KAP yang mempunyai nama besar berskala internasional (termasuk dalam big four auditors) dimana KAP yang besar menyediakan mutu audit yang lebih tinggi dibanding dengan KAP kecil yang belum mempunyai reputasi. Hal tersebut didukung juga oleh Eko dkk (2006) dan Choi et al. (2010). Dari uraian tersebut peneliti merumuskan hipotesis pertama sebagai berikut ini. H1: Kualitas audit berpengaruh terhadap opini audit going concern.

2. Pengaruh Debt Default terhadap Opini Audit Going Concern Penelitian Ramadhany (2004) serta Praptitorini dan Januarti (2007) menunjukkan bahwa variabel debt default berpengaruh positif signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chen dan Church (1992) yang memberikan bukti yang kuat antara pemberian status debt default dengan masalah going concern. Semenjak auditor lebih cenderung disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini going concern setelah

28

peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini seperti ini mungkin telah sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default tinggi sekali. Karenanya, diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan laporan going concern. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis kedua sebagai berikut ini. H2: Debt default berpengaruh terhadap opini audit going concern Opini Audit Going

3. Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan terhadap Concern

Sebagian besar peneliti telah menggunakan rasio keuangan untuk mengidentifikasi masalah going concern (Mutchler, 1985). Fanny dan Saputra (2005) menemukan bukti bahwa auditor hampir tidak pernah mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Eko dkk (2006) dalam penelitiannya menggunakan empat model prediksi kebangkrutan untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan yaitu The Zmijeski Model, The Altman Model, Revised Altman Model dan Springate Model. Pengujian multivariate memberi hasil bahwa model prediksi oleh Altman merupakan model prediksi terbaik diantara kedua model prediksi lainnya. Mengacu pada penelitian Eko dkk (2006) dalam penelitian ini menggunakan model prediksi Revised Altman Model. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis ketiga sebagai berikut ini.

29

H3:

Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern

4. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan perusahaan. Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland,1992). Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunyai rasio pertumbuhan perusahaan yang positif mengindikasikan bahwa auditee dapat mempertahankan posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern). Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh peningkatan.laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan perusahaan auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. H4: Pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern 5. Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Budi dkk. (2006) menemukan pengaruh yang signifikan antara opini audit tahun sebelumnya dengan opini audit going concern. Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya

30

atau satu tahun sebelum tahun penelitian. Nogler dalam Santosa dan Wedari (2007) memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih pada tahun berikutnya. Jika tidak mengalami peningkatan keuangan maka pengeluaran opini audit going concern dapat diberikan kembali. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2009) dalam penelitian pengaruh financial distress, debt default, auditor changes dan opini tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini going concern pada perusahaan real estate di BEI. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa ada hubungan opini audit tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini going concern pada tahun berikutnya. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka ditarik hipotesis yang kelima sebagai berikut ini. H5: Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini audit going concern

Anda mungkin juga menyukai