Anda di halaman 1dari 12

PENCEMARAN UDARA AKIBAT PEMBAKARAN HUTAN DAN GAMBUT DI RIAU

Oleh : NAMA NIM : ELVIDA NOER : 0910247531

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERITAS RIAU PEKANBARU 2011

I. PENDAHULUAN

Kebakaran hutan dan lahan gambut yang sering terjadi semula dianggap terjadi secara alami, tetapi sekarang ini kejadian kebaran hutan dan lahan gambut tidak lepas dari kegiatan yang dilakukan manusia. Semakin banyaknya jumlah penduduk dan kebutuhan manusia yang terus meningkat akan berpengaruh pada kawasan hutan dan gambut sebagai daerah pengembangan bagi manusia. Raflis dan Dede Khunaifi (2010), setiap tahunnya dalam musim kemarau, hampir berturut-turut, kejadian kebakaran hutan dan lahan berulang dengan berbagai tingkatan. Pada tahun 2002 dan 2005, kebakaran hutan dan lahan terjadi kembali dengan skala yang cukup besar terutama diakibatkan oleh konversi hutan di lahan gambut. Dari data yang terkumpul terhitung sejak 1997-98, rata-rata 80% kebakaran hutan dan lahan terjadi di lahan gambut. Data yang dianalisis WWFIndonesia menunjukkan bahwa di Provinsi Kalimantan Tengah mayoritas kejadian kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2002-2003 terjadi di lahan gambut sedangkan di Provinsi Riau dalam periode tahun 2001-2006, sekitar 67% hotspots (titik panas) terjadi di lahan gambut. Data terakhir berdasarkan pantauan koalisi LSM di Riau, Eyes on the Forest, antara 1-31 Juli 2006, terdapat 56% titik panas yang ditemukan di Provinsi Riau, terdapat pada lahan gambut. Pada periode yang sama, hampir 30% dari titik panas yang terdeteksi di Kalimantan Barat juga terdapat pada tanah gambut. Hutan pada lahan gambut mempunyai peranan penting dalam penyimpanan karbon (30% kapasitas penyimpanan karbon global dalam tanah) dan moderasi iklim sekaligus memberikan manfaat keanekaragaman hayati, pengatur tata air,

dan pendukung kehidupan masyarakat. Indonesia memiliki 20 juta ha lahan gambut yang terutama terletak di Sumatera (Riau memiliki 4 juta ha) dan Kalimantan. Pondasi utama dari lahan gambut yang baik adalah air. Bila terjadi pembukaan Berdasarkan pantauan satelit Modis (Terra dan Aqua) Periode September 2000 sampai Juli 2008 di wilayah Provinsi Riau Dijumpai 57972 titik api yang terdistribusi ke dalam 12 kabupaten/ kota. Kejadian ini hampir setiap tahun berulang ditempat yang sama terutama pada kawasan bergambut.

Gambar 1 Distribusi Titik Api Periode September 2000 sampai Juli 2008

Sampai Saat ini penanggulangan kebakaran hutan sebatas upaya pemadaman api pada saat kebakaran terjadi. Sedangkan perencanaan menyeluruh belum dilakukan. Kejadian kebakaran hutan dan gambut di Riau yang terjadi

hampir setiap tahun harus segera diatasi. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan kendali di wilayah otoritasnya harus mencari solusi tepat untuk meminimalisir kejadian yang merugikan manusia dan lingkungan.

II. PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DAN GAMBUT SERTA DAMPAK YANG DITIMBULKAN

Pembukaan lahan hutan dan gambut yang tidak bisa di elakkan dapat memicu terjadinya kebakaran. Pembukaan hutan yang tidak meperhatikan kelesarian lingkungan dengan cara membakar akan dapat meluas dan tidak terkendali. Lahan gambut yang didrainase akan menyebabkan kawasan ini menjadi kering dan pada musim kemarau akan mudah terbakar. Apalagi kawasan gambut yang didalamnya banyak terjadi proses pelapukan anaerob akan menghasilkan gas metan dan mengakibatkan kebakaran di lahan gambut akan lebih sulit dilakukan. Banyaknya izin penguasaan atas lahan oleh pengusaha yang di berikan oleh Pemda Riau juga berdampak pada terjadinya kebakaran hutan. Hal ini terlihat dari banyaknya titik api yang ditemukan di kawasan HTI. Raflis dan Dede Khunaifi (2010), Berdasarkan Pola penguasaan lahan atau izin pemanfaatan

ruang maka titik api terdistribusi pada 1. Kawasan Kelola masyarakat dan kawasan lindung 2. Kawasan yang telah diberikan hak pemanfaatan ruang (HTI dan Perkebunan). Berikut Tabel Distribusi Titik Api Berdasarkan Penguasaan Lahan

Tabel 1. Distribusi Titik Api Berdasarkan Penguasaan Lahan

Dilihat dari pola penguasaan lahan maka distribusi titik api lebih banyak berada pada kawasan yang telah diberikan izin pemanfaatan ruang (HTI dan Perkebunan). Sekitar 60,88% sedangkan pada kawasan kelola masyarakat dan kawasan lindung hanya 39,12%. Pada lahan gambut penyebab dari kebakaran pada kawasan bergambut terjadi karena pembuatan drainase skala besar, sehingga mengganggu keseimbangan hidrologi pada kawasan gambut pada musim kemarau. Terjadinya kebakaran berulang setiap tahun mengindikasikan bahwa pengelolaan kawasan bergambut gagal dikelola sebagai kawasan budidaya. Untuk itu pemerintah harus bertindak lebih bijak dalam pemberian izin penguasaan lahan. Jangan hanya melihat pendapatan yang diperoleh atas itu. Tetapi harus dikaji juga banyaknya kerugian akibat pemberian izin tersebut. Perlunya moratorium atas pembukaan lahan hutan dan gambut menjadi salah satu solusi yang tepat untuk mengurangi kebakaran hutan/gambut. Beberapa Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran lahan antara lain: 1. Menyebarkan emisi gas karbon dioksida ke atmosfer. Kebakaran hutan pada 1997 menimbulkan emisi /penyebaran sebanyak 2,6 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer (sumber majala Nature 2002). Sebagai perbandingan total emisi karbon dioksida di seluruh dunia pada tahun tersebut adalah 6 miliar ton. 2. Terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan banyak spesies endemik/khas di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti. 3. Meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru. Hal ini bisa menyebabkan kematian bagi

penderita berusia lanjut dan anak-anak. Polusi asap ini juga bisa menambah parah penyakit para penderita TBC/asma. 4. Asap yang ditimbulkan menyebabkan gangguan di berbagai segi kehidupan masyarakat antara lain pendidikan, agama dan ekonomi. Banyak sekolah yang terpaksa diliburkan pada saat kabut asap berada di tingkat yang berbahaya. Penduduk dihimbau tidak bepergian jika tidak ada keperluan mendesak. Hal ini mengganggu kegiatan keagamaan Gangguan yaitu asap dan juga mengurangi terjadi batas pada kegiatan sarana Banyak

perdagangan/ekonomi. perhubungan/transportasi

berkurangnya

pandang.

pelabuhan udara yang ditutup pada saat pagi hari di musim kemarau karena jarak pandang yang terbatas bisa berbahaya bagi penerbangan. Sering terjadi kecelakaan tabrakan antar perahu di sungai-sungai, karena terbatasnya jarak pandang. (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kebakaran_liar).

III. CARA MENGATASI KEBAKARAN HUTAN DAN GAMBUT

Berdasarkan kejadian kebakaran di daerah Riau, dapat diketahui bahwa kebakaran lahan hutan dan gambut umumnya terjadi pada musim panas. Meningkatnya suhu dapat memicu terjadinya kebakaran. Hutan dan lahan gambut yang dibuka untuk dijadikan areal perkebunan atau permukiman akan menyisakan serasah atau ranting-ranting yang sangat kering. Hal ini sangat rawan pada suhu yang tinggi dan dapat menyebabkan kebakaran hutan. Pada lahan gambut, pembuatan drainase yang menurunkan muka air tanah menyebabkan lahan gambut jadi kering. Gas metan yang terkandung akan lepas dan sangat mudah terbakar. Untuk itu, kepada para pengusaha atau pun masyarakat harus berhati-hati atas areal yang telah dibuka. Tidak boleh mebakar lahan yang dibuka karena akan sulit dipadamkan dan dapat menyebabkan kebakaranyang tidak terkendali. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harus menghentikan pemberian izin terhadap penguasaan atas lahan. Sudah banyak sekali areal yang harusnya menjadi kawasan lindung beralih fungsi menjadi perkebunan. Banyak perkebunan dan daerah pemukiman yang tidak sesuai dengan pengembangan wilayah berdasarkan Rencana Tata Ruang/ Wilayah. Berdasarkan fakta dilapangan bahwa kejadian kebakaran lahan hutan dan gambut umumnya terjadi pada kawasan HTI milik perusahaan. Memberikan sanksi tegas kepada pengusaha apabila kejadian kebakaran terjadi di areal kelolanya. Kewajiban sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara Pasal 54 bahwa :

(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara wajib menaggung biaya

penanggulangan pencemaran udara serta biaya pemulihannya. (2) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain, akibat terjadinya pencemaran udara wajib membayar ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan. Peran serta masyarakat juga sangat diperlukan dengan harapan kegiatan pembukaan lahan yang akan diusahakan masyarakat dapat dilakukan tanpa bakar, atau setidaknya pembakaran lahan yang dilakukan terkendali dengan baik serta munculnya kontrol dari masyarakat sendiri dalam pencegahan dan

penanggulangan kebakaran lahan. Menurut Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (2011) bahwa Kegiatan Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) perlu diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Pembersihan lahan yang dilakukan dengan cara membakar dapat mengakibatkan kebakaran lahan/hutan yang bahkan dapat meluas sehingga menimbulkan pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan berskala nasional, regional maupun global baik dalam segi social maupun ekonomi. Dampak negatif yang terjadi meliputi antara lain : (1) Meningkatnya pencemaran udara di Indonesia dan Negara tetangga, yang mengakibatkan protes yang sangat keras dari negara tetangga, (2) Secara ekonomi, yaitu dengan ditutupnya beberapa lapangan terbang dan terganggunya transportasi darat dan laut. (3) Secara sosial, yaitu terganggunya kesehatan masyarakat, ditutupnya sekolah-sekolah dan aktifitas masyarakat di Iuar rumah menjadi terhambat.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan Masalah kebakaran lahan hutan dan gambut sudah menjadi permasalah yang serius dan tidak bisa dibiarkan terus berlanjut. Kebaran lahan hutan dan gambut di Riau menjadi sorotan nasional bahkan dunia kerana hal ini terkait dengan issue internasional tentang perubahan iklim. Berdasarkan data dan fakta dilapangan bahwa kejadian kebakaran hutan dan lahan gambut terjadi pada kawasan HTI. Pemda Provinsi Riau harus memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang pada areal mereka terdapat kejadian kebakaran. Atau bila perlu dicabutnya izin atas kegiatan perusahaan agar dapat memberikan efek jera bagi pengusaha/perusahaan yang lain. Pemerintah juga harus berlaku bijak atas pemberian izin untuk penguasaan atas lahan. Kebakaran hutan juga sangat merugikan manusia dan lingkungan kerana dapat mengganggu kesehatan, mengganggu berbagai aktivitas dan merusak biodiversity yang ada di dalamnya.

4.2. Saran - Melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan yang melakukan pembakaran lahan baik secara sengaja ataupun akibat dari kelalaian pengelolaan. - Pemerintah harus menghentikan sementara (moratorium) aktifitas konversi lahan hutan dan gambut serta melakukan riset dan pembuatan peta lahan gambut adan

hutan yang boleh dikonversi atau harus dilindungi sebagai kawasan bergambut atau kawasan rawan bencana. - LSM sebagai pihak yang dianggap lebih independen diharapkan mampu menjadi pemantau kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha dan aparat pemerintah yang dinilai melakukan kelalaian atas tugasnya. Memberikan solusi-solusi yang bisa membangun dan mengatasi permasalahan yang ada agar kejadian kebakaran lahan hutan dan gambut tidak terus terjadi. - Sosialisasi kepada masyarakat agar memahami cara pengelolaan lahan tanpa bakar agar kejadian kebakaran lahan hutan atau gambut berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Data Hotspot November 2000 sampai Juli 2008 satelit Modis (terra dan Aqua) Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (2011). Pedoman Teknis Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). Presiden Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara. Raflis dan Dede Khunaifi (2010), Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau : Penyebab, Dampak dan Solusi bagi Penetapan Kawasan Rawan Bencana. Khasanah Alam dan Budaya Tropis Riau. http://riau-forestfire.blogspot.com/ Wikipedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Kebakaran_liar

Anda mungkin juga menyukai