Anda di halaman 1dari 7

Entomologi Sebagai Ilmu Pengetahuan

Posted on 28 Januari 2008 by Pakde sofa

Entomologi Sebagai Ilmu Pengetahuan


Sifat serangga yang membutuhkan banyak makanan, dan dengan berkembangnya kebudayaan manusia (keperluan akan lahan, dan lain-lain), serangga seringkali menyerang tanaman pertanian/perkebunan bahkan hewan ternak. Pada awalnya, pengelolaan serangga hama banyak dilakukan dengan menggunakan insektisida. Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kesadaran manusia akan lingkungan, konsep pengelolaan hama menuju ke arah pengendalian yang terpadu atau Pengendalian Hama Terpadu. Hubungan Serangga dengan Manusia Serangga telah ada di muka bumi jauh sebelum adanya manusia dan hingga saat ini serangga seringkali berkompetisi dengan manusia, misalnya dalam hal untuk mendapatkan makanan. Dengan demikian banyak serangga dikatakan sebagai hama. Walaupun demikian banyak juga serangga yang menguntungkan atau berguna bagi manusia, misalnya sebagai polinator, penghasil madu, sutera dan lain-lain. Tubuh Serangga Tubuh serangga terdiri dari tiga bagian utama yaitu kepala, thoraks dan abdomen. Kutikula dibangun oleh lapisan epikutikula, eksokutila dan endokutikula. Kepala dibangun oleh cranium di mana terletak mulut; antena, dan mata. Thoraks terdiri dari tiga segmen prothoraks; mesothoraks, dan metathoraks. Pasangan struktur organ reproduksi terdapat pada bagian abdomen. Pemeliharaan dan Pergerakan Tubuh Untuk mendukung proses kehidupannya, serangga memerlukan kesetimbangan dalam makan dan pencernaan, pernafasan, peredaran, ekskresi, syaraf dan reproduksi. Saluran makanan serangga terdiri dari foregut, midgut dan hindgut. Zat makanan yang diperlukan serangga adalah karbohidrat, asam amino, lemak, vitamin, kolestrol, air dan mineral. Organ ekskresi serangga yang penting adalah tubulus Malpighi dan rektum. Serangga mempunyai sistem peredaran darah terbuka, darah mengalir, dalam homosol. Untuk berespirasi, serangga menggunakan sistem trakea yang berhubungan dengan spirakel. Obat serangga dibagi menjadi tiga kategori yaitu visceral, segmental dan apendage. Yang termasuk gerakan serangga adalah berjalan, merangkak dan terbang. Organ Peraba, Syaraf, dan Integrasinya Organ peraba dibagi atas photoreceptor, chemoreceptor dan mechanoreceptor. Organ yang terlihat dalam photoreceptor adalah mata dan mata serangga terbagi dalam dua bentuk, yaitu mata majemuk dan mata sederhana pada chemoreceptor, syaraf pengecap dan syaraf pembau bekerja untuk menghasilkan impuls. Bentuk mechanoreceptor dapat berupa trichoid, campaniform atau placoid. Receptor lain yang juga berperan dalam kehidupan serangga adalah hygroreceptor dan geomagneticreceptor. Siatem syaraf serangga terbagi menjadi sistem syaraf pusat dan sistem syaraf

visceral. Sistem syaraf pusat dibagi lagi menjadi supraesophaged ganglion dan subesophageal ganglion. Komponen utama dari sistem syaraf visceral adalah stomodeal nervous system. Unit dasar dari sistem geuron motor, dan interneuron. Acetylcholine adalah transmiter kimia yang penting dalam membawa impuls melewati synapse. Reproduksi Serangga Pada sistem reproduksi serangga, organ reproduksi betina disebut ovary, sedangkan organ reproduksi jantan disebut testis. Pada kebanyakan serangga, hewan jantan dan betina kawin untuk memproduksi zygote. Klasifikasi Serangga Keluarga besar serangga ( insecta) dikelompokkan ke dalam 28 ordo yang masing-masing ordo memiliki ciri-ciri unik yang membedakan anatar mereka. Kelas (class) Insecta terbagi menjadi dua subkelas (subclass) berdasarkan keberadaan organ sayapnya, yaitu subkelas Apterygota bagi serangga-serangga yang tidak memiliki sayap dan subkelas Pterygota bagi serangga-serangga yang memiliki sayap. Anggota subkelas Apterygota tidak melakukan metamorfosis dalam perkembangan tumbuh pada siklus hidupnya, sedangkan anggota kelompok (subkelas) Pterygota biasanya mengalami metamorfosis. Serangga atau insecta hidup berdekatan dengan manusia, mamalia, burung dan lingkungan sekitar. Dalam menjalankan peranannya sebagai anggota komponen rantai dan hidup organisme di alam serangga ada yang merugikan manusia dan ada pula yang menguntungkan manusia. Di dalam subkelas Apterygota terdapat lima ordo dengan ordo yang memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu Collembola. Sedangkan anggota subkelas Pterygota mencakup dua puluh tiga ordo. Ordo terbanyak dengan jumlah jenis yang diketahui adalah Coleoptera. Mengkoleksi Serangga Di mana, Kapan, dan Bagaimana Mengkoleksi serangga dapat dilakukan untuk keperluan pengawetan, pemeliharaan ataupun suatu penelitian. Terdapat tiga jenis jaring yang digunakan untuk menangkap serangga yaitu : 1) jaring udara, 2) jaring ayun, dan 3) jaring perairan. Untuk mengkoleksi serangga perairan digunakan beberapa jaring perairan. Untuk mengkoleksi serangga tanah pada serasah, di kayu mati, liang di tanah, digunakan sekop penggali tanah. Sedangkan serangga kayu dikoleksi dengan sekop tangan yang selanjutnya dapat menggunakan metode koleksi serangga tanah. Embrio, Pasca Embrio dan Proses Pematangan Umumnya cara reproduksi serangga adalah seksual di mana sel telur dan sperma bersatu. Sel telur yang telah di buahi akan berkembang menjadi embrio melalui tahapan-tahapan yang mirip dengan hewan lain. Selanjutnya serangga yang baru terbentuk ini dapat keluar melalui cara oviparous, ovoviviparous, atau viviparous. Setelah embrio terbentuk, akan terjadi pertumbuhan dan perkembangan pasca embrio. Beberapa peristiwa unik dan kompleks yang terjadi adalah eclosin, yaitu peristiwa larva meninggalkan telur; molting, yaitu lepasnya

kulit lama yang merupakan hasil ketidakmampuan kulit serangga untuk membesar; dan metamorphosis , yaitu proses perkembangan mulai eclosin sampai menjadi serangga dewasa. Beberapa istilah penting dalam bidang entomologi adalah generation, brood, stage, stadium, dan instar. Serangga dewasa yang terbentuk akan dapat berreproduksi setelah sistem reproduksinya matang. Mencari pasangan adalah perilaku yang penting yang kemudian dilanjutkan dengan kopulasi inseminasi, dan oviposisi. Halhal tersebut seringkali merupakan spesies spesifik dan berbeda antara serangga-serangga lainnya. Model Siklus Hidup Selain mengalami siklus hidup, serangga juga mengalami siklus musiman yang dapat dikelompokkan menurut jumlah generasi yang terjadi dalam satu tahun dan mengacu pada voltinity. Ada tiga tipe voltinity yaitu univoltine, multivoltine, dan voltine yang tertunda. Serangga juga mengalami apa yang disebut adaptasi musiman. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam siklus musiman serangga adalah dormancy diapause, supercooling, dan freezing tolerance. Secara umum, pada serangga dapat dijumpai empat model siklus hidup serangga yaitu : tanpa metamorphosis, metamorphosis bertahap, metamorphosis tidak sempurna, dan metamorphosis sempurna. Pada model tanpa metamorphosis, tahapan serangga dapat dibagi menjadi telur, juvenil, dan dewasa; dengan beberapa kali pergantian kulit pada tahapan juvenil yang mempunyai penampakan yang mirip dengan dewasa. Model metamorphosis bertahap membedadakan tahapan serangga menjadi telur, nymph, dan dewasa. Bentuk nymph menyerupai dewasa tetapi tidak mempunyai sayap yang berkembang penuh dan tidak mempunyai genitalia. Pada metamorphosis tidak sempurna, tahapan dibedakan menjadi telur, niads, dan dewasa. Niads dan dewasa mempunyai habitat dan makanan yang berlainan. Sedang pada metamorphosis sempurna, tahapan dibedakan menjadi telur, larva, pupa, dan dewasa. Di sini, pada setiap tahapan mempunyai bentuk dan perilaku yang berlainan. Serangga dan Perannya Populasi serangga adalah kelompok individu serangga yang terdapat pada satu ruang di suatu waktu. Serangga ini berperan penting dalam menggerakkan energi melalui rantai dan jaring makanan. Populasi serangga dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu serangga berguna dan serangga hama. Dalam menghadapi serangga, manusia dituntut untuk bersikap bijaksana sehingga kehidupan menjadi lestari. Serangga dan Lingkungan Ekologi merupakan dasar yang penting dalam pengelolaan serangga. Dinamika populasi sangat tergantung pada atribut density, dispersion, mortality, natality, age distribution dan growth form. Pada ekosistem yang tidak terpelihara, kesetimbangan antar dan inter spesiesnya serta dengan lingkungan fisiknya akan tercapai. Pada ekosistem yang tidak setimbang, misalnya agroekosistem, akan banyak tekanan-tekanan yang timbul sebagai usaha agar kemudian terjadi kesetimbangan.

Dinamika Kehidupan Serangga Yang mempengaruhi besarnya populasi adalah density, dispersion, natality, mortality, age distribution, dan growth form. Ekosistem dan agroekosistem dapat dibedakan sebagai : ekosistem adalah interaksi populasi dalam komunitas yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik; sedangkan agroekosistem adalah ekosistem yang dibuat dan dipelihara untuk memenuhi kebutuhan manusia. Strategi r dan strategi k adalah strategistrategi yang dapat digunakan serangga dalam mempertahankan dinamika kehidupannya. Perubahan populasi serangga sangat dipengaruhi oleh laju kelahiran, laju kematian, dan perpindahan serangga. Sejarah Perkembangan dan Pengembangan Program PHT Pengendalian Hama Terpadu adalah suatu metode dalam pengelolaan atau pengendalian hama menggunakan berbagai kombinasi teknik yang diketahui dengan tujuan mengurangi tingkat populasi dan status hama ke dalam tingkat toleransi tertentu sehingga dapat dikendalikan secara alamiah (dengan musuh alami). Pengendalian ini dilakukan dengan strategi dan taktik PHT harus pula berdasarkan pada kondisi ekologi, ekonomi dan sosial. Strategi dan taktik PHT di antaranya adalah strategi tanpa tindakan, mengurangi jumlah populasi hama, mengurangi kerentanan tanaman terhadap hama serta kombinasi mengurangi jumlah populasi hama dan mengurangi kerentanan tanaman terhadap hama. Pencuplikan, Pemantauan dan Ambang Ekonomi Dalam PHT Program pemantauan dan pencuplikan bertujuan untuk memantau keberadaan suatu spesies serangga hama dan menentukan kerapatan populasi, penyebaran dan dinamikanya. Kegiatan ini akan berhasil apabila dilakukan suatu kegiatan yang reguler dan kontinyu. Pada umumnya, program pencuplikan terdiri dari dua jenis, yaitu : program ekstensif dan program intensif . Adapun metoda yang dilakukan untuk pencuplikan bisa secara langsung maupun tak langsung. Keberhasilan program pemantauan dan pencuplikan akan sangat mendukung penentuan Nilai Ambang Ekonomi dan Ambang Kerusakan Ekonomi. Nilai-nilai tersebut merupakan salah satu dasar inovasi pengembangan teknologi pengendalian hama dan pelaksanaan prinsip pengelolaannya. Sejarah Prinsip dan Batasan Pengendalian Biologis Pengendalian biologis adalah salah satu cara pengendalian hama yang efektif dan telah digunakan sejak dahulu. Derajat kesuksesan dari satu program ke program yang lain sangatlah bervariasi dan sangat tergantung pada komponen-komponen yang ada dalam program tersebut. Pengendalian biologis dapat dikatakan sebagai fenomena alami, bidang studi, atau teknik aplikasi pengendalian hama yang melibatkan musuh alami. Musuh alami di sini diharapkan berperan dalam menekan hama atau spesies yang berperan sebagai hama sehingga kerusakan yang diakibatkannya berada di bawah ambang ekonomi. Beberapa patogen yang berperan dalam pengaturan jumlah hama adalah dari golongan virus, bakteri, jamur, protozoa dan nematoda. Agensia dan Target

Musuh alami dapat berperan sebagai parasit, predator atau patogen. Parasit adalah organisma yang hidup pada atau dalam organisma lain yang lebih besar, yaitu inangnya. Predator adalah organisma yang hidup bebas dan makan organisma lain. Sedangkan patogen adalah mikroorganisma yang menyebabkan penyakit pada organisma lain. Insektisida mikroba dan caracara bioteknologi merupakan harapan di masa yang akan datang, mengingat meningkatnya masalah resistensi dan kontaminasi lingkungan oleh insektisida konvensinal di masa yang lalu. Metode dan Faktor Pengendalian Biologis Para ahli pengendali biologis membagi cara-cara pengendalian menjadi 3 kelompok yaitu introduksi, augmentasi (pelepasan inundative dan pelepasan inoculative), dan konversasi. Pada kenyataannya ketiga hal tersebut dapat saling tumpang tindih. Agar suatu pengendalian biologis dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, berbagai faktor yang berhubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan. Beberapa contoh faktor tersebut, misalnya pembatas, kekhawatiran, pertentangan dan pentingnya taksonomi dalam pengendalian biologis. Selain faktor-faktor yang telah disebut di atas, setiap kegiatan pengendalian tentunya akan mempunyai faktor-faktor lain yang mempengaruhi yang dapat sama atau dapat berbeda pada setiap kegiatan. Karena sama serta penggunaan musuh alami yang sama tetapi lokasi dan kebiasaan penduduk yang berbeda, akan menyebabkan faktor pembatas yang berbeda. Jadi karena pada umumnya faktor sosial dan ekonomi juga berperan maka pemecahannya pun dapat multi disiplin dan kompleks. Hubungan Serangga dan Inang Serangga fitopagus dan tanaman sejak hadir di bumi melakukan suatu interaksi dan diduga berevolusi secara bersama. Interaksi serangga dan tanaman ditandai dengan adanya komunikasi menggunakan senyawa semiokimia. Salah satu jenis senyawa semiokimia yang penting dalam tanaman adalah alelokimia. Alelokimia merupakan senyawa hasil aktivitas metabolisme sekunder yang diekskresikan. Hubungan antara serangga dan tanaman terjalin sejak proses pemilihan tanaman sebagai inang serangga. Terdapat lima fase yang umum diketahui dalam proses ini adalah (1) pencarian habitat tanaman inang, (2) penemuan tanaman inang, (3) pengenalan tanaman inang, (4) penerimaan sebagai tanaman inangnya, (5) kesesuaian tanaman sebagai inang. Resistensi dapat terjadi melalui mekanisme yang melibatkan serangga dan tanaman, yaitu nonpreferen dan antibiosis, atau hanya satu pihak tumbuhan saja yaitu toleran. Penggunaan Tanaman Resisten dalam Pengendalian Serangga Hama Berdasar tipe epidemologinya resistensi tanaman terjadi melalui hubungan gen untuk gen, serta tipe resistensi vertikal dan horisontal. Sedangkan berdasarkan cara pewarisan terdapat tiga mekanisme, yaitu resistensi oligogenik, resistensi poligenik dan resistensi sitoplasmik. Faktor lingkungan abiotik dan biotik dapat mempengaruhi resistensi tanaman. Faktor abiotik yang paling berpengaruh adalah suhu, intensitas

cahaya dan tanah. Sedangkan faktor biotik meliputi biotip serangga dan umur tanaman. Bioteknologi diyakini merupakan cara yang berprospek baik dalam pengembangan tanaman resistensi. Teknik yang cukup berhasil adalah teknik DNA rekombinan dengan menyisipkan gen ke vektor, kemudian ditransfer ke tumbuhan utuh. Penggunaan tanaman resisten sangat membantu dalam pengendalian hama terpadu dan memberikan hasil yang relatif baik jika dipadukan dengan teknik lain. Insektisida dan Formulasinya Insektisida adalah zat pembunuh serangga. Secara umum pengelompokkan insektisida didasarkan cara insektisida memasuki/kontak dengan tubuh serangga. Ada tiga golongan insektisida berdasarkan cara kontaknya yaitu racun perut, fumigan dan racun kontak. Racun kontak merupakan insektisida yang paling banyak digunakan. Ada dua racun kontak yang dikenal dengan insektisida sintetis konvensional yaitu golongan organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid serta insektisida alami yaitu insektisida botani. Dalam formulasi insektisida biasanya ada bahan lain yang dicampurkan yang dapat bersifat sinergi, solven, diluen, surfaktan dan deodoran. Formula dan Toksisitas Insektisida Sebelum siap dipasarkan insektisida umumnya dicampur dengan bahan lain. Campuran bahan aktif dan bahan campuran/inert disebut formulasi insektisida. Ada dua jenis formulasi insektisida yaitu formula cair dan formula kering. Insektisida bekerja menghambat proses metabolisme dalam tubuh serangga. Secara umum cara kerja insektisida dikelompokkan ke dalam racun saraf, racun akson, racun sinapsis, racun otot dan racun fisik. Toksisitas insektisida juga berlaku bagi manusia oleh karena itu perlu dilakukan cara pemilihan dan penggunaan insektisida yang aman. Ada dua jenis toksisitas yang dapat terjadi pada manusia yaitu toksisitas kronis dan toksisitas akut. Resistensi Serangga Terhadap Insektisida Serangga merupakan hewan paling efektif di muka bumi. Pada kelompok serangga, Diptera telah mengembangkan jumlah besar spesies resisten. Resistensi insektisida merupakan masalah utama dalam mengontrol penyakit artropoda, khususnya malaria. Spesies serangga menghadapi senyawa toksik melalui tiga mekanisme utama yaitu: resistensi biokimia, resistensi fisiologis, dan resistensi perilaku. Cross resistens menandakan serangga yang resistensterhadap satu insektisida mampu bertahan terhadap insektisida lain, sedangkan multipel resistens lebih serius dan meluas pada berbagai variasi kelas insektisida dengan cara kerja berbeda dan cara detoksifikasi. Insektisida Mutakhir Kelompok insektisida yang termasuk golongan mutakhir adalah insektisida mikrobiologis, insect growth regulator serta zat penolak dan penarik serangga. Insektisida mikrobiologis menggunakan organisme mikro

misalnya bakteri, jamur dan virus. Bakteri dan virus merupakan kelompok yang efektif karena mudah, efektif dan cepat dalam pengendalian hama serta mudah beradaptasi dengan lingkungan. Yang termasuk kelompok IGR adalah metorpen, hidropren, kinopren dan diflubenzuron. Insektisida ini mengganggu aktivitas normal dari sistem endokrin serangga sehingga mempengaruhi pertumbuhan serangga. Zat penolak adalah senyawa kimia yang mencegah kerusakan yang disebabkan oleh serangga terhadap tanaman atau hewan dengan menimbulkan efek tak menarik, tak dapat dimakan, atau menyerang serangga. Sedangkan zat penarik sebaliknya bersifat mengundang serangga. Biasanya digunakan feromon untuk menarik serangga.

Anda mungkin juga menyukai