Anda di halaman 1dari 15

TRAUMA MEKANIK PADA MATA

A.PENDAHULUAN Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari tulang orbita, bantalan lemak retrobulber, kelopak mata dengan bulu matanya, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi frekuensi kecelakaan masih tinggi. Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin,dan tusukan dari gagang mainan Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul dan trauma akibat benda tajam/trauma tembus. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata. Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftalmologi yang dilakukan secara teliti untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tonometri, USG, maupun pemeriksaan radiologi. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.

B. EPIDEMIOLOGI Trauma okular adalah penyebab penurunan penglihatan bahkan kehilangan penglihatan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun. C. Klasifikasi 1. Trauma tumpul Konkusio : Trauma tumpul pada mata yang masih reversible dan dapat sembuh kembali Kontusio : Trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan vaskular dan kelainan jaringan

2. Trauma akibat benda tajam Tanpa perforasi Dengan perforasi - Dengan benda asing intraokuler - Tanpa benda asing intraokuler

Trauma Tembus
Trauma tembus terjadi dimana struktur okular mengalami kerusakan akibat benda asing yang menembus lapisan okular dan juga dapat tertahan atau menetap dalam mata. Trauma tembus dapat menyebabkan : Orbita : fraktur tulang orbita Palpebra : ruptur palpebra, perdarahan palpebra, bleparospasme Konjungtiva : ruptur konjungtiva, edema konjungtiva, perdarahan konjungtiva Kornea : ruptur kornea Iris : robekan pada iris Lensa : katarak traumatika Koroid : ruptur koroid, perdarahan koroid Retina : ruptur retina, perdarahan retina, pergeseran papil N.II

Patofisiologi Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan sclera atau cornea serta jaringan lain dalam bulbus oculi sampai ke segmen posterior kemudian dapat bersarang didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita. Dalam hal ini akan ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya terjadi jaringan yang prolaps (lepas) seperti iris, lensa, ataupun corpus vitreus. Perdarahan intraocular dapat terjadi apabila trauma mengenai jaringan uvea, berupa hifema atau henophthalmia. Manifestasi Klinis Visus turun Tekanan intra ocular rendah Angulus iridocornealis dangkal Bentuk dan letak pupil berubah Terlihatnya ada rupture pada cornea atau sclera Terdapat jaringan yang prolaps (lepas), seperti: iris, lens, retina Konjungtiva chemosis

Pemeriksaan fisik, meliputi: Pemeriksaan kelopak mata secara hati-hati, hindari penekanan pada bola mata. Pemeriksaan tajam penglihatan Pemeriksaan dengan slit lamp Pemeriksaan dengan oftalmoskop, terutama pada cedera bola mata terbuka dengan prolaps uvea atau badan kaca. Komplikasi Endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular, dan ftisis bulbi.

Penatalaksanaan Diberikan antibiotik topical, mata ditutup, dan segera dikirim pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Diberikan antibiotik sistemik secara oral atau intravena, anti tetanus profilaktik, analgesik, dan sedatif bila perlu. Tidak boleh diberikan steroid local dan bebat tidak boleh menekan bola mata. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing kedalam bola mata.Pengeluaran benda asing sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang memadai.

Prognosis Mata dapat sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka panjang. Namun, trauma tembus mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin membutuhkan pembedahan ekstensif. Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi dapat merusak fungsi retina dengan menghasilkan radikal bebas. Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga terganggu jika koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang, dapat timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula mengalami kerusakan. Trauma orbita juga dapat menyebabkan masalah kosmetik dan okulomotor. Ruptur Kornea Definisi Ruptur kornea-sklera adalah robeknya kornea secara paksa karena berbagai factor, seperti trauma tembus yang disebabkan oleh benda tajam atau benturan dengan benda tumpul. Etiologi Trauma tembus: benda tajam, benturan benda tumpul Jatuh, terutama pada orang tua Operasi mata sebelumnya Patogenesis Ruptur bola mata dapat terjadi akibat cedera tembus tajam atau gaya kontusif tumpul. Trauma tumpul menyebabkan peningkatan tekanan dalam orbita dan intraokular disertai deformasi bola mata. Terjadi dekompresi cepat saat dinding mata robek atau isi orbita keluar ke sinus disekitarnya. Limbus supernasal adalah bagian bola mata yang paling sering mengalami ruptura. Gejala Klinis Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam bola mata maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus seperti: Tajam penglihatan yang menurun Tekanan bola mata rendah Bilik mata dangkal Bentuk dan letak pupil yang berubah Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera Terdapat jaringan yang prolaps seperti iris, lensa, badan kaca atau retina.

Diagnosis dan Penatalaksanaan Tujuan manajemen cedera pada korneo-sklera termasuk adalah untuk memperbaiki integritas bola mata, menghindari cedera lanjut dari jaringan okuler serta mencegah dari astigmat. Penting bagi seorang klinisi menilai riwayat mekanisme trauma, apakah trauma secara langsung atau tidak. Berikut beberapa yang penting diperhatikan: Apakah ada cedera lain yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien Mekanisme pasti terjadinya trauma Jika merupakan trauma tusuk, pastikan apa objeknya, dan perhatikan sudut yang dibentuk pada sekitar orbita. Tindakan bedah untuk memperbaiki ruptur korneo-sklera bisa saja ditunda jika terdapat cedera lain yang mengancam keselamatan jiwa pasien. Pemeriksaan fisik, meliputi: Pemeriksaan kelopak mata secara hati-hati, hindari penekanan pada bola mata. Pemeriksaan tajam penglihatan Pemeriksaan dengan slit lamp Pemeriksaan dengan oftalmoskop, terutama pada cedera bola mata terbuka dengan prolaps uvea atau badan kaca. Bisa ditemui: Ketajaman penglihatan dengan persepsi cahaya Hemoragi subkonjungtiva Hifema Tekanan Intra Okular < l0 mmHg Pupil lonjong Relatif perubahan letak lensa-iris Penanganan ruptur korneo-sklera adalah dengan tindakan bedah, kemudian dilanjutkan dengan pemberian obat. Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi dapat diberikan melalui intravitreal, intracameral dan sistemik. Steroid topikal digunakan untuk mengurangi inflamasi postoperatif. Pemakaian siklopegik dapat mengurangi spasme otot siliaris. Komplikasi/Penyulit Endoftalmitis Kerusakan iris Perdarahan badan kaca

Prognosis Tergantung dari berbagai faktor: Pasien dengan laserasi kornea-sklera yang kecil tanpa cedera intraokuler prognosis lebih baik. Pasien dengan cedera intraokuler, endoftalmitis, dan sudah terdapatnya penyulit akibat luka tembus maka prognosisnya lebih buruk. Hifema pada Trauma Mata Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah didalam bilik mata depan, yaitu daerah diantara kornea dan iris (kamera okuli anterior), yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humour aqueous (cairan mata) yang jernih. Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari sesudah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Derajat hifema berdasarkan luasnya darah dalam anterior chamber: Derajat (Grade) Luas Hifema I < 1/3 II 1/3 - 1/2 III 1/2 - hampir total IV Total Mikroskopik Hanya terlihat dengan mikroskop, tidak terlihat makroskopik

Gambaran klinik dari penderita dengan traumatik hifema adalah : Adanya anamnesis trauma, terutama mengenai matanya. Ditemukan perdarahan pada bilik depan bola mata Kadang-kadang ditemukan gangguan tajam penglihatan. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari konjungtiva dan perikorneal. Penderita mengeluh nyeri pada mata, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), sering disertai blefarospasme. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra okular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya glaukoma. Pemeriksaan penunjang USG 5% cedera mata dengan hifema disertai kerusakan struktur segmen posterior. Karenanya penting untuk mengevaluasi adanya perluasan kerusakan di segmen posterior.
6

Pemeriksaan tekanan bola mata dan funduskopi Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengetahui apakah sudah terjadi peninggian tekanan bola mata. Pemeriksaan funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma pada segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan. Pada funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca. Pemberian midriatika tidak dianjurkan kecuali untuk mencari benda asing pada polus posterior. Pemeriksaan Laboratorium Pada ras tertentu seperti kulit hitam dan Hispanik, perlu dilakukan pemeriksaan ke arah kemungkinan penyakit sickle cell dengan cara pemeriksaan slide darah merah, elektroforesis hemoglobin, fungsi pembekuan darah, fungsi ginjal dan hati (menunda tatalaksana obat-obatan seperti perlunya pemberian antifibrinolitik atau tidak) Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan radiologik tidak dilakukan secara rutin, namun CT Scan dapat terindikasi pada kerusakan mata terbuka atau kecurigaan fraktur orbita.

Diagnosis Diferensial Darah dapat terkumpul di bilik mata depan karena trauma trivial pada kasus-kasus: - Rubeosis Iridis - Neoplasma maligna - Xanthogranuloma juvenil - Lensa intraokular (terutama bila bilik mata depan atau iris terfiksasi) Sebagai tambahan, pada perdarahan spontan, kecurigaan kearah abnormalitas faktor pembekuan darah dan trauma terbuka tersembunyi harus dipikirkan. Tatalaksana Pada dasarnya tatalaksana hifema ditujukan untuk: Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang Mengeluarkan darah dari bilik mata depan Mengendalikan tekanan bola mata Mencegah terjadinya imbibisi kornea Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi Terapi suportif: - Bedrest. Kebanyakan studi tidak menemukan perbedaan hasil akhir signifikan pada tirah baring sedang maupun tirah baring total. - Patching/ proteksi pelindung metal. Biasanya diperlukan untuk mencegah kerusakan mata lebih lanjut pada 5 hari pertama setelah kejadian. - Elevasi kepala. Mempercepat sedimentasi darah sehingga memfasilitasi pemeriksaan segmen posterior dan pemulihan fungsi penglihatan.

Terapi medis: - Aspirin: efek antiplatelet dan pemanjangan bleeding time. - Sikloplegik: stabilisasi barier darah-aqueous, meningkatkan kennyamanan pasien terutama pada iritis traumatik, dan memfasilitasi evaluasi segmen posterior. Namun atropin topikal tidak memiliki efek benefisial terhadap rebleeding, resorpsi darah atau perbaikan penglihatan. - Miotik: dihindari karena cendrung mengeksaserbasi inflamasi dan berakhir pada pembentukan sinekia. - Antifibrinolitik (c/o asam aminokaproat, asam traneksamat) berfungsi melambatkan laju lisis bekuan. - Fibrinolitik: TPA40 dosis 10 mg injeksi intrakamera, mungkin berperan pada bekuan yang stagnan. - Kortikosteroid. Topikal, untuk mencegah terjadinya iritis traumatik dan memberi kenyamanan. Steroid sistemik kadang lebih disukai, berupa prednison 40 mg/hari dalam dosis terbagi efektif menurunkan kejadian rebleeding, namun efek sampingnya harus diperhatikan terutama selain pada pasien muda dan sehat yang toleransinya baik. Cara pengobatan penderita dengan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu : Pada hifema primer penderita dipulangkan dari perawatan bila sesudah 5 hari perdarahan hilang atau dengan koagulum yang mengecil. Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi lebih dari 5% kamera anterior diharuskan tirah baring dan harus diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Perdarahan berulang terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Penyulit ini memiliki risiko tinggi menimbulkan glaukoma dan pewarnaan kornea. Beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa penggunaan asam aminokaproat oral untuk menstabilkan pembentukan bekuan darah menurunkan risiko terjadinya perdarahan ulang. Dosisnya adalah 100 mg/kg setiap 4 jam sampai maksimum 30 g/hari selama 5 hari. Apabila timbul glaukoma maka tatalaksana cukup diberikan timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari; asetazolamid, 250mg oral empat kali sehari; dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol dan sorbitol). Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraokuler tetap tinggi (35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan saraf optikus dan pewarnaan kornea. Apabila pasien mengidap hemoglobinopati, maka besar kemungkinannya cepat terjadi atrofi optikus glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal. Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan darah disentral dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak irigasi dan probe mekanis disebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari keruskan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan dari sudut kamera anterior atau dari jaringan iris. Kemudian dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan kamera anterior adalah dengan evakuasi vesikoelastik, dan sebuah insisi yang lebih besar 180 berlawanan agar hifema dapat didorong keluar.
8

Glaukoma dapat timbul belakangan setelah beberapa bulan atau tahun akibat penyempitan sudut. Dengan sedikit perkecualian, bercak darah di kornea akan hilang secara perlahan dalam periode sampai setahun. Pembedahan Parasentesis Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus kearah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit. Tindakan pembedahan parasentesis dilakukan bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari tidak memperlihatkan tanda-tanda berkurang. Prognosis Prognosis hifema bergantung pada jumlah darah dalam bilik mata depan. Bila darah sedikit di dalam bilik mata maka darah ini akan hilang dan jernih dengan sempurna, sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di dalam bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk dibanding dengan hifema sebagian. Keberhasilan penyembuhan hifema tergantung dari tiga hal, yaitu: Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata (ruptur koroid, pembentukan scar makula) Apakah terjadi hifema sekunder Apakah terjadi komplikasi akibat hifema seperti glaukoma, bercak darah pada kornea dan atrofi optikus Keberhasilan penyembuhan terjadi hampir 80 % pada hifema derajat 1. sementara pada hifema derajat 4 angka kesembuhan mencapai 35%. Trauma tumpul lensa a. Dislokasi Lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu. Subluksasi Lensa. Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastic akan menjadi cembung, dan maata akan menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi

b.

c.

d.

sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudha terjadi glaucoma sekunder. Luksasi Lensa Anterior. Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema korne, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi. Luksasi Lensa Posterior. Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.

10

ILUSTRASI KASUS Seorang pasien laki-laki berumur 46 tahun dirawat di Bangsal Mata RSUP Dr. M. Djamil sejak tanggal 16 Juni 2011dengan : Keluhan Utama Mata kanan tertimpa durian sejak 9 jam sebelum masuk RS Riwayat Penyakit Sekarang Mata kanan pasien tertimpa durian sejak 9 jam sebelum masuk Rumah Sakit, sebelumnya pasien sedang bekerja menyadap karet di ladangnya,tiba-tiba durian jatuh dari atas pohon dan menimpa wajah sebelah kanan pasien, pasien tidak sadar beberapa saat, kemudian pasien dibawa ke puskesmas Tapan dan diberi obat minum(antibiotik dan obat penghilang rasa nyeri,nama obat lupa) lalu pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil. Pandangan kabur setelah kejadian pada mata kanan. mata kanan terasa nyeri dan bengkak , Kelopak mata kanan atas dan bawah robek dan berdarah merasa ada benda asing pada mata tidak ada Riwayat Penyakit Dahulu : - Pasien tidak memakai kacamata dan tidak pernah menderita trauma mata sebelumnya - Tidak ada riwayat penyakit perdarahan sebelumnya Riwayat Penyakit Keluarga : - Tidak ada keluarga yang sakit seperti yang dikeluhkan pasien ini. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis cooperatif Tekanan darah : 120/70 mmHg Pernafasan : 20 x / menit Nadi : 65 x /menit Suhu : 37,50 C Status Ophtalmicus Visus tanpa koreksi Visus dengan koreksi Refleks Fundus Silia/Supersilia Palpebra Superior OD 1/300 Tidak dilakukan Trikiasis (-) Madarosis (-) Udem (+), ruptur pada palpebra superior 4 mm dari kantus lateral memanjang ke superonasal ukuran 4 mm kedalaman kulit dan ruptur palpebra superior OS 5/5 Tidak dilakukan + Trikiasis (-) Madarosis (-) Udem (-), Hiperemis (-)

11

Palpebra Inferior

Aparat Lakrimalis Konjungtiva Tarsalis Konjungtiva Fornics Konjungtiva Bulbii Sklera Kornea

Kamera Okuli Anterior Iris Pupil Lensa Korpus Vitreum Fundus : Media Papil Retina Makula A:V Tekanan Bulbus Okuli Posisi bulbus okuli Gerakan Bulbus Okuli

1/3 nasal +15 mm dari margo superior ukuran + 5 mm kedalaman otot Ruptur palpebra inferior 3 mm dibawah margo inferior memanjang ke inferior temporal ukuran 4 mm kedalaman kulit Lakrimasi N Hiperemis (+), Papil (-) Folikel (-) Hiperemis (+), Papil (-) Folikel (-) Injeksi konjungtiva (+) Injeksi siliar (+) Putih Ruptur pada arah jam 11 memanjang kesentral ukuran + 4 mm full thickness. Pada arah jam 3 memanjang kearah sentral ukuran 6-7 mm full thicknes,sebagian kearah limbus jam 8 ukuran + 4 mm, ruptur di limbus jam 7 memanjang ke supero temporal Koagulum (+), lensa di COA Membayang coklat Sulit dinilai Luksasi anterior Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Tidak dilakukan Ortho Bebas Kesegala arah

Udem (-), Hiperemis (-)

Lakrimasi N Hiperemis (-), Papil (-) Folikel (-) Hiperemis (-), Papil (-) Folikel (-) Injeksi konjungtiva (-) Injeksi siliar (-) Putih bening

Cukup dalam Coklat, Rugae (+) Bulat, RC (+/+), D : 3mm Bening Bening Jernih Bulat, batas tegas ,c-d 0,3 Perdarahan (-),eksudat (-) Refleks fovea (+) 2:3 N ( Palpasi) Ortho Bebas Kesegala Arah

12

Hasil pemeriksaaan laboratorium 20 Juni 2011 Hb : 11,7 gr/dl Leukosit : 6800 mm3 Trombosit : 180.000 mm3 Ht : 36 % PT : 16 detik APTT : 50,7 detik Diagnosa kerja Ruptur kornea OD + perdarahan COA OD + luksasi lensa anterior OD + laserasi palpebra superior inferior OD

Pemeriksaan penunjang (-) Terapi - Bedrest total Kepala ditinggikan 30-450 - Ceftazidim 2 x 1 gr - Floxa ED tiap jam OD - Sulfat Atropin ED 2 x 1 OD - Metilprednisolon 1x 36 mg - Cendomicetin OE 2 x 1 - Cifrofloxacin 2 x500 mg Anjuran terapi Heacting kornea. Implantasi IOL

13

Folowup tanggal 22 Juni 2011 A/ : Mata kanan kabur (+) SO/: Visus Palpebra Konjungtiva Kornea OD 1/300 Haecting (+) tenang Injeksi konjungtiva (+),injeksi silier (+) Edema (+) Ruptur pada arah jam 11 memanjang kesentral ukuran + 4 mm full thickness. Pada arah jam 3 memanjang kearah sentral ukuran 6-7 mm full thicknes,sebagian kearah limbus jam 8 ukuran + -4 mm ruptur di limbus jam 7 memanjang ke supero temporal Koagulum (+) Coklat membayang Sulit dinilai Luksasi anterior Bebas Tidak tembus

COA Iris Pupil Lensa Gerak Fundus


DK/: Post

heacting palpebra superior inferior OD , Ruptur kornea OD + perdarahan COA OD + luksasi lensa anterior OD
Th/:

Bedrest total Kepala ditinggikan 30-450 Ceftazidim 2 x 1 gr Floxa ED tiap jam OD Sulfat Atropin ED 2 x 1 OD Metilprednisolon 1x 36 mg Cendomicetin OE 2 x 1 Cifrofloxacin 2 x500 mg

14

DISKUSI Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa mata kanan pasien tertimpa durian 7 hari yang lalu. Pasien merasa mata kanannya menjadi kabur dan nyeri. Data yang diperoleh dari anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami trauma tajam pada mata kanannya. Berdasarkan literatur, kelainan yang terjadi akibat trauma tajam pada mata bisa berupa luka pada palpebra(laserasi palpebra), laserasi konjungtiva, perforasi dan laserasi kornea, laserasi sklera, dan robeknya pembuluh darah, otot-otot okular, maupun serabut saraf okular kelainan orbita. Pada kasus ini, kelainan yang muncul berupa laserasi palpebra, ruptur kornea, perdarahan di COA, dan luksasi lensa anterior mata kanan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan mata kiri tidak terdapat kelainan, sedangkan pada mata kanan didapatkan visus 1/300, reflex fundus (-),pada palpebra superior terdapat udem (+), ruptur pada palpebra superior dan palpebra inferior. Pada pemeriksaan siltlamp ditemukan kunjungtiva hiperemis,injeksi konjungtiva dan injeksi siliar (+), dan terdapat ruptur pada kornea. Pada COA ditemukan koagulum (+), iris membayang coklat, lensa luksasi ke anterior. Biasanya pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Sedangkan pemeriksaan funduskopi sulit dinilai. Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kelainan waktu pembekuan. Untuk tatalaksananya pasien ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal) kurang dari 600. Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah di mata serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Selain itu, mata yang terkena trauma ditutup, untuk mengurangi pergerakan mata. Obat-obatan yang dapat diberikan antara lain antibiotik, kortikosteroid, siklopegik, dan koagulansia. Pada pasien ini telah ditatalaksana dengan, bedrest total, kepala ditinggikan 30-450, Ceftazidim 2 x 1 gr , Floxa ED tiap jam OD, Sulfat Atropin ED 2 x 1 OD, Metilprednisolon 1x 36 mg, Cendomicetin OE 2 x 1, Ciprofloxacin 2 x500 mg. Selanjutnya akan dilakukan heacting kornea dan implantasi IOL pada pasien ini .

15

Anda mungkin juga menyukai